BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional. Sistem pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas pembantuan. Demi menjamin terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, pelayanan masyarakat yang lebih baik, mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat, menjamin perkembangan dan pembangunan daerah, serta terwujudnya keserasian hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka atas dasar itu, otonomi daerah diberikan kepada daerah kabupaten/kota dengan prinsip nyata, dinamis, serasi, dan bertanggungjawab. Implikasi langsung dari kewenangan yang diserahkan kepada daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Dengan demikian, penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah dalam otonomi harus disertai dengan pelimpahan wewenang di bidang keuangan atau yang sering disebut dengan desentralisasi fiskal (Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, 2004:76). Tanpa itu, otonomi menjadi tidak bermakna.

Dengan bertambahnya kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah dan anggaran daerah yang semakin besar guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, maka perlu digali sumber-sumber penerimaan daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah berasal dari daerah itu sendiri dan bantuan berupa transfer dari pemerintah pusat. Sumber pembiayaan utama atau dominan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota berasal dari kemandirian daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara subsidi atau transfer dari tingkat Pemerintah Pusat berupa dana perimbangan merupakan sumber penerimaan pendukung atau tambahan saja. Oleh sebab itu jelaslah bahwa besarnya PAD menjadi salah satu indikator penting dari kewenangan keuangan. Kewenangan untuk memberdayakan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah PAD yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan yang begitu luas bagi daerah. Hal ini di satu sisi merupakan berkat, namun disisi lain sekaligus merupakan beban yang pada saatnya nanti akan menuntut kesiapan daerah untuk dapat melaksanakannya. Dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat, maka beberapa aspek harus dipersiapkan, antara lain sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan prasarana, serta organisasi dan manajemennya. Sehubungan dengan hal ini, pengelolaan keuangan daerah yang baik, transparan, dan bertanggungjawab sangat dibutuhkan dan diupayakan agar penggunaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Kemampuan daerah dalam mengolah sumber daya yang dimiliki dapat dijadikan sebagai sumber kekayaan bagi daerah.

Pengelolaan daerah dapat menciptakan lapangan kerja baru dan dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi, dan dapat menambah pendapatan bagi daerah. Tujuan pemberian otonomi daerah tidak lain adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah. Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya, pemerintah pusat tidak dapat lepas tangan begitu saja terhadap kebijakan otonominya. Pada akhirnya pemerintah akan melakukan transfer dana. Transfer dana ini berupa dana perimbangan. Dana perimbangan adalah pengeluaran alokatif anggaran pemerintah pusat untuk pemerintah daerah yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah (www.ksap.org). Menurut Yani (2008:40), pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintahan daerah dilakukan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah kepada pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas kondisi perekonomian nasional dan keseimbangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kuncoro (2004) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan melalui dana perimbangan yang terdiri dari: (1) bagian daerah (bagi hasil) dari penerimaan pajak serta penerimaan dari Sumber Daya Alam; (2) Dana Alokasi Umum (DAU); dan (3) Dana Alokasi Khusus (DAK). Keempat komponen dalam dana

perimbangan ini merupakan satu kesatuan elemen sumber pembiayaan guna mendukung pelaksanaan penyelenggaraan kewenangan oleh daerah selain sumber keuangan yang sudah ada di daerah sendiri. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi, yaitu terletak pada kemampuan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan mengandalkan kemampuan keuangan daerahnya sendiri. Studi Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Berkaitan dengan hal itu, strategi alokasi belanja daerah memainkan peranan yang tidak kalah penting guna meningkatkan penerimaan daerah. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2007). Dalam upaya untuk meningkatkan kontribusi publik terhadap penerimaan daerah, alokasi belanja modal hendaknya lebih ditingkatkan. Oleh karena itu, anggaran belanja daerah akan tidak logis jika proporsi anggarannya lebih banyak untuk belanja rutin. Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, baik dari dana perimbangan maupun pendapatan asli daerah sendiri, daerah akan mampu memenuhi dan membiayai semua keperluan yang diharapkan oleh masyarakat. Belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan (Halim, 2007:101). Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Belanja

modal yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga memiliki manfaat dari pembangunan daerah. Pemerintah daerah dapat mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD dengan menambah aset tetap. Dengan tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor, sehingga produktivitas masyarakat semakin tinggi. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003:81) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan. Kondisi pemerintahan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara memanfaatkan transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan sebagai sumber pendapatan yang potensial untuk memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Bantuan pemerintah pusat dan provinsi masih sangat diharapkan sebagai upaya untuk menutupi sebagian besar pengeluaran pemerintah daerah selain mengembangkan dan mengoptimalkan potensi daerah yang dimiliki yaitu berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam rangka meningkatkan kemandirian daerah dalam menjalankan pemerintahannya.

Terkait dengan hal ini, Harahap (2009) melakukan penelitian relasional untuk menguji apakah Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh terhadap belanja modal pada kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik secara parsial dan secara simultan berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal. Selain itu, Simanjuntak (2009) juga melakukan penelitian replikasi sejenis guna menguji apakah transfer pemerintah pusat berpengaruh terhadap belanja modal dengan sampel Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak dengan penelitian ini terletak pada objek dan variabel yang diteliti, yaitu dengan menambah variabel Dana Alokasi Khusus (DAK). Penelitian terdahulu tidak memasukkan variabel Dana Alokasi Khusus dalam penelitian walaupun DAK merupakan bagian dari transfer pemerintah pusat atau yang lebih dikenal dengan dana perimbangan. Menurut Simanjuntak (2009), Dana Alokasi Khusus tidak berhubungan dengan belanja modal dikarenakan Dana Alokasi Khusus dipergunakan untuk pembiayaan yang bersifat khusus, yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Padahal, ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan satu kesatuan elemen yang utuh dan tidak dapat dipisahkan. Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang berasal dari APBN dan dialokasikan ke daerah kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN. Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan dan atau perbaikan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang (Widjaja, 2002:139). Oleh sebab itu, selain DAU, DAK juga memiliki

pengaruh terhadap anggaran belanja modal, karena DAK ini juga cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki oleh pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik. Perbedaan lainnya dengan penelitian sebelumnya terletak pada serta periode waktu penelitian. Periode yang diteliti pada peneltian terdahulu tersebut dibatasi hanya pada periode 2005-2007. Penelitian sebelumnya juga tidak memasukkan komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena keterbatasan penelitian terdahulu serta uraian yang telah dijelaskan diatas maka saya selaku penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dengan demikian penelitian ini akan menguji apakah PAD dan Dana Perimbangan berupa Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap alokasi anggaran belanja modal dengan objek penelitian pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara keseluruhan variabel ini akan di uji secara parsial dan simultan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan topik yang penulis pilih untuk diteliti, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut : Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana

Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menguji dan mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti, serta menjadi bahan masukan jika di kemudian hari peneliti dimintai pendapat yang berkaitan tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap alokasi Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. 2. Bagi Pemerintah Daerah, utnuk memberikan sumbangan informasi dalam hal pengelolaan keuangan daerah berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan, serta pengaruhnya terhadap pengalokasian belanja