BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan, dengan pengukusan, dan perendaman dalam larutan NaHSO 3. Cara pertama yang dilakukan adalah pengolahan tanpa pengukusan (kentang merah/kentang ). Kentang merah dicuci, diiris tipis-tipis, ditimbang sebanyak 50,376 gram, dikeringkan dalam oven selama 18 jam, diblender dan diayak. Produk yang dihasilkan berupa serbuk tepung berwarna dengan massa sebesar 9,257 gram (18,37 %). Demikian juga dilakukan pada kentang dengan perlakuan sama. Massa kentang adalah 50,307 gram dan dihasilkan tepung berwarna dengan massa sebesar 9,956 gram (19,79 %). Cara kedua yang dilakukan adalah pengolahan secara kukus kentang merah/kentang. Kentang merah dicuci, dikukus selama 30 menit, diiris tipis-tipis, ditimbang sebanyak 50,300 gram kemudian dikeringkan dalam oven selama 18 jam, diblender dan diayak. Produk yang dihasilkan berupa serbuk tepung berwarna dengan massa sebesar 7,731 gram (15,36 %). Demikian juga dilakukan pada kentang dengan perlakuan yang sama. Massa kentang adalah 50,200 gram dan dihasilkan tepung berwarna dengan massa sebesar 8,707 gram (17,34 %). 27
28 Sedangkan cara pengolahan yang ketiga adalah pengolahan secara perendaman kentang merah/kentang dalam larutan NaHSO 3 0,2 %. Kentang merah dicuci, diiris tipis-tipis, ditimbang sebanyak 50,284 gram kemudian direndam dalam larutan NaHSO 3 0,5 ml selama 15 menit lalu dikeringkan dalam oven selama 18 jam, diblender dan diayak. Produk yang dihasilkan berupa serbuk tepung berwarna dengan massa sebesar 7,688 gram (15,28 %). Demikian juga dilakukan pada kentang dengan perlakuan yang sama. Massa kentang adalah 50,125 gram dengan dihasilkan tepung berwarna sebesar 8,658 gram (17,27 %). Untuk membandingkan produk tepung dari kentang merah dan kentang dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1 Hasil pembuatan tepung kentang No Jenis kentang Perlakuan Hasil olahan (warna) Massa tepung (gram) Produk (%) Tanpa kukus Serbuk berwarna 9, 257 18, 37 1 Kentang merah Serbuk berwarna 7, 731 15, 36 dengan NaHSO 3 Serbuk berwarna 7, 688 15, 28 Tanpa kukus Serbuk berwarna 9, 956 19, 79 2 Kentang Serbuk berwarna 8, 707 17, 34 dengan NaHSO 3 Serbuk berwarna 8, 658 17, 27
29 Untuk membandingkan hasil produk olahan kentang merah dan kentang dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini. Persen produk (%) 25 20 15 10 5 19,79 % 18,37 % 17,34 % 17,27 % 15,36 % 15,28 % kentang merah kentang 0 Tanpa kukus NaHSO3 dengan Jenis perlakuan NaHSO 3 Gambar 4.1. Diagram hasil persentase massa tepung kentang merah dan kentang Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa pengolahan kentang merah dan kentang dapat mempengaruhi penurunan produk yang dihasilkan. Pengolahan tanpa kukus pada kentang menghasilkan produk yang lebih besar dibandingkan dengann kentang yang dikukus dan perendaman NaHSO 3, pada proses pengolahan tanpa kukus kentang merah menghasilkan tepung yang lebih besar dari kentang merah yang dikukus dan perendaman NaHSO 3. Hal ini disebabkan karena pada kentang dan kentang merah yang dikukus dan ditambahkan NaHSO 3 mengandung kadar air yang lebih banyak dibandingkan dengan tanpa kukus.
30 4.2. Ekstraksi tepung kentang Untuk mendapatkan ekstrak dari tepung kentang dilakukan ekstraksi dengan teknik dimaserasi. Teknik ini bertujuan agar senyawa-senyawa metabolit dapat terekstraksi secara menyeluruh. Tepung kentang merah tanpa kukus dengan massa 9,257 gram dimaserasi dengan 50 ml pelarut metanol dan 50 ml pelarut aquades selama 24 jam pada suhu ruangan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Ekstrak hasil maserasi berwarna dengan pelarut metanol atau aquades kemudian ekstrak tersebut dievaporasi atau diuapkan sesuai dengan titik didih pelarut. Dari hasil evaporasi maka diperoleh ekstrak kental berwarna. Massa ekstrak yang dihasilkan adalah sebanyak 1,758 gram (3,48 %) dan 2,170 gram (4.30 %). Demikian juga perlakuan yang sama dilakukan untuk tepung kentang merah dan tepung kentang hasil pengolahan secara kukus dan perendaman dengan larutan NaHSO 3. Dari perhitungan persen ekstrak secara menyeluruh dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2. Hasil Ekstraksi tepung kentang Jenis Perlakuan Produk ekstrak dari pelarut Massa ekstrak hasil evaporasi (gram) Ekstrak produk (%) Metanol Aquades Metanol Aquades Metanol Aquades Tanpa Ekstrak kental Ekstrak kental 1,758 2,170 3,48 4,30 kukus berwarna berwarna Ekstrak kental Ekstrak kental 1,383 2,097 2,74 4,16 Kentang merah berwarna berwarna
31 Kentang dengan NaHSO 3 Ekstrak kental berwarna Ekstrak kental berwarna 1,217 2,058 2,42 4,09 Rata-rata 2,88 4.18 Ekstrak Ekstrak Tanpa kental kental 1,744 2,476 3,46 4,92 kukus berwarna berarna Ekstrak Ekstrak kental kental 1,125 2,347 2,24 4,67 berwarna berwarna Ekstrak Ekstrak dengan kental kental 1,110 2,330 2,21 4,64 NaHSO 3 berwarna berwarna Rata-rata 2,63 4.74 Untuk membandingkan persentase hasil ekstrak kentang merah terhadap produk olahan (tanpa kukus, kukus, dan perendaman dalam NaHSO 3 ) dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini. Persen ekstrak (%) 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 4,30 % 4,16 % 4,09 % 3,48 % 2,74 % 2,42 % tanpa kukus kukus dengan NaHSO3 3 metanol aquades Jenis perlakuan Gambar 4.2. Diagram hasil persentase ekstrak produk olahan kentang merah
32 Demikian juga dilakukan pada kentang untuk membandingkan persentase hasil ekstrak terhadap produk olahan (tanpa kukus, kukus, dan perendaman dalam NaHSO 3 ) dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini. Persen ekstrak (%) 6 5 4 3 2 1 0 4,92 % 4,67 % 4,64 % 3,46 % 2,24 % 2,21 % tanpa kukus kukus dengan NaHSO3 3 Jenis perlakuan metanol aquades Gambar 4.3. Diagram hasil persentase ekstrak produk olahan kentang Berdasarkan hasil perhitungan persentase ekstrak pada gambar 4.2 dan 4.3 diatas, persentase ekstrak produk olahan kentang merah dan kentang yang diekstrak dengan metanol dan aquades menunjukkan bahwa ekstrak aquades lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan ekstrak metanol baik dalam perlakuan tanpa kukus, dengan pengukusan, maupun dengan perendaman NaHSO 3. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kepolaran yang dimiliki oleh senyawa yang terdapat dalam kentang, dimana aquades memiliki kepolaran lebih besar dari pada metanol, sehingga kemampuan untuk melarutkan suatu senyawa yang ada dalam bahan alam tersebut lebih besar daripada pelarut metanol. Persentase ekstrak yang
33 dihasilkan untuk pelarut metanol pada kentang merah sebesar 2,88 % sedangkan untuk pelarut aquades sebesar 4,18 %. Demikian juga pada kentang persentase ekstrak pada pelarut metanol sebesar 2,63 % dan pada pelarut aquades yaitu sebesar 4,74 %. Dari hasil penelitian, pembuatan ekstrak tepung kentang menggunakan pelarut aquades memiliki daya ekstrak lebih besar dari pada pelarut metanol. 4.3. Uji Fitokimia Uji fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji warna. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam produk olahan kentang. Ekstrak kental dari pelarut metanol atau aquades yang diperoleh dari pengolahan secara tanpa kukus dari kentang merah sebanyak 1,758 g dan 2,170 g, kentang sebanyak 1,383 g dan 2,097 g masing-masing diencerkan kedalam 25 ml, kemudian diambil 1 ml dari masingmasing ekstrak untuk uji fitokimia. Perrlakuan tersebut diatas, dilakukan juga unutk masing-masing tepung hasil pengolahan secara kukus dan perendaman. Hasil uji fitokimia produk olahan kentang merah dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.
34 Tabel 4.3. Hasil uji fitokimia ekstrak produk olahan kentang merah Uji fitokimia Alkaloid Flavonoid Antosianin Steroid dan terpenoid Tanin Kuinon Perubahan yang terjadi Ada endapan putih Ekstrak berwarna merah Ekstrak berwarna merah Tidak ada perubahan warna Tidak ada perubahan warna Tidak ada perubahan warna Produk olahan kentang merah Metanol Aquades Tanpa Dengan Tanpa Dengan kukus NaHSO 3 kukus NaHSO 3 + + + + + + + + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - Hasil uji fitokimia golongan senyawa metabolit sekunder ekstrak produk olahan kentang merah dari tiga cara hasil pengolahan baik menggunakan pelarut metanol maupun aquades, ketiganya menunjukkan bahwa ekstrak produk olahan kentang merah mengandung senyawa-senyawa flavonoid, antosianin, dan alkaloid. Sedangkan senyawa steroid, terpenoid, kuinon, dan tanin tidak terdapat dalam ekstrak. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan warna yang terjadi larutan tetap berwarna. Selain dilakukan uji fitokimia pada ekstrak produk olahan kentang merah, dalam penelitian ini juga dilakukan uji fitokimia pada ekstrak produk olahan
35 kentang. Hasil uji fitokimia pada produk olahan kentang dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4. Hasil uji fitokimia ekstrak produk olahan kentang Uji fitokimia Alkaloid Flavonoid Antosianin Steroid dan terpenoid Tanin Kuinon Perubahan yang terjadi Ada endapan putih Ekstrak berwarna merah Ekstrak berwarna merah Tidak ada perubahan warna Tidak ada perubahan warna Tidak ada perubahan warna Produk olahan kentang merah Metanol Aquades Tanpa Dengan Tanpa kukus NaHSO 3 kukus Dengan NaHSO 3 + + + + + + + + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - Hasil uji fitokima golongan senyawa metabolit sekunder ekstrak produk olahan kentang dari tiga cara hasil pengolahan baik menggunakan pelarut metanol maupun aquades, ketiganya menunjukkan bahwa ekstrak produk olahan kentang mengandung senyawa-senyawa flavonoid, antosianin, dan alkaloid. Sedangkan senyawa steroid, terpenoid, kuinon, dan tanin tidak terdapat dalam ekstrak. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan warna yang terjadi larutan tetap berwarna.
36 Dari keseluruhan uji fitokimia ekstrak produk kentang merah dan kentang yang dihasilkan baik pada perlakuan tanpa pengukusan, dengan pengukusan, maupun dengan larutan NaHSO 3 senyawa alkaloid, flavonoid, dan antosianin tidak mengalami perubahan atau tidak rusak oleh pemanasan karena suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi. 4.4. Uji Aktivitas Antioksidan 4.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi DPPH Pada tahap awal pengujian, terlebih dahulu dibuat kurva standar untuk larutan DPPH. Sebanyak 1 mg DPPH dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan dilarutkan dalam pelarut metanol. Larutan DPPH yang dibuat memiliki konsentrasi 40 ppm, kemudian dilakukan pengenceran dalam labu ukur 10 ml hingga konsentrasi 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm. Selanjutnya diukur serapannya pada panjang gelombang 515,5 nm. Berdasarkan hasil pengukuran kurva kalibrasi DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis, diperoleh absorbansi dan konsentrasi DPPH yang ditunjukkan oleh tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5. Data absorbansi dan konsentrasi DPPH Konsentrasi (ppm) Absorbansi 0 0.000 5 0.069 10 0.138 15 0.213 20 0.268 25 0.354
37 Untuk mengetahui kelinearitasan dari data absorbansi pada tabel 4.5, maka dibuat kurva kalibrasi yang ditunjukkan pada gambar 4.5 dibawah ini. 0.4 Absorbansi 0.3 0.2 0.1 R² = 0.998 0 0 10 20 30 Konsentrasi (ppm) Gambar 4.4. Kurva kalibrasi DPPH Dapat dilihat bahwa kelinearitasnya mendekati 1, berarti konsentrasi sebanding dengan absorbansi. 4.4.2 Uji Aktivitas Antioksidan Produk Olahan Kentang Pada penilitian ini, uji aktivitas antiradikal menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylehydrazyl). Uji DPPH adalah suatu metoda kolorimetri yang efektif dan cepat untuk memperkirakan aktivitas antiradikal. Pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak produk olahan kentang merah dan kentang dilakukan pada panjang gelombang 515,5 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum DPPH yang diukur. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui sisa DPPH yang bereaksi dengan senyawa antioksidan. Untuk
38 mendapatkan rata-rata absorbansi maka diakukan uji Q yang memberikan pembenaran yang tepat. Untuk menghitung uji Q maka digunakan rumus sebagai berikut: Nilai Q = Contoh ekstrak metanol produk olahan kentang merah dengan cara dikukus Q =,,,, Q = 0,8 Nilai Q untuk n = 3 adalah 0,94. Karena 0,8 lebih kecil dibandingkan 0,94, maka hasil tersebut dapat diterima. Apabila nilai Q yang diperoleh lebih besar dari Q tabel 0,94 (taraf kepercayaan) maka hasil tersebut tidak diterima. Agar lebih jelas data hasil pengukuran sisa DPPH dapat diamati pada tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.6. Data hasil pengukuran aktivitas antioksidan pada ekstrak produk olahan kentang Absorbansi sisa DPPH Jenis kentang Perlakuan Metanol Aquades. 0,058 0,015 Tanpa kukus 0,060 0,015 0,059 0,016 Rata-rata 0,059 0,015 Kentang merah 0,151 0,146 0,147 0,024 0,019 0,020 Rata-rata 0,148 0,021
39 0,197 Dengan NaHSO 3 0,196 0,193 Rata-rata 0,195 0,094 0,092 0,091 0,092 Tanpa kukus 0,034 0,034 0,034 Rata-rata 0,034 0,015 0,015 0,014 0,014 Kentang 0,096 0,097 0,094 Rata-rata 0,095 0,014 0,016 0,015 0,015 0,097 Dengan NaHSO 3 0,096 0,097 Rata-rata 0,096 0,047 0,041 0,034 0,040 Perhitungan aktivitas antioksidan dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini: Berdasarkan hasil perhitungan maka akan diperoleh aktivitas antioksidan ekstrak produk olahan kentang merah dan kentang dengan menggunakan data pada tabel 4.6. Contoh aktivitas antioksidan ekstrak metanol produk olahan kentang merah tanpa kukus
40 % Aktivitas antioksidan =,,, 100 % =,, 100 % = 77,98 % Untuk keseluruhan hasil perhitungan aktivitas antioksidan lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini. Tabel 4.7. Hasil perhitungan % aktivitas antioksidan ekstrak produk olahan kentang Persen (%) aktivitas antioksidan dalam Perlakuan pelarut Rata-rata Kentang merah Kentang persentase (%) Metanol Aquades Metanol Aquades Tanpa kukus 77, 98 94, 40 87, 31 94, 77 88,61 44, 77 92, 16 64, 55 94, 40 73,97 dengan NaHSO 3 27, 23 65, 67 64, 17 85, 07 60,53 Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.7, jika persen ekstrak ketiga ekstrak produk olahan kentang tersebut digambarkan, maka akan terlihat seperti gambar 4.5 dan 4.6 berikut ini.
41 Aktivitas Antioksidan (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 94,4 % 92,16 % 77,98 % 65,67 % 44,77 % 27,23 % tanpa kukus kukus dengan NaHSO NaHso3 3 ekstrak metanol produk olahan kentang merah ekstrak aquades produk olahan kentang merah Kentang Merah Gambar 4.5. Hasil persentase aktivitas antioksidan pada ekstrak produk olahan kentang merah Aktivitas Antioksidan (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 94.77 % 94.4 % 87.31 % 85.07 % 64.55 % 64.17 % Tanpa kukus dengan NaHSO3 3 Kentang Kuning ekstrak metanol produk olahan kentang ekstrak aquades produk olahan kentang Gambar 4.6. Hasil persentase aktivitas antioksidan pada ekstrak produk olahan kentang
42 Pada gambar 4.5 terlihat bahwa produk olahan kentang merah yang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar yaitu produk olahan kentang merah tanpa kukus baik dalam ekstrak metanol maupun ekstrak aquades dibandingkan produk olahan kentang merah yang dikukus maupun dengan penambahan NaHSO 3. Tingginya aktivitas antioksidan pada produk olahan kentang merah tanpa kukus dikarenakan senyawa antioksidan yang terdapat dalam kentang merah tidak rusak oleh adanya pemanasan. Dari gambar yang sama dapat dilihat bahwa ekstrak aquades produk olahan kentang merah memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar baik yang diolah tanpa kukus (94,40 %), dikukus (92,16 %) maupun dengan penambahan NaHSO 3 (65,67 %) dibandingkan ekstrak metanol produk olahan kentang merah. Hal ini dikarenakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam kentang merah memiliki tingkat kepolaran yang sesuai dengan aquades sehingga dapat larut dengan baik pada pelarut aquades. Pada gambar 4.6 terlihat bahwa produk olahan kentang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan produk olahan kentang merah. Tingginya aktivitas antioksidan pada produk olahan kentang dapat dilihat pada semua jenis pengolahan baik secara tanpa kukus, dikukus maupun dengan perendaman dengan larutan NaHSO 3. Ini terjadi karena adanya asam askorbat (vitamin C) yang merupakan salah satu jenis antioksidan yang banyak terdapat dalam kentang dibandingkan kentang merah. Dari gambar yang sama, ekstrak aquades produk olahan kentang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar baik yang diolah tanpa kukus
43 (94,77 %), dikukus (94,40 %) maupun dengan penambahan NaHSO 3 (85,07 %) dibandingkan ekstrak metanol produk olahan kentang. Hal ini dikarenakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam kentang memiliki tingkat kepolaran yang sesuai dengan aquades sehingga dapat larut dengan baik pada pelarut aquades. Dapat disimpulkan bahwa produk olahan kentang memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi baik dalam pelarut metanol maupun pada pelarut aquades dibandingkan dengan produk olahan kentang merah. Banyaknya senyawa metabolit sekunder dalam kentang merah dan kentang yang larut dalam aquades menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan pada ekstrak aquades produk olahan kentang merah dan ekstrak aquades produk olahan kentang dibandingkan pada ekstrak metanol produk olahan kentang merah dan ekstrak metanol produk olahan kentang. Pengaruh pengolahan dapat menurunkan aktivitas antioksidan pada produk olahan kentang merah dan kentang baik dalam pelarut metanol maupun aquades. Persentase aktivitas antioksidan tiap-tiap perlakuan menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan yang paling tinggi terdapat pada pengolahan tanpa kukus sebesar 88,61 %, aktivitas antioksidan pada pengolahan secara kukus sebesar 73,97 %, sedangkan pada pengolahan perendaman dengan larutan NaHSO 3 aktivitas antioksidan sebesar 60,53 %.