BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Kemampuan membaca permulaan mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai. Kemampuan membaca sangat diperlukan oleh setiap orang yang ingin memperluas pengetahuan dan pengalaman, mempertinggi daya fikir, mempertajam penalaran, untuk mencapai kemajuan dan peningkatan diri. Oleh sebab itu bagaimanapun guru kelas I dan II haruslah berusaha sungguh-sungguh agar ia dapat memberikan dasar kemampuan membaca yang memadai kepada anak didik. Hal itu akan dapat terwujud melalui pelaksanaan pembelajaran yang baik. Seperti yang dikemukakan oleh Lerner (1988: 349) yang dikutip oleh Abdurachman (1999: 200), bahwa kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar. Burns et al. (1996), mengemukakan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat. Belajar membaca merupakan usaha yang terus menerus, dan anak-anak yang melihat tingginya nilai membaca dalam kegiatan pribadinya akan lebih giat belajar 1

2 dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menemukan keuntungan dari kegiatan membaca. Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa Sekolah Dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkkan kebiasaan membaca sebagai sesuatu yang menyenangkan. Keterampilan membaca harus segera dikuasai oleh para siswa di Sekolah Dasar karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di Sekolah Dasar. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka. Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca. Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelaskelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dikelas awal disebut pelajaran membaca permulaan, sedangkan dikelas tinggi disebut pelajaran membaca lanjut.pelaksanaan membaca permulaan di kelas I Sekolah Dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan 2

3 kartu kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran. Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar dikelas I. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa. Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Berbagai perubahan terakhir ini mengharuskan penyesuaian dalam berbagai bidang, tidak terkecuali bidang pendidikan, khususnya pendidikan anak berkebutuhan khusus (tunanetra) yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terdapat dalam pasal 5 ayat 1, Setiap warga Negara mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Dan pasal 5 ayat 2, Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan / atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Adapun pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bertujuan mengembangkan kemampuan anak seoptimal mungkin dalam berbagai aspek, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Melalui layanan pendidikan dimaksud, potensi yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus, diharapkan dapat dikembangkan secara optimal, sehingga eksistensi anak berkebutuhan khusus di masyarakat tidak menjadi beban bagi lingkungannya. Salah satu anak berkebutuhan khusus itu adalah anak tunanetra. Istilah tunanetra yang didefinisikan oleh Persatuan Tunanetra Indonesia (2004) yaitu: Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang 3

4 masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata ( kurang awas ). Keterampilan keterampilan yang merupakan prasyarat penting untuk proses membaca adalah meliputi pencapaian tingkat perkembangan tertentu dalam bidang mental, fisik, linguistik, auditory, sosial dan emosional. Dengan demikian, berbagai pengalaman yang luas akan membantu anak-anak mengembangkan konsep-konsep yang sangat penting dalam proses membaca. Sebagian besar pendidik sependapat bahwa semua anak-anak, baik yang memiliki penglihatan normal maupun yang memiliki penglihatan terbatas, adalah membutuhkan pengalaman-pengalaman kesiapan untuk membaca ( Orlansky & Rhyne, 1981).Seperti halnya yang dikemukakan oleh Tarsidi (2007), bahwa keterampilan membaca tidak berkembang secara insidental, melainkan menuntut adanya intervensi dalam konteks yang tepat. Meskipun pembaca yang terampil tampak alami dalam membacanya, tetapi sesungguhnya perbuatan membaca itu merupakan suatu proses yang kompleks dan perbuatan sadar, perbuatan membaca itu menuntut dipadukannya sejumlah perbuatan terkait, yang melibatkan mata, otak, dan the psychology of the mind, yang tidak terjadi secara alami (Fitzsimmons, 1998 dalam Tarsidi, 2007). Selain meningkatkan pengembangan konsep, anak-anak yang tunanetra juga perlu berlatih dalam segi komponen-komponen mekanis yang berkaitan dengan pembacaan Braille. Pengembangan kemampuan (keterampilan) membedakan, keterampilan jari-jari, gerakan tangan dan jari-jari, sentuhan dengan jari-jari secara lembut, konsep buku dan posisi halaman, dan keterampilan membalik halaman, adalah semuanya merupakan prasyarat untuk membaca Braille. Menurut Olson (Tarsidi, 2007), latihan keterampilan- 4

5 keterampilan ini pada tingkat kesiapan akan lebih cepat meningkatkan pembacaan Braille dikemudian hari. (Olson & Mangold, 1981, dalam Tarsidi) mengamati bahwa pembaca Braille yang baik sebagai berikut: 1. Menunjukkan hanya sedikit saja gerakan mundur pada tangannya secara vertikal maupun horizontal pada saat membaca; 2. Menggunakan sedikit sekali tekanan pada saat meraba titik-titik Braille; 3. Menggunakan teknik membaca dengan dua tangan: tangan kiri untuk mencari permulaan baris berikutnya, sedangkan tangan kanan untuk menyelesaikan membaca baris sebelumnya; 4. Selalu menggunakan sekurang-kurangnya empat jari; 5. Menunjukkan kemampuan membaca huruf-huruf dengan cepat dan tidak di bingungkan oleh huruf-huruf yang merupakan bayangan cermin atau kebalikan dari huruf-huruf yang lain. Anak tunanetra selalu mengalami kesulitan dalam hal pemahaman konsep. Hal ini sangat fatal bagi tunanetra, apalagi anak tunanetra tingkat dasar. Apabila konsep pertama sudah salah, maka selanjutnya akan terus menerus salah, karena tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya dari perabaannya. Dengan demikian kesiapan guru merupakan kunci dalam pembelajaran dan strategis dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan agar siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu guru harus mampu menempatkan dirinya secara dinamis dan fleksibel. 5

6 Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pembelajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB /A Negeri Bandung. B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian Berawal dari uraian latar belakang masalah, penelitian ini di fokuskan pada bagaimana guru kelas melaksanakan pembelajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB. Dengan fokus tersebut, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana guru menyusun rencana dalam pengajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB / A Negeri Bandung? 2. Bagaimana proses pembelajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB / A Negeri Bandung? 3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dan anak dalam membaca Braille permulaan di SLB / A Negeri Bandung? 4. Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pembelajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB / A Negeri Bandung? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Setiap aktivitas senantiasa tidak bisa lepas dari tujuan yang ingin dicapai, demikian pula dalam penelitian ini. 6

7 a. Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang pembelajaran membaca braille permulaan pada anak tunanetra di SLB / A Negeri Bandung. b. Tujuan Khusus Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap data lapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek sebagai berikut : 1) Hal-hal yang dibuat guru dalam rencana pembelajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB / Negeri Bandung. 2) Proses pembelajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB / Negeri Bandung. 3) Kendala yang dihadapi oleh guru dan anak dalam pembelajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB / A Negeri Bandung. 4) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pembelajaran membaca Braille permulaan pada anak tunanetra di SLB /A Negeri Bandung. 7

8 5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : a. Sebagai masukan bagi guru tentang arti penting layanan individu dalam batas-batas tertentu dalam upaya mendorong keberhasilan siswa tunanetra dalam membaca Braille permulaan b. Meningkatkan pemahaman anak tunanetra tentang isi bacaan pada saat mereka mengikuti pengajaran membaca Braille permulaan sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan. 8

9 9