Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp
|
|
- Fanny Kusnadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ISSN Pages pp PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PUTUSAN PIDANA DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jantho) Apriyanti 1, Dahlan Ali 2, Suhaimi 3 1) Postgraduate Student of Syiah Kuala Law School Banda Aceh 2,3) Teaching Staffs at Syiah Kuala Law School Abstract : The Criminal Justice Procedure Law and the Supreme Court Directive of Republic of Indonesia Number 7, 1985 regulates the Guidance for the Implementation of Monitoring and Watching Judges Duties requiring the existence of active judge after the guilty decision to correct directly towards the prisoners during their punishment. The research shows that the role of judges who monitor and watch the prisoners as ruled in Article 277 to article 285 of the Criminal justice procedure Law and the Supreme Court Directive Number 7, 1985 still limited in terms of control towards the report by the prisoners made and reported by the Head of Correctional Institution. It is recommended that in terms of the well implementation from the duties and roles of the judges, there should be the role of the judges of monitoring and watching not only to monitor and watch the prisoners that has been convicted but also to control them who have been accomplishing the punishment that is outside the correctional institution in terms of avoiding the repetition of the crime commission. Key Words: Monitoring and Watching the Conviction. Abstrak : Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 7 Tahun 1985 mengatur tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat yang menghendaki adanya hakim yang aktif sesudah putusan dijatuhkan untuk mengoreksi secara langsung terhadap narapidana selama mereka mengalami pemidanaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran hakim pengawas dan pengamat sebagaimana diatur dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 285 KUHAP dan SEMA No. 7 Tahun 1985 masih terbatas dalam pelaksanaan kontrol terhadap hasil laporan narapidana yang dibuat dan disampaikan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakat, peran dimaksud dilakukan untuk menghindari tidak terjadinya kesalahpahaman antara hakim pengawas dan pengamat dengan petugas lembaga pemasyarakatan. Hambatan yang ditemui selain undang-undang tidak mengatur secara jelas hak dan wewenang dan sanksi hakim pengawas dan pengamat, Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan dan pengamatan, seharusnya peran hakim pengawas dan pengamat tidak hanya sebatas mengawasi dan mengamati narapidana yang telah memperoleh putusan hukum tetap tapi hendaknya juga mengamati narapidana yang telah keluar dari lembaga pemasyarakatan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengulangan tindak pidana. Perlu adanya ketentuan yang lebih jelas mengenai hakim pengawas dan pengamat, dan menunjukkan hakim pengawas dan pengamat tidak dibatasi satu orang untuk masingmasing wilayah hukum Pengadilan Negeri.. Kata Kunci: Pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pidana. PENDAHULUAN Ketentuan hukum bahwa hakim pengadilan mengambil sikap tanggung jawabnya berakhir dengan diberikannya putusan. Sikap semacam ini tidaklah benar, karena khususnya dalam hal pidana perampasan kemerdekaan (pidana penjara) ketetapan putusan pengadilan tersebut masih Volume 1, No. 2, Mei
2 perlu diuji. Dengan demikian, hakim tetap diberikan peranan dan tanggung jawab untuk mengikuti pelaksanaan putusan, oleh aparat penegak hukum yang lainnya pada tingkat eksekusi. (Bambang Poernomo, 1993 : Hal tersebut sesuai dengan jika melihat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.Ketentuan Pasal tersebut menghendaki agar setiap pelaksanaan putusan pengadilan tetap diawasi oleh ketua pengadilan. Dalam KUHAP pengaturan mengenai hakim pengawas dan pengamat, diatur dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 283. Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan : 1). Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa; 2). Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan tersebut ayat (1) oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan undang-undang. Ketua pengadilan yang bersangkutan dalam melaksanakan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan, pada pelaksanaannya dibantu oleh seorang hakim dari pengadilan yang bersangkutan dimana hakim tersebut diberi tugas oleh ketua pengadilan selama 2 (dua) tahun untuk melakukan pengawasan dan pengamatan, hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 277 KUHAP yang menyatakan bahwa : (1). Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan 79 - Volume 1, No. 2, Mei 2014 pengawasan dan pengamatan terhadap putusan Pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. (2). Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun. Tugas hakim pengawas dan pengamat (bandingkan, Moh. Koesnoe, 1996 : 100) adalah mengontrol pelaksanaan putusan pidana pengadilan (pidana penjara dan kurungan) semenjak putusan pidana tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap sampai dengan selesai pelaksanaannya, dengan wewenangnya mengoreksi secara langsung aparat yang melalaikan atau menyimpang dari putusan pidana yang telah dijatuhkan. Menurut ketentuan dari Pasal 280 KUHAP, hakim pengawas dan pengamat mempunyai 2 (dua) tugas pokok dalam pelaksanaan putusan pidana pengadilan yaitu melakukan pengawasan dan melakukan pengamatan. (Bandingkan Yahya Harahap, 1998 : 32). Ketentuan mengenai tugas melakukan pengawasan dari hakim pengawas dan pengamat adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 280 ayat (1) KUHAP, yaitu Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya Pasal tersebut mengandung arti, bahwa hakim yang diberi tugas khusus tersebut, melakukan pengawasan untuk menjamin bahwa putusan mengenai
3 penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan itu benar-benar telah dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai asas perikemanusiaan dan perikeadilan selain itu yang dimaksudkan untuk mencegah timbulnya anggapan dari masyarakat bahwa putusan pengadilan itu hanya dijadikan simbul saja.(suryono Sutarto, 1990 : 10) Lembaga pemasyarakatan sebagai tempat bagi narapidana untuk menjalankan pidananya, wajib membina narapidananya agar sesudah menyelesaikan masa hukumannya dapat diterimadalam masyarakat, sehingga dalam hal ini hakim (Bandingkan, M Mardjono Reksodiputro,, 1994 : 63), pengawas dan pengamat dengan kewenangannya memeriksa tentang pelaksanaan putusan pengadilan sudah dijalankan dengan benar atau tidak dan juga pembinaan terhadap narapidananya. Ironisnya, berdasarkan penelitianawal penulis, pada kenyataan saat ini banyak narapidana yang dalam masa menjalani pidananya di lembaga pemasyarakatan dapat keluar dari tempat lembaga pemasyarakatan tersebut. Bahkan yang sangat ironisnya lagi, bahwa ada beberapa sebagaian besar narapidana yang telah selesai menjalani pidananya kemudian menjadi terdakwa atau terpidana dalam perkara pidana lainnya atau sejenisnya (residive). Selain itu, munculnya kasus-kasus melarikan diri, perkelahian sesama narapidana, bunuh diri 80 - Volume 1, No. 2, Mei 2014 dalam kamar hunian, pemerasan, transaksi narkoba, dan sebagainya, merupakan kasus-kasus yang kerap sekali terjadi di Lembaga Pemasyarakatan. KAJIAN KEPUSTAKAAN Perlunya kesamaan pandangan di antara penegak hukum tentang tujuan pidana semata-mata bukan untuk kepentingan lembaga pemasyarakatan, tetapi lebih kepada usaha rehabilitasi narapidana, serta mencegah agar tidak terjadi residivis, maupun penolakan pada saat kembali ke masyarakat. Teori utilitarian hendak mencari suatu keseimbangan akan perlunya hukuman. Kalau seandainya efek penjeraan dari hukuman itu tidak ada, maka hukuman itu tidak perlu lebih jauh. Pemahaman teori ini mengatakan, bahwa tidak mutlak suatu kejahatan itu harus di ikuti dengan suatu pidana melainkan harus dipersoalkan manfaat dari suatu pidana 1983 : 26 27). Lebih jauh teori semacam ini diuraikan oleh Van Bemmele (Van Bemmelen, 1984 : 27) yang berpendapat, bahwa pidana itu bersifat : 1. Prevensi umum (pencegahan umum). Para sarjana yang membela prevensi umum berpendapat, bahwa pemerintah berwenang menjatuhkan pidana untuk mencegah rakyat melakukan tindak pidana; 2. Prevensi khusus (pencegahan khusus). Mereka yang beranggapan, bahwa pidana adalah pembenaran yang terpenting dari pidana itu sendiri,
4 bertolak dari pendapat, bahwa manusia (pelaku suatu tindak pidana) dikemudian hari akan menahan dirinya supaya jangan berbuat seperti itu lagi, karena ia mengalami (belajar), bahwa perbuatannya menimbulkan penderitaan, jadi pidana berfungsi mendidik dan memperbaiki; 3. Fungsi perlindungan. Mungkin sekali, bahwa dalam pidana pencabutan kebebasan selama beberapa waktu, masyarakat akan terhindar dari kejahatan yang mungkin terjadi jika ia bebas. Pendapat tersebut dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pidana bukan lagi sekedar untuk melakukan pembalasan tetapi memiliki tujuan-tujuan yang bermanfaat. Jadi jelaslah, bahwa perlunya pidana terletak pada tujuannya bukan karena orang melakukan kejahatan tetapi supaya orang jangan melakukan kejahatan. (Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984 : 10). METODE PENELITIAN Metode Penelitian mengungkapkan caracara yang digunakan dalam proses penelitian. Bila terdapat persamaan matematika ataupun rumus maka harus diberi nomor secara berurutan dan dimulai dengan (1) sampai akhir makalah termasuk appendix. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jawaban bahwa dalam lembaga pemasyarakatan dalam hubungan sesama 81 - Volume 1, No. 2, Mei 2014 narapidana masih terdapat pelanggaranpelanggaran atau perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan tata tertib dari Lembaga pemasyarakatan yang dapat berupa : Penganiayaan atau perkelahian; Pencurian; Perjudian; Melawan petugas; dan Melarikan diri. Berdasarkan hasil penelitian hakim pengawas dan pengamat menunjukkan bahwa pengawasan dan pengamatan yang dilakukan 1-2 kali tersebut karena mereka sibuk dengan tanggung jawab pokok, yaitu mengadili perkara. Sebagai hakim pengawas dan pengamat, karena peranan tersebut telah diatur dalam KUHAP (Pasal 277). Oleh karena itu, hakim pengawas dan pengamat mengatakan mereka turun ke lapangan mengadakan pengontrolan ke lembaga pemasyarakatan dan mewawancarai petugas lembaga pemasyarakatan tanpa menyinggung secara detail sampai menyangkut perlakuan terhadap narapidana, bahkan mengontrol pelaksanaan hak-hak narapidana. Dengan demikian, terjauhkan pengadilan dari permusuhan dengan lembaga pemasyarakatan. Kontrol yang dilaksanakan oleh hakim pengawas dan pengamat dilaksanakan dengan cara : 1) Mengadakan wawancara dengan petugas dan narapidana; 2) Observasi melihat-lihat keadaan Lapas, tanpa diikuti tindakan mengoreksi dan 1ain-lain. Setalah itu, berdasarkan format yang ada seperti disebutkan di atas hakim
5 pengawas dan pengamat melaporkannya kepada Ketua Pengadilan tanpa tindakan lanjutan lainnya. Sehubungan dengan tugas pengamatannya yang ditujukan sebagai bahan penelitian bagi pemidanaan yang akan datang, tidak terealisir dengan jelas. Dengan demikian, apa yang telah dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat tidak tampak berpengaruh terhadap pemidanaan jika telah kembali ke pengadilan. Selanjutnya kendala-kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang tidak memberikan batasan yang jelas, khususnya yang menyangkut hak hak asasi narapidana mana yang harus dilindungi olehnya. 2. Kurang personil hakim, sehingga menyulitkannya dalam menyediakan waktu untuk pengawasan dan pengamatan yang dianggap sebagai tugas sampingan. 3. Tidak ada fasilitas pendukung terhadap hakim pengawas pengamat dalam melaksanakan tugasnya. Melihat kepada pelaksanaan yang dapat dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat dan tujuan yang hendak dicapai dari kontrol yang dilaksanakan hakim pengawas dan pengamat ini, maka dapat dikatakan faktor-faktor yang menghambat, yaitu: 1. Peraturan Perundang-Undangan Hakim pengawas dan pengamat ini memang telah mendapat pengaturannya dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab XX KUHAP (Pasal 277 s/d pasal 283) 82 - Volume 1, No. 2, Mei 2014 mengenai pengawasan dan pengamatan pelaksanan putusan Pengadilan, dan juga dalan Surat Edaran Mahkamah Agung R.I. No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat. Bila dilihat ketentuanketentuan di atas, tidak dimuat secara tegas apa yang merupakan tugas pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pidana termasuk hak-hak dari narapidana, dan untuk itu hakim pengawas dan pengamat ini harus melihatnya dalam KUHP, UU No. 5 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 2. Fasilitas Hambatan fasilitas yang diperlukan hakim pengawas dan pengamat dalam melaksanakan kontrol ke lapangan adalah segi dana bagi operasionalnya. Fasilitas ini diperlukan untuk tranportasi dan bila tidak dipunyainya maka kontrol ke lembaga pemasyarakatan tidak dapat dilaksanakan oleh hakim pengawas dan pengamat. 3. Aparat yang terlibat dalam pelaksanaan putusan pengadilan Aparat Yang dimaksudkan di sini adalah hakim pengawas dan pengamat sendiri yang bertugas melakukan kontrol dari pelaksanaan putusan
6 Pengadilan, supaya hak-hak dari narapidana dapat dilindunginya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan dari keseluruhan hasil penelitian dan pembahasan seperti telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, penulis dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hakim pengawas dan pengamat pengaturannya diatur dalam KUHAP dan SEMA No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat, melakukan control terhadap pelaksanaan putusan hakim Pengadilan Negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kenyataannya hakim pengawas dan pengamat belum pernah mengikuti sidan TPP baik ditingkat kanwil maupun di tingkat pemasyarakatan. 2. Hakim dalam pelaksanaan tugas tidak semerta-merta mencapai target akhir yaitu menjatuhkan pidana bagi terdakwa, tetapi kepada setiap hakim pengawas dan pengamat masih dibebani kewajiban untuk mengetahui sampai dimana pelaksanaan putusan hakim telah dilaksanakan, untuk mengetahui hal tersebut hakim pengawas dan pengamat harus turun ke Lembaga Pemasyarakatan. 3. Hambatan dan kendala yang dihadapi oleh hakim pengawas pengamat dalam melaksanakan tugasnya adalah undangundang tidak memberikan batasan yang jelas, khususnya menyangkut hak-hak asasi narapidana mana yang harus dilindungi, kurangnya personil hakim sehingga menyulitkan dalam menyediakan waktu untuk pengawasan dan pengamatan yang dianggap sebagai tugas sampingan dipihak lain dengan tidak disediakan transportasi dan biaya operasional lapangan berdampak seharusnya hakim pengawas dan pengamat melakukan control ke Lapas dalam jangka waktu 3 bulan sekali menjadi sekali atau 2 kali dalam setahun, dengan demikian hakim pengawas dan pengamat belum memenuhi tujuan sistem peradilan pidana. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Disarankan pemerintah agar dapat membentuk lembaga tersendiri yang keberadaannya dibawah pengawasan Mahkamah Agung. 2. Disarankan agar peran hakim pengawas dan pengamat tidak hanya sebatas mengawasi dan mengamati narapidana yang masih berstatus tahanan, tetapi hendaknya juga mengamati narapidana 83 - Volume 1, No. 2, Mei 2014
7 yang tidak keluar dari Lapas. 3. Disarankan hendaknya ada perbandingan yang rasional antarajumlah hakim pengawas dan pengamat dengan jumlah narapidana untuk melaksanakan pengawasan dan pengamatan secara efektif. diterjemahkan oleh Hasnan, Bina Cipta, Bandung, Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Garuda Metropolitan Press, Jakarta, DAFTAR KEPUSTAKAAN Andi, H dan S. Rahayu Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta,. Bambang, P Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta. Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni Bandung, Moh. Koesnoe, Kedudukan dan Fungsi Kekuasaan Kehakiman Menurut UUD 1945, Varia Peradilan tahun XI, No. 129 Juni M. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan karangan Buku Ketiga, Pusat pelayananan Keadilan, dan Pengabdian Hukum d/n Lembaga Kriminologi UI Jakarta, Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Suryono Sutarto, Sari Hukum Acara Pidana, Yayasan Cendikia Purna Dharma, Semarang, Van Bemmelen, Hukum Pidana I, 84 - Volume 1, No. 2, Mei 2014
I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Salah satu ciri negara hukum Indonesia yaitu adanya. yang bertugas mengawal jalannya pemeriksaan sidang pengadilan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu negara tidak boleh melaksanakan kewenangannya atas dasar kekuasaan belaka, tetapi harus berdasarkan
Lebih terperinciPERSPEKTIF KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP NARAPIDANA YANG MELARIKAN DIRI PADA SAAT MENJALANI PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
ISSN 2302-0180 9 Pages pp. 29-37 PERSPEKTIF KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP NARAPIDANA YANG MELARIKAN DIRI PADA SAAT MENJALANI PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Muhammad Nasir 1, Mohd. Din. 2 Dahlan Ali,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia oleh bangsa ini sudah mulai dilaksanakan sejak Indonesia merdeka. Pembaharuan hukum pidana yang diterapkan dan hendak dilaksanakan
Lebih terperinciPenerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan
1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui
Lebih terperincimenegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk
1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses
Lebih terperinciPIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto
PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstract Titles in this writing
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum. Oleh: CINDY LUSITA NOVELLA NIM.
IMPLEMENTASI PENGAWASAN DAN PENGAMATAN TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN OLEH HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT (STUDI DI PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG) JURNAL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau
Lebih terperinciANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA
ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA Oleh : Hendra Rusliyadi Pembimbing : IGN Dharma Laksana Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract:
Lebih terperinciOLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
PENERAPAN VONIS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA (Study Kasus Pengadilan Negeri Denpasar Nomor. 304/Pid.Sus/2016/PN.Dps, Tentang Tindak Pidana Narkotika) OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati A.A Gde Oka Parwata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,
Lebih terperinciRELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh Ida Ayu Made Merta Dewi Pembimbing Akademik : Yuwono Program Kekhususan : Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sistem pemeriksaan hukum acara pidana di peradilan Indonesia mewajibkan kehadiran terdakwa yang telah dipanggil secara sah oleh penuntut umum untuk diperiksa oleh
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN Oleh: Anak Agung Linda Cantika I Wayan Wiryawan Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH OPTIMALISASI HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT BERLANDASKAN EKSISTENSI HUKUM POSITIF
JURNAL ILMIAH OPTIMALISASI HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT BERLANDASKAN EKSISTENSI HUKUM POSITIF Diajukan oleh : YUSI PRININGRUMSARI NPM : 120511074 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan
Lebih terperinciBAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan
BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana di negara kita selain mengenal pidana perampasan kemerdekaan juga mengenal pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pidana yang berupa pembayaran
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperinciKOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM
PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN TERHADAP KETERLAMBATAN PEMBERIAN PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN (EXTRACT VONNIS) OLEH PENGADILAN SERTA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH PENUNTUT UMUM Disampaikan oleh
Lebih terperinciPELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK
1 PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK Penyalahgunaan narkoba sebagai kejahatan dimulai dari penempatan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciPENDEPORTASIAN ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN
ISSN 2302-0180 7 Pages pp. 62-68 PENDEPORTASIAN ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN Gindo Ginting 1, Faisal A Rani 2, Dahlan Ali 3 1) Magister Ilmu Hukum Program Banda Aceh e-mail : gindo_g@yahoo.co.id
Lebih terperinciDessi Perdani Yuris Puspita Sari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah
93 IMPLEMENTASI TUGAS HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT DALAM PENGAWASAN DAN PENGAMATAN TERHADAP NARAPIDANA (Kajian di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Purwokerto) Dessi Perdani Yuris Puspita Sari Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,
Lebih terperinciKebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36
Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar
Lebih terperinciPIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA
PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Astrid Yolanda Sari Pembimbing : I Made Tjatrayasa Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan: Hukum Pidana Abstract:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata. Hal tersebut dipertegas di dalam Konstitusi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak melakukan pelanggaran, salah satunya adalah penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya menjadi masalah lokal maupun nasional,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proklamasi Kemerdekaaan 17 Agustus 1945, pada hakikatnya bertujuan. untuk membangun manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia yang secara formal dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaaan 17 Agustus 1945, pada hakikatnya bertujuan untuk membangun manusia dan masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) merupakan suatu usaha untuk memahami serta menjawab pertanyaan tentang apa tugas hukum pidana dimasyarakat dan bukan
Lebih terperinciEKSISTENSI KEBERADAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. Oleh: Laras Astuti
EKSISTENSI KEBERADAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Oleh: Laras Astuti Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta E-mail: larasastuti@law.umy.ac.id Abstrak
Lebih terperinciTUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM
TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :
Lebih terperinciFungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak
Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional sepertinya belum mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini terlihat dari sedikitnya hak-hak korban
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PEDOMAN TUNTUTAN PIDANA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI PADA KEJAKSAAN NEGERI WONOSOBO BAB I
TINJAUAN YURIDIS PEDOMAN TUNTUTAN PIDANA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI PADA KEJAKSAAN NEGERI WONOSOBO BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus-kasus korupsi di negeri
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan dan Sekitar Penahanan 1. Pengertian Penahanan Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan merupakan penempatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) sebagaimana yang. termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 1 Segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.
Lebih terperinciUPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENGAWASAN PUTUSAN PENGADILAN BERUPA REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA OLEH HAKIM PENGAWAS ( Studi di Pengadilan Negeri Klas IA Padang )
PELAKSANAAN PENGAWASAN PUTUSAN PENGADILAN BERUPA REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA OLEH HAKIM PENGAWAS ( Studi di Pengadilan Negeri Klas IA Padang ) ARTIKEL Oleh: Erich Novrianto NPM. 1110012111036 Bagian
Lebih terperinciadalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai
Lebih terperinciPENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA
PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Strata Satu (S1) Bidang Ilmu Hukum Oleh : MUHAMMAD
Lebih terperinciPENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh Aditya Wisnu Mulyadi Ida Bagus Rai Djaja Bagian Hukum Pidana Fakultas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002
SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan merupakan masalah krusial yang sangat meresahkan masyarakat, baik itu dari segi kualitas maupun dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,
Lebih terperinciREHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh : Made Ana Wirastuti I Ketut Suardita Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program Ekstensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PEGAMAT TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II.B KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Marwan Busyro 1
PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PEGAMAT TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II.B KOTA PADANGSIDIMPUAN Oleh: Marwan Busyro 1 ABSTRAK Permasalahan penelitian ini adalah, pertama, apakah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas maka penulis mengambil kesimpulan: sering jadi pertimbangan khusus di mana penerapan sanksi pidana
55 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis di atas maka penulis mengambil kesimpulan: 1. Penerapan hukum yang berupa sanksi pidana terhadap WNA yang menjadi pengedar psikotropika yang tertangkap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlak dari Bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Negara Indonesia adalah Negara yang
Lebih terperinciPERAN JAKSA DALAM PENGAWASAN NARAPIDANA YANG DIBERIKAN PELEPASAN BERSYARAT DI KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Surakarta)
PERAN JAKSA DALAM PENGAWASAN NARAPIDANA YANG DIBERIKAN PELEPASAN BERSYARAT DI KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai pelaku tindak pidana, proses hukum pertama yang akan dijalani adalah proses penyelidikan. Seseorang
Lebih terperinci