JURNAL ILMIAH OPTIMALISASI HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT BERLANDASKAN EKSISTENSI HUKUM POSITIF

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Salah satu ciri negara hukum Indonesia yaitu adanya. yang bertugas mengawal jalannya pemeriksaan sidang pengadilan.

satunya diwujudkan kedalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Nomor 14 tahun 1970 dan diganti oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

JURNAL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum. Oleh: CINDY LUSITA NOVELLA NIM.

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB III PENUTUP. menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu terdiri dari: berkurang atau bahkan tidak ada waktu sama sekali.

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun dewasa bahkan orangtua sekalipun masih memandang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PEGAMAT TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II.B KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Marwan Busyro 1

Dessi Perdani Yuris Puspita Sari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pembinaan Narapidana di Indonesia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. berlaku 31 Desember. Ini merupakan tindakan dan hasil kemajuan besar dari bangsa kita,

JURNAL PEMENUHAN HAK NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI)

SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGAMATAN TERHADAP NARAPIDANA OLEH HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT STUDI KASUS DI LAPAS SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 1 Pebruari 1985.

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption yang artinya

JURNAL HUKUM TANGGUNG JAWAB PENYIDIK POLRI TERHADAP PENGGELAPAN BARANG BUKTI DI POLDA DIY

PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA. Hudali Mukti ABSTRAK PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus suatu bangsa. Baik ataupun buruknya masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

PERAN JAKSA DALAM PENGAWASAN NARAPIDANA YANG DIBERIKAN PELEPASAN BERSYARAT DI KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

Transkripsi:

JURNAL ILMIAH OPTIMALISASI HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT BERLANDASKAN EKSISTENSI HUKUM POSITIF Diajukan oleh : YUSI PRININGRUMSARI NPM : 120511074 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan Pidana UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2016

OPTIMALISASI HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT BERLANDASKAN EKSISTENSI HUKUM POSITIF YusiPriningrumsari FakultasHukum UniversitasAtma Jaya Yogyakarta ABSTRAK Pengawasan dan pengamatan yang dilakukan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat diadakan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Kelas II A Yogyakarta dan melaporkan kepada Ketua MK, tetapi ada berbagai masalah yang dihadapi oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap Hakim Pengawas dan Pengamat, yaitu pelaksanaan tugas hakim itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan dan memperoleh data yang akan dianalisis untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang keberadaan hukum positif sebagai dasar untuk melaksanakan fungsi Pengawas dan Pengamat Hakim untuk dilaksanakan secara optimal. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan hukum positif sebagai dasar untuk melaksanakan fungsi Pengawas dan Pengamat Hakim masih memiliki kelemahan seperti kunjungan Hakim Pengawas dan Pengamat yang memeriksa di tempat dalam waktu tiga bulan tidak kurang dari 1 jam. Hakim Pengawas dan Pengamat juga hanya mendaftar dan hanya meminta tanda tangan dari tahanan dalam melakukan review keadaan, suasana dan aktivitas yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan dan dalam sebuah wawancara dengan narapidana mengenai pengobatan ihkwal tahanan diri dan wawancara dengan petugas pemasyarakatan tentang perilaku narapidana dan hasil pelatihan narapidana baik kemajuan dan kemunduran. Kata kunci: hakim pengawas dan pengamat, optimasi, implementasi, dan eksistensi. ABSTRACT Supervision and observations made by the Supervisory Judge and Observer held at the Correctional Institution Wirogunan Class II A Yogyakarta and reported to the Chairman of the Court, but there are various problems faced by the Yogyakarta District Court against Judge Supervisors and Observers, namely the implementation of the task of the judges themselves. The purpose of this study was to determine and obtain data to be analyzed in order to obtain answers to questions about the existence of positive law as the basis for implementing the function of Supervisor and Observer Judge to be implemented optimally. This type of research used in this research is normative. The results showed that the existence of positive law as the basis for implementing the function of Supervisor and Observer Judge still has weaknesses such as a Supervisory Judge visits and Observers who do checking on the spot within three months of not less than 1 hour. Judge Supervisors and Observers also just register and merely ask for the signature of inmates in conducting a review of the circumstances, the atmosphere and the activities that take place at the Penitentiary and in an interview with the inmate regarding ihkwal treatment of self prisoners and interviews with

correctional officers about the behavior of inmates and inmate training results both progress made and setbacks. Keywords:supervisory judge and observer, optimization,implementation,and existence. A. PENDAHULUAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu negara tidak boleh melaksanakan kewenangannya atas dasar kekuasaan belaka, tetapi harus berdasarkan hukum. Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan persamaan dalam hukum dan pemerintahan. Salah satu ciri negara hukum Indonesia yaitu adanya pembagian kekuasaan, antara lain: eksekutif, legislatif, yudikatif. Kekuasaan yudikatif (mengadili) dilaksanakan dalam suatu sistem peradilan pidana dan peradilan perdata yang terbagi atas beberapa subsistem, yaitu: Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan. Dilihat dari pembagian subsistem tersebut Pengadilan selalu diidentikkan dengan hakim yang bertugas mengawal jalannya pemeriksaan sidang pengadilan. Pasal 1 butir 8 KUHAP menyatakan bahwa Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Sedangkan istilah hakim artinya orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau Mahkamah. Di samping tugas mengadili, hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri mempunyai tugas lain yaitu untuk melaksanakan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 277-283 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tugas pengawasan dan pengamatan ini dilaksanakan setelah pengadilan menjatuhkan putusan pidana penjara atau kurungan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, artinya putusan tersebut sudah tidak ada upaya hukum lagi.

Pelaksanaan pengawasan dan pengamatan yang dilakukan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat, dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Hakim Pengawas dan Pengamat pada dasarnya mempunyai 2 (dua) tugas pokok dalam pelaksanaan putusan pengadilan yaitu pengawasan dan pengamatan. Ketentuan mengenai pengawasan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat dinyatakan dalam Pasal 280 ayat (1) KUHAP yang menentukan bahwa Hakim Pengawas dan Pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dalam Pengamatan Hakim Pengawas dan Pengamat melakukan pengamatan terhadap narapidana selama mereka menjalani masa pidananya terutama mengenai perilaku mereka masingmasing maupun perlakuan para petugas dari Lembaga Pemasyarakatan terhadap diri narapidana itu sendiri. Dengan demikian, hakim akan dapat mengetahui sampai dimana putusan pengadilan tampak hasil baik buruknya pada dirinarapidana yang bersangkutan. 1 1 Suryono Sutarto, 1990, Sari Hukum Acara Pidana, Yayasan Cendikia Purna Dharma, Semarang, hlm.10. Keberadaan Hakim Pengawas dan Pengamat diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, juga diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung R.I. No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat. Keberadaan peraturanperaturan ini dirasakan belum mampu memaksimalkan peranan Hakim Pengawas dan Pengamat di LembagaPemasyarakatan. Meskipun pengaturan tugas Hakim Pengawas dan Pengamat sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada, pada kenyataannya bahwa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan di dalam lembaga pemasyarakatan sering ditemui berbagai masalah. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan penyebabnya karena hukum yang dijatuhkan hakim terhadap seorang terpidana terlalu berat atau terlalu ringan dari yang sewajarnya atas suatu kejahatan. Ini menggambarkan tidak berhasilnya pengadilan memberikan pidana yang dapat memperbaiki pelaku kejahatan, sehingga menambah ketidakpercayaan masyarakat

pada hukum, sehingga narapidana ingin melakukan kejahatan lagi di dalam Lembaga Pemasyarakatan atau mungkin juga karena jaksa terlambat mengeksekusi putusan sehingga hak-hak narapidana terhambat untuk diterima seperti remisi, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat atau mungkin juga petugas Lembaga Pemasyarakatan tidak dapat menerapkan pola pembinaan terhadap narapidana dimaksud karena latar belakang hukuman yang dirasakan kurang sesuai terhadap dirinya sehingga tidak mendukung program pola pembinaan. 2 Keberadaan hakim pengawas dan pengamat yang diatur dalam peraturan belum berjalan secara optimal di suatu wilayah Yogyakarta karena jumlah dari hakim pengawas dan pengamat masih minim dibandingkan dengan jumlah perkara yang ada, dan akan sangat membebani tugas pokok hakim untuk mengadili perkara yang tidak sebanding dengan jumlah hakim dengan perkara yang harus disidangkan. Melaksanakan 2 AndiHamzah, 1983, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, Akedemika Pressindo, Jakarta. tugas pokok sebagai hakim saja sudah keteteran, apalagi jika ditambah tugas lain sebagai tugas tambahan menjadi hakim wasmat. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalahnya dapat dirumuskan, sebagai berikut : Bagaimana eksistensi hukum positif sebagai dasar pelaksanaan fungsi Hakim Pengawas dan Pengamat agar dapat dilaksanakan dengan optimal? C. METODE PENELITIAN Dalam penyusunan karya ilmiah diperlukan metode penelitian yang jelas untuk memudahkan penelitian dan penyusunan laporan secara sistematik. Metode yang digunakan dalam penyusunan jurnal ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang mengkaji peraturan hukum positif yang berlaku. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum dengan melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari norma hukum positif yang berupa sistematisasi hukum dan sinkronisasi hukum

secara vertikal dan horizontal, yang dilakukan dengan deskripsi, sistematisasi, analisis, interprestasi, dan menilai hukum positif terhadap permasalahan yang menyangkut rumusan masalah. Dalam hal ini penelitian hukum normatif mengkaji peraturan hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan optimalisasi hakim pengawas dan pengamat berlandaskan eksistensi hukum positif. 2. Sumber Data Penelitian hukum normatif, data yang digunakan yaitu berupa data sekunder yang dipakai sebagai data utama, adalah: a. Bahan Hukum Primer, meliputi perundang-undangan yang berkaitan dengan penulisan hukum ini, yaitu : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 ayat (1). 2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 157 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076. 3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Bab XX yaitu Pasal 277 sampai dengan Pasal 283, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209. 4) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1984, tentang Pelaksanaan Tugas KIMWASMAT. 5) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat tertanggal 11 Februari 1985. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku, karya ilmiah yang disampaikan dalam diskusi atau seminar, laporan penelitian, surat kabar, dan website atau internet perihal optimalisasi hakim pengawas dan pengamat berlandaskan eksistensi hukum positif. c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier antara lain Kamus Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Kamus Hukum untuk menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dengan mempelajari bahan hukum primer dan sekunder, yaitu dengan cara mempelajari, membaca dan memahami buku-buku, literature, peraturan perundang-undangan, pendapat serta mencatat dan menganalisa guna memperoleh data mengenai eksistensi hukum positif sebagai dasar pelaksanaan fungsi Hakim Pengawas dan Pengamat agar dapat dilaksanakan dengan optimal. b. Wawancara Wawancara dilakukan dengan narasumber mengenai optimalisasi hakim pengawas dan pengamat yang berlandaskan eksistensi hukum positif. Wawancara dilakukan dengan : 1) Bapak Asep Permana,S.H., M.H selaku Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta 2) Bapak Sugeng Warnanto, S.H selaku Hakim WASMAT di Pengadilan Negeri Yogyakarta 3) Ibu Desy Afneliza, A.Md. IP selaku Kepala Sub Bagian Registrasi LAPAS Wirogunan 4. Metode Analisis Data a. Bahan hukum primer 1) Deskripsi yaitu menguraikan atau memaparkan peraturan perundang-undang mengenai isi maupun struktur yang terkait dengan optimalisasi hakim pengawas dan pengamat di Pengadilan Negeri Yogyakarta. 2) Sistematisasi dari peraturan perundang-undangan tersebut satu sama lain saling terkait. Ditemukan adana sistematisasi secara vertikal dalam Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) menegaskan bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dengan Undang-undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang kehakiman Pasal 54 dan 55 yang menegaskan bahwa Pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan dilakukan dalam rangka untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum agar perikemanusiaan dan perikeadilan tetap terpelihara dan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Bab XX yaitu Pasal 277 sampai dengan Pasal menegaskan yang pada intinya bahwa Pengawasan dan pengamatan putusan pengadilan dilakukan dalam rangka memperoleh kepastian hukum. Secara vertikal telah ada sinkronisasi, sehingga prinsip penalaran hukum yang digunakan adalah prinsip penalaran hukum subsumsi yaitu adanya hubungan logis antara dua aturan dalam hubungan antara peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, sehingga tidak diperlukan asas berlakunya praturan perundang-undangan. Selain sistematisasi secara vertikal, juga dilakukan sistematisasi secara horizontal dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 157 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076 yang menegaskan bahwa Pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan dilakukan dalam rangka untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum agar perikemanusiaan dan perikeadilan tetap terpelihara dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Bab XX yaitu Pasal 277 sampai dengan Pasal 283, lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209, menegaskan yang pada intinya bahwa Pengawasan dan pengamatan putusan pengadilan dilakukan dalam rangka memperoleh kepastian hukum. Sedangkan didalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1984, tentang Pelaksanaan Tugas

KIMWASMAT dan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat yang merupakan pelengkap dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut. Sistematisasi secara horizontal ditunjukkan dengan adanya harmonisasi, maka prinsip penalaran hukumnya adalah non kontradiksi yaitu ada pertentangan dalam ketentuan yang sejajar/setara, sehingga tidak diperlukan berlakunya asas peraturan perundang-undangan. 3) Analisis peraturan perundangundangan yaitu open sistem (peraturan perundang-undangan boleh dievaluasi/dikaji). 4) Interprestasi hukum gramatikal yaitu mengartikan term bagian kalimat menurut bahasa seharihari/hukum. Selain menggunakan interprestasi hukum gramatikal juga digunakan interprestasi hukum secara sistematisasi yaitu mendasarkan ada tidaknya sinkronisasi atau harmonisasi, yang ketiga adalah interprestasi teleoogis yaitu menggunakan metode dalam menentukan isi dan tujuan hukum dalam penerapan tugas hakim pengawas dan pengamat yang masih berlaku. 5) Menilai hukum positif, dalam hal ini menilai tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dan mengatur mengenai hakim pengawas dan pengamat. b. Bahan hukum sekunder Bahan sekunder dalam penulisan skripsi ini berupa bahan-bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku (literatur), jurnal, tesis,artikel/makalah hasil penelitian serta bahan-bahan dari internet diperoleh pengertian tentang atau pemahaman persamaan pendapat atau perbedaan pendapat, serta hasil wawancara Hakimdan Hakin Wasmat Pengadilan Negeri serta Kepala Sub Bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta sehingga diperoleh data tentang Optimalisasi lembaga hakim pengawas dan pengamat

berlandaskan eksistensi hukum positif. Tahap terakhir yaitu melakukan perbandingan antara bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, sehingga mengetahui ada tidaknya perbedaan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pendapat hukum yang diperoleh buku-buku (literatur), jurnal, tesis, artikel/makalah hasil penelitian serta bahan-bahan dari internet sehingga diperoleh data tentang Optimalisasi lembaga hakim pengawas dan pengamat berlandaskan eksistensi hukum positif. 5. Proses Berpikir Proses berpikir dalam penulisan skripsi ini adalah secara deduktif, yaitu bertolak dari posisi umum yang kebenarannya telah diketahui berupa peraturan perundang-undangan tentang optimalisasi lembaga hakim pengawas dan pengamat berlandaskan eksistensi hukum positif, dan yang khusus berupa hasil penelitian mengenai optimalisasi hakim pengawas dan pengamat berlandaskan eksistensi hukum positif. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengawasan dan Pengamatan Hakim Pengawas dan Pengamat Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat dibedakan perincian tugas antara pengawasan dan pengamatan. Inti pengertian pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.7 Tahun 1985 adalah ditujukan pada jaksa dan Lembaga Pemasyarakatan yang terdiri dari memeriksa dan menandatangani register pengawasan dan pengamatan yang berada di kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam praktek di Pengadilan Negeri menurut Sugeng Warnanto, S.H selaku Hakim Pengawas dan Pengamat di Pengadilan Negeri Yogyakarta tugas itu telah dilakukan. Hakim pengawas dan pengamat juga mempunyai kewajiban mengadakan pengecekan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali kelembaga pemasyarakatan untuk

memeriksa kebenaran berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani oleh jaksa, Lembaga pemasyarakatan dan terpidana, menurut Asep Permana, S.H., M.H, hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta Hakim Pengawas dan Pengamat sudah melakukan checking on the spot ke Lembaga Pemasyarakatan seperti yang diperintahkan dalam undang-undang yaitu minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk memeriksa kebenaran pelaksanaan putusan Pengadilan, namun kunjungan yang dilakukan Hakim Pengawas dan Pengamat di Lembaga Pemasyarakatan tersebut tidak kurang dari 1 jam. Mengingat tanggung jawab Hakim Pengawas dan Pengamat yang besar untuk mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, tentu tidak bisa hanya dilihat dengan selintas, apalagi waktu kunjungan Hakim Pengawas dan Pengamat hanya 3 (tiga) bulan sekali atau hanya 4 (empat) kali dalam setahun, sedangkan jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan sangat banyak yaitu berjumlah 279 narapidana tambah Desy Desy Afneliza, A.Md. IP selaku Kepala Sub Bagian Registrasi LAPAS Wirogunan. Menurut penulis bahwa pelaksanaan tugas checking on the spot oleh Hakim Pengawas dan Pengamat telah terlaksana namun kurang optimal karena waktu kunjungan terbatas, hal ini dikarenakan minimnya anggaran untuk pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat dan banyaknya perkara yang masuk di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang dimana Sugeng Warnanto, S.H selaku Hakim Pengawas dan Pengamat juga adalah Majelis Hakim yang mempunyai tugas memeriksa dan mengadili perkara yang masuk di pengadilan, hal ini jelas bertolakbelakang dengan tugas yang di jelaskan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 tahun 1985. Mengadakan peninjauan terhadap keadaan, suasana dan kegiatan-kegiatan yang berlangsung didalam lingkungan tembok-tembok lembaga, khususnya untuk menilai apakah keadaan lembaga pemasyarakatan tersebut sudah memenuhi pengertian bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia, serta mengamati dengan mata kepala sendiri perilaku narapidana sehubungan dengan pidana yang dijatuhkan kepadanya juga merupakan tugas dari Hakim Pengawas

dan Pengamat namun menurut Desy Afneliza, A.Md. IP selaku Kepala Sub Bagian Registrasi LAPAS Wirogunan Hakim Pengawas dan Pengamat dalam melakukan tugas ini hanya sekedar registrasi dan hanya sebatas meminta tandatangan dari narapidana. Mengadakan wawancara dengan petugas pemasyarakatan (terutama pada wali pembina narapidana-narapidana yang bersangkutan) mengenai perilaku serta hasil-hasil pembinaan narapidana, baik kemajuan-kemajuan yang diperoleh maupun kemunduran-kemunduran yang terjadi merupakan kewajiban Hakim Pengawas dan Pengamat namun pada kenyatan di lapangan Hakim pengawas dan pengamat tidak melaksanakan tugas ini dikarenakan menurut Sugeng Warnanto, S.H pihak pengadilan tidak ingin dikatakan terlalu ikut campur dan mengintervensi Lembaga Pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana, sedangkan menurut Desy Afneliza, A.Md, IP setiap stakeholder maupun masyarakat biasa yang ingin berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan pasti dilayani dengan baik. Selain itu Hakim Pengawas dan Pengamat mempunyai tugas untuk mengadakan wawancara langsung dengan para narapidana mengenai halihkwal perlakuan terhadap dirinya, hubungan-hubungan kemanuasiaan antara sesama mereka sendiri maupun dengan para petugas lembaga pemasyarakatan serta menghubungi kepala lembaga pemasyarakatan dan Ketua Dewan Pembina Pemasyarakan (DPP), dan jika dipandang perlu juga menghubungi koordinator pemasyarakatan pada kantor wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam rangka saling tukar menukar saran pendapat dalam pemecahan suatu masalah serta berkonsultasi mengenai tata perlakuan terhadap para narapidana yang bersifat teknis, baik tata perlakuan didalam tembok-tembok lembaga maupun diluarnya, namum dalam faktanya Hakim Pengawas dan Pengamat hanya melakukan registrasi dan meminta tandatangan dari narapidana, sedangkan menurut Desy Afneliza, A.Md, IP masih banyak tugas yang tidak dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat. Berdasarkan hasil penelitian tentang pelaksanaan tugas Hakim Pengawas dan Pengamat menurut penulis bahwa pelaksanaan tugas checking on the spot

oleh Hakim Pengawas dan Pengamat telah terlaksana namun kurang optimal karena waktu kunjungan terbatas, hal ini dikarenakan minimnya anggaran untuk pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat dan banyaknya perkara yang masuk di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang dimana Sugeng Warnanto, S.H selaku Hakim Pengawas dan Pengamat juga adalah Majelis Hakim yang mempunyai tugas memeriksa dan mengadili perkara yang masuk di pengadilan, hal ini jelas bertolakbelakang dengan tugas yang di jelaskan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 tahun 1985, seharusnya ada peraturan yang memisahkan/membedakan antara jabatan sebagai Hakim Pengawas dan Pengamat dan Hakim yang mempunyai tugas memeriksa dan mengadili perkara yang masuk di Pengadilan agar pelaksanaan pengawasan dan pengamatan lebih berjalan dengan optimal. Hakim Pengawas dan Pengamattidak pernah mengadakan observasi terhadap keadaan, suasana dalam Lembaga Pemasyarakatan, serta tidak pernah melakukan wawancara dengan petugas pemasyarakatan maupun narapidananya, hal tersebut sangat bertolakbelakang dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 tahun 1985, dan juga tidak sesuai dengan tugas yang terdapat dalam Pasal 280 ayat (2) KUHAP yaitu Hakim Pengawas dan Pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal-balik terhadap narapidana selama menjalani pidananya. Dengan melihat manfaat dari pelaksanaan tugas Hakim Pengawas dan Pengamat, yaitu dengan adanya Hakim Pengawas dan Pengamat narapidana yang setelah selesai menjalani masa pidananya atau setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dapat kembali berbaur ke masyarakat dan Hakim Pengawas dan Pengamat berperan serta dalam mencegah terjadinya residivis, tentulah eksistensi Hakim Pengawas dan Pengamat ini masih sangat diperlukan, namun masih terdapat kekurangan yang perlu disempurnakan lagi di dalam eksistensi Hakim Pengawas dan Pengamat seperti belum adanya ketentuan yang mengatur lebih spesifik tentang kewenangan dari Hakim Pengawas dan Pengamat dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya. 1. Kendala yang dihadapi Hakim Pengawas dan Pengamat. Hakim Pengawas dan Pengamat dalam melaksanakan pengawasan dan pengamatannya, masih menemui beberapa kendala seperti berikut; a. Faktor Internal Tugas Hakim itu sendiri dimana Hakim Pengawas dan Pengamat adalah Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang mempunyai tugas memutus perkara di dalam Pengadilan. b. Faktor Eksternal 1) Dana penunjang 2) Kurangnya ketentuan/peraturan tentang tugas hakim pengawas dan pengamat 3) Hambatan birokrasi penegak hukum lainnya. 2. Upaya untuk mengoptimalkan tugas Hakim Pengawas dan Pengamat. Dalam menghadapi kendala-kendala yang telah disebutkan maka Pengadilan Negeri telah melakukan berbagai upaya agar tugas Hakim Pengawas dan Pengamat dapat berjalan dengan optimal seperti: a. Upaya Internal 1) Menaikkan anggaran untuk pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat 2) Mengadakan koordinasi antar Instansi Negara yang terkait dengan pembinaan narapidana b. Upaya Eksternal Upaya ini diajukan kepada Badan Legislasi atau Badan Pembuat Undang-Undang yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini dimaksudkan agar hakim pengawas dan pengamat dibuatkan peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang mekanisme pengawasan lebih spesifik lagi dan lebih memberikan wewenang lebih untuk saling mengawasi antar Instansi-instansi Negara. E. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan analisis tentang Pelaksanaan tugas Hakim Pengawas dan Pengamat Pengadilan Negeri Yogyakarta bagi Narapidana Penjara di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Eksistensi hukum positif sebagai dasar pelaksanaan fungsi Hakim

Pengawas dan Pengamat tidak terlaksana secara optimal seperti: 1. Di dalam ketentuan Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dalam Pasal 280 ayat (3) dan (4) yang berisikan pengawasan dan pengamatan juga ditujukan terhadap narapidana yang telah selesai menjalani pidananya dan terpidana bersyarat, namun tugas ini tidak diikuti dengan sejumlah ketentuan yang mengaturnya, sehingga hakim pengawas dan pengamat dalam melaksanakan tugasnya apabila masuk kedalam instansi lain di luar Lembaga Pemasyarakatan dianggap mencampuri secara formal. 2. Di dalam ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 1985 tentang pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat waktu kunjungan Hakim Pengawas dan Pengamat yang melakukan checking on the spot dalam 3 bulan sekali tidak kurang dari 1 jam hal ini dikarenakan hakim itu sendiri mempunyai tugas memeriksa dan mengadili perkara yang masuk di Pengadilan. Hakim Pengawas dan Pengamat juga hanya sekedar registrasi dan hanya sebatas meminta tandatangan dari narapidana dalam mengadakan peninjauan terhadap keadaan, suasana dan kegiatankegiatan yang berlangsung di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan didalam mengadakan wawancara dengan narapidana mengenai hal ihkwal perlakuan terhadap diri narapidana dan wawancara dengan petugas pemasyarakatan mengenai perilaku narapidana serta hasil-hasil pembinaan narapidana baik kemajuan yang diperoleh maupun kemunduran yang terjadi. F. DAFTAR PUSTAKA Buku BambangPoernomo, 1986, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Liberty, Yogyakarta. AndiHamzah, 1983, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, Akedemika Pressindo, Jakarta. SuryonoSutarto, 1990, Sari Hukum Acara Pidana, Yayasan Cendikia Purna Dharma, Semarang.

Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentanghukum Acara PidanaLembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 157 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat tertanggal 11 Februari 1985.