DETEKSI MULAI TERBENTUKNYA ALIRAN CINCIN PADA PIPA HORISONTAL MENGGUNAKAN SENSOR ELEKTRODE Hermawan

dokumen-dokumen yang mirip
Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta 55281, Indonesia ABSTRAK

STUDI EKSPERIMEN STRUKTUR ANTAR MUKA ALIRAN STRATIFIED PADA ALIRAN DUA FASA ADIABATIS SEARAH BERDASAR NILAI BEDA TEKANAN

Penentuan Sub-sub Pola Aliran Stratified Air-Udara pada Pipa Horisontal Menggunakan Pengukuran Tekanan

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Interpretasi Hasil Pengukuran Tebal Cairan pada Aliran Dua Fase Udara-Air Berlawanan Arah Menggunakan Metode Parallel-wire dalam Pipa Kompleks

STUDI EKSPERIMEN MENGENAI SUB-SUB POLA ALIRAN STRATIFIED PADA ALIRAN DUA FASA SEARAH BERDASAR FLUKTUASI BEDA TEKANAN PADA PIPA HORISONTAL

POLA ALIRAN DUA FASE (AIR+UDARA) PADA PIPA HORISONTAL DENGAN VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL AIR

ANALISIS MEKANISME ALIRAN PLUG AIR- UDARA DENGAN CECM BERDASARKAN PERUBAHAN DIAMETER INLET

SIMULASI CFD ALIRAN ANNULAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor ( September 2015)

STUDI EKSPERIMEN MENGENAI FLUKTUASI TEKANAN DAN TEGANGAN GESER ANTARMUKA PADA ALIRAN STRATIFIED AIR UDARA PADA PIPA HORIZONTAL

Observasi Pola Aliran Dua Fase Air-udara Berlawanan Arah pada Pipa Kompleks ABSTRAK

Penentuan Sub-sub Daerah Aliran Stratified Udara-Air pada Pipa Horisontal Menggunakan Constant Electric Current Method (CECM)

Pengenalan Multimeter

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengukuran RESISTIVITAS batuan.

Tujuan Mempelajari penggunaan instrumentasi Multimeter, Osiloskop, dan Pembangkit Sinyal Mempelajari keterbatasan penggunaan multimeter Mempelajari ca

STUDI EKSPERIMENTAL MENGENAI SUB-REGIME ALIRAN SLUG DUA FASA AIR-UDARA PADA PIPA HORIZONTAL. Abstract

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

PENGARUH WATER CUT PADA INLET T-JUNCTION TERHADAP EFISIENSI PEMISAHAN KEROSENE-AIR

Boundary condition yang digunakan untuk proses simulasi adalah sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN DUA FASE AIR-UDARA MELEWATI ELBOW 75⁰ DARI PIPA VERTIKAL MENUJU PIPA DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 15

PENGURANGAN INTENSITAS FLUKTUASI TEKANAN PADA PEMBESARAN MENDADAK ALIRAN UDARA AIR SEARAH HORISONTAL DENGAN PENEMPATAN RING

STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK ALIRAN DUA FASE ( AIR - UDARA ) MELEWATI ELBOW 30 DARI PIPA VERTIKAL MENUJU PIPA DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 60

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

1. OSILOSKOP. Osiloskop adalah alat ukur yang dapat menunjukkan kepada anda 'bentuk' dari sinyal listrik dengan

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

KARAKTERISTIK DIODA, PENYEARAH DAN FILTER

ANALISIS LIQUID HOLD-UP DAN KECEPATAN GELOMBANG ALIRAN SLUG AIR-UDARA PADA PIPA HORIZONTAL MENGGUNAKAN METODE CECM

Osiloskop (Gambar 1) merupakan alat ukur dimana bentuk gelombang sinyal listrik yang diukur akan tergambar pada layer tabung sinar katoda.

TAKARIR. periode atau satu masa kerjanya dimana periodenya adalah nol.

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian

Menghitung Frekuensi Gelombang Permukaan dengan Menggunakan Simulator Sederhana Pembangkit Gelombang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena partial discharge tersebut. Namun baru sedikit penelitian tentang

SIMULASI CFD ALIRAN STRATIFIED AIR-UDARA SEARAH PADA PIPA HORISONTAL

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Pengaruh Variasi Diameter Injektor Konvergen Udara Terhadap Fenomena Flooding Dalam Aliran Dua Fase Gas-Cair Berlawanan Arah Pada Pipa Vertikal

BAB IV DATA DAN ANALISA

Perancangan Alat Ukur Tinggi Gelombang Skala Lab

STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK ALIRAN DUA FASE (AIR-UDARA) MELEWATI ELBOW 60 o DARI PIPA VERTIKAL MENUJU PIPA DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 30 o

PENGARUH T-JUNCTION SEBAGAI ALAT PEMISAH KEROSENE-AIR

BAB V PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS HASIL

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

BAB I PENDAHULUAN. resistor, kapasitor ataupun op-amp untuk menghasilkan rangkaian filter. Filter analog

BAB III PERANCANGAN ALAT

Blok Diagram Sebuah Osiloskop

BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY

BAB VI INSTRUMEN PENGKONDISI SINYAL

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PERANCANGAN SISTEM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengukuran Besaran Elektrik,

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

PERCOBAAN VIII TRANSDUSER UNTUK PENGUKURAN SUARA

PENGENALAN ALAT UKUR DAN PENGUKURAN. Laporan Praktikum. yang diampu oleh Drs. Agus Danawan, M.Si

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH MODEL KEBOCORAN DINDING PIPA SAMPING TERHADAP FLUKTUASI TEKANAN ALIRAN DUA FASE AIR-UDARA PADA PIPA HORISONTAL. Abstrak

BAB IV METODE PENGUJIAN CIGARETTE SMOKE FILTER

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat

BAB III DESKRIPSI MASALAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengukuran Besaran Elektrik,

Universitas Medan Area

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium

PERTEMUAN 14 ALAT UKUR OSILOSKOP (LANJUTAN)

DAFTAR GAMBAR. 1. Gambar 2.1. Prinsip Kerja Kapasitor Gambar 2.2. Prinsip Dasar Proses Tomography... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

EFISIENSI PEMISAHAN KEROSENE-AIR DI T-JUNCTION DENGAN POSISI SUDUT SIDE ARM 45 0

Petunjuk Penggunaan SENSOR TEGANGAN (GSC )

BAB II LANDASAN TEORI

Pengaruh Variasi Sudut Water Injector Berbentuk Diffuser Terhadap Fenomena Flooding Pada Aliran Dua Fase Cair Udara Vertikal Berlawanan Arah

ANALOG SIGNAL PROCESSING USING OPERASIONAL AMPLIFIERS

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pengukuran dan Alat Ukur. Rudi Susanto

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT. modulator 8-QAM seperti pada gambar 3.1 berikut ini: Gambar 3.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

BAB III PERANCANGAN SISTEM. perancangan mekanik alat dan modul elektronik sedangkan perancangan perangkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Laporan Praktikum Analisa Sistem Instrumentasi Rectifier & Voltage Regulator

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai dengan selesai.

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

IMPEDANSI KARAKTERISTIK SALURAN DUA KAWAT

BAB II LANDASAN TEORI. tidak terdefinisi. Standar tersebut dapat berupa barang yang nyata, dengan syarat

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

PERTEMUAN #4 SENSOR, AKTUATOR & KOMPONEN KENDALI 6623 TAUFIQUR RACHMAN TKT312 OTOMASI SISTEM PRODUKSI

MODUL 6 OSILOSKOP DAN FUNGSI GELOMBANG LISTRIK. frekuensi, amplitudo, dan beda fasa dari sinyal tegangan.

BAB II LANDASAN TEORI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TIN310 - Otomasi Sistem Produksi. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. i d

Transkripsi:

DETEKSI MULAI TERBENTUKNYA ALIRAN CINCIN PADA PIPA HORISONTAL MENGGUNAKAN SENSOR ELEKTRODE Hermawan Jurusan Teknik Mesin Dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Indonesia hermawan_ugm@yahoo.com Abstrak Aliran dua fasa merupakan aliran yang banyak ditemui di berbagai macam industri, termasuk pembangkit listrik panas bumi. Jenis aliran dua fasa yang paling banyak terjadi pada pembangkit listrik panas bumi sendiri adalah kasus aliran cincin (annular). Mekanisme terbentuknya aliran cincin pada pipa horizontal masih belum dapat dimodelkan secara akurat. Dalam penelitian ini dilakukan deteksi mulai terbentuknya aliran cincin menggunakan sensor probe konduktansi. Sensor ini memiliki 7 pasang elektroda dari bahan kuningan yang dipasang pada posisi 0 o (bagian bawah pipa), 30 o, 60 o, 90 o, 120 o, 150 o, dan 180 o. Sinyal yang keluar dari sensor berupa hambatan, kemudian diubah menjadi sinyal tegangan yang dapat terbaca dan terekam oleh ADC (Analog to Digital Converter). Selanjutnya ADC dihubungkan dengan computer sehingga dapat dilakukan pengambilan dan pengolahan data sinyal. Alat uji yang digunakan adalah pipa acrylic dengan diameter 26 mm. Fluida uji yang digunakan adalah udara dan air dengan kecepatan superfisial udara (J G ) bervariasi dari 10 m/s, 12 m/s, 18 m/s, 25 m/s, 30 m/s dan 40 m/s. Sedangkan kecepatan superfisial air (J L ) bervariasi dari 0,025 m/s. 0,05 m/s, 0,1 m/s, 0,2 m/s dan 0,4 m/s. Mulai terbentuknya aliran cincin ditandai dengan adanya sinyal yang terbaca oleh sensor pada bagian atas pipa, hal ini menunjukkan adanya lapisan film mengalir di dinding bagian atas pipa tersebut. Penelitian dilakukan dengan membuat kecepatan superfisial air konstan sedangkan kecepatan superfisial udara secara bertahap dinaikkan. Kemudian secara bertahap kecepatan superfisial air dinaikkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan superfisial udara pada kecepatan superfisial air yang konstan menyebabkan tebal film rata-ratanya semakin menipis. Pada saat J L = 0,025 m/s dibuat konstan aliran cincin baru terdeteksi pada saat J G = 40 m/s, dengan tebal film dibagian atas pipa 0,106 mm. Sedangkan pada saat J L = 0,4 m/s dibuat konstan aliran cincin sudah terdekteksi pada saat J G = 10 m/s, dengan tebal film dibagian atas pipa 0,283 mm. Kata kunci : Aliran dua fasa, aliran cincin, sensor probe konduktansi, tebal film Pendahuluan Aliran dua fasa dapat dibedakan menurut kombinasi fasa-fasanya, yaitu cair-gas, padatcair dan padat-gas. Dapat pula dibedakan menurut arah alirannya, yaitu searah dan berlawanan arah. Dapat pula dibedakan menurut salurannya, yaitu horizontal, vertical, dan miring. Di dalam penelitian ini aliran dua fasa adalah air-udara, aliran searah, salurannya horizontal. Pola aliran dua fasa cair-gas pada pipa horizontal yang paling umum dijumpai adalah aliran bubble, aliran stratified, aliran stratified wavy, aliran plug, dan aliran annular. Aliran annular (cincin) terjadi ketika aliran gas mencapai kecepatan yang lebih tinggi, sehingga fluida fasa cair akan mengalir di sekeliling dinding pipa membentuk sebuah lapisan film, sedangkan fluida fasa gas mengalir di bagian tengah pipa. Sebagian kecil fluida fasa cair juga mengalir dalam bentuk drops (titik-titik) yang tersebar di fluida fasa gas. Tujuan Penelitian Di dalam penelitian ini akan mendeteksi mulai terbentuknya aliran cincin pada pipa horizontal menggunakan sensor probe konduktansi.

Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai aliran dua fasa telah banyak dilakukan, termasuk pola aliran cincin pada pipa horizontal. Beberapa peneliti juga telah melakukan penelitian untuk mengetahui tebal lapisan film aliran cincin dengan berbagai metode, antara lain menggunakan needle-contact method, metode koduktansi, metode kapasitansi, laser-induced fluorescence, metode penyerapan cahaya, interferometri, reflleksi cahaya eksternal, dan refleksi cahaya internal. Salah satu metode penentuan tebal film yang paling popular ialah metode konduktansi, yaitu menggunakan prinsip bahwa air dapat menghantarkan listrik dengan cukup baik. Secara teoritis, jika dua buah kawat sejajar telanjang bersentuhan dengan air, arus yang mengalir di antara keduanya akan sebanding dengan kedalaman air yang bersentuhan dengan kawat tersebut. Pengukuran Tebal Lapisan Film Sensor konduktansi dibuat dengan mengacu pada penelitian Koskie dkk (1989), Jayanti dkk (1990), Clark (2002), dan Geraci dkk (2007). Prinsip yang dipergunakan dalam proses pengukuran tebal film aliran cincin dengan memasang dua electrode dibagian dalam pipa dan memanfaatkan kemampuan air untuk menghantarkan listrik.. Secara teoritis, jika dua buah kawat parallel bersentuhan dengan air, maka jumlah arus yang mengalir di antara kedua kawat akan sebanding dengan ketebalan cairan yang bersentuhan dengan kedua kawat tersebut. Menurut Koskie dkk (1989), pemilihan diameter kawat sangat penting pada perancangan probe yang dipergunakan untuk mengukur tebal lapisan film pada aliran cincin. Diameter kawat harus cukup besar untuk meminimalisir hambatan listrik, namun juga harus dipertimbangkan agar kawat tidak mengganggu aliran fluida. Gambar 1, adalah rangkaian sirkuit elektronis untuk probe yang dipergunakan Koskie dkk. Gambar 1. Skema elektronis probe (Koskie dkk, 1989) Gelombang pengangkut (carrier) dihasilkan oleh osilator eksternal. Gelombang input ini kemudian melewati amplifier untuk memisahkan impedansi probe (impedansi beban). Karena gelombang carrier dimodulasi oleh resistensi yang beragam, kuat arus yang mengalir juga ikut berubah sebanding dengan ketebalan lapisan film. Sinyal arus listrik ini kemudian diubah menjadi sinyal tegangan. Tegangan yang semula bolak-balik (AC) diubah menjadi tegangan searah (DC) menggunakan full-wave rectifier dan terakhir gelombang pengangkut dibuang oleh low-pass filter (10 khz). Pengujian statis dilakukan untuk mengetahui linearitas probe. Kawat terbuat dari campuran platina-rhodium dipasang secara vertical pada sebuah reservoir air. Kedalaman air di dalam reservoir diukur menggunakan micrometer dan output dari ketebalan probe juga diukur untuk masingmasing kedalaman air. Gambar 2. Kalibrasi statis probe (Koskie dkk, 1989)

Gambar 5. Skema alat uji Gambar 3. Kurve hasil kalibrasi statis (Koskie dkk, 1989). Metodologi Penelitian Di dalam penelitian aliran dua fasa ini dipergunakan fluida air dan udara Sensor yang dirancang menggunakan electrode yang terbuat dari bahan kuningan dengan diameter 3 mm. Sensor ini mempunyai 7 pasang electrode dipasang pada posisi 0 o (bagian bawah pipa), 30 o, 60 o, 120 o. 150 o,, dan 180 o (bagian atas pipa), seperti ditunjukkan Gambar. 4. Gambar 6. Sensor probe konduktansi Peralatan yang dipergunakan adalah pompa air, kompresor udara, rotameter air, rotameter udara, tangki air, regulator udara, mixer airudara, seksi uji berupa pipa acrylic dengan diameter 26 mm, sensor probe konduktansi, ADC (Analog to Digital Converter), computer, dan kamera kecepatan tinggi. Gambar 4. Penempatan electrode pada pipa Electrode tidak dipasang mengelilingi pipa karena aliran yang diharapkan adalah aliran cincin, sehingga dianggap simetris. Cara Penelitian Penelitian dilakukan dengan membuat variasi kecepatan superfisial udara J G dari 10 m/s, 12 m/s, 18 m/s, 25 m/s, 30 m/s dan 40 m/s. Sedangkan untuk air dibuat variasi kecepatan superfisial J L dari 0,025 m/s, 0,05 m/s, 0,1 m/s, 0,2 m/s dan 0,4 m/s. Penelitian dimulai dengan membuat J L tetap, sedangkan J G secara bertahap dinaikkan. Sinyal yang keluar dari sensor probe berupa hambatan (R), kemudian sinyal tersebut diubah menjadi sinyal tegangan yang dapat terbaca dan terekam oleh ADC. Kemudian ADC dihubungkan dengan computer untuk mengambil dan mengolah data sinyal tersebut. Sensor dikalibrasi dengan metode needle contact dan menggunakan batang kalibrasi. Kalibrasi needle contact method menggunakan sebuah alat berbentuk jarum

atau kawat tipis yang dapat dinaikkan dan diturunkan menggunakan micrometer. Setiap pasang sensor probe dikalibrasi satu demi satu dengan cara ditetesi air, kemudian diukur tebal airnya menggunakan jarum kalibrasi, dan diukur hambatan atau resistensinya menggunakan multimeter, kemudian dicatat dan dibuat grafiknya. Metode kalibrasi yang kedua menggunakan sebuah batang kalibrasi pejal berbentuk silinder yang terbuat dari bahan nonkonduktif dengan diameternya dibuat berjenjang. Diukur mulai dari ujung, batang kalibrasi berkurang dari 4, 3, 2, 1, 0,5 dan 0,1 mm dari diameter pipa. Batang kalibrasi dimasukkan ke dalam pipa dan ruang di antara batang kalibrasi dan pipa diisi dengan air. Dengan demikian dapat diketahui ketebalan air secara pasti, kemudian keluaran masing-masing sensor probe diukur menggunakan multimeter. Hasil kalibrasi untuk setiap pasang sensor probe ditabelkan, kemudian dibuat kurva kalibrasinya. Sebagai contoh hasil kalibrasi sensor pada posisi 30 o pada gambar 6. Dari hasil data visual dengan menggunakan kamera kecepatan tinggi, karakteristik dasar aliran cincin dapat diketahui. Secara umum aliran cincin terdiri dari beberapa macam gelombang, diantaranya adalah disturbance wave (gelombang gangguan) dan ripple (riak) seperti ditampilkan pada gambar 8. Gambar 8. Sifat fisik aliran cincin. Pengambilan data untuk masing-masing variasi J G dan J L dilakukan selama 30 detik dengan frekuensi 1000 data per detik kemudian dibuat tabel. Karena data tersebut masih dalam satuan volt, maka dilakukan konversi menjadi tebal lapisan film menggunakan kurva kalibrasi. Sebagai contoh untuk J L = 0,025 m/s dan J G = 10 m/s ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Tebal film pada J G = 10 m/s dan J L = 0,025 m/s Gambar 7. Kurva kalibrasi sensor pada 30 o Secara umum, fungsi eksponensial yang diperoleh dari kurva kalibrasi kemudian digunakan untuk mengubah sinyal keluaran dari sensor yang dibaca oleh ADC (volt) menjadi tebal lapisan film (mm) menggunakan persamaan : h = AV B dengan : h V = tebal lapisan film = tegangan yang terbaca oleh ADC (volt) A, B = konstante kalibrasi Hasil Dan Pembahasan Dari table 1, dapat digambarkan distribusi ketebalan lapisan film untuk seluruh permukaan pipa, dengan asumsi tebal lapisan film yang mengalir simetri terhadap sumbu tegak pipa, ditampilkan pada gambar 9.

Gambar 9. Distribusi tebal lapisan film untuk J L = 0,025 m/s dan J G = 10m /s. Menurut peta pola aliran Mandhane, untuk J L = 0,025 m/s dan J G =10 m/s belum mampu membentuk aliran cincin, aliran yang terbentuk adalah aliran wavy. Analisa data time series ditampilkan pada gambar 10, yang menunjukkan perubahan tebal film terhadap waktu. Pada posisi 0 o dan 30 o, dijumpai beberapa gelombang besar yakni disturbance wave, namun pada posisi 60 o dan 90 o frekuensi gelombang tersebut mulai menurun dan akhirnya pada posisi 120 o dan 180 o disturbance wave tidak terdeteksi lagi. Hal ini menunjukkan bahwa pada J L = 0,025 m/s dan J G = 10 m/s belum terbentuk aliran cincin. Analisis PSD (Power Spectral Density) ditampilkan pada gambar 11. Dari grafik PSD tersebut dapat dilihat bahwa pada posisi 0 o, 30 o, 60 o, dan 90 o terdapat sinyal-sinyal yang memiliki daya cukup tinggi. Sinyal dengan daya tinggi berada pada di kisaran 2 3 Hz. Namun demikian, sinyal ini semakin melemah seiring dengan berubahnya posisi sensor. Sinyal pada sensor 0 o memiliki daya paling tinggi, sedangkan pada sensor 90 o memiliki daya paling lemah. Pada sensor 120 o sampai 180 o, sinyal yang terdeteksi memiliki daya sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian bawah pipa memiliki tebal film paling tinggi dan semakin ke atas ketebalan film semakin berkurang. Gambar 10. Grafik perubahan tebal lapisan film terhadap waktu untuk J L = 0,025 m/s dan J G = 10 m/s. Gambar 12 merupakan gambar visual yang diambil dengan menggunakan kamera kecepatan tinggi. Terlihat bahwa terbentuk aliran wavy, tidak terdapat lapisan air di bagian samping pipa maupun di bagian atas pipa. Maka sinyal lemah yang terdeteksi oleh sensor bagian samping dan bagian atas pipa bukan merupakan gelombang aliran, melainkan karena sensor tersebut basah sehingga sensor mendeteksi lapisan film yang sangat tipis

m/s. Gambar 12. Aliran yang terbentuk pada J L = 0,025 m/s dan J G = 10 m/s Pada saat kecepatan superfisial udara dinaikkan menjadi J G = 12 m/s dan J L = 0,1 m/s, pola aliran yang terbentuk berada pada daerah transisi, yaitu dari pola wavy menuju annular atau dari pola slug ke annular. Gambar 13. Distribusi tebal lapisan film pada daerah transisi J G =12 m/s dan J L = 0,1 m/s. Gambar 11. Spektrum frekuensi sinyal tebal film pada berbagai posisi sirkumferensial untuk J L = 0,025 m/s dan J G = 10

Gambar 14. Grafik perubahan tebal lapisan film terhadap waktu pada J G = 12 m/s dan J L = 0,1 m/s. Dari gambar 14, 15, dan 16 dapat ditarik kesimpulan bagian atas pipa (posisi 120 o, 150 o, dan 180 o ) sesekali mulai terbentuk lapisan film sangat tipis, kurang dari 0,2 mm. Gambar 15. Spektrum sinyal tebal film pada berbagai posisi sirkumferensial (J G = 12 m/s dan J L = 0,1 m/s) Gambar 16. Aliran yang terbentuk pada J G = 12 m/s dan J L = 0,1 m/s.

Gambar 17. Distribusi tebal lapisan film pada J G = 30 m/s dan J L = 0,4 m/s. Gambar 19. Spectrum frekuensi sinyal tebal film pada berbagai posisi sirkumferensial (J G = 30 m/s dan J L = 0,4 m/s). Gambar 18. Grafik perubahan tebal lapisan film terhadap waktu (J G =30 m/s dan J L = 0,4 m/s) Gambar 20. Aliran yang terbentuk pada

J G = 30 m/s dan J L = 0,4 m/s. Pada kecepatan superficial gas yang tinggi, J G = 30 m/s, terdeteksi lapisan film yang cukup tebal, dapat dikatakan bahwa aliran cincin telah terbentuk secara sempurna seperti ditampilkan pada gambar 17, 18, 19, dan 20. Gambar 21. Distribusi tebal lapisan film pada J L konstan (0,4 m/s). Kesimpulan Terbentuknya aliran cincin ditandai dengan adanya sinyal yang terbaca oleh sensor pada bagian atas pipa, hal ini menunjukkan lapisan film mengalir di sekeliling dinding pipa. Pada saat J L = 0,025 m/s dibuat konstan aliran cincin baru terdeteksi pada saat J G = 40 m/s, dengan tebal film dibagian atas pipa 0,106 mm. Sedangkan pada saat J L = 0,4 m/s dibuat konstan aliran cincin sudah terdekteksi pada saat J G = 10 m/s, dengan tebal film dibagian atas pipa 0,283 mm. Referensi [1] Jayanti. S., Hewitt, G.F., White, S.P., 1990, Time-dependent behavior of the liquid film horizontal annular flow, International Journal of Multiphase Flow, volume 16, pp. 1097-1116. [2] Koskie, J.E., Mudawar, I, Tiederman, W.G., 1989, Paralel-wire probes for measurement of thick liquid, International Journal of Multiphase Flow, Volume 15, pp. 521-530. [3] Mandhane, J.M., Gregory, G.A., and Aziz, K.A., 1974, A flow pattern map for gas-liquid flow in horizontal pipes, International Journal of Multiphase Flow, Volume 1, pp. 537-553. [4] Paras, S.V., Karabelas, A.J., 1981, Properties of the liquid layer in horizontal annular flow, International Journal of Multiphase Flow, Volume 17, pp. 429-454 [5] Sekoguchi, K.A., Ousaka, T. Fukano, T. Morimoto, 1982, Air-water annular two phase flow in horizontal tube, Bulletin of JSME Volume 25, No. 208