BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Firman Allah SWT. Dalam Surat Al-Mujaadilah [58:11]:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam ajaran agama Islam, umat Islam diperintahkan untuk semangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berfikir secara kritis dan mandiri serta menyeluruh dalam

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

PENERAPAN NILAI-NILAI AKHLAK DALAM MENUNTUT ILMU DI SMA MUHAMMADIYAH 1 PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

PERBEDAAN STRATEGI PEMBELAJARAN LIGHTENING THE LEARNING CLIMATE DAN EKSPOSITORI TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan di Indonesia telah dijabarkan dalam Undang-Undang. Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN UNTUK ANAK DIFABEL (TUNAGRAHITA) DI SLB MARSUDI PUTRA I BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jati diri dan membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat.

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

SKRIPSI. Oleh : KURROTA A YUNIN NIM JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengaruh kehidupan modern, wanita semakin hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan Teknologi (IPTEK) merupakan salah satu faktor penunjang yang penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF), diabetes adalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar untuk menciptakan masa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ي ا أ ي ه ا ال ذ ين آم ن وا إ ذ ا ق يل ل ك م ت ف سح وا في ال م ج ال س ف اف س ح وا ي ف س ح ا ل ك م و إ ذ ا ق ي ل ان ش ز وا ف ان ش ز وا ي ر ف ع ا

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa dapat. berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang dilakukan siswa

BAB I PENDAHULUAN. terbelakang. Pendidikan harus benar-benar diarahkan untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Allah swt Berfirman. dalam surat Al-Mujadallah ayat 11.

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

KONSEP GURU MENURUT AL GHAZALI DALAM KITAB IHYA ULUMIDDIN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan masalah yang sangat dominan bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamasi yang mengenai jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan. mengembangkan potensi dan kemampuan anak didik sesuai dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional merupakan pelaksanaan pendidikan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. 31 ayat 1 dan 3 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. selesai sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dengan nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang, dan salam kepada para Rasul serta segala puji bagi Tuhan sekalian alam.

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

BAB I PENDAHULUAN. Cipta, 1992), hlm Sriyono, Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA, (Jakarta: Rineka

PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VII DI SMP NEGERI 3 PENGASIH KULONPROGO

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang dikeluhkan oleh masyarakat (Pontonuwu dkk., 2013). Penyakit gigi dan

RIWAYAT ATOPI PADA PASIEN DENGAN KELUHAN GATAL DI POLI PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri ada. Manusia pertama dalam pandangan Islam adalah Nabi Adam

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERLINDUNGANNYA TERHADAP DANA SIMPANAN NASABAH BANK

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dari sekolah, selain mengembangkan pribadinya. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan

Al-Muhiith, Al-Wakiil dan Al-Fattaah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis alergi (RA) merupakan rinitis kronik non infeksius yang paling

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. ini. Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia memerlukan pendidikan. Akan

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk. khusus memudahkan pencapaian tujuan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. individu, pendidikan juga berimplikasi besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Oleh

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN MOTIVASI BELAJAR PAI SISWA KELAS XI SMAIT ABU BAKAR JOGJAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup secara tepat dimasa akan datang atau dapat juga didefinisikan

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan (Madiadipora, 1996). Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10-20% (Solomon, 2005). Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on Asthma) tahun 2010, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang dimediasi oleh IgE (Imunoglobulin E). Insidensi dan prevalensi rinitis alergi di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Baratawidjaja (2006) pada penelitian di suatu daerah di Jakarta mendapatkan prevalensi sebesar 23,47%, sedangkan Madiadipoera (1996) di Bandung memperoleh insidensi sebesar 1,5%, seperti yang dikutip Roitt (1993). Berdasarkan survei dari ISSAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood), pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang tahun 2001-2002, prevalensi rinitis alergi sebesar 18% (Nielsen, 2001). Rinitis alergi adalah penyakit yang ditandai dengan respon imun Ig-E, peradangan alergi dari mukosa hidung. T helper (Th) 2 sel memainkan peranan penting dalam perkembangan penyakit yang dimediasi Ig-E seperti rinitis alergi, 1

2 dengan kelebihan produksi lokal sitokin Th2 (IL-4, IL-5 dan IL-13) di lokasi peradangan alergi. Th1 sitokin (IL-12 dan IFN-gamma) yang dikenal untuk menekan respon imun Th2 ini, membantu pengobatan penyakit ini. (Kirmaz dkk, 2005) Inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada saluran napas atas dan bawah berhubungan dengan sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel Th2 seperti interleukin-4 (IL-4) dan interleukin-5 (IL-5). Proses ini merupakan hasil dari infiltrasi eosinofil yang merupakan karakteristik dari respon alergi. IL-4 membantu produksi IgE oleh sel B dan mengatur adhesi molekul sel vaskular pada sel endotel, yang lebih jauh akan membantu transmigrasi eosinofil ke jaringan. IL-5 bertindak sebagai faktor penstimulasi koloni (colony stimulating factor) untuk eosinofil, dan membantu proliferasi eosinofil serta diferensiasinya di jaringan (Wright dkk, 2000). Diagnosis rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, skin prick test (SPT), pemeriksaan IgE total. Kelainan atopi dapat didiagnosis dengan riwayat individual atau keluarga yang dikonfirmasikan dengan adanya IgE alergen spesifik atau hasil SPT yang positif. SPT dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak (Bloomfield dkk, 2006). Dengan teknik dan interpretasi yang benar, alergen berkualitas baik maka uji ini mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan (Helmy dkk, 2007). Pada individu yang telah tersensitisasi oleh alergen tertentu, pemberian sejumlah kecil alergen cair yang ditusukkan dengan jarum pada epidermis

superfisial fleksor volar lengan bawah, atau punggung atas, akan menyebabkan kontak antara alergen dengan IgE spesifik yang terikat dengan permukaan sel mast kulit (Edgar, 2006). IL-4 sebagai faktor yang memacu perkembangan dan diferensiasi sel B, yang akan menghasilkan IgE. Sitokin IL-4 yang diketahui sebagai sitokin yang menginduksi IgE isotype switch sehingga disebut IgEisotype switching factor. Jika sel mast mengandung IgE terhadap alergen yang diaplikasikan, maka sel mast tersebut akan mengalami degranulasi dan melepas mediator-mediator termasuk histamin, lalu menyebabkan reaksi imun tipe I berupa reaksi bengkak kemerahan pada kulit tersebut (Karp dkk, 2003). Sampai saat ini, penelitian mengenai korelasi hasil diagnosis rinitis alergi dengan hasil pemeriksaan kadar interleukin-4 (IL-4) belum diketahui arah dan besar korelasinya. Kedua pemeriksaan tersebut mempunyai peranan penting dalam mekanisme sensitisasi sel mast dalam permukaan kulit pada penderita rinitis alergi. Maka perlu dilakukan penelitian tentang korelasi antara uji skin prick test dengan hasil pemeriksaan kadar IL-4 pada pasien dengan rinitis alergi Tidaklah Allah Subhanahu Wa Ta aala memberikan ilmu kecuali dengan usaha dan keinginan yang kuat dari para hambanya untuk mencari dan menuntut ilmu. Melakukan penelitian untuk mengetahui korelasi hasil uji skin prick test dengan kadar IL-4 pada penderita rinitis alergi termasuk dalam upaya pencarian ilmu yang diharapkan dapat meningkatkan derajat keimanan sebagaimana dalam surat Al Mujadilah ayat 11. 3

ال م ج ال س ف ي ت ف سح وا ل ك م ق ي ل ا ذ ا ا م ن وا ال ذ ي ن ا ي ه ا ي ا ف اف س ح وا الل ه ي ف س ح ان ش ز وا و ق يل ل ك م د ر ج ات ال ع ل م ا وت وا و ال ذ ي ن م ن ك م ا م ن وا ال ذ ي ن ي ر ف ع الل ه ف ان ش ز وا و الل ه ب م ا ت ع م ل و ن خ ب ي ر {Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan} (Al Mujadilah:11). B. Rumusan Masalah Rinitis alergi yang ditandai dengan dengan respon imun IgE, peradangan alergi dari mukosa hidung. T helper (Th) 2 sel memainkan peranan penting dalam perkembangan penyakit yang dimediasi Ig-E seperti rinitis alergi. Sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel Th2 seperti IL-4 dan IL- 5. Proses ini merupakan hasil dari infiltrasi eosinofil yang merupakan karakteristik dari respon alergi. IL-4 membantu produksi IgE oleh sel B dan mengatur adhesi molekul sel vaskular pada sel endotel. Skin prick test mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan. Pada individu yang telah tersensitisasi oleh alergen tertentu, pemberian sejumlah kecil alergen cair yang ditusukkan dengan jarum pada epidermis superfisial fleksor volar lengan bawah, atau punggung atas, akan menyebabkan kontak antara alergen dengan IgE spesifik 4

yang terikat dengan permukaan sel mast kulit. IL-4 sebagai faktor yang memacu perkembangan dan diferensiasi sel B, yang akan menghasilkan IgE spesifik yang terikat dengan permukaan sel mast kulit. Jika sel mast mengandung IgE terhadap alergen yang diaplikasikan, maka sel mast tersebut akan mengalami degranulasi dan melepas mediator-mediator termasuk histamin, yang menyebabkan reaksi imun tipe I berupa reaksi bengkak kemerahan pada kulit tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah terdapat korelasi antara hasil uji skin prick test dengan hasil pemeriksaan kadar IL-4 pada pasien dengan rinitis alergi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum : Mengetahui hasil pemeriksaan uji skin prick test dan kadar IL-4 pada penderita rinitis alergi. 2. Tujuan khusus : Mengetahui besar dan arah korelasi hasil uji skin prick test dengan kadar IL-4 pada penderita rinitis alergi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah kesehatan, khususnya bagi institusi pendidikan, masyarakat khususnya penderita penyakit rinitis alergi, serta bagi klinik. 5

1. Bagi klinik Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan referensi diagnostik pada penderita rinitis alergi. 2. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya. 3. Teoritis Hasil penelitian ini berguna dalam memperkaya khasanah keilmuan yang berkaitan dengan diagnostik penderita rinitis alergi. E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah dilakukan di Thailand oleh Phanuvich Pumhirun, dkk pada tahun 2000 dengan judul Comparison of In Vitro Assay for Specific IgE and Skin Prick Test with Intradermal Test in Patients with Allergic Rhinitis. Yang mana tujuan peneliti meneliti ini yaitu untuk mengevaluasi sensitivitas, spesifisitas dan efisiensi skin prick test dibandingkan dengan uji ID (intradermal) untuk menentukan apakah uji tusuk kulit dapat digunakan sebagai alternatif dalam tes skrining vivo dan untuk mengevaluasi sensitivitas, spesifisitas dan efisiensi dari sistem CAP Pharmacia (jenis kit imunodiagnostik komersial dari luar negeri yaitu dari Pharmacia Diagnostics, Inc) dengan ID tes untuk menentukan apakah sistem CAP Pharmacia dapat menjadi alternatif dalam uji in vitro pilihan bagi pasien yang tidak dapat menjalani prosedur biasa dari tes kulit. Metode yang digunakan peneliti ialah eksperimental. Populasi sample yang digunakan yaitu pasien 51 pria dan 23 perempuan yang usianya berkisar antara 15 6

- 60 tahun dengan manifestasi klinis lakrimasi, gatal dan bersin dengan obstruksi pada hidung. Hasil penelitian ini menunjukan Skin prick test dapat digunakan sebagai metode skrining untuk pasien dengan rinitis alergi, sedangkan deteksi IgE spesifik dapat digunakan sebagai alternatif untuk diagnosis pasien yang rentan terhadap uji Intradermal. Penelitian oleh Mohammad Gharagozlu dkk yang dilakukan di Iran pada tahun 2005 dengan judul Total Serum IgE and Skin Tests in Children with Respiratory Allergy. Tujuan peneliti meneliti ini yaitu untuk mengevaluasi hubungan kadar serum IgE dan skin prick test pada anak atopik Iran dengan riwayat alergi rinitis, asma bronkial dan dermatitis atopik..metode yang digunakan peneliti ialah eksperimental. Populasi sample yang digunakan yaitu 232 anak-anak yang berusia 1 sampai 15 tahun dengan riwayat rinitis alergi, asma bronkial dan dermatitis atopik. Hasil penelitian ini menunjukan Lebih dari 95% (n = 221) dari pasien memiliki skin prick test positif (diameter rata wheal 3mm) ke salah satu alergen atau lebih. Di antara pasien 46% (n = 107) telah meningkatkan kadar serum total kadar IgE ( 150 IU / ml). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan dari kepositifan skin prick test dengan gejala alergi, namun tidak ada korelasi ditemukan antara IgE total dan uji skin prick. Penelitian ini mengungkapkan bahwa tes kulit dan pengukuran serum IgE total dapat dianggap saling melengkapi satu sama lain dalam mendiagnosis gangguan alergi pernapasan. Penelitian oleh Z A Asha ari yang dilakukan di Malaysia pada tahun 2011 dengan judul Comparison of Serum Specific IgE with Skin Prick Test in the 7

Diagnosis of Allergy in Malaysia. Tujuan peneliti meneliti ini yaitu untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas skin prick test dan SSIgE (Serum specific IgE). Metode yang digunakan peneliti ialah eksperimental. Populasi sample yang digunakan yaitu 149 pasien yang berusia 18 sampai 66 tahun yang baru didiagnosis sebagai rinitis alergi. Hasil penelitian ini menunjukan hasil positif tertinggi untuk kedua skin prick test dan SSIgE (Serum specific IgE) untuk tungau debu rumah dan kucing. Dibandingkan dengan skin prick test, SSIgE menunjukkan memiliki sensitivitas lebih baik tetapi spesifisitas yang rendah, PPV (Positive Predictive Values) rendah dan NPV (Negatif Predictive Values) yang baik di semua alergen tested. Korelasi positif signifikan terlihat antara diameter wheal dan flare skin prick test dan hasil SSIgE. Skin prick test menjadi lebih spesifik dan sensitivitas yang baik masih merupakan tes yang lebih baik untuk mendiagnosa alergi dibandingkan dengan SSIgE. Meskipun SSIgE lebih sensitif, potensi tinggi hasil positif palsu membuat metode yang kurang akurat dibandingkan dengan skin prick test. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis pada penelitian ini adalah penulis melakukan penelitian dengan judul Korelasi hasil uji skin prick test dengan Hasil Pemeriksaan Kadar IL-4 yang akan dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tujuan penulis melakukan penelitian ini ialah untuk mengetahui korelasi hasil uji skin prick test dengan hasil pemeriksaan kadar IL-4 pada penyakit rinitis alergi. Metode yang akan dilakukan adalah penelitian observasional dengan metode cross sectional. 8