SURVEI ENTOMOLOGI DAN PENENTUAN MAYA INDEX DI DAERAH ENDEMIS DBD DI DUSUN KRAPYAK KULON, DESA PANGGUNGHARJO, KECAMATAN SEWON, KABUPATEN BANTUL, DIY

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN.. HALAMAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir di seluruh belahan dunia terutama negara tropik dan subtropik sebagai

MAYA INDEX AND DENSITY OF LARVA Aedes aegypti IN DHF ENDEMIC AREA OF EAST JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

HUBUNGAN KEPADATAN JENTIK Aedes sp DAN PRAKTIK PSN DENGAN KEJADIAN DBD DI SEKOLAH TINGKAT DASAR DI KOTA SEMARANG

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STATUS ENTOMOLOGI BERDASARKAN INDEKS KEPADATAN VEKTOR DAN INFEKSI TRANSOVARIAL PADA NYAMUK Aedes sp. DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

SUMMARY HASNI YUNUS

KEPADATAN JENTIK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Aedes sp. DI DAERAH ENDEMIS, SPORADIS DAN POTENSIAL KOTA SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

Mangkurat. korespondensi: Keywords: Density level, Aedes aegypti, water reservoirs, elementary school

Keberadaan Kontainer sebagai Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Palu, Sulawesi Tengah

Riset Informasi Kesehatan, Vol. 5, No. 2 Juni 2015 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

JURNAL. Suzan Meydel Alupaty dr. H. Hasanuddin Ishak, M.Sc,Ph.D Agus Bintara Birawida, S.Kel. M.Kes

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEBERADAAN KONTAINER DAN KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes sp. (House Index) sebagai Indikator Surveilans Vektor Demam Berdarah Denguedi Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

SURVEI ENTOMOLOGI, MAYA INDEX DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEPADATAN LARVA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

HUBUNGAN JUMLAH PENGHUNI, TEMPAT PENAMPUNGAN AIR KELUARGA DENGAN KEBERADAAN LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD KOTA MAKASSAR

Survei Larva Nyamuk Aedes Vektor Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Kuranji Kecamatan Kuranji Kotamadya Padang Provinsi Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PANCORAN MAS ABSTRAK

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

Analisis Terhadap Densitas Larva Nyamuk Aedes aegypti (Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue/DBD)

Sitti Badrah, Nurul Hidayah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman 1) ABSTRACT

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR

BAB III METODE PENELITIAN. O1 X 0 O k : Observasi awal/pretest sebanyak 3 kali dalam 3minggu berturut-turut

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 9 No. 1, 2015 : 9-14

Perbedaan Warna Kontainer Berkaitan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Sekolah Dasar

Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demam Chikungunya merupakan salah satu re-emerging disease di

ARTIKEL PENG AMATAN LARVA AEDES DI DESA SUKARAYA KABUPATEN OKU DAN DI DUSUN MARTAPURA KABUPATEN OKU TIMUR TAHUN 2004

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

SURVEI ENTOMOLOGI AEDES SPP PRA DEWASA DI DUSUN SATU KELURAHAN MINOMARTANI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN PROVINSI YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

STUDI ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) DAN INDEKS OVITRAP DI PERUM PONDOK BARU PERMAI DESA BULAKREJO KABUPATEN SUKOHARJO. Tri Puji Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

Efryanus Riyan* La Dupai** Asrun Salam***

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

HUBUNGAN PERILAKU 3M DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK DI DUSUN TEGAL TANDAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

: Suhu, Kelembaban, Perilaku Masyarakat dan Keberadaan jentik

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. Demam berdarah dengue merupakan masalah utama penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbedaan praktik PSN 3M Plus di kelurahan percontohan dan non percontohan program pemantauan jentik rutin kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

Hubungan Kepadatan Larva Aedes spp. dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Lubuk Kecamatan Koto Tangah Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES

KEPADATAN POPULASI NYAMUK Aedes sp DI DAERAH ENDEMIS, SPORADIS DAN NON ENDEMIS DI KECAMATAN PATI

BAB I PENDAHULUAN Tingginya Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

Transkripsi:

SURVEI ENTOMOLOGI DAN PENENTUAN MAYA INDEX DI DAERAH ENDEMIS DBD DI DUSUN KRAPYAK KULON, DESA PANGGUNGHARJO, KECAMATAN SEWON, KABUPATEN BANTUL, DIY Nur Alvira Pasca Wati 1 INTISARI Latar Belakang: Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu Provinsi yang mengalami peningkatan kasus DBD. Pada tahun 2013 kasus telah mencapai 1.516 kasus. Kabupaten Bantul menjadi Kabupaten dengan jumlah kasus sebanyak 472 dan kematian terbanyak dibandingkan dengan 4 Kabupaten lainnya. Kecamatan Sewon menjadi salah satu Kecamatan yang mengalami peningkatan kasus DBD dan salah satu Desa yang menjadi penyumbang terbesar kasus DBD selama tiga tahun berturut-turut adalah Desa Panggungharjo dan Dusun yang paling banyak ditemukan kasus DBD adalah Dusun Krapyak Kulon sebanyak 14 kasus dan berstatus daerah endemis DBD. Tujuan: Mengetahui gambaran status entomologi dan maya index di daerah endemis DBD di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Metode Penelitian: Jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di Dusun Krapyak Kulon. Subjek penelitian telur dan larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus dengan sampel 74 rumah. Tehnik sampling yang digunakan simpel random sampling. Pengumpulan data dengan check list, analisis data menggunakan uji descriptive. Hasil: Kepadatan populasi nyamuk berbasis Ovitrap Index (OI) di Dusun Krapyak Kulon yaitu 23,64%. Sedangkan kepadatan populasi larva Aedes sp berbasis Container Index (CI) 9.50%, House Index (HI) 31,08%, dan Breteau Index (BI) 62,16 %. Kondisi tempat potensial perkembangbiakkan nyamuk Aedes sp berbasis maya index di Dusun Krapyak Kulon, rumah yang termasuk dalam kategori rendah 58,1%, kategori sedang 6,8%, dan termasuk dalam kategori tinggi 35,1%. Kesimpulan: Pada penelitian kepadatan telur nyamuk berbasis OI (23,64%), kepadatan larva Aedes sp berbasis CI (9,50%) berada pada skala 4, HI (31,08%) termasuk dalam kategori tinggi dan berada pada skala 5 dan BI (62,16%) termasuk dalam kategori tinggi dan berada pada skala 6. Berdasarkan status maya index di Dusun Krapyak Kulon, termasuk dalam kategori rendah yaitu sebesar 58,1% sebagai tempat potensial tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. Kata Kunci: Demam Berdarah Dengue, Survei Entomologi, Kondisi Tempat Potensial. 1 Dosen Universitas Respati Yogyakarta Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengueyang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia [4][1]. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa DBD sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Asia Tenggara. Pada tahun 2008, untuk seluruh wilayah Asia Tenggara, dilaporkan ada peningkatan kasus sekitar 18% dan dilaporkan ada peningkatan kematian akibat dengue sekitar 15%. Peningkatan kasus yang dilaporkan terutama di Thailand, Indonesia, dan Myanmar [8]. Nyamuk Aedes aegypti telah diketahui sebagai penyebar virus dengue. Nyamuk ini merupakan vektor yang paling dominan dalam penularan DBD [10]. 76

Di indonesia ada 2 jenis nyamuk Aedes yang bisa menularkan virus dengue yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan DBD. [14]. Kecamatan Sewon mengalami peningkatan kasus DBD yang signifikan tahun 2011 jumlah kasus DBD sebanyak 46 kasus, tahun 2012 sebanyak 53 kasus, dan hingga akhir Oktober 2013 jumlah kasus telah tercatat sebanyak 199 kasus. Salah satu desa di Kecamatan Sewon yang berstatus endemis karena telah mengalami peningkatan jumlah kasus DBD selama tiga tahun berturut-turut dan menjadi penyumbang terbesar kasus DBD di Kecamatan Sewon adalah Desa Panggungharjo. Hingga akhir Oktober 2013 di Desa Panggungharjo jumlah kasus DBD tercatat sebanyak 90 kasus. Desa ini memiliki 14 dusun dengan kasus DBD tertinggi dibandingkan dengan dusun lainnya yaitu terdapat di Dusun Krapyak Kulon sebanyak 14 kasus [3]. Surveilans entomologi meliputi Ovitrap Index (OI), House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI), dan Maya Index (BRI dan HRI) ini merupakan bagian integral dari surveilans epidemiologi yang secara bersama melakukan identifikasi waktu dan luasnya penyebaran dengue. Soedarto (2012) menyebutkan bahwa dengan surveilans vektor, dapat selalu dipantau perubahan-perubahan yang terjadi pada sebaran geografis vektor sehingga bersama data-data populasi penduduk dapat ditentukan metode intervensi yang tepat. METODE PENELITIAN Jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di Dusun Krapyak Kulon. Subjek penelitian telur dan larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus dengan sampel 74 rumah. Tehnik sampling yang digunakan simpel random sampling. Pengumpulan data dengan check list, analisis data menggunakan uji descriptive. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Lokasi Penelitian Dusun Krapyak Kulon terdiri dari 12 RT dan mempunyai luas wilayah 39,50 Ha dengan kepadatan penduduk 2161 jiwa/ 20 Ha atau 141 jiwa/ km 2. Secara topografi Dusun Krapyak Kulon merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian berkisar 45m diatas permukaan air laut. Penduduk di Dusun Krapyak Kulon berjumlah 917 KK yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 1.076 jiwa dan jenis kelamin perempuan 1.085 jiwa [2]. Gambaran Variabel Penelitian Survei Kepadatan Telur Nyamuk Berbasis Ovitrap Index (OI) Tabel 4.1. Data Jumlah Rumah yang diletakan Ovitrap dan Ovitrap Index (OI) di 12 RT Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Dusun Krapyak Kulon/ RT Rumah Diperiksa Rumah (+) Telur nyamuk Ovitrap Terpasang Ovitrap (+) Telur Nyamuk RT 1 7 4 28 4 14,28 RT 2 8 3 32 3 9,38 RT 3 5 5 20 6 30 RT 4 4 3 16 4 25 OI (%) 77

RT 5 10 4 40 5 12,5 RT 6 4 4 16 10 62,5 RT 7 6 6 24 7 29,16 RT 8 6 3 24 4 16,66 RT 9 5 4 20 7 35 RT 10 4 2 16 4 25 RT 11 9 5 36 10 27,77 RT 12 6 5 24 6 25 Total 74 48 296 70 23,64 Berdasarkan Tabel 4.1. Diketahui bahwa sebanyak 48 rumah positif ditemukan telur nyamuk dan sebanyak 70 (23,65%) ovitrap Survei Kepadatan Larva Aedes sp Berbasis CI, HI dan BI. Kepadatan larva Aedes sp berbasis Container Index (CI) positif telur nyamuk dari 296 ovitrap yang terpasang di 12 RT Dusun Kulon. Tabel 4.3. Hasil Survei Larva Aedes sp Berdasarkan Parameter Entomologis CI di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Lokasi Container Diperiksa Container (+) Larva Indikator Entomologis CI (%) RT 1 69 15 21,73 RT 2 32 3 13,04 RT 3 35 10 28,57 RT 4 22 4 18,18 RT 5 75 4 5,33 RT 6 29 0 0 RT 7 44 2 4,54 RT 8 39 3 7,68 RT 9 26 0 0 RT 10 21 2 9,52 RT 11 57 1 1,75 RT 12 35 2 5,71 Total 484 46 9,50 Survei kepadatan larva di Dusun Krapyak Kulon dengan sampel sebanyak 74 rumah, diketahui bahwa CI sebesar 9,50% dari total kontainer yang diperiksa yaitu 484 kontainer Kepadatan Larva Aedes sp Berbasis HI dan 46 diantaranya positif larva Aedes sp yang terdiri dari 44 Aedes aegypti dan 2 Aedes albopictus. Tabel 4.8. Hasil Survei HI menurut RT di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Dusun Krapyak Kulon Rumah Diperiksa Rumah (+) Larva Indikator Entomologis HI (%) RT 1 8 6 75 RT 2 7 2 28,57 RT 3 5 3 60 78

RT 4 4 2 50 RT 5 10 2 20 RT 6 4 0 0 RT 7 6 2 33,33 RT 8 6 3 50 RT 9 5 0 0 RT 10 4 1 25 RT 11 9 1 11,11 RT 12 6 1 16,66 Total 74 23 31,08 Berdasarkan tabel 4.8. diketahui bahwa hasil survei kepadatan larva di Dusun Krapyak Kulon dengan sampel sebanyak 74 rumah, ditemukan bahwa 23 diantaranya positif larva Aedes sp. Kepadatan Larva Aedes sp Berbasis BI Berdasarkan analisis data diperoleh nilai HI sebesar 31,08%. Namun, ada lima RT yang terdapat nilai HI lebih dari rata-rata nilai HI Dusun yaitu RT 1, RT 3, RT 4,RT 7 dan RT 8. Tabel 4.9. Hasil Survei BI menurut RT di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Dusun Krapyak Kulon Rumah Diperiksa Container Diperiksa Container (+) Larva RT 1 8 69 15 187,5 RT 2 7 32 3 42,59 RT 3 5 35 10 200 RT 4 4 22 4 100 RT 5 10 75 4 40 RT 6 4 29 0 0 RT 7 6 44 2 33,33 RT 8 6 39 3 50 RT 9 5 26 0 0 RT 10 4 21 2 50 RT 11 9 57 1 11,11 RT 12 6 35 2 33,33 Total 74 484 46 62,16 Berdasarkan tabel 4.9. diketahui bahwa hasil survei kepadatan larva di Dusun Krapyak Kulon dengan sampel sebanyak 74 rumah dan dari 484 tempat penanmpungan air (TPA) yang tercatat, ditemukan 46 positif larva Aedes Kondisi Tempat Potensial Populasi Aedes sp Berbasis MI Indikator Entomologis BI(%) sp.berdasarkan analisis data diketahui nilai BI sebesar 62,16%. Namun, ada tiga RT yang terdapat nilai BI lebih dari rata-rata nilai BI Dusun yaitu RT 1, RT 3 dan RT 4. Tabel 4.10. Batas Kategori BRI dan HRI berdasarkan proporsi CS dan DS tiap rumah di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Parameter Distribusi Tertil BRI HRI Rendah (1) X< (µ- 1,0 SD) < 2,76 <15,61 Sedang (2) (µ-1,0 SD) X < µ + 1,0 SD 2,76 14,28 15,61 17,19 Tinggi (3) X > (µ+1,0 SD) >14,28 >17,79 79

Keterangan: Mean (µ) BRI = 8,519 Standar Deviasi (SD) BRI = 5,756 Mean (µ) HRI = 16,70 Standar Deviasi (SD) HRI = 10,85 Tabel 4.13. Presentase Rumah Berdasarkan Kategori Status Maya Index di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Maya Index Dusun Krapyak Kulon (12 RT) Jumlah (%) Rendah 43 58,1 Sedang 5 6,8 Tinggi 26 35,1 Total 74 100 Berdasarkan pembagian diatas dapat diketahui bahwa 58,1% (43 rumah) berisiko rendah menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp, 6,8% (5 rumah) berisiko sedang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp dan 35,1% (26 rumah) berisiko tinggi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. Pembahasan Hasil Penelitian Kepadatan Telur Nyamuk Berbasis OI Pemasangan Ovitrap atau perangkap telur untuk mengetahui kepadatan telur nyamuk yang dihitung berdasarkan ovitrap index (OI) yang dilakukan dengan interval waktu satu minggu dengan satu kali pemasangan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata OI sebesar 23,65%. Ovitrap index (OI) di dalam rumah dengan skor rata-rata 15,54% sedangkan di luar rumah skor rata-rata OI sebesar 31,75% dan berdasarkan letak di dalam rumah yaitu tinggi di dapur (18,91%) dan letak di luar rumah tertinggi yaitu dihalaman depan rumah (36,48%). Berdasarkan hasil penelitian OI di luar rumah lebih tinggi dibandingkan dengan OI di dalam rumah. Ini sesuai dengan penelitian Hasyimi dalam Riandini (2010) tentang hasil OI di dalam rumah dan di luar rumah, yang melakukan penelitian di beberapa kelurahan di Jakarta, OI lebih tinggi di luar rumah (36,4%) dibandingkan dalam rumah (33,5%) karena Aedes aegypti mempunyai kesenangan bertelur di luar rumah dari pada di dalam rumah. Kepadatan Populasi Aedes sp Berbasis HI, CI, BI Kepadatan Populasi Aedes sp Berbasis CI Container Index (CI) menggambarkan informasi tentang banyaknya jumlah penampungan air yang positif ditemukan larva. CI sebenarnya tidak begitu bermanfaat dilihat dari sudut pandang epidemiologi, karena hanya mengungkapkan persentase TPA yang positif larva (perindukan Aedes aegypti). Nilai ratarata CI di Dusun Krapyak Kulon menunjukan lebih dari standar WHO (<5%). Hal ini menunjukan bahwa banyak terdapat kontainer sebagai tempat perkembangbiakan larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus vektor DBD yang berakibat pada semakin berisiko tinggi terhadap kejadian dan penularan DBD. 80

Kepadatan Populasi Aedes sp Berbasis HI House Index (HI) lebih menggambarkan penyebaran nyamuk disuatu wilayah. Menurut World Health Organization (Paint and Self dalam Riandini, 2010), suatu daerah dianggap berisiko tinggi terhadap penyebaran penyakit DBD, apabila HI>10%, sedangkan berisiko rendah HI<1%. Nilai rata-rata HI Dusun Krapyak Kulon yaitu 31,08%. Berdasarkan standar yang ditetapkan WHO, HI di Dusun Krapyak Kulon berisiko tinggi yaitu >10% dan pada parameter WHO Density Figure berada pada skala 5, hal ini menunjukan bahwa masih banyak rumah yang positif jentik dan tingginya penyebaran nyamuk Aedes sp di daerah tersebut sehingga menyebabkan besarnya resiko terjadinya penularan DBD. Kepadatan Populasi Aedes sp Berbasis BI Breteau Index (BI) adalah jumlah penampungan air yang positif per-100 rumah yang diperiksa. BI merupakan index yang paling baik untuk memperkirakan kepadatan vektor karena BI mengkombinasikan baik rumah maupun kontainer (Look dalam Ma mun, 2007). Nilai rata-rata BI di Dusun Krapyak Kulon sebesar 62,16% dan berdasarkan parametar entomologis berisiko tinggi (>50%) dan pada parameter WHO Density Figure pada skala 6. Nilai BI di Dusun Krapyak Kulon tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan standar yang ditetapkan WHO sebesar >50%. Hal ini menunjukan bahwa jumlah kontainer yang berfungsi sebagai sumber jentik per-100 rumah tergolong sangat tinggi, sehingga mengakibatkan semakin tingginya kepadatan jentik didaerah tersebut dan keadaan ini meningkatkan resiko terjadinya penularan DBD. Kondisi Tempat Potensial Aedes sp Berbasis Maya Index (MI). Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat diketahui bahwa 3 rumah (4,1%) termasuk rendah, 65 rumah (87,8%) termasuk berisiko sedang, dan 6 rumah (8,1%) termasuk berisiko tinggi sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes sp, berdasarkan nilai BRI-nya ini berarti CS ditemukan jumlahnya sedikit. Jumlah CS yang ditemukan 310 (64,04%) hal ini menunjukan bahwa daerah tersebut berisiko sedang sebagai tempat perindukan nyamuk. Sedangkan berdasarkan HRI-nya 45 rumah (60,8%) termasuk berisiko rendah dan 24 rumah (39,2%) termasuk berisiko tinggi sebagai tempat perindukan Aedes sp. Status Maya Index (MI) berdasarkan kategori BRI dan HRI pada tabel 4.18. dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah termasuk dalam kelompok kategori BRI 2/ HRI 1 yaitu sebanyak 40 rumah (54,05%) dan termasuk dalam kategori BRI 2/ HRI 3 yaitu 23 rumah (31,08%), hal ini menunjukan bahwa sebagian besar rumah di Dusun Krapyak Kulon memiliki resiko perindukan larva rendah (BRI 1) sampai tinggi (BRI 3). Berdasarkan total rata-rata perhitungan BRI dan HRI menggunakan distribusi tertil status maya index di dusun Krapyak Kulon termasuk berisiko rendah menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. Jenis Jentik Ciri khas yang membedakanlarva A. aegypti dengan larvaaedes yang lain yaitu duri samping padagigi sisir anal [6].Jenis jentik diketahui dengan melakukan identifikasi di Laboratorium Entomologi dan Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara dengan pembesaran 100X- 400X. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 dapat dilihat secara keseluruhan bahwa jenis jentik Aedes aegypti yang 81

ditemukan banyak pada jenis kontainer controllable sites yaitu sebanyak 36 larva Aedes agypti dan pada jenis kontainer disposable sites larva Aedes aegypti ditemukan sebanyak 8 larva. Sedangkan Aedes albopictus hanya ditemukan pada jenis kontainer disposable sites sebanyak 2 larva Aedes albopictus. Bahan Dasar TPA Yang Berpotensi Menjadi Tempat Perkembangbiakan Aedes sp Jenis jentik/larva Aedes aegypti yang paling banyak ditemukan pada bahan dasar kontainer keramik dan Aedes albopictus banyak ditemukan pada bahan dasar plastik hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sungkar 2005 dengan hasil faktor utama yang mempengaruhi kepadatan larva adalah kasar-licinnya dinding TPA, ini dikarenakan banyaknya kontainer bak mandi yang berbahan dasar keramik yang ditemukan dilokasi penelitian dan kurangnya dilakukan pengontrolan seperti kurangnya dilakukan pembersihan dinding bak atau pengurasan air bak mandi sehingga memungkinkan tumbuhnya lumut didinding bak mandi yang berbahan dasar keramik tersebut yang membuat dinding bak mandi menjadi kasar sedangkan untuk Aedes albopictus banyak ditemukan dikontainer berbahan dasar plastik hal ini dikarenakan banyaknya jenis kontainer disposable sites yang berbahan dasar plastik ditemukan di luar rumah [13]. Jenis TPA Berdasarkan tabel 4.6 dan 4.7 di Dusun Krapyak Kulon banyak terdapat jenis TPA controllable sites yaitu 310 (64,04%) sedangkan disposable sites yaitu 174 (35,95%). Jumlah CS di Dusun Krapyak Kulon secara keseluruhan 64,04% diantaranya adalah bak mandi (21,29%) dilihat dari jumlah TPA yang positif jentik Aedes aegypti yang paling banyak terdapat di Bak mandi dari 103 bak mandi yang diperiksa ditemukan 25 larva positif Aedes aegypti Sungkar (2005) menyatakan bahwa dari berbagai tempat perindukan, bak mandi merupakan TPA yang paling banyak mengandung larva karena volumenya lebih besar dibandingkan dengan kontainer lainnya. Berdasarkan penelitian tersebut di atas maka pemberantasan Aedes aegypti harus ditekankan pada TPA di dalam rumah, terutama bak mandi. Dalam hal TPA untuk mandi, strategi baru adalah penggunaan ember plastik untuk tampungan air sementara [12]. Hal ini bertujuan agar air dalam ember dapat dibersihkan setelah selesai digunakan atau ditutup agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. asil penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran suatu wilayah untuk mengetahui resiko terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes sp dan resiko terhadap penyebaran DBD serta untuk mengetahui kondisi tempat-tempat potensial perkembangbiakan spesies nyamuk Aedes sp. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kepadatan telur nyamuk berbasis Ovitrap Index (OI) di Dusun Krapyak Kulon yaitu 23,65%. OI yang paling tinggi berada di luar rumah yaitu pada halaman depan rumah OI sebesar 36,48%. 2. Kepadatan jentik/larva vektor dengue (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) berbasis CI, HI dan BI di Dusun Krapyak Kulon sebagai berikut: a) Container Index (CI) yaitu 9,50% dan berada pada skala 4. 82

b) House Index (HI) yaitu 31,08% berada pada skala 5 dan termasuk dalam kategori resiko tinggi. c) Breteau Index (BI) yaitu 62,16% berada pada skala 6 dan termasuk dalam kategori resiko tinggi. 3. Kondisi tempat potensial populasi Aedes sp berbasis Maya Index (MI) di Dusun Krapyak Kulon termasuk daerah endemis rendah. Identifikasi jenis jentik Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang paling banyak ditemukan di Dusun Krapyak Kulon yaitu jentik Aedes aegypti ditemukan sebanyak 44 (9,09%) dan jentik Aedes albopictus hanya ditemukan 2 (0,41%). 4. Dilihat berdasarkan jumlah TPA yang positif jentik Aedes sp di Dusun Krapyak Kulon, jentik Aedes aegypti paling banyak ditemukan pada bahan dasar keramik dari 117 kontainer yang diperiksa ditemukan 27 positif larva Aedes aegypti dan larva Aedes albopictus ditemukan pada TPA berbahan dasar plastik yaitu dari 336 kontainer diperiksa ditemukan 2 larva positif Aedes albopictus. 5. Di Dusun Krapyak Kulon dari jumlah TPA yang positif jentik Aedes aegypti yang paling banyak terdapat di bak mandi dari 103 kontainer diperiksa ditemukan 24 positif larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus hanya ditemukan pada kaleng bekas dari 76 kontainer diperiksa ditemukan 2 positif larva Aedes albopictus. Saran 1. Bagi Masyarakat Masyarakat diharapkan setelah mengetahui tempat nyamuk untuk bertelur dan jenis TPA yang paling dominan menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sp dalam suatu wilayah, maka dapat diambil tindakan yang paling tepat dalam memberantas sarang nyamuk. Jenis TPA yang paling sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes sp adalah bak mandi, maka tindakan yang tepat adalah dengan menggunakan ikanisasi (ikan), Larvasidasi salah satunya dengan menggunakan abatesasi, dan terus menggalakkan program Pemberantasar Sarang Nyamuk (PSN) dengan menguras, menutup dan mengubur (3M). 2. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Diharapkan lebih menggalakkan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan melakukan pemantauan, evaluasi dari program tersebut serta peningkatan surveilans vektor penular DBD dengan cara melakukan pengamatan rutin terhadap nyamuk vektor DBD terutama dimulai dari stadium pra imago. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah Dusun yang lebih banyak mengenai survei entomologi untuk mengetahui kepadatan telur dan larva Aedes sp serta melakukan penelitian lebih lanjut mengenai maya index dengan waktu survei pada musim penghujan, karena musim hujan banyak terdapat genangan air. DAFTAR PUSTAKA 1. Candra. (2010). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor Risiko Penularan. Jurnal Aspirator Vol. 2. No. 2 Tahun 2010: 110-119. 83

2. Data RPP Desa Panggungharjo 2009-2014 (2008). Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Dinkes Bantul. (2013). Data Penyakit Demam Berdarah Dengue Kabupaten Bantul tahun 2010-2013. Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Djunaedi. (2006). Demam Berdarah (Dengue DBD). Malang: UMM Press. 5. Ma mum. (2007). Survei Entomologi Penyakit Demam Berdarah dengue dan Perhitungan Maya Index di Dusun Kalangan, Kelurahan Baturetno, Kabupaten Bantul. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 6. Pradani, Y. (2009). Indeks Pertumbuhan Larva Aedes aegypti L. Yang Terdedah dalam Ekstrak Air Kulit Jengkol (Pitnecellobium Lobatum). Jurnal Aspirator Vol. 1, No. 2. Tahun 2009: 81-86. Loka Litbang P2B2 Ciamis. 7. Puspitasari, A., Martini. & Saraswati, D. (2012). Tingkat Kerawanan Wilayah Berdasarkan Insiden Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Indeks Ovitrap di Kecamatan Gajahmungkur Kota semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2, Tahun 2012, Halaman 305-314. Dalam http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm. Diakses pada tanggal 18 Desember 2013. Pukul 08;30 WIB. 8. Rahayu, M., Baskoro, T. & Wahyudi, B. (2010). Studi Kohort Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 26, No. 4, Desember 2010. Yogyakarta. 9. Riandini. (2010). Perbandingan tempat Potensial Perkembangbiakan, Kepadatan Telur dan Transmisi Transovarial Nyamuk Aedes aegypti Antara Daerah Endemis dan Sporadis di Kota PekanBaru Provinsi Riau. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 10. Seran, D. & Prasetyowati, H. (2012). Transmisi Transovarial Virus Dengue Pada Telur Nyamuk Aedes Aegypti (L.). Jurnal Aspirator 4(2), 2012: 53-58. Loka Litbang P2B2 Ciamis. 11. Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue Dengue Haemorrhagic fever. Jakarta: Sagung Seto. 12. Sucipto. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.