BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Titik yang dijadikan lokasi penelitian adalah Jalan H.B. Jasin (eks Jalan

dokumen-dokumen yang mirip
LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA (Studi Kasus Di Jalan H.B. Jasin Kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo)

DAMPAK PENAMBANGAN BATU KAPUR BUKIT TUI TERHADAP KUALITAS UDARA DI KOTA PADANG PANJANG.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Jenis-Jenis Lichen Di Kampus Undip Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat

KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA DI KAWASAN INDUSTRI CITEUREUP DAN HUTAN PENELITIAN DRAMAGA NUSAIBAH SOFYAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA

DENGAN JUDUL PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KELIMPAHAN LUMUT KERAK (LICHENS) SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA DI KAWASAN PERKOTAAN KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Karakteristik Stasiun Pengamatan. Stasiun I terletak pada area dengan kepadatan lalulintas yang tinggi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ascomycotina, Basidiomycotina, dan Deuteromycotina bersimbiosis dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu

EKSPLORASI LICHEN DI SEPANJANG JALAN RAYA SOLO TAWANGMANGU DAN KAWASAN HUTAN SEKIPAN KARANGANYAR JAWA TENGAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

Kata Kunci : Pencemaran Udara, Timbal (Pb), Daun Mahoni (Swietenia mahagoni), Daun Mangga (Mangifera indica l)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

BAB I PENDAHULUAN. dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut

KERAGAMAN JENIS LICHEN DI KOTA BENGKULU. Dosen Jurusan Biologi FMIPA UNIB. Abstrak

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA JAJANAN PINGGIRAN JALAN KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Oleh Zulyaningsih Tuloly NIM :

A. Struktur Akar dan Fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan di dunia ini ( Arya, 2004: 27).

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari

Tabel Tingkat Kerusakan Struktur Perkerasan Lentur

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu Pengetahuan Alam

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas pemikiran yang matang (Dwi Siswoyo. 2007: 28). dengan berubahnya kurikulum dari tahun pelajaran ke tahun pelajaran

Keanekaragaman Lichen Corticolous pada Tiga Jalur Hijau di Kabupaten Kubu Raya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

BAB I PENDAHULUAN. sedang ada 37 perusahaan (5,65%). Industri berskala kecil ada 144 perusahaan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan sulfur dan klorofil thallus lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. pada pohon peneduh jalan di Kecamatan Pontianak Utara

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

RESPON LUMUT KERAK PADA VEGETASI POHON SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KAWASAN INDUSTRI JAKARTA TIMUR RISZKI IS HARDIANTO

Penentuan Warna Gigi Tiruan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan alam, semakin menambah kepekatan udara (Yuantari, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah alat transportasi. Akibat dari kebutuhan masyarakat akan alat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

KEANEKARAGAMAN FAMILI GRAPHIDACEAE DI KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO, BATU DAN MOJOKERTO, JAWA TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : Vol.1 No.4 (2015) : 44-49

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK (LICHENS) SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA di KAWASAN ASRAMA INTERNASINAL IPB. Oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gas seperti sulfur dioksida vulkanik, hidrogen sulfida, dan karbon monoksida selalu

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Udara merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan bagi manusia

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

REVISI PROPOSISI MIKRO DAN PROPOSISI MAKRO TEKS DASAR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sepeda motor merupakan salah satu alat transportasi yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri yang pesat ternyata membawa dampak bagi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

ORGAN DAN SISTEM ORGAN PADA TUMBUHAN. Pertemuan Ke-5

ORGAN DAN SISTEM ORGAN PADA TUMBUHAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Titik yang dijadikan lokasi penelitian adalah Jalan H.B. Jasin (eks Jalan Agus Salim) dari Hotel Astro sampai di perempatan lampu merah Jalan Rambutan (lampiran 1). Jalan H.B. Jasin terletak di kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah. Secara geografis jalan ini termasuk jalan yang letaknya strategis di pusat Kota Gorontalo. Lokasinya mudah dijangkau baik dengan kenderaan bermotor maupun dengan kenderaan khusus di Gorontalo yaitu bentor selama setengah jam dari pusat ibukota Provinsi. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan peneliti dengan terlebih dahulu melakukan obsevasi awal. Pada lokasi ini terdapat sejumlah pohon yang ditumbuhi lumut kerak dengan jumlah kenderaan yang cukup banyak setiap harinya yaitu sekitar 39.185 unit kenderaan (Data Primer, 2013). Sepanjang jalan H.B. Jasin ditumbuhi pepohonan yang didominasi oleh pohon waru. Disamping itu, ada juga pohon yang lain misalnya pohon mangga. Adapun lumut kerak menempel di setiap pohon yang ada di sepanjang jalan H.B. Jasin tersebut. Di jalan ini setiap harinya dilalui oleh kenderaan antarkota maupun antarkabupaten yang akan menuju ke Kabupaten Gorontalo. Kenderaan yang melintas didominasi oleh kenderaan bermotor seperti motor dan bentor yang lalu lalang dari pagi hingga malam hari. 23

Banyaknya jumlah kenderaan dapat menyebabkan pencemaran udara sehingga berdampak pula pada lumut kerak. Hadiyati, dkk (2013) menyatakan bahwa semakin padat kenderaan pada suatu lokasi maka akan semakin banyak SO 2 yang diserap oleh lumut kerak. Hal ini terjadi karena semakin padat kenderaan bermotor, maka kecepatan kenderaan semakin lambat sehingga polutan SO 2 akan semakin lama terpapar pada lokasi tersebut dan terserap oleh lumut kerak. 4.1.1. Jenis-jenis Lumut Kerak yang Ditemukan Jenis lumut kerak yang ditemukan selama penelitian sebanyak 3 jenis yaitu Physcia aipolia, Parmelia sulcata, Dirinaria picta. Physcia aipolia merupakan jenis lumut kerak dari suku Physciaceae. Kelompok lumut kerak ini berwarna abu-abu dengan percabangan halus. Parmelia sulcata merupakan jenis lumut kerak dari suku Parmeliacea yang memiliki bentuk talus spesifik dan mudah dikenali. Sedangkan Dirinaria picta termasuk juga dari suku Physciaceae sama halnya seperti Physcia aipolia yang ditandai dengan percabangan halus. Untuk lebih jelasnya diuraikan secara deskriptif masing-masing lumut kerak sesuai dengan kunci identifikasi: 1. Physcia aipolia Physcia aipolia merupakan jenis lumut kerak dari suku Physciaceae dengan ciri-ciri melekat pada kayu, memiliki tipe talus foliose, terdapat soredia pada talusnya dan permukaan atas dengan titik putih (lampiran 4). 24

2. Parmelia sulcata Parmelia sulcata memiliki ciri-ciri memiliki talus foliose yang berwarna hijau, terdapat isidia dan soredia tetapi tidak memiliki lobus tidak tetap, permukaan atas talus tanpa pori-pori dengan permukaan bagian bawah hitam. Permukaan talus soredia bawah berwarna hitam, terdapat garis putih pada permukaan atas, dan permukaan atas soredia tepi jarang pada batas (lampiran 4). 3. Dirinaria picta Dirinaria picta adalah talusnya memiliki soredia dengan bentuk membulat dan biasa, serta terdapat lobus berlainan. Dirinaria picta ini memiliki tipe talus foliose (lampiran 4). Jenis-jenis lumut kerak yang dijumpai dapat dilihat pada gambar 4.1 4.1.2. Keanekaan dan Pertumbuhan Lumut Kerak sebagai Bioindikator Pencemaran Udara 4.1.2.1. Keanekaan A B C Gambar 4.1 (A) Physcia aipolia. (B). Parmelia sulcata. (C) Dirinaria picta (Sumber : Data Primer, 2013) Pada lokasi penelitian di Jalan H.B. Jasin Kelurahan Dulalowo tercatat bahwa semua jenis lumut kerak dijumpai menggunakan kulit batang tanaman sebagai substrat. Adapun batang tanaman yang dijadikan sebagai substrat hidup 25

lumut kerak adalah tanaman waru dan mangga. Sebagian besar lumut kerak dijumpai pada tanaman waru. Jumlah jenis lumut kerak yang ditemukan dengan jenis tanaman sebagai substrat pada lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jumlah Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan Dengan No Jenis Tanaman Sebagai Substrat pada Lokasi Pengamatan Jenis tanaman Jumlah jenis 1 Pohon Waru 3 jenis Jenis lumut Physcia aipolia Parmelia sulcata Dirinaria picta 2 Mangga 1 jenis Parmelia sulcata Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 4.1 bahwa pada jenis tanaman waru dijumpai tiga jenis yaitu Physcia aipolia, Parmelia sulcata dan Dirinaria picta. Sedangkan pada pohon mangga hanya dijumpai Parmelia sulcata. Lumut kerak tersebut dijumpai dalam bentuk yang baik dan kurang baik tergantung pada substrat atau kulit pohon tempat bertempelnya lumut kerak. Lumut kerak tumbuh baik pada kulit pohon yang permukaannya utuh dan rata, sedangkan pada kulit pohon yang terpecahpecah dijumpai lumut kerak dengan kondisi talus yang kurang baik pula. 4.1.2.2. Pertumbuhan Menurut Januardania (1995), ciri-ciri makroskopik yang paling mudah diamati dan dibedakan adalah bentuk dan warna talus. Hal tersebut memungkinkan talus lumut kerak dapat dianalisis secara deskriptif. 26

a. Bentuk Talus Jenis-jenis lumut kerak yang dijumpai berkembang pada substrat di lokasi penelitian memiliki bentuk, warna dan keadaan talus yang dapat dibedakan dengan jelas. Talus-talus tersebut terdapat dalam keadaan datar dengan atau rata dengan substrat, sebagian ada yang tipis dan tebal. Bentuk talus secara umum ditemukan beragam, ada yang memiliki bentuk lonjong (memanjang), lingkaran serta bentuk yang tidak teratur dapat disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Bentuk Talus Lumut Kerak No Jenis lumut kerak Bentuk Talus Cenderung Memanjang Memanjang Tidak membulat vertikal horizontal beraturan 1 Physcia aipolia, - - 2 Parmelia sulcata - - 3 Dirinaria picta. - - - Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan hasil pengamatan I Physcia aipolia dijumpai dalam bentuk yang cenderung membulat dan adapula yang tidak beraturan. Adapun Parmelia sulcata memiliki bentuk memanjang vertikal dan tidak beraturan. ketiga yaitu Dirinaria picta memiliki bentuk memanjang vertikal. Gambar bentuk talus dari masing-masing spesies yang dijumpai dapat dilihat pada gambar 4.2. 27

A B C D E Gambar 4.2.Bentuk Talus Lumut Kerak.(A) dan (B) Physcia aipolia. (C) dan (D) Parmelia sulcata. (E) Dirinaria picta. (Sumber : Data Primer, 2013) Berdasarkan gambar 4.2 bahwa gambar A dan B merupakan bentuk talus Physcia aipolia dengan bentuk cenderung membulat dan bentuk yang tidak beraturan. Gambar C dan D adalah bentuk talus Parmelia sulcata yang dijumpai dalam dua bentuk talus yaitu memanjang vertikal dan tidak beraturan atau 28

tersebar. Sedangkan gambar E adalah bentuk talus Dirinaria picta yang hanya dijumpai dalam satu bentuk talus yaitu memanjang vertikal. b. Warna Talus Lumut Kerak Warna talus lumut kerak yang ditemukan cukup beragam. Walaupun warna ini termasuk dalam kategori ciri makroskopik akan tetapi penampakan warna talus lumut kerak tidak selalu memperlihatkan warna yang sama. Warna talus yang ditemukan antara lain hijau keabuan, putih, hijau muda (Disajikan dalam Tabel 4.3). Tabel 4.3 Warna Talus Lumut Kerak Warna Talus No Jenis lumut kerak Hijau Hijau Hijau Putih Tua Muda Keabuan/kusam 1 Physcia aipolia, 2 Parmelia sulcata 3 Dirinaria picta. Sumber : Data Primer, 2013 Putih Keabuan Pada tabel 4.3 Physcia aipolia yang dijumpai memiliki warna hijau keabuan/kusam dan putih dengan tipe talus foliose. Warna talus pada Physcia aipolia dapat dilihat pada gambar 4.3 Gambar 4.3 Warna Talus pada Physcia aipolia Sumber : Data Primer, 2013 29

Menurut Pratiwi, (2006) warna talus pada daerah belum tercemar menunjukkan warna yang cerah sesuai dengan setiap jenisnya. Physcia aipolia memiliki warna hijau sebelum tercemar, namun akan berubah menjadi hijau tua atau hijau pucat/kusam jika berada di daerah yang tercemar dapat dilihat pada gambar 4.4. Gambar 4.4. Physicia aipolia belum Tercemar (Sumber : Pratiwi, 2006) (Warna asli) Parmelia sulcata dijumpai memiliki warna talus hijau tua, hijau muda, dan hijau keabuan/kusam. Berbeda dengan jenis lain yang dijumpai, spesies ini memiliki warna yang lebih beragam dari hijau tua sampai hijau kusam. Warna talus pada Parmelia sulcata disajikan pada gambar 4.5 Gambar 4.5. Warna Talus pada Parmelia sulcata Sumber : Data Primer, 2013 30

Menurut Januardania, (1995), Parmelia sulcata memiliki warna hijau. Parmelia sulcata sebalum tercemar berwarna hijau cerah sedangkan sudah tercemar berwarna hijau pucat/kusam. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.6. Gambar 4.6. Parmelia sulcata belum Tercemar (Sumber : Januardania, 1995) (Warna asli) Dirinaria picta hanya memiliki warna talus putih dan tidak dijumpai talus dengan warna yang lain. Warna talus pada Dirinaria picta dapat dilihat pada gambar 4.7. Gambar 4.7 Warna Talus pada Dirinaria picta Sumber : Data Primer, 2013 Hasil penelitian Pratiwi (2006) menjumpai lumut kerak jenis Dirinaria picta berwarna putih. Dirinaria picta yang belum tercemar memiliki warna putih terang sedangkan yang telah tercemar memiliki warna putih pucat. Dirinaria picta termasuk salah satu jenis lumut kerak yang toleran terhadap pencemaran udara 31

karena dapat menampung zat pencemar dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu indikator perncemaran udara. Dapat dilihat pada gambar 4.8. Gambar 4.8. Dirinaria picta belum Tercemar (Sumber : Pratiwi, 2006) (Warna asli) 4.2. Pembahasan Jenis-jenis lumut kerak yang ditemukan di Jalan H.B Jasin Kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah seluruhnya berjumlah tiga jenis. Ketiga jenis lumut kerak tersebut keseluruhan memiliki tipe talus foliose. Lumut kerak tersebut berkembang pada dua jenis pohon yang terdapat di pinggiran jalan H.B Jasin yaitu pohon waru dan pohon mangga, akan tetapi sebagian besar lumut kerak dijumpai menempel pada pohon waru. Jenis-jenis lumut kerak yang dijumpai adalah Physcia aipolia, Parmelia sulcata, dan Dirinaria picta. Lumut kerak yang ditemukan tersebut yaitu berasal dari famili Parmeliaceae (Parmelia sulcata) dan Physciaceae (Physcia aipolia dan Dirinaria picta). Famili Parmeliaceae adalah kelompok lumut kerak foliose terbesar yang memiliki bentuk talus spesifik dan mudah dikenali. Talusnya memiliki korteks atas dan bawah, seringkali terdapat rizin untuk membantu 32

perlekatan pada substrat. Famili Parmeliaceae yang ditemukan di lokasi penelitian adalah dari jenis Parmelia sulcata. Parmelia sulcata memiliki tipe talus foliose. Hadiyati, dkk (2013) menyatakan bahwa Parmelia sp merupakan lumut kerak dengan talus berbentuk foliose (berbentuk seperti daun) memiliki perlekatan yang lemah dengan substrat, sehingga mudah terlepas dari substratnya. Physciaceae adalah kelompok lumut kerak berwarna abu-abu dengan percabangan lebih halus dari Parmeliaceae yang bentuknya hampir lekat dengan substrat agak membulat (Yudianto, 1992). Physciaceae memiliki karakteristik lobus atas dan lapisan bawah berwarna gelap atau pun hitam. Pada penelitian ini ditemukan dua jenis lumut kerak yang termasuk ke dalam famili Physciaceae yaitu Physcia aipolia dan Dirinaria picta. Jenis-jenis lumut kerak yang dijumpai pada lokasi penelitian memiliki tingkat keanekaaan yang rendah, dimana hanya dijumpai tiga jenis lumut kerak yaitu Physcia aipolia, Parmelia sulcata, dan Dirinaria picta. Jumlah setiap jenis lumut kerak yang dijumpai yaitu Physcia aipolia dijumpai sebanyak 50 koloni di semua pohon waru, Parmelia sulcata sebanyak 86 koloni di semua pohon waru dan 10 koloni di pohon mangga, dan Dirinaria picta sebanyak 1 koloni di semua pohon waru. Keanekaan lumut kerak pada suatu lokasi pengamatan dapat mengindikasikan adanya pencemaran udara. Menurut Noer (2004, dalam Pratiwi 2006) menyatakan bahwa pada daerah dimana pencemaran telah terjadi, jumlah jenis yang ada sedikit dan jenis-jenis yang peka sekali akan hilang. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Pratiwi (2006) yang menemukan bahwa jenis 33

lumut kerak yang dijumpai pada lokasi yang tercemar berat lebih sedikit dibandingkan jenis lumut kerak yang dijumpai pada lokasi yang tercemar sedang dan rendah. Selain itu, hasil penelitian oleh Soedaryanto, dkk (1992, dalam Pratiwi 2006) menemukan bahwa jenis lumut kerak pada daerah yang relatif tercemar hanya ditemukan 3 jenis lumut kerak sedangkan 7 jenis lumut kerak ditemukan pada daerah kontrol. Pertumbuhan lumut kerak dapat dilihat dari ciri makroskopiknya. Ciri makroskopik merupakan ciri yang bisa dilihat secara langsung dari objek yang diamati. Secara umum yang termasuk dalam kategori ciri makroskopik lumut kerak meliputi bentuk dan warna talus lumut kerak. Bentuk talus yang ditemukan memiliki bentuk yang beragam, terdiri atas bentuk cenderung membulat, memanjang vertikal dan tidak beraturan. Pada kulit permukaan batang tanaman yang tidak pecah-pecah, pertumbuhan talus lumut kerak dapat tumbuh dengan baik dan memiliki bentuk cenderung membulat. Sedangkan pada kulit batang pohon yang pecah-pecah, perkembangan bentuk talus cenderung akan mengikuti pola pecahan permukaan kulit batang pohon sebagai substratnya tersebut. Pada lokasi di jalan HB Jasin Physcia aipolia dijumpai dalam bentuk cenderung membulat dan tidak beraturan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Panjaitan, dkk (2010) Physciaceae adalah famili yang memiliki karakteristik talus foliose berbentuk orbicular dan tersebar tidak beraturan. Adapun Parmelia sulcata dijumpai dalam bentuk memanjang vertikal dan tidak beraturan Dirinaria picta dijumpai dalam bentuk memanjang vertikal. 34

Keadaan talus memiliki korelasi dengan tempat tumbuhnya. Dari hasil penelitian dijumpai lumut kerak yang memiliki koloni besar dengan bentuk memanjang vertikal dan agak membundar, namun ada pula yang terpisah-pisah dalam koloni kecil serta yang terpecah-pecah. Hal ini terjadi karena lumut kerak tersebut tumbuh sesuai dengan tempat tumbuhnya. Januardania (1995) menerangkan bahwa talus lumut kerak akan berkembang dengan baik apabila tumbuh pada tempat tumbuh yang kokoh dan pada tempat tumbuh yang retak dan pecah-pecah pertumbuhan talus akan terlihat lambat. Istam (2007) menerangkan bahwa ciri makroskopik talus lumut kerak dari segi keadaan atau kondisi talus tergantung dari kondisi permukaan tempat tumbuh talus tersebut. Bentuk talus bergantung pada kondisi permukaan pohon tempat talus tersebut melekat, dimana pada permukaan pohon yang rata atau halus maka dijumpai kondisi talus lumut kerak yang baik dan pertumbuhannya cepat. Sebaliknya pada permukaan pohon yang terpecah-pecah kondisi talus akan mengikuti bentuk pecahan dari permukaan pohon tersebut sehingga terlihat pertumbuhannya lambat dan kurang baik. Berdasarkan hasil pengamatan keadaan talus Physcia aipolia dijumpai dalam keadaan yang terpisah-pisah dalam koloni yang kecil. Spesies ini dijumpai dengan talus yang baik, namun ada pula yang kurang baik karena tumbuh pada batang pohon waru yang terbelah. Adapun Parmelia sulcata dijumpai dalam suatu koloni besar yang mengikuti alur batang pohon, dan ada pula yang keadaannya telah terpisah-pisah mengikuti batang pohon yang bergelombang bahkan seperti 35

telah hancur. Sedangkan Dirinaria picta hanya dijumpai dalam keadaan yang terpisah mengikuti batang pohon yang terpecah-pecah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh warna talus yang berbeda-beda. Perbedaan warna talus tidak hanya terjadi pada jenis lumut kerak yang berbeda, akan tetapi dalam satu jenis lumut kerak yang dijumpai memiliki warna yang berbeda pula. Warna talus lumut kerak yang dijumpai antara lain hijau tua, hijau muda, hijau keabuan/kusam dan putih. Menurut Fink (1961, dalam Pratiwi 2006) menyatakan bahwa warna talus dapat semakin gelap seiring dengan bertambahnya umur serta khasnya akan mengikuti tempat kondisi dari tempat tumbuhnya. Ditambahkan lagi oleh Fink (1961, dalam Istam 2007) bahwa warna talus dibandingkan bentuk dan ukutan talus, lebih mudah berubah dan kurang dapat dipercaya dalam menentukan cirri taksonomi, tetapi sekaligus warna talus memainkan peranan penting dalam membedakan jenis lumut kerak. Warna talus yang ditemukan di lokasi penelitian memiliki perbedaan dengan warna talus aslinya, sehingga pada lokasi penelitian sudah mengindikasikan adanya pencemaran udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pratiwi (2006) bahwa lumut kerak di daerah yang tercemar pertumbuhannya akan kurang baik dengan warna menjadi pucat atau berubah. Warna lumut kerak misalnya yang berwarna hijau cerah karena terpapar terus menerus oleh zat-zat pencemar lama kelamaan akan berubah warna menjadi hijau pucat/kusam. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh gas-gas yang bersifat racun/pencemar sehingga merubah kadar klorofil pada talus lumut kerak. Hasil penelitian Wijaya (2010), menyatakan bahwa jenis P. wallichiana (tipe morfologi foliose) memiliki talus 36

berwarna hijau keabuan/pucat sampai putih dan abu-abu keputihan yang nampaknya sudah terpengaruh oleh pencemar yang berasal dari kenderaan bermotor dan industri kecil maupun besar. Bioindikator sangat berkaitan erat dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. Respon bioindikator terhadap keberadaan polutan seringkali lebih mencerminkan dampak kumulatifnya terhadap fungsi dan keanekaragaman dari lingkungan sekitar. Lumut kerak adalah salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Kemampuan lumut kerak sebagai bioindikator pencemaran udara karena bentuk morfologi lumut kerak yang tidak memiliki lapisan kutikula. Kovacs (1992, dalam Nursal, dkk 2005) menerangkan bahwa lumut keraks mempunyai akumulasi klorofil yang rendah, tidak mempunyai kutikula, mengabsorbsi air dan nutrien secara langsung dari udara dan dapat mengakumulasi berbagai material tanpa seleksi serta bahan yang terakumulasi tidak akan terekskresikan lagi. Lumut kerak dapat dijadikan sebagai tumbuhan indikator untuk pencemaran udara dari kendaraan bermotor, di mana dengan adanya pencemaran udara akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan lumut kerak dan penurunan jumlah jenis. Jumlah jenis yang ditemukan di lokasi penelitian yang tercemar ringan lebih banyak dibandingkan yang dijumpai pada daerah tercemar berat. Selain itu, dengan melihat warna pada lumut kerak dapat diketahui pula tingkat pencemaran pada suatu lokasi. Hal ini disebabkan adanya akumulasi zat pencemar pada lumut kerak yang mempengaruhi proses fotosintesis dan penurunan kandungan klorofil. 37

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa lokasi penelitian di Jalan H.B. Jasin Kota Tengah Kota Gorontalo telah tercemar ringan. Panjaitan, dkk (2010) menyatakan bahwa kadar tertentu zat pencemar udara akan mampu menghambat pertumbuhan lumut kerak, tetapi logam-logam berat tidak banyak mempengaruhi pertumbuhan lumut kerak. Hal ini berarti bahwa zat pencemar ada yang menghambat pertumbuhan lumut kerak dan ada pula yang tidak banyak mempengaruhi pertumbuhan lumut kerak. Zat pencemar seperti SO 2 dapat menghambat pertumbuhan lumut kerak dengan merusak klorofil lumut kerak yang berada di daerah tercemar, sedangkan logam berat seperti Pb yang bersifat racun memiliki pengaruh kecil terhadap pertumbuhan lumut kerak. Pengaruh kadar masing-masing zat pencemar terhadap talus lumut kerak secara khusus belum dapat diketahui, akan tetapi diharapkan respon dari kondisi lingkungan tersebut dapat terlihat dari morfologi talus yang dapat dilihat secara makroskopik seperti bentuk dan warna talus, serta pertumbuhan talus. 38