BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 : Hasil Pengamatan Organoleptis Ekstrak Sampel Ekstrak Jenis Pemeriksaan Hasil Bau Khas Rimpang lengkuas Warna Coklat (Alpinia galanga L.) Konsistensi Kental Tabel 3 : Hasil Pengamatan Organoleptis Sediaan Krim Sesudah Dibuat Formula Pemeriksaan Kondisi Sediaan 1 2 3 Bau Warna Konsistensi Bau Warna Konsistensi Bau Warna Konsistensi Khas Coklat Agak Kental Khas Coklat Kental Khas Coklat Sangat Kental Tabel 4 : Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Krim Sesudah Dibuat Formula Kondisi Sediaan 1 Homogen 2 Homogen 3 Homogen 4.2 Pembahasan Rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) merupakan salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai obat penyakit infeksi kulit antifungi seperti panu, kadas, kurap, dan lainnya. Menurut Harborne (1987), bahan aktif yang
terkandung dalam rimpang lengkuas yang berkhasiat sebagai antifungi yaitu eugenol, kaemferol, kuersetin, galangin, diterpen serta 1-asetoksi clavikol asetat (ACA). Senyawa ini merupakan senyawa aktif yang terdapat pada lengkuas yang berpotensi sebagai antifungi. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk memformulasikan sediaan krim antifungi yang stabil dan efektif dari ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). Dalam formulasi ini, tipe emulsi yang digunakan yaitu tipe emulsi minyak dalam air (M/A), dimana akan divariasikan emulgator dan basis krim dalam tiga konsentrasi yang berbeda. Hal ini didasarkan bahwa kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi kestabilan dari suatu emulsi, khususnya emulsi yang digunakan untuk pemakaian topikal (krim). Tahap awal penelitian ini yaitu penyiapan ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) yang meliputi pengolahan simplisia, dan pembuatan ekstrak. Simplisia rimpang lengkuas dibuat berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam beberapa literatur yang meliputi pemanenan, pencucian, sortasi basah, perajangan (pengubahan bentuk), pengeringan, sortasi kering dan penggilingan untuk memperoleh serbuk kasar rimpang lengkuas. Pada pembuatan ekstrak rimpang lengkuas digunakan metode maserasi. Metode maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dingin yang pada prosesnya tidak dilakukan dengan pemanasan. Metode ini dipilih untuk menghindari kerusakan bahan aktif dalam lengkuas ketika dilakukan ekstraksi. Selain itu, metode ini juga dipilih karena proses ekstraksi yang dilakukan relatif mudah dan sederhana. Proses ekstraksi dengan metode maserasi ini dilakukan dengan merendam sampel rimpang lengkuas (simplisia) sebanyak 1 kg dalam
pelarut dengan perbandingan dan waktu tertentu. Pada penelitian ini, maserasi dilengkapi dengan pengadukan sehingga diharapkan ekstraksi dapat berlangsung dengan optimal. Proses penyarian zat aktif dalam rimpang lengkuas yaitu cairan penyari akan menembus dinding sel sampel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses ekstraksi adalah ketepatan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan. Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa. Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar, demikian pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Cairan penyari atau pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol 70% sebanyak 4 liter. Pelarut ini dipilih karena kemampuannya melarutkan zat-zat aktif dalam lengkuas. Salah satu zat aktif lengkuas adalah 1-asetoksi khavikol asetat (ACA) yang telah dibuktikan memiliki kemampuan sebagai zat anti jamur dan ACA larut dalam pelarut semipolar seperti etanol 70%. Sebagian besar komponen aktif dari lengkuas bersifat polar sehingga diharapkan pelarut ini mampu mengesktrak komponen aktif yang diinginkan. Setelah dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi, diperoleh ekstrak cair sebanyak 3250 ml atau 3.25 liter. Ekstrak cair ini kemudian
dievaporasi untuk menguapkan pelarut atau cairan penyari yang digunakan dalam proses ekstraksi, sehingga didapat ekstrak kental dari rimpang lengkuas. Ekstrak kental yang diperoleh dari proses evaporasi ini yaitu sebanyak 1.25 liter. Ekstrak ini masih bercampur dengan sebagian besar pelarut. Oleh karena itu, hasil ini kemudian dimasukan dalam ke dalam oven dengan suhu 40 0 C selama beberapa hari (7 hari) untuk mendapatkan ekstrak kental yang konstan. Konstan disini berarti sudah ekstrak yang diperoleh sudah tidak bercampur dengan pelarut lagi. Dari proses ini, didapatkan ekstrak kental rimpang lengkuas sebanyak 25.13 g. Pada pembuatan krim dilakukan penambahan ekstrak kental lengkuas dalam konsentrasi 10%. Konsentrasi ini dipilih berdasarkan rentang konsentrasi ekstrak lengkuas yang efektif menghambat pertumbuhan M. Canis dan T. Mentagrophytes. Hezmela (2006) melakukan penelitian untuk menentukan rentang nilai konsentrasi ekstrak yang optimal untuk menghambat pertumbuhan kedua jamur uji tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa rentang konsentrasi ekstrak untuk menghambat pertumbuhan M. Canis adalah 0.3% - 5%, sedangkan untuk T. Mentagrophytes adalah 0.5% - 10%. Tahap awal dari pembuatan krim ini yaitu peleburan fase minyak yang terdiri dari asam stearat, α-tokoferol dan metilparaben, dan fase air yang terdiri dari trietanolamine, gliserin dan propilparaben. Krim yang dibuat ini merupakan emulsi tipe M/A yang menggunakan dua jenis emulgator atau zat pengemulsi. Asam stearat dalam krim ini merupakan emulgator fase minyak sekaligus merupakan basis dalam pembuatan salep yang dapat dicuci dengan air atau biasa
disebut krim. Asam stearat ini digunakan untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit. Untuk menurunkan konsistensi krim, asam stearat sering di kombinasikan dengan trietanolamin yang juga merupakan emulgator dari fase air. Jika tidak, maka konsistensi krim akan meningkat yaitu krim bersifat terlalu lunak dan menjadi mengkilap. Penggunaan gliserin dalam krim ini dimaksudkan sebagai bahan pelembab atau humektan. Bahan ini mencegah krim menjadi kering, mencegah pembentukan kerak bila dikemas dalam botol, memperbaiki konsistensi krim dan mutu terhapusnya suatu krim jika digunakan pada kulit sehingga dapat menyebar tanpa digosok. Metilparaben dan propilparaben digunakan dalam krim sebagai zat pengawet. Bahan ini dapat mencegah kontaminasi dan kerusakan oleh bakteri dan jamur, karena sebagian besar komponen dalam sediaan ini merupakan substrat bagi mikroorganisme. Penambahan antioksidan yaitu α-tokoferol dimaksudkan agar krim lebih stabil, karena antioksidan dalam sediaan semipadat dapat mencegah kerusakan krim akibat oksidasi, terutama bagi fase minyak yang peka terhadap serangan oksidasi. Asam stearat dilebur diatas waterbath pada suhu 70 0 C, selanjutnya dimasukan berturut-turut bahan lain yang termasuk dalam fase minyak. Pada kondisi ini, suhu harus tetap dipertahankan agar asam stearat tidak mengeras, karena bentuk dan pemerian asam stearat yang seperti lilin sehingga apabila pada kondisi dingin, asam stearat akan langsung mengering.
Pada cawan yang berbeda fase air dilebur hingga larut. Setelah larut, fase air di masukan dalam lumpang panas kemudian ditambahkan fase minyak dan digerus hingga terbentuk basis krim berwarna putih. Lumpang panas dibuat dengan meletakan air panas dalam lumpang dan merendam alu dalam lumpang tersebut sampai permukaan luar lumpang terasa panas. Pencampuran fase ini dicampur dengan menggunakan metode penambahan fase diskontinu pada fase kontinu, dimana fase diskontinu atau fase terdispersi (fase minyak) pada emulsi M/A ditambahkan perlahan-lahan pada fase kontinu atau fase internal (fase air) dengan pengadukan yang konstan. Setelah terbentuk basis krim kemudian ditambahkan aquadest dan digerus hingga homogen, selanjutnya dimasukan ekstrak etanol rimpang lengkuas. Setelah dibuat tiga formula dengan variasi emulgator dan basis krim yang berbeda, dilakukan evaluasi kestabilan krim ekstrak etanol rimpang lengkuas setelah dibuat dengan parameter pengujian organoleptis dan pemeriksaan homogenitas. Stabilitas sediaan ini merupakan salah satu karakter penting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu suatu produk. 1. Pemeriksaan Organoleptis Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui warna, bau dan konsistensi krim setelah dibuat. Dari ketiga formula yang dibuat, hasil pengamatan yang diperoleh memperlihatkan kesamaan dalam hal bau dan warna, yaitu bau khas dan warna coklat. Sedangkan untuk konsistensi sediaan terlihat perbedaan diantara ketiga formula. Pada sediaan formula pertama, konsistensi krim bersifat lunak dan cenderung kental. Pada formula kedua konsistensinya kental, dan pada formula
ketiga kosistensinya sangat kental. Hal ini disebabkan karena konsentrasi basis dan emulgator yang berperan dalam pembentukan konsistensi krim dalam setiap formulanya berbeda, yaitu pada formula pertama konsentrasi asam stearat 10% dan trietanolamin 2%, formula kedua konsentrasi asam stearat 15% dan trietanolamin 3%, serta formula ketiga konsentrasi asam stearat 20% dan trietanolamin 4%. Tingkat konsistensi atau kekentalan sediaan krim memiliki peran untuk meningkatkan efisiensi krim ketika digunakan. Selain konsentrasi basis krim dan emulgator yang berbeda-beda, konsistensi krim juga dipengaruhi oleh beberapa hal yang harus diperhatikan dan dikontrol dengan hati-hati selama proses pembuatan krim, yaitu pengadukan dan temperatur (suhu). Pengadukan sedapat mungkin dilakukan dengan kecepatan konstan dan suhu lumpang harus selalu dijaga agar tetap panas. Pengadukan yang terlalu lambat dan suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan kristalisasi dan penggumpalan. Sedangkan pengadukan yang terlalu cepat dan suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan krim terlalu cair dan berbusa. Selain hal yang disebutkan diatas, konsistensi krim juga berkaitan dengan kadar air dalam krim, dimana semakin banyak air yang terkandung dalam krim maka tingkat kekentalan krim akan menurun atau konsistensinya meningkat. Pada formula pertama, kadar air dalam krim yaitu 72.77% atau sebanyak 21.831 g, formula kedua kadar airnya yaitu 61.77% atau sebanyak 18.531 g, dan formula ketiga sebanyak 17.481 g atau 58.27%.
Kekentalan krim juga dipengaruhi oleh adanya asam lemak yang terdapat dalam krim, yaitu asam stearat. Semakin banyak jumlah asam lemak yang digunakan maka krim yang dihasilkan juga akan semakin keras. 2. Pengujian Homogenitas Pengujian ini dilakukan secara visual dengan mengoleskan sediaan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok. Hasil pengujian menunjukan ketiga formula yang dibuat menunjukan susunan yang homogen. Homogenitas suatu sediaan krim dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketepatan suhu untuk peleburan, dan pengadukan. Jika suhu yang digunakan untuk peleburan suatu bahan tidak sesuai dengan titik lebur bahan tersebut, maka bahan itu tidak akan larut dan bercampur dengan bahan lainnya sehingga pada hasil akhir akan terdapat partikel-partikel halus pada kaca sebagai indikator pengujian homogenitasnya. Selain itu, homogenitas krim ini juga dipengaruhi oleh ekstrak rimpang lengkuas yang tidak bercampur secara merata dan homogen pada saat pencampuran.