MENYIKAPI MASALAH FLU BURUNG DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. bersumber dari protein hewani. Oleh karena itu pengembangan peternakan dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

INDONESIA NOMOR 229/Kpts/PK.230/4/2016 TENTANG PEMBUKAAN PEMASUKAN UNGGAS DARI NEGARA JERMAN KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan Pasal 5, 8, 65, 66,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya berdiri

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr.

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Tinjauan Mengenai Flu Burung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PUSAT STATISTIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

GUBERNUR MALUKU UTARA

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi ekonomi yang tumbuh semakin pesat merupakan harapan bagi

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

RUMUSAN ROUNDTABLE DISCUSSION: ARAH PENELITIAN MENDUKUNG RENCANA BEBAS PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS TAHUN Bogor, Kamis, 5 Desember 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2010 Kementerian Pertanian. Babi. Produknya. Pemasukan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 16/M-DAG/PER/5/2009 TENTANG LARANGAN SEMENTARA IMPOR HEWAN BABI DAN PRODUK TURUNANNYA

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular. Salah satu contohnya adalah virus flu burung (Avian Influenza),

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETERNAK AYAM PETELUR MELAKUKAN VAKSINASI: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BALI

Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

VI. SIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 36 TAHUN 2007

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

KEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

Transkripsi:

Konferensi Pers Tempat : Café Bebek Bali Senayan, 26 September 2005 MENYIKAPI MASALAH FLU BURUNG DI INDONESIA I. ASPEK KEDOKTERAN HEWAN Menyikapi masalah flu burung (avian influenza) yang akhir-akhir ini mendominasi pemberitaan di media massa, kami merasa perlu memberikan tanggapan dan saran dari aspek kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. Beberapa tanggapan dan saran adalah sebagai berikut : 1. Yang perlu disadari dan diketahui saat ini, terutama oleh pemerintah/pengambil kebijakan dan masyarakat, bahwa sejak tahun 2004 kasus klinis flu burung (Avian Influenza/AI) pada peternakan unggas komersial di Indonesia dinyatakan terkendali. Kasus klinis yang ada hanya bersifat sporadis dan bukan wabah (outbreak). Hal ini berarti tidak ada wabah AI di peternakan ayam komersial. Kebijakan dan tindakan yang telah dilaksanakan Departemen Pertanian dalam menanggulangi wabah AI sejak tahun 2004 dinilai baik. Kebijakan strategi pengendalian AI (9 langkah pengendalian AI, terutama difokuskan kepada tindakan biosecurity, vaksinasi, depopulasi terbatas dan pengendalian lalu-lintas hewan) di Indonesia merupakan langkah yang cukup arif dan efektif dibandingkan dengan pemusnahan massal. 2. Kasus AI pada burung-burung selain unggas komersial perlu dikonfirmasi dengan pengujian laboratorium yang memenuhi kaidah-kaidah baku dan ilmiah untuk menyatakan positif. Departemen Pertanian sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) relatif sulit menanggulangi AI pada burung non komersial terutama burung-burung liar, mengingat beberapa kendala antara lain : penanganan burung (aspek konservasi dan liar) merupakan kewenangan dari instansi lain dan sulitnya mengawasi pemeliharaan burung di masyarakat serta kondisi alam (migrasi). 3. Indonesia belum memiliki Undang-Undang Kesehatan Hewan, seperti halnya Departemen Kesehatan yang memiliki Undang-Undang Kesehatan. Selain itu, untuk menangani kesehatan hewan secara terpadu, diperlukan Sistem Kesehatan Hewan Nasional (SISKESWANNAS). Perangkat terpenting dalam pengembangan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi sistem kesehatan hewan nasional adalah adanya Badan atau Lembaga Otoritas Veteriner yang memiliki tanggungjawab dan kewenangan terhadap kesehatan hewan, sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office Internationale des Epizooties/OIE atau World Animal Health Organization). Negara-negara maju dan negara ASEAN Page 1

telah memiliki Undang-Undang Kesehatan Hewan dan Badan Otoritas Veteriner seperti Malaysia dan Filipina. 4. Dalam memberikan pernyataan kepada masyarakat, suatu instansi harus melihat berbagai aspek (teknis, ekonomis, sosial, budaya, politik) dan mempertimbangkan masukan dari instansi teknis yang terkait, sehingga informasi yang disampaikan proporsional, tidak meresahkan dan membingungkan masyarakat. 5. Menyimak pernyataan atau pemberitaan adanya kasus flu burung pada manusia yang semakin bertambah, kami perlu sampaikan beberapa hal antara lain: (a) bagaimana prosedur suatu kasus klinis yang mirip flu burung pada manusia dapat dinyatakan positif; (b) apakah dilakukan juga kemungkinan diagnosa penyakit dari penyebab lain (differential diagnosis); (c) bagaimanakah pengujian laboratorium dinyatakan positif; (d) perlunya dilakukan kajian epidemiologis untuk menjelaskan kausa dan cara penularan penyakit untuk tindakan pengendalian dan pencegahan. II. ASPEK EKONOMI Peran sektor peternakan terhadap perekonomian tidak dapat dikatakan kecil. Meskipun kontribusinya terhadap PDB hanya sekitar 1,8 persen, namun potensi konsumsi per kapita produk unggas di Indonesia juga besar dan terus mengalami peningkatan. Konsumsi daging per kapita yang hanya 4,1 kg/kapita/tahun tahun 1999, menjadi 6,1 kg/kapita/tahun pada tahun 2003 (Deptan, 2003). Konsumsi telur pun meningkat dari 2,7 kg/kapita/tahun menjadi 4,5 kg/kapita/tahun. Sehingga secara keseluruhan konsumsi protein di Indonesia meningkat dari 3,2 menjadi 4,9 kg/kapita/tahun. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini pun cukup tinggi yaitu mencapai 2,9 persen dari total tenaga kerja pada tahun 2002. Dilihat dari peran sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia, khususnya unggas, terhadap sektor lainnya juga tidak dapat dibilang kecil. Sektor ini memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi terhadap sektor-sektor hilirnya. Industri unggas memiliki keterkaitan ke depan sebesar 38,4% dengan industri restoran dan 36% dengan industri olahan unggas lainnya. Kekhawatiran industri perunggasan terhadap merebaknya kasus flu burung di Indonesia sangat beralasan. Hasil kajian Oktaviani, 2005 menunjukkan bahwa jika virus flu burung diasumsikan meningkatkan resiko berproduksi sebesar 10% pada industri unggas akan mengakibatkan penurunan permintaan rumah tangga terhadap produk-produk peternakan khususnya unggas sebesar 2,5% hingga 4,4%. Bahkan permintaan rumah tangga terhadap sektor-sektor lain yang terkait dengan sektor peternakan, seperti pengolahan ternak dan restoran akan mengalami penurunan yang lebih besar. Output industri unggas juga akan menurun sebesar 13,7 persen, lebih besar dari peningkatan resiko industri unggas akibat merebaknya virus avian. Secara nasional, peningkatan resiko mewabahnya flu burung akan berdampak pula terhadap variabel-variabel makroekonomi lainnya, seperti GDP riil, investasi, dan ekspor-impor. Peningkatan resiko berproduksi 10 persen saja pada industri unggas dapat mengakibatkan Page 2

GDP riil tumbuh hanya sebesar 0,2 persen. Investasi hanya akan tumbuh 7-8%, sedang ekspor akan meningkat 4% dan impor mengalami penurunan 3,5% (Oktaviani, 2005). Pada saat ini yang menjadi masalah bukanlah pada terjangkitnya unggas oleh AI, tetapi kekhawatiran atau persepsi tentang kemungkinan AI menjangkiti manusia. Persepsi ini setidaknya dapat menyebabkan dua hal berikut: 1. Persepsi tentang meningkatnya resiko mengkonsumsi produk-produk unggas. 2. Persepsi tentang meningkatnya resiko tertulari AI pada saat wisatawan di Indonesia. Persepsi yang pertama akan menyebabkan rumah tangga menghindari produk unggas. Sedangkan persepsi yang kedua akan menyebabkan wisatawan asing menghindari untuk datang ke Indonesia. Pengaruh akhir dari kedua persepsi tersebut adalah sebagai berikut: Permintaan rumah tangga akan produk-produk unggas akan turun sebesar 22,7 s.d. 24,9 persen. Demikian pula permintaan terhadap produk hasil olahan ternak akan turun sebesar 1,24 s.d. 3,34 persen. Permintaan terhadap produk restoran juga mengalami penurunan sebesar 2,7 s.d. 4,7 persen. Sektor pariwisata akan merupakan yang mengalami penurunan output cukup drastis yaitu sebesar 12,18 persen. Tentunya yang paling parah adalah sektor unggas yang mengalami penurunan sebesar 26 persen. Industri-industri yang terkait dengan produk unggas dan pariwisata juga akan mengalami penurunan output yang relatif bervariasi antara 2,9 s.d. 4,4 persen. Mengingat sektor unggas dan pariwisata dan yang terkait dengannya adalah labor intensive, maka pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja akan lebih besar. Penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pariwisata, pengolahan dan restoran berturut-turut adalah 32 persen, 5,41 persen, 3,73 persen dan 3,18 persen. Pada akhirnya semua hal tersebut akan berakibat pada penurunan pendapatan rumah tangga. Penurunan pendapatan terjadi pada semua kategori rumah tangga dengan kisaran 6,8 s.d. 7,5 persen di wilayah pedesaan dan 7,3 s.d 8,1 persen di wilayah perkotaan. LAMPIRAN Tabel 1. Dampak terhadap Permintaan Rumah Tangga di Masing-masing Skenario Rural Urban Deskripsi 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 Produk Unggas -4.11-3.60-2.62-4.05-3.82-2.50-4.04-3.81-2.81 Pengolahan Ternak -4.32-4.29-4.16-3.68-4.13-4.20-3.59-4.10-4.11-3.54 Restoran -4.46-4.29-3.80-4.27-4.33-3.71-4.47-4.50-4.00 Produk Unggas -24.2-23.7-22.7-24.1-23 -24.82-24.11 Pengolahan Ternak -3.22-2.63-2.11-1.24-3.34-2.56-1.54-3.22-3.34-2.64 Restoran -3.85-3.49-3.25-2.7-4.1-3.03-4.76-4.51 Page 3

Tabel 2. Dampak terhadap Output Sektoral pada Masing-masing Skenario Industry Paddy M a iz e Soybeans Livestock Poultry Product Livestock Processing F ertilize & P esticid e Trade Restaurant H o te l Tourism -2.18 0.48 3.53-1.13-13.22-3.24-4.34-1.07-3.19-4.56-3.03 1.22 5.58-0.96-26.07-5.43-4.50-2.90-4.45-12.18 Tabel 3. Dampak terhadap Permintaan Tenaga Kerja dan Kapital pada Masingmasing Skenario Industri Paddy Maize Soybeans Livestock Poultry Product Livestock Processing Fertilize & Pesticide Restaurant Hotel Transportation Tourism Tenaga Kerja -6.41-8.95-2.25-2.26 2.74 4.85-4.28-4.91-17.1-32.6-4.16-3.73-2.21-0.11-5.16-3.18 3.05 11.5 0.09-4.03 2.61-5.41 Kapital -2.03-2.82 2.14 3.86 7.12 10.98 0.17 1.04-12.6-26.6-2.67-3.21-1.68-1.45-1.03-1.35 0.38 1.17-0.29-2.01 0.23-1.31 Page 4

Tabel 4. Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Masing-masing Skenario Household rural1 rural2 rural3 rural4 rural5 rural6 rural7 urban1 urban2 urban3-3.42-3.55-3.63-3.40-3.33-3.55-3.33-3.44-3.57-3.27-6.82-6.82-7.06-7.16-7.29-7.11-7.54-7.32-7.91-8.11 Page 5