PENETAPAN KADAR TABLET ANTALGIN SECARA TITRASI IODIMETRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN TUGAS AKHIR. Oleh: MEI KRISTIAN ZEGA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih dengan atau zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata. Karbonat dan zat lain yang cocok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berikut gejalanya. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang

TITRASI IODIMETRI PENENTUAN KADAR VITAMIN C. Siti Masitoh. M. Ikhwan Fillah, Indah Desi Permana, Ira Nurpialawati PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

TITRASI IODOMETRI. Siti Masitoh. M. Ikhwan Fillah, Indah Desi Permana, Ira Nurpialawati PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran,

ANALISIS KADAR METAMPIRON DALAM TABLET ANTALGIN 500 mg DI PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk PLANT MEDAN SECARA TITRASI IODIMETRI TUGAS AKHIR

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN KADAR CuSO 4. Dengan Titrasi Iodometri

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

10); Pengayak granul ukuran 12 dan 14 mesh; Almari pengenng; Stopwatch;

Titrasi IODOMETRI & IOdimetri

Modul 1 Analisis Kualitatif 1

PENETAPAN KADAR TABLET KALSIUM LAKTAT DI PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT MEDAN SECARA TITRASI KOMPLEKSOMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

MAKALAH KIMIA ANALIS TITRASI IODIMETRI JURUSAN FARMASI

Macam-macam Titrasi Redoks dan Aplikasinya

PENENTUAN KOMPOSISI MAGNESIUM HIDROKSIDA DAN ALUMINIUM HIDROKSIDA DALAM OBAT MAAG

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA ANALITIK II TITRASI IODOMETRI. KAMIS, 24 April 2014

PENETAPAN KADAR ZINC PYRITHIONE PADA SHAMPO DENGAN METODE IODIMETRI TUGAS AKHIR

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN

BAB III METODE PENELITIAN

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Metodologi Penelitian

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBUATAN DAN UJI SEDIAAN TABLET ANTALGIN TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TITRASI DENGAN INDIKATOR GABUNGAN DAN DUA INDIKATOR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT DALAM TABLET DENGAN METODE ALKALIMETRI TUGAS AKHIR OLEH: EKANITHA SAHARA NIM

PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM ASAM CUKA DENGAN ALKALIMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR. Percobaan 3 INDIKATOR DAN LARUTAN

Bab VIII Reaksi Penetralan dan Titrasi Asam-Basa

KIMIA DASAR PRINSIP TITRASI TITRASI (VOLUMETRI)

TITRASI REDUKSI OKSIDASI OXIDATION- REDUCTION TITRATION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UJI KEKERASAN, KEREGASAN, DAN WAKTU HANCUR BEBERAPA TABLET RANITIDIN

Analisis Vitamin C. Menurut Winarno (1997), peranan utama vitamin C adalah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET TUGAS AKHIR OLEH: RAHAYU NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BERKAS SOAL BIDANG STUDI: KIMIA PRAKTIKUM MODUL I KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 2012

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

Laporan Praktikum Kimia Dasar II. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M dan Penggunaannya Dalam Penentuan Kadar Asam Cuka Perdagangan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

KIMIA KUANTITATIF. Makalah Titrasi Redoks. Dosen Pembimbing : Dewi Kurniasih. Disusun Oleh : ANNA ROSA LUCKYTA DWI RETNONINGSIH

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BABII TINJAUAN PUSTAKA. dioksida, oksidol dan peroksida, dengan rumus kimia H 2 O 2, ph 4.5, cairan

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

BAB III METODE PENELITIAN

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

BAB III METODE PENELITIAN. menggambarkan sifat dari suatu keadaan sampel dalam hal ini dilakukan

BAB I PRAKTIKUM ASIDI AL-KALIMETRI

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA OCH2CHCH2 OCH3. 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [ ] : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam

PERBANDINGAN SIFAT FISIK TABLET SALUT CIPROFLOXACIN 500 MG MEREK GENERIK DAN MEREK DAGANG

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

PENETAPAN KADAR METFORMIN HCl SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET TUGAS AKHIR OLEH: DESI ANGGIAT BUTAR-BUTAR NIM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK BASA

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENRUAN KADAR VITAMIN C MENGGUNAKAN TITRASI IODOMETRI. Senin, 28 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

Transkripsi:

PENETAPAN KADAR TABLET ANTALGIN SECARA TITRASI IODIMETRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN TUGAS AKHIR Oleh: MEI KRISTIAN ZEGA 062410031 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah mencurahkan berkat dan kasih-nya serta menganugerahkan pengetahuan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul PENETAPAN KADAR TABLET ANTALGIN SECARA TITRASI IODIMETRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan. Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, teristimewa dari kedua orang tua tercinta, Ayahanda Tah. Zega dan Ibunda A. Zebua yang telah memberikan kasih sayang dan doa yang tiada pernah henti untuk dukungan moril dan materil selama ini, pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian hingga tugas akhir ini selesai. 2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, MApp.Sc., Apt., sebagai Koordinator Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan.

4. Dosen dan Pegawai Fakultas Farmasi Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan. 5. Seluruh Staf dan Pegawai PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL). 6. Teman-teman pelayanan Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional dan Kreatif (IMPERATIF) yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa kepada penulis. 7. Sahabat-sahabatku kak Idola, kak Pebri, Jhon, Agre, Agnes, Juni, Tety dan Ika Mawarni Sari Telaumbanua. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini, baik dari susunan kata-kata maupun isinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Medan, Mei 2009 Penulis Mei Kristian Zega

DAFTARV ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar isi... iii Bab I Pendahuluan... 1 1.1 Latar belakang... 1 1.2 Tujuan dan manfaat... 2 1.2.1 Tujuan... 2 1.2.2 Manfaat... 2 Bab II Tinjauan Pustaka... 3 2.1 Tablet... 3 2.2 Evaluasi tablet... 5 2.3 Antalgin... 8 2.3.1 Tinjauan umum tentang antalgin... 8 2.3.2 Analgetik-antipiretik... 9 2.3.3 Farmakodinamika antalgin... 9 2.3.4 Farmakokinetik antalgin... 10 2.3.5 Farmakologi antalgin... 10 2.3.6 Efek samping antalgin... 10 2.4 Tablet antalgin... 10 2.5 Metode penetapan kadar... 11 2.5.1 Iodimetri... 11 2.5.2 Prinsip iodimetri... 11

2.5.3 Indikator... 11 2.5.4 Larutan pentiter... 12 Bab III Metodologi... 13 3.1 Sampel yang diperiksa... 13 3.2 Alat dan bahan yang digunakan... 13 3.2.3 Alat-alat... 13 3.2.4 Bahan-bahan... 13 3.3 Pembuatan pereaksi... 14 3.3.1 Pembuatan larutan standar I 2 0,1 N... 14 3.3.2 Standarisasi larutan standar I 2 0,1 N... 14 3.3.3 Indikator kanji... 14 3.4 Prosedur... 15 3.4.1 Penetapan kadar antalgin... 15 3.4.2 Prosedur penetapan kadar... 15 Bab IV Hasil dan Pembahasan... 16 4.1 Hasil... 16 4.2 Pembahasan... 16 Bab V Kesimpulan dan Saran... 17 5.1 Kesimpulan... 17 5.2 Saran... 17 Daftar Pustaka Lampiran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. (Anief, 1999). Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antalgin merupakan derivat sulfonat dari aminofenazon yang larut dalam air. Obat ini dapat secara mendadak dan tak terduga menimbulkan kelainan darah yang adakalanya fatal. Karena bahaya agranulositosis, obat ini sudah lama dilarang peredarannya dibanyak negara, antara lain Amerika Serikat, Swedia, Inggris dan Belanda. (Rahardja, 2007) Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar suatu obat, tergantung dari struktur kimia dan sifat kimia-fisikanya. Antalgin dapat ditentukan secara titrimetri yaitu dengan titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium.

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan Tujuan penetapan kadar tablet antalgin ini adalah untuk mengetahui kadar antalgin yang terkandung dalam tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan apakah memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995) dimana penetapan kadarnya dilakukan secara iodimetri. 1.2.1 Manfaat Untuk mengetahui apakah kadar antalgin dalam tablet yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai: a. Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang digunakan Amilum Manihot, Kalsium Fosfat, Kalsium Karbonat dan zat lain yang cocok. b. Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah Musilago 10-20%, larutan Metilcellulosum 5%. c. Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam saluran percernaan. Biasanya yang digunakan Amilum Manihot kering, Gelatin, Natrium Alginat. d. Zat pelicin, yaitu agar tablet tidak melekat pada cetakan. Biasanya yang digunakan Talkum 5%, Magnesium stearat, Asam stearat. Menurut Ansel, (1989) berdasarkan penggunaanya tablet diklasifikasikan sebagai berikut : a. Tablet Kunyah Tablet ini harus lembut (segera hancur ketika dikunyah) atau mudah melarut dalam mulut. Pengunyahan dapat mempercepat penghancuran tablet dan

memberikan keadaan basa untuk garam-garam logam yang digunakan dalam tablet antasida. Tablet kunyah diberikan pada pasien yang mengalami gangguan menelan tablet. Tablet ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak-anak (dalam sediaan multivitamin). Penggunaan tablet lain ini adalah untuk tablet antasida dan antibiotik. Sediaan ini juga memungkinkan untuk digunakan di tempat yang tidak tersedia air. b. Tablet sublingual Tablet yang disisipkan di bawah lidah. Biasanya berbentuk datar, ditujukan untuk obat-obat yang diabsorpsi melalui mukosa oral. Cara ini berguna untuk penyerapan obat yang rusak oleh cairan lambung dan sedikit sekali diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Tablet ini dibuat segera melarut untuk memberikan efek yang cepat. c. Tablet bukal Tablet yang disisipkan di pipi. Tablet ini dibuat agar hancur dan melarut perlahan-lahan. d. Tablet triturat Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder. Tablet triturat harus cepat dan mudah larut seutuhnya di dalam air. e. Tablet hipodermik Tablet ini digunakan melalui bawah kulit, dibuat dari bahan yang mudah larut. f. Tablet efervesen Tablet yang menghasilkan gas, dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung garam efervesen atau bahan bahan lain yang mampu menghasilkan

gas ketika bercampur dengan air. Misalnya penggabungan logam karbonat atau bikarbonat dengan tartrat menghasilkan gas CO 2 di dalam air. Tablet bentuk ini mempercepat pelarutan sediaan dan meningkatkan rasa. 2.2 Evaluasi tablet Untuk menjamin mutu tablet maka dilakukan beberapa pengujian yaitu sebagai berikut: a. Uji keseragaman bobot Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablettablet yang yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama. Keseragaman bobot dapat ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya menyimpang dari rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. Jika perlu gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot ratarata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B. (Dirjen POM, 1984)

Tabel 1 : Penyimpangan bobot rata-rata Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata dalam % A B 25 mg atau kurang 15% 30% 26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20% 151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15% Lebih dari 300 mg 5% 10% b. Uji kekerasan Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga menentukan kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4-8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan. Alat yang di gunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet. (Lachman, 1994) c. Uji keregasan Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukan kedalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat

menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8 %. (Ansel, 1989). d. Uji waktu hancur Peralatan uji waku hancur terdiri dari rak keranjang yang mempunyai enam lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor 10 selama percobahan, tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang. kemudiaan keranjang tersebut bergerak naik turun pada larutan transparan dengan kecepatan 29-32 putaran per menit. Interval waktu hancur adalah 5-30 menit. Tablet dikatakan hancur bila bentuk sisa tablet (kecuali bagian penyalut) merupakan massa dengan inti yang tidak jelas. (Ansel, 1989). e. Uji penetapan kadar zat berkhasiat Uji penetapan kadar berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia. f. Uji disolusi Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk

padat kedalam larutan pada suatu medium. Disolusi menunjukkan jumlah bahan obat yang terlarut dalam waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat secara invitro, jika disolusi memenuhhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat secara invivo. Antalgin 2.3.1 Tinjauan umum tentang antalgin (Dirjen POM, 1995) Rumus bangun : C 6 H 5 N O N CH 3 H 2 O O 3 SNa H 2 C N CH 3 CH 3 Nama kimia : Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4- metilaminometanasulfonat Sinonim : - Metampiron - Dipiron Rumus molekul : C 13 H 16 N 3 NaO 4 S.H 2 O Berat molekul : 351,37 Pemerian Susut pengeringan : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan. : Tidak lebih dari 5,5% pada suhu 105 0 C hingga bobot tetap. Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N

Antalgin mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C 13 H 16 N 3 NaO 4 S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. 2.3.2 Analgetik-antipiretik Analgetik-antipiretik adalah zat-zat yang mampu mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri sekaligus menurunkan panas tubuh. Nyeri adalah perasaan sensori yang tidak baik dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dianggap sebagai tanda adanya gangguan di jaringan seperti peradangan dan infeksi. Sedangkan demam pada umumnya adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri.(rahardja,k., dan Tan, 2003) 2.3.3 Farmakodinamika antalgin Sesuai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan. Analgetika bekerja secara sentral untuk meningkatkan kemampuan menahan nyeri. Analgesia yaitu suatu keadaan dimana setelah pemerian analgetik; bercirikan perubahan perilaku pada respon terhadap nyeri dan kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa kehilangan kesadaran. (Ganiswara, 1981)

2.3.4 Farmakokinetik antalgin Pada fase ini, antalgin mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tidak langsung melintasi sel membran. (Anief, 1991) 2.3.5 Farmakologi antalgin Antalgin termasuk derivat metasulfonat dari amidopirin yang mudah larut dalam air dan cepat diserap kedalam tubuh. Bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh. (Lukmanto, 1986) 2.3.6 Efek samping antalgin Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan. (Lukmanto, 1986) 2.4 Tablet antalgin Tablet antalgin mengandung Metampiron, C 13 H 16 N 3 NaO 4 S.H 2 O tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

2.5 Metode penetapan kadar antalgin 2.5.1 Iodimetri Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer yaitu 0,001 N. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya lebih rendah dari sistem larutan iodium. (Alamsyah, 1994) 2.5.2 Prinsip iodimetri Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (ph 5-8). Pada antalgin, gugus SO 3 Na dioksidasi oleh I 2 menjadi SO 4 Na. (Alamsyah, 1994) 2.5.3 Indikator Bila tidak terdapat zat pengganggu yang berwarna, sebenarnya larutan iodin masih dapat berfungsi sebagai indikator meskipun warna yang terjadi tidak sejelas KMnO 4. Umumnya lebih disukai penggunaan larutan kanji sebagai indikator yang dengan iodin membentuk kompleks berwarna biru cerah. Larutan kanji yang telah disimpan lama memberikan warna violet dengan iodium. Meskipun warna ini tidak mengganggu ketajaman titik akhir titrasi, tetapi larutan kanji yang baru perlu dibuat kembali. (Alamsyah, 1994)

2.5.4 Larutan pentiter Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Larutan iodin sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam Kalium iodida pekat. Larutan titer iodin dibuat dengan melarutkan iodium kedalam larutan KI pekat. Larutan ini dibakukan dengan Arsen (III) oksida atau larutan baku Natrium tiosulfat. (Alamsyah, 1994)

BAB III METODOLOGI 3.1 Sampel yang diperiksa Tablet Antalgin 500 mg yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan. 3.2 Alat dan bahan yang digunakan 3.2.1 Alat-alat Alat-alat yang digunakan yaitu: o Beaker glass o Gelas ukur o Erlenmeyer o Buret o Statif dan klem o Lumpang dan mortir o Timbangan 3.2.1 Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu: o Metanol o Asam asetat 2N o Akuades o Larutan iodium 0,1 N o Indikator Kanji

3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pembuatan larutan standar I 2 0,1 N Larutkan lebih kurang 14 gram Iodium dalam larutan 36 gram Kalium iodida pekat dalam 100 ml air, tambahkan 3 tetes Asam klorida pekat, encerkan dengan air hingga 1000 ml. 3.3.2 Pembakuan larutan standar I 2 0,1 N Timbang teliti 150 mg AS 2 O 3 yang telah dikeringkan pada suhu 105 0 C selama 1 jam, larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N dalam erlenmeyer 250 ml. Jika perlu dipanaskan, tambahkan 40 ml air suling, kocok sampai larut. Tambahkan 2 tetes indikator jingga metil. Tambahkan HCl encer sampai terjadi warna merah muda. Tambahkan 2 gram NaHCO 3, encerkan 50 ml air, dan tambahkan 3 ml kanji. Perlahan-lahan titrasi dengan larutan I 2 sampai warna biru yang mantap. 1 ml I 2 0,1 N setara dengan 4,946 mg AS 2 O 3 3.3.3 Indikator Kanji Suspensikan 500 mg kanji dalam 5 ml air, tambahkan ke dalam air hingga 1000 ml sambil diaduk, didihkan selama beberapa menit dan saring.

3.4 Prosedur 3.4.1 Penetapan kadar tablet antalgin Timbang seksama lebih kurang 200 mg, larutkan dalam 15 ml Metanol. Tambahkan 9 ml Asam asetat 2 N dan segera titrasi dengan iodium 0,1 N, menggunakan indikator kanji, dengan sekali-sekali dikocok hingga terjadi warna biru mantap selama 2 menit. 1 ml Iodium 0,1 N setara dengan 17,57 mg C 13 H 16 N 3 NaO 4 S.H 2 O 3.4.2 Prosedur penetapan kadar o Ditimbang sebanyak 10 tablet Antalgin o Digerus halus o Ditimbang setara 200 mg zat berkhasiat Metampiron o Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml o Kemudian ditambahkan 9 ml Asam asetat 2 N dan 5 ml Metanol o Dikocok selama 5 menit o Dititrasi dengan larutan Iodium 0,1 N sambil dikocok sampai titik akhir titrasi berwarna biru.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Telah dilakukan pengujian penetapan kadar terhadap tablet antalgin dengan nomor bets 118163T menggunakan titrasi iodimetri. Dari hasil pemeriksaan diperoleh kadar 98,99%. (Hasil perhitungan terlampir pada lampiran) 4.2 Pembahasan Kadar tablet antalgin dengan nomor bets 118163T yang diperoleh adalah 98,99%. Kadar yang diperoleh ini jika dibandingkan dengan persyaratan kadar tablet antalgin dalam Farmakope Indonesia edisi IV, 1995 yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%, maka kadar antalgin tersebut memenuhi persyaratan. Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat agar I 2 sempurna bereaksi dengan antalgin, jika titrasi cepat maka I 2 tidak bereaksi sempurna dengan antalgin sehingga titik akhir lebih cepat tercapai dan hasilnya tidak akurat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator kanji atau amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir. (Sudjadi, 2007)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Kadar tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan, yang ditentukan secara iodimetri ternyata kadarnya adalah 98,99%. Hasil ini memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV, 1995 (syarat kadar tablet antalgin tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket) b. Penetapan kadar antalgin dalam sediaan tablet yang dilakukan secara titrasi iodimetri memberikan hasil yang cukup baik. 5.2 Saran Hendaknya kualitas tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (persero) Tbk Plant Medan tetap dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, A., 1994, Analisis Kuantitatif Beberapa Senyawa Farmasi, Universitas Sumatera Utara Press, Medan, Hal. 23-25. Anief, M., 1991, Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Gajah Mada University Prss, Yogyakarta, Hal. 25. Anief, M., 1999, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gajah Mada University Prss, Yogyakarta, Hal. 210-216. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 399-405. Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1984, Farmakope Indonesia, Edisi III, Jakarta. Hal. 6-7. Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta. Hal. 537-538. Ganiswara, S., 1981, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 207-210, 215-216. Lukmanto, H., 1986, Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia, Edisi II, Jakarta, Hal. 112. Rahardja, K. dan Tyay, T.H., 2003, Obat - Obat Penting, Edisi IV, Elex Media, Jakarta, Hal. 231-246. Rahardja, K. dan Tyay, T.H., 2007, Obat - Obat Penting, Edisi VI, Elex Media, Jakarta, Hal. 312-315.

Soekemi, R.A., dkk., 1987, Tablet, P.T. Mayang Kencana, Medan, Hal. 2-4, 39-50. Sudjadi, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hal. 153-154.

Lampiran Tabel 2. Berat tablet antalgin bets 118163T No. Berat (gram) 1 0,5970 2 0,6043 3 0,5436 4 0,6016 5 0,5996 6 0,5967 7 0,6006 8 0,6073 9 0,5920 10 0,6068 Hasil perhitungan: Bobot rata-rata = Jumlah Bobot 10 Tablet 10 5,9995 = = 0,59995 g 10

Rumus: Kadar = VI 2 N I 2 BE I 2 Ns Bt Ke Br Bp 100% 9,1 0,1023 17,57 599,95 100,88 = 100% 0,1 200 500 = 98,99 % Keterangan: V N Ns BE Br Bp Bt Ke : Volume titrasi : Normalitas pentiter : Normalitas standar : Berat ekivalen : Bobot rata-rata tablet : Baku pembanding : Bobot timbang : Kadar zat aktif yang tertera pada etiket.