VIII. PENDAPATAN USAHA PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

6.1. Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data

II. TINJAUAN PUSTAKA. Http :// (27 Juli 2009)

Nama : WENY ANDRIATI NPM : Kelas : 3 EB 18

PROPOSAL BISNIS USAHA KUE BROWNIES COKLAT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu. Pengusaha olahan

VII. ANALISIS PENDAPATAN

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah dan Perkembangan Restoran Martabak Air Mancur

PROPOSAL BISNIS CAFE MARTABAK MANIS BANGKA BERKONSEP WIFI & ONLINE

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI UNTUK MENENTUKAN HARGA JUAL PADA PABRIK ROTI DEE- DEE BAKERY DENGAN MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto

V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. ijo disana mayoritas masyarakat memiliki usaha warung kopi, bisa dikatakan

TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : JANUARI 2016

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016

LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS

INFORMASI HARGA BAHAN POKOK DAN KEBUTUHAN PENTING LAINNYA DI UNIT PASAR TRADISIONAL KOTA SURABAYA MINGGU KE. I (Pertama) BULAN : AGUSTUS 2016

Analisis Break Even Point Sebagai Dalam Perencanaan Laba Pada Warung Mie Ayam Bakso Super Urat. Disusun Oleh : Teddy Wira Hadi

NASI GORENG SEHAT ENAK TENAAANN...

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENINGKATAN NILAI JUAL IKAN NON EKONOMIS MELALUI USAHA CEMILAN CFC CRISPY FISH CARAAGE

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. kemampuannya dalam menyerap air sangat mudah karena mempunyai pori-pori kulit

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. BAGOR SANDWICH Bakpao Goreng dengan Isi Sandwich,

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

VI ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TEMPE

LEMBAR ANGKET TANGGAPAN IDE INOVASI PRODUK. Sarjana Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Saya meminta

9. Secara singkat gambaran usaha pembuatan bag log pada Responden Bersangkutan:

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM USAHA BELUT BURGER LAUT BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN. Diusulkan oleh :

Martabak Sarang Semut, Peluang Usaha Baru. Bisnis Makanan

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar

RENCANA BISNIS TAHUN 2010

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HARGA BAHAN PANGAN POKOK DI TINGKAT KONSUMEN

Lampiran 1. Daftar Biaya Untuk Alat Pengolahan Kue Bawang Mangrove 1 kali produksi dalam Seminggu di Setiap Saluran dan Nilai Penyusutan

Kuisioner untuk konsumen pesaing ( Konsumen Restoran Super Gepeng Pekalongan )

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL

PERENCANAAN BISNIS WARUNG MINI. Disusun Oleh : Shandy Eksani Putra ( ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI REGULER

METODE PENELITIAN. Pengambilan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di

PERKEMBANGAN HARGA BERAS TERMURAH TK. ECERAN DI PROVINSI UTAMA s.d PERIODE MG-I JUNI 2017

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI APRIL 2016 DEFLASI 0,61 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

KELAYAKAN USAHA AGROINDUSTRI KERIPIK DAN SALE PISANG GORENG. Agus Muharam 1 )

ANALISIS PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE VARIABLE COSTING PADA CV. DONAT MADU CIHANJUANG. : Rizki Nur Oktavia NPM :

I. PENJELASAN UMUM. bahan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukan. Dengan adanya

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PURBALINGGA BULAN SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,04 PERSEN

IV. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

ANALISIS MAKSIMALISASI KEUNTUNGAN PADA MARTABAK ALIM FRANCHISE DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMPLEKS NAMA

ANALISIS STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PADA TOKO KUE NIRMALA S CAKE AND COOKIES

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumenep. Usaha ini terletak di jalan Monumen Kuda sakti No. 97 RT.

BAB I PENDAHULUAN. minyak tanah ke elpiji ini di akibatkan harga minyak tanah yang semakin mahal

A. Sarana & Prasarana Perikanan / Kolam B. Sarana & Prasarana Olahan Ikan Jumlah

BAB IX Spesifikasi Teknis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

sampai matang 10. Tuang kembali adonan hijau sampai separuh adonan

PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR TIURMAIDA K SITOMPUL

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

Peluang Usaha Ayam Bakar

Oleh : SRI PALUPI, M.Pd

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

Gambar : 14. Pie Ubi Jalar

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JUNI TAHUN 2017 INFLASI 0,44 PERSEN

Lupakan Pemahaman Yang Tidak Benar

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

SKK Masakan Khas Lokal. SKK Makanan Ringan Khas Lokal. LAMPIRAN Tanda Kecakapan Khusus (SKK)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN PRODUK OLAHAN IKAN LELE (Clarias sp.) DI DESA HANGTUAH KECAMATAN PERHENTIAN RAJA KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

DISUSUN OLEH HARRY KURNIAWAN TAMAN PURI CENDANA BLOK D1 NO 30 TAMBUN BEKASI TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK

: Pemalang, 5 Mei 1993

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG

Bab 5 Pecahan. Penghasilan Pak Rusdi selama 1 bulan sebesar Rp ,00. bagian dari penghasilannya digunakan untuk biaya pendidikan putraputrinya,

Inovasi Produk Perikanan. Proposal. Inovasi Produk Perikanan #POTAS UDANG POTAS UDANG. (bakpao TomAt isi Udang)

RANCANGAN DAN REALISASI BIAYA

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KUISIONER PENELITIAN MI JAGUNG Pengrajin Mi

MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MARTABAK MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

LAPORAN AKHIR PKM-K DOKAR DONAT BAKAR BERBAHAN DASAR SINGKONG UPAYA PENINGKATAN GENGSI SINGKONG SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN

BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Industri Rumah Tangga olahan Salak Pondoh. Kegiatan pengolahan Salak Pondoh sudah dilakukan oleh warga masyarakat

Resep Kastengel Bawang Merah

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2016

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SELISIH BIAYA STANDAR DENGAN BIAYA SESUNGGUHNYA UNTUK PENGENDALIAN BIAYA PADA HOME INDUSTRI DI S COOKIE SELAMA BULAN JANUARI 2015

Transkripsi:

VIII. PENDAPATAN USAHA PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 8.1 Pendapatan Usaha Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha martabak kaki lima yang dijalankan. Pendapatan atau keuntungan adalah selisih dari total penerimaan dengan total biaya. Perhitungan pendapatan usaha rata-rata pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44. Perhitungan Pendapatan Usaha Rata-rata Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor per Bulan No Komponen Pendapatan Pedagang Martabak Kaki Jumlah Lima 1. TOTAL PENERIMAAN (Rp) 19 745 625.00 a. Harga rata-rata martabak (Rp/porsi) 11 525.00 b. Jumlah rata-rata masakan (porsi) 1 708.75 2 TOTAL BIAYA (Rp) 13 907 465.93 a. Total Biaya Non Tunai (Rp) a.1. Biaya penyusutan gerobak (Rp) a.2. Biaya penyusutan loyang (Rp) a.3. Biaya penyusutan peralatan (Rp) a.4. Biaya penyusutan kompor gas (Rp) a.6. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (Rp) 506 009.22 58 333.33 6 666.67 8 333.33 3 925.89 628 785.71 b. Total Biaya Tunai (Rp) b.1. Biaya isi ulang LPG (Rp) b.2. Biaya pembelian tepung terigu (Rp) b.3. Biaya pembelian mentega (Rp) b.4. Biaya pembelian gula (Rp) b.5. Biaya pembelian telur ayam (Rp) b.6. Biaya tenaga kerja luar keluarga (Rp) b.7. Biaya pungutan (Rp) b.8. Biaya lain-lain (Rp) 13 401 456.71 181 125.00 1 202 437.50 580 875.00 632 759.00 986 750.00 770 883.30 177 000.00 8 870 110.00 3. PENDAPATAN ATAS BIAYA TUNAI (Rp) 6 344 168.30 4. PENDAPATAN ATAS BIAYA TOTAL (Rp) 5 838 159.07 5. R/C (Atas Biaya Tunai) 1.47 6. R/C (Atas Biaya Total) 1.42 Sumber : Data diolah (2011)

121 Penerimaan usaha martabak kaki lima adalah hasil kali jumlah martabak yang dihasilkan per bulan dikalikan dengan harga rata-rata martabak, diasumsikan satu bulan terdiri dari 30 hari. Rata-rata total penerimaan pedagang martabak kaki lima per bulan adalah Rp 19 745 625.00. Penerimaan terkecil pedagang martabak kaki lima adalah Rp 13 500 000.00 per bulan, sedangkan penerimaan terbesar pedagang martabak kaki lima adalah Rp 39 000 000.00 per bulan. Penerimaan responden pedagang martabak kaki lima dapat dilihat pada Lampiran 14. Rata-rata produk martabak manis yang paling digemari adalah produk dengan harga dan rasa biasa, seperti martabak isi kacang, martabak isi coklat, martabak isi keju, dan martabak isi ketan, sedangkan martabak manis dengan rasa lengkap atau istimewa jarang pembelinya. Berbeda dengan martabak manis, martabak telur dengan isi lebih banyak lebih digemari walaupun harganya lebih mahal. Biaya-biaya yang dikeluarkan pedagang martabak kaki lima terdiri dari dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen-komponen biaya tetap terdiri dari biaya pungutan yang diberikan setiap hari untuk kebersihan dan keamanan, biaya penyusutan peralatan atau investasi awal (gerobak, loyang, dan peralatan lainnya), dan biaya penyusutan kompor gas. Diasumsikan umur ekonomis gerobak dan loyang adalah lima tahun, umur ekonomis peralatan adalah dua tahun, dan umur ekonomis kompor gas adalah tujuh tahun. Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus, dapat dilihat pada Lampiran 15.

122 Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya sangat tergantung kepada jumlah output yang diproduksi. Komponen biaya variabel dalam penelitian ini terdiri dari pembelian bahan bakar LPG, pembelian tepung terigu, mentega, gula, telur ayam, pembayaran upah tenaga kerja, dan biaya lain-lain yang dikeluarkan setiap hari. Upah tenaga kerja terdiri dari upah tenaga kerja dari dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja dari luar keluarga (TKLK). Biaya lainlain mencakup pembelian coklat, keju, kacang, ketan, daging ayam, daging sapi, telur bebek, garam, vanili, seledri, soda kue, dsb. Dalam perhitungan pendapatan pedagang martabak kaki lima, perhitungan biaya dikelompokkan menjadi dua komponen yaitu biaya tunai dan biaya non tunai. Total biaya rata-rata pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah sebesar Rp 13 907 465.93 per bulan. Total biaya terendah adalah sebesar Rp 7 336 085.71 per bulan, sedangkan total biaya tertinggi yang dikeluarkan pedagang martabak kaki lima adalah sebesar Rp 20 271 402.38 per bulan. Rincian biaya yang dikeluarkan pedagang martabak kaki lima dapat dilihat pada Lampiran 19. Pendapatan usaha atas biaya tunai pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor merupakan selisih total penerimaan usaha dengan total biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses produksi. Hasil penelitian menunjukkan nilai pendapatan usaha atas biaya tunai terkecil pedagang martabak kaki lima adalah sebesar Rp 2 015 000.00 per bulan, sedangkan nilai pendapatan usaha atas biaya tunai terbesar pedagang martabak kaki lima adalah Rp 18 805 800.00 per bulan. Pendapatan rata-rata atas biaya tunai pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah sebesar Rp 6 344 168.30 per bulan. Nilai pendapatan usaha atas biaya total terkecil pedagang martabak kaki lima adalah sebesar Rp 1 490 480.96 per bulan,

123 sedangkan nilai pendapatan usaha atas biaya total terbesar pedagang martabak kaki lima adalah Rp 18 728 597.62 per bulan. Pendapatan rata-rata atas biaya total pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah sebesar Rp 5 838 159.07 per bulan Pendapatan usaha responden pedagang martabak kaki lima dapat dilihat pada Lampiran 20. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 40 responden pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor memiliki total penerimaan lebih besar dibandingkan total biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha martabak kaki lima ini menguntungkan untuk dilaksanakan. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Nilai rasio penerimaan dan biaya menggambarkan efisiensi suatu usaha atau kegiatan produksi terhadap penggunaan satu unit input. Nilai R/C atas biaya tunai pedagang martabak kaki lima yang terkecil adalah 1.16 sedangkan nilai R/C atas biaya tunai pedagang martabak kaki lima yang terbesar adalah 2.57. Nilai R/C atas biaya tunai rata-rata pedagang martabak kaki lima adalah 1.47. Nilai R/C atas biaya total pedagang martabak kaki lima yang terkecil adalah 1.11 sedangkan nilai R/C atas biaya total pedagang martabak kaki lima yang terbesar adalah 2.36. Nilai R/C atas biaya total rata-rata pedagang martabak kaki lima adalah 1.42. Nilai R/C responden pedagang martabak kaki lima dalam penelitian ini menunjukkan angka lebih dari satu. Hal ini berarti bahwa usaha martabak kaki lima menguntungkan untuk dijalankan. 8.2 Pendapatan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usaha dengan total biaya yang dikeluarkan. Perhitungan pendapatan rata-rata pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 45.

124 Tabel 45. Perhitungan Pendapatan Rata-rata Pedagang Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor per Bulan No Komponen Pendapatan Pedagang Warung Tenda Jumlah Pecel Lele 1. TOTAL PENERIMAAN (Rp) 36 884 625.00 a. Harga rata-rata masakan (Rp/porsi) 12 125.00 b. Jumlah rata-rata masakan (porsi) 3 002.25 2 TOTAL BIAYA (Rp) 25 366 265.92 a. Total Biaya Non Tunai (Rp) a.1. Biaya Penyusutan Investasi Awal (Rp) a.2. Biaya Penyusutan Kompor Gas (Rp) 149 772.92 145 572.92 4 200.00 b. Total Biaya Tunai (Rp) b.1. Biaya isi ulang LPG (Rp) b.2. Biaya pembelian beras (Rp) b.3. Biaya pembelian lele (Rp) b.4. Biaya pembelian ayam (Rp) b.5. Biaya pembelian minyak goreng (Rp) b.6. Biaya tenaga kerja (Rp) b.7. Biaya lain-lain (Rp) 25 216 492.00 513 464.00 2 703 535.00 2 574 600.00 6 301 331.00 937 650.00 1 562 162.00 10 623 750.00 3. PENDAPATAN atas biaya tunai (Rp) 11 668 132.88 4. PENDAPATAN atas biaya total (Rp) 11 518 359 97 5. R/C atas biaya tunai 1.46 5. R/C atas biaya total 1.45 Sumber : Data diolah (2011) Penerimaan usaha warung tenda pecel lele adalah hasil kali jumlah porsi masakan yang dihasilkan per bulan dikalikan dengan harga rata-rata masakan per porsi, diasumsikan satu bulan terdiri dari 30 hari. Rata-rata total penerimaan pedagang warung tenda pecel lele per bulan adalah Rp 36 884 625.00. Penerimaan terkecil pedagang warung tenda pecel lele adalah Rp 14 250 000.00 per bulan, sedangkan penerimaan terbesar adalah Rp 90 000 000.00 per bulan. Penerimaan responden pedagang warung tenda pecel lele dapat dilihat pada Lampiran 21. Biaya yang dikeluarkan pedagang warung tenda pecel lele terdiri dari dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan tetap harus dikeluarkan

125 walaupun tidak ada produksi. Komponen-komponen biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan peralatan atau investasi awal (terpal, spanduk, meja, kursi, piring, gelas, dan berbagai perlengkapan lainnya), dan biaya penyusutan kompor gas. Diasumsikan umur ekonomis penyusutan peralatan atau investasi awal adalah empat tahun, dan umur ekonomis kompor gas adalah lima tahun. Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus, dapat dilihat pada Lampiran 22. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya sangat tergantung kepada jumlah output yang diproduksi. Komponen biaya variabel dalam penelitian ini terdiri dari pembelian bahan bakar LPG, pembelian beras, ikan lele, daging ayam, minyak goreng, pembayaran upah tenaga kerja, dan biaya-biaya selain biaya di atas yang dikeluarkan setiap hari seperti cabai, tomat, bawang, garam, bebek, seafood, mentimun, kemangi, selada, bumbu-bumbu, dsb. Dalam penelitian ini perhitungan biaya dibagi menjadi biaya tunai dan non tunai. Total biaya rata-rata pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 25 366 265.03 per bulan. Total biaya tunai adalah Rp 25 216 492.11 per bulan. Total biaya yang dikeluarkan responden pedagang warung tenda pecel lele dapat dilihat pada Lampiran 24. Pendapatan usaha pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor merupakan selisih total penerimaan usaha dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Hasil penelitian dalam Lampiran 25 menunjukkan nilai pendapatan usaha rata-rata atas biaya total Rp 11 518 359.97, nilai pendapatan usaha atas biaya total terbesar adalah Rp 45 256 866.67 per bulan, sedangkan yang terkecil adalah Rp 2 496 033.33. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata

126 pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah sebesar Rp 11 668 132.89 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh responden pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor memiliki total penerimaan lebih besar dibandingkan total biaya yang harus dikeluarkan. Nilai R/C atas biaya total pedagang warung tenda pecel lele adalah 1.45 sedangkan nilai R/C atas biaya tunai pedagang warung tenda pecel lele adalah 1.46. Nilai R/C responden pedagang warung tenda pecel lele dalam penelitian ini menunjukkan angka lebih dari satu. Hal ini berarti bahwa usaha warung tenda pecel lele menguntungkan untuk dijalankan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakteristik pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele dibagi menjadi karakteristik umum, karakteristik usaha, dan karakteristik berdasarkan pola konsumsi LPG. a. Karakteristik umum pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele meliputi jenis kelamin dan umur, tingkat pendidikan, pengalaman berdagang, dan sumber modal. Pedagang martabak di daerah penelitian seluruhnya adalah laki-laki dan sebagian besar tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Pengalaman berdagang mereka sebagian besar adalah antara 5-10 tahun. Sumber modal pedagang martabak kaki lima ini kebanyakan adalah modal sendiri, selain itu berasal dari pinjaman keluarga atau koperasi. Pedagang warung tenda pecel lele di daerah penelitian sebagian besar adalah tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Pengalaman berdagang mereka sebagian besar adalah antara 6-10 tahun. Sumber modal pedagang warung tenda pecel lele ini adalah modal sendiri, selain itu berasal dari pinjaman keluarga. b. Karakteristik usaha martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele meliputi penggunaan bahan baku utama, jumlah output yang dihasilkan, rata-rata harga output, dan jumlah tenaga kerja. Sebagian besar usaha martabak kaki lima menggunakan tepung terigu sebanyak 100-200 kg/bulan, dan menghasilkan 1 500-2 000 martabak/bulan dengan harga

128 rata-rata Rp 10 000.00 sampai Rp 13 000.00 per martabak. Jumlah tenaga kerja pada usaha martabak kaki lima ini rata-rata adalah satu orang. Sebagian besar usaha warung tenda pecel lele menggunakan 200-400 kg beras, 100-200 kg lele, 200-300 kg ayam dalam sebulan. Usaha warung tenda pecel lele rata-rata menghasilkan 2 000 sampai 3 000 porsi dalam sebulan dengan harga rata-rata Rp 10 000.00 sampai Rp 15 000.00 per porsi. Jumlah tenaga kerja pada usaha warung tenda pecel lele ini rata-rata adalah 2-3 orang. c. Karakteristik pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele berdasarkan pola konsumsi LPG meliputi tempat pembelian LPG, frekuensi pembelian LPG, dan jumlah penggunaan LPG. Sebagian besar pedagang martabak kaki lima mendapatkan LPG dari pasar, dan membeli 1 tabung LPG dalam sekali pembelian. Dalam sebulan pedagang martabak kaki lima rata-rata membeli LPG sebanyak 13 kali dan menghabiskan rata-rata 36 kg LPG. Pedagang warung tenda pecel lele mendapatkan LPG dari agen, dan membeli satu tabung dalam sekali pembelian. Dalam sebulan pedagang warung tenda pecel lele rata-rata membeli LPG lebih dari 28 kali dan menghabiskan rata-rata 103 kg LPG. 2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG pada pedagang martabak kaki lima terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 10 persen yaitu harga LPG, harga telur ayam, jumlah tenaga kerja, dan dummy jenis martabak, sedangkan pada fungsi permintaan LPG oleh pedagang warung tenda pecel lele menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel

129 yang berpengaruh nyata pada taraf α = 10 persen yaitu harga minyak goreng, jumlah tenaga kerja, dan dummy masakan bebek bebek. 3. Analisis pendapatan usaha menunjukkan usaha martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele adalah usaha yang cukup menguntungkan untuk dijalankan. Nilai R/C ratio atas biaya total rata-rata pada pedagang martabak kaki lima adalah 1.42 sedangkan pada pedagang warung tenda pecel lele adalah 1.45. 9.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor menggunakan LPG 3 kg sebagai bahan bakar utama dalam usahanya. Karena itu, keberadaan LPG sangat dibutuhkan. Diperlukan peran pemerintah dalam hal distribusi LPG agar tidak terjadi kelangkaan LPG di lapangan. 2. Berdasarkan hasil penelitian, penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa harga LPG pada fungsi permintaan LPG oleh pedagang warung tenda pecel lele berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90 persen. Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk membuktikan pengaruh nyata harga LPG terhadap permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele pada selang 90 persen. 3. Program konversi minyak tanah bersubsidi menjadi LPG memberikan dampak pada pola konsumsi dan permintaan bahan bakar pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele. Penelitian lanjutan dapat dilaksanakan

130 untuk membandingkan pendapatan pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele sebelum dan sesudah adanya program konversi minyak tanah menjadi LPG dan menganalisis tentang dampak konversi minyak tanah menjadi LPG terhadap permintaan bahan bakar pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor serta usaha-usaha mikro lainnya. 4. Elastisitas harga LPG terhadap permintaan LPG pada pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu, berarti nilai elastisitas harga LPG bersifat elastis. Penelitian lebih lanjut dapat menganalisis mengenai kenaikan harga LPG terhadap permintaan LPG dan pendapatan pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor.