BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan. permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Buku Braille yang Diharapkan oleh Pembaca Tunanetra

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Uraian Kegiatan Metode Media

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. pemilihan metode yang tepat yang digunakan dalam suatu penelitian. Metode yang

PEDOMAN FORMAT BRAILLE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENGEMBANGAN. Sugiono ( 2009 ) penelitian pengembangan adalah penelitian yang digunakan

KONSTRUKSI ATAP 12.1 Menggambar Denah dan Rencana Rangka atap

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009

APLIKASI PEMBELAJARAN HURUF BRAILLE BERBASIS MOBILE PHONE. Triyanna Widiyaningtyas

MENGGAMBAR GARIS. Yesi Marlina 87678/2007

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guru

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Dampak Ketunanetraan Terhadap Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan untuk digunakan dalam

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA

Modul 1 Sejarah Perkembangan Sistem Tulisan bagi Tunanetra

Modul 3 Penggunaan Alat-alat Tulis Braille dan Format Braille

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. dengan arah lemparan yang telah ditentukan. Menurut Fadillah Rachmat

PRAKARYA. by F. Denie Wahana

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata,

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu peranan penting dalam kemajuan suatu. bangsa, karena maju tidaknya suatu bangsa tergantung pada kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 MODIFIKASI PERMAINAN SCRABBLE UNTUK MENAMBAH PERBENDAHARAAN PERMAINAN BAGI SISWA TUNANETRA DI SLB AYPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang. penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis

POLA INTERAKSI GURU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUNG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan watak siswa agar memiliki sikap dan kepribadian yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN MEDIA BLOCK CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MEMBUAT DENAH PADA SISWA TUNANETRA. Oleh: Siti Rachmawati, S.

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.3

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus

MEDIA PEMBELAJARAN DUA DIMENSI NON PROJEKSI

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak, baik secara mental dan fisik. Para ahli

Cara Melihat Aura & Merasakannya

BAB V MENJAHIT UNTUK ANAK USIA DINI. bahan menjadi satu. Banyak teknik menjahit yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. usia dini yang berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar kearah

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO

DALAM KEGIATAN BRIDGING COURSE

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa komponen yaitu variabel penelitian, metode penelitian, subjek

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Susi Ardiyanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Walikota dan Wakil Walikota;

Multifungsional Sasaran Materi yang kami sajikan meliputi menentukan jumlah sudut dalam; rumus barisan dan deret aritmatika; dan luas polygon.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi dalam hidup bermasyarakat bukan hanya melalui lisan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. empat aspek. Aspek-aspek tersebut adalah keterampilan mendengarkan

Toleransi& Implementasinya

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN TULISAN BRAILLE MELALUI SISTEM MANGOLD PADA SISWA TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. dan emosional. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan di

PANDUAN PEMBELIAN BEKANT. Kantor profesional

Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon;

Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. bagi seorang anak bermain sambil belajar adalah suatu kegiatan di mana

PERTEMUAN 7 ATURAN DAN CARA MEMBERI UKURAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ketrampilan reseptif dan ketrampilan produktif. Ketrampilan

PANDUAN PEMBELIAN BEKANT. Kantor profesional

12/1/ Pengaturan 2.Keseimbangan 3.Warna 4.Legibilitas (Kemudahan dibaca) 5.Menarik

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu

Papaku Pintar (Papan Paku Pintar) Sasaran: siswa-siswi SMA sederajat Indikator: 1. Siswa dapat memahami prinsip operasi penjumlahan dan pengurangan

APLIKASI ELEKTRONIK BRAILLE MENGGUNAKAN PERANGKAT LAYAR SENTUH BERBASIS ANDROID SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENYANDANG TUNA NETRA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik

MEMASANG DAUN PINTU DAN JENDELA

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan motorik halus adalah aktivitas motorik yang melibatkan

Pola Interaksi Guru dan Siswa Tunanetra. Rany Widyastuti IAIN Raden Intan; Abstract

bangun datar sederhana

ALAT UKUR PRESISI 1. JANGKA SORONG Jangka sorong Kegunaan jangka sorong Mengukur Diameter Luar Benda Mengukur Diameter Dalam Benda

NOTASI ILMIAH DAN ANGKA PENTING

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM

Sejarah perkembangan keyboard

Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika Pembelajaran Sains berbasis Kearifan Lokal Surakarta, 14 September 2013

PENINGKATAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA TULISAN BRAILLE DENGAN TEKNIK DUA TANGAN BAGI TUNANETRA KELAS V SLB NEGERI 2 PADANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulfah Saefatul Mustaqimah,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sistem pendidikan di Indonesia telah menetapkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangann berpikir anak-anak usai Taman Kanak-Kanak atau

Perluasan Orde Matriks 3 x 3 untuk Huruf Braille ber-kharokat. Bambang Sumarno HM Jurdik Matematika FMIPA UNY. abstrak

METODE PELAKSANAAN PEMASANGAN KERAMIK

Pedal Thresher dan Pedal Thresher Lipat

PUN M ALAT PEMOTONG MODEL JARI Panduan Keselamatan dan Pengoperasian

BAB I PENDAHULUAN. mereka hanya berupa kertas kosong kadang-kadang tanpa identitas, hanya

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL PENGUJIAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. permainan kasti dengan baik, maka harus menguasai teknik-teknik dasarnya.

DM-ST (Bahasa Indonesia) Panduan Dealer. Tuas kontrol ganda ST-9001 ST-9000 ST-6800 ST-5800 ST-4700 ST-4703

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian menulis 2.1.1Keterampilan Menulis nama sendiri bagi anak usia 5-6 Tahun

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah luar biasa sangatlah penting artinya dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sejak dini. Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi empat keterampilan yang harus dikuasai siswa yaitu menyimak (mendengarkan), membaca, berbicara, dan menulis (KTSP, 2008). Menulis permulaan merupakan tahapan proses belajar menulis bagi siswa tingkat dasar. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik menulis dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran menulis dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan. Kelancaran dan ketepatan anak menulis pada tahap belajar menulis permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas satu. Dengan kata lain guru memegang peranan yang penting dalam meningkatkan keterampilan menulis. Peranan tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Menulis permulaan Braille merupakan salah satu sarana bagi para penyandang tunanetra untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan orang lain yang menggunakan indra taktual. Pada umumnya di Sekolah Luar Biasa yang menangani anak tunanetra, khususnya di daerah atau sekolah yang belum berkembang, pembelajaran menulis Braille permulaan diberikan langsung

2 dengan menggunakan Reglet, selain karena keterbatasan informasi tentang alat atau media pembelajaran yang dipergunakan untuk kebutuhan anak tunanetra, juga Reglet mudah didapat dan harganya cukup terjangkau. Akan tetapi penggunaan Reglet akan terasa sulit dilakukan oleh siswa tingkat pemula karena penggunaan Reglet memerlukan keterampilan jari-jari tangan yang terlatih yang merupakan prasarat untuk belajar menulis. Keterampilan yang merupakan prasyarat penting untuk proses menulis meliputi pencapaian tingkat perkembangan tertentu dalam bidang mental, fisik, linguistik, auditori, sosial, dan emosional. Menurut Hosni (2008): Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunanetra seperti keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru, keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan, keterbatasan dalam mobilitas, maka pengajaran bagi anak tunanetra harus mengacu kepada kebutuhan akan pengalaman kongkrit, kebutuhan akan pengalaman memadukan dan kebutuhan akan berbuat dan bekerja dalam belajar. Dengan demikian kepekaan indra taktual merupakan tuntutan dalam memiliki kecakapan menulis Braille. Seperti yang diungkapkan Tarsidi (2007) : Kepekaan indra taktual bukan merupakan hal yang otomatis bagi para penyandang tunanetra, tetapi perlu adanya latihan dan pembelajaran bagi yang bersangkutan. Selain meningkatkan pengembangan konsep, siswa tunanetra perlu dilatih dalam segi komponen-komponen mekanis yang berkaitan dengan penulisan Braille diantaranya pengembangan kemampuan (keterampilan) membedakan, keterampilan jari-jari, gerakan tangan dan jari-jari, sentuhan dengan jari-jari secara lembut, adalah semuanya merupakan prasarat untuk menulis Braille. Didalam aktivitas menulis terjadi suatu proses yang rumit karena di dalamnya melibatkan berbagai modalitas, mencakup gerakan tangan, lengan, jari, mata, koordinasi, pengalaman belajar, dan kognisi, semua modalitas itu bekerja secara

3 terintegrasi. Oleh karena itu pelajaran menulis terasa begitu berat dan melelahkan. Tidak jarang anak yang baru belajar menulis menolak untuk menulis banyakbanyak atau bahkan ada juga anak yang kesulitan dalam belajar menulis. Demikian pula halnya dengan siswa tunanetra yang akan belajar menulis Braille permulaan dengan keterbatasan dan karakteristik siswa yang ada akan mengalami kesulitan dalam belajar menulis, disinilah peranan guru untuk mengatasi hal tersebut. Pengajaran menulis permulaan diberikan hampir bersamaan dengan pengajaran membaca permulaan. Pengajaran menulis Braille permulaan dapat diperkenalkan dengan menggunakan mesin tik, pantule, dan reglet. Menurut Suharto (1985:59) Secara ideal pengajaran menulis permulaan memerlukan mesin ketik Braille sebagai sarana pendidikan. akan tetapi tidak semua sekolah luar biasa memiliki mesin tik tersebut yang harganya cukup mahal oleh karena itu hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang menyediakan mesin tik Braille. Dengan tidak tersedianya mesin tik, maka yang terjadi di lapangan pengajaran menulis Braille banyak yang menggunakan reglet, selain karena pertimbangan harga, juga alat tersebut mudah untuk dibawa-bawa. Seperti yang dikemukakan oleh Tarsidi (2007) Terdapat banyak model reglet berdasarkan jumlah barisnya dan jumlah petak pada masing-masing baris, tetapi yang paling banyak dipergunakan adalah reglet dengan empat baris dan 27 petak. Menulis dengan reglet caranya adalah kertas dijepit di antara kedua plat reglet, dan menulis dilakukan dengan menusuk-nusukkan pen pada kertas di dalam petak-petak reglet tersebut. Menulis dilakukan dari kanan ke kiri. Tulisan

4 tersebut dinamakan Braille negatife, sedangkan hasil tulisan reglet dengan cara membalikan kertas (sistim cermin) yang dibaca dari arah kiri ke kanan dinamakan Braille positif. Untuk itu belajar menulis Braille dengan menggunakan reglet memerlukan keterampilan jari-jari tangan yang terlatih dimulai dari cara memegang pen yang benar,cara memasang dan membuka reglet pada kertas, memasang kertas yang tepat pada reglet, cara menusukan pen pada kertas, cara menggeser atau memindahkan reglet kebagian bawah kertas untuk melanjutkan menulis, memerlukan pengkoordinasian tangan kanan dan kiri yang baik pada saat menulis, dimana tangan kanan menekan pen, ujung telunjuk tangan kiri berfungsi sebagai penutun gerakan pen, telunjuk kiri harus selalu berada di petak yang akan ditusuk agar mengarahkan gerakan pen. Ujung telunjuk kiri ini menempel ringan pada paku pen dan harus ikut bergerak terus ke sebelah kiri agar tidak tertusuk. Prasarat diatas tentunya akan sulit dilakukan bagi siswa tunanetra tingkat pemula untuk belajar menulis permulaan Braille, jika belajar menulis permulaan langsung kepada penggunaan Reglet. Menurut Tarsidi(2007): Menulis dengan reglet lebih sulit daripada dengan mesin tik Braille karena beberapa hal. Pertama, menulis dengan reglet membutuhkan lebih banyak tenaga untuk menekan pen untuk menghasilkan titik-titik Braille. Kedua, titik-titik itu harus dihasilkan satu persatu sehingga memerlukan lebih banyak waktu untuk menghasilkan satu huruf. Misalnya, huruf q yang terdiri dari lima titik harus dihasilkan dengan menusukkan pen lima kali. Oleh karena itu penggunaan alat pelajaran di sekolah luar biasa sebelum menggunakan reglet dalam mengajarkan menulis Braille adalah dengan menggunakan papan baca. Papan baca umumnya mempunyai dua baris atau

5 lebih deretan petak. Setiap baris dibagi menjadi petak-petak, petak yang satu dengan lainnya dibatasi dengan pembatas yang menonjol yang mudah diraba. Tiap-tiap petak berisi enam lubang yang dapat dimasukan paku kayu atau paku keling. Papan baca berfungsi selain untuk membantu pengajaran membaca juga digunakan sebagai alat pelajaran menulis Braille. Penggunaan papan baca dimaksudkan supaya bentuk huruf atau tanda Braille menjadi besar sehingga memudahkan siswa merabanya (Suharto,1985:59). Terdapat banyak model papan baca yang ada di Indonesia, dan yang paling banyak digunakan di lingkungan sekolah luar biasa adalah papan baca model pantule (papan tulis Braille). Pantule terbuat dari bahan kayu dengan ukuran permukaan papan 20x30cm, pada permukaan pantule terdapat 66 petak, setiap petak terdiri dari enam lobang yang berurutan, untuk membentuk huruf Braille pada pantule, cukup memasukan paku sekrup atau benda dari plastik ataupun logam yang berbentuk paku sekrup berukuran 2cm pada petak-petak pantule. Satu petak yang terdiri dari enam lubang dapat dibentuk menjadi satu huruf Braille yang dikehendaki. Penggunaan pantule menurut salah seorang peneliti terdapat kelemahannya,yaitu: Benda logam atau plastik sebagai penyerta pantule jika tidak diantisipasi dengan baik maka, benda tersebut akan mudah tergeser dan terjatuh kelantai sehingga untuk anak tunanetra yang memiliki salah satu karakter sulit mengenal ruang dan waktu akan menjadi masalah dalam mencari benda tersebut (Kuswandi, 2008:15). Kelemahan dari pantule lainnya adalah pantule yang terbuat dari bahan kayu sulit dibawa-bawa, karena ukurannya yang cukup besar dan memiliki bobot yang cukup berat, selain itu dilihat dari sisi kegunaannya pantule hanya dapat

6 digunakan untuk belajar menulis saja (Braille negatife). Dengan adanya kelemahan tersebut maka terciptalah model papan baca lainnya yang merupakan alat pelajaran menulis Braille permulaan yaitu Brailtex. Menurut Kurniawan (2008) tentang Brailtex mengatakan bahwa; Brailtex atau yang disebut papan tulis dan baca Braille merupakan alat bantu pelajaran yang mempunyai dua permukaan, yaitu permukaan positif (untuk membaca dengan titik Braille yang cembung) dan permukaan negatif (untuk menulis dengan titik Braille yang datar atau cekung). Brailtex merupakan salah satu model papan baca yang cara penulisannya cukup hanya dengan menekan-nekan titik pada Brailtex tersebut. Alat ini terbuat dari papan plastik portabel warna putih berukuran 15cm x 25cm. Brailtex memiliki 30 petak atau sel. Sepuluh petak berderet posisi horisontal dan tiga petak berderet posisi vertikal. Pada setiap petak terdapat titik Braille yang berbentuk cembung (untuk membaca) dan pada permukaan lainnya apabila papan dibalik semua titik berbentuk datar (untuk menulis) dengan titik-titk yang dapat ditekan, titik tersebut berwarna hitam berukuran kurang lebih 0,5cm. Kemudahan penggunaan Brailtex dalam menulis permulaan Braille adalah ketika menulis Braille pada Brailtex cukup dengan menekan titik-titik yang diperlukan atau tidak diperlukan sesuai dengan karakter huruf Braille. Agar tulisan dapat dibaca langsung setelah menulis, papan tinggal dibalikan bagian bawahnya menjadi bagian permukaan yang dapat diraba. Brailtex dapat digunakan untuk menulis Braille dari kedua permukaan papan baik bagian atas ataupun bagian bawah sehingga dapat dikatakan sebagai papan baca positif negatif. Sedangkan pantule hanya dapat digunakan pada satu permukaannya saja, dan dikatakan sebagai papan baca negatif (Rahmawati,2010).

7 Kelebihan Brailtex dibandingkan pantule adalah adanya sistem cermin artinya pada saat siswa diperkenalkan untuk menulis huruf Braille siswa dapat langsung membaca tulisan yang dibuat dengan cara membalik papan tersebut, selain ukurannya yang lebih kecil yang memudahkan siswa untuk membawanya didalam tas, bobotnya yang tidak terlalu berat serta memiliki nilai estetis yang lebih baik dibandingkan dengan pantule. Berdasarkan uraian diatas dimana menulis Braille merupakan suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh siswa tunanetra, serta dengan adanya kesulitan yang dialami siswa dalam menulis Braille permulaan dengan menggunakan reglet dan pantule, serta kemudahan penggunaan Brailtex dalam pelajaran menulis Braille, maka penulis akan melakukan penelitian terhadap siswa tunanetra kelas satu sekolah luar biasa dalam pelajaran menulis Braille dengan mengunakan Brailtex sebagai alat bantu pengajaran menulis Braille permulaan. Maka dengan penelitian ini diharapkan menjadi sebuah cara yang dapat dipergunakan untuk mempermudah kegiatan pembelajaran menulis Braille sekaligus melatih kemampuan taktil siswa tunanetra kelas persiapan sebagai langkah awal yang dapat mempersiapkan siswa sebelum dapat menulis menggunakan Reglet. Untuk itu peneliti mengangkat permasalahan tersebut sebagai judul penelitian yakni Penggunaan Brailtex Dalam Pengajaran Menulis Braille Permulaan Pada Siswa Tunanetra Kelas I di SLB Agrowisata Shaleha Panjalu Kabupaten Ciamis

8 B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini lebih difokuskan pada bagaimanakah cara pembelajaran menulis Braille permulaan dengan menggunakan Brailtex kepada siswa tunanetra kelas satu?. Penelitian ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengajaran menulis Braille permulaan pada siswa tunanetra kelas 1 di SLB? 2. Bagaimanakah cara pengajaran menulis Braille permulaan dengan menggunakan Brailtex pada siswa tunanetra kelas 1? 3. Apakah Brailtex dapat membantu pengajaran menulis Braille permulaan pada siswa kelas 1 di SLB? 4. Dalam hal apa saja Brailtex dapat membantu pada pengajaran menulis Braille permulaan? 5. Kendala apa yang dihadapi siswa ketika menggunakan Brailltex pada pembelajaran menulis Braille permulaan? 6. Solusi apa yang dilakukan oleh siswa untuk mengatasi kendala tersebut? C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

9 a. Untuk mengetahui pengajaran menulis Braille permulaan pada siswa tunanetra kelas 1 di SLB. b. Untuk mengetahui proses pengajaran menulis Braille permulaan dengan menggunakan Brailtex pada siswa kelas 1. c. Untuk mengetahui sejauhmana Brailtex dapat membantu dalam pengajaran menulis Braille permulaan. d. Untuk mengetahui hal-hal yang membantu pembelajaran menulis Braille permulaan dengan menggunakan Brailtex. e. Mengetahui kendala yang dihadapi oleh siswa dalam penggunaan Brailtex pada pembelajaran menulis Braille permulaan. f. Mengetahui solusi dari kendala yang dihadapi oleh siswa pada pembelajaran menulis Braille permulaan. 2. Kegunaan penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kegunaan teoritis Dengan mengetahui pembelajaran menulis Braille permulaan dengan menggunakan Brailtex, maka dapat ditarik suatu kesimpulan akhir, dan dari kesimpulan tersebut dapat ditarik suatu teori atau rumusan konsep sebagai tekhnik atau acuan pembelajaran menulis Braille permulaan dengan menggunakan Brailtex pada siswa tunanetra kelas satu di Sekolah Luar Biasa. b. Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan sebagai berikut:

10 1) Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam rangka pembinaan dan peningkatan keterampilan menulis Braille permulaan 2) Dapat menghasilkan pengetahuan yang relevan bagi guru untuk memperbaiki pembelajaran menulis Braille permulaan di kelas yang lebih baik dan efektif melalui penggunaan Brailtex. 3) Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kegunaan dan cara pengajaran menulis Braille dengan menggunakan Brailtex untuk meningkatkan keterampilan menulis Braille permulaan.

11