BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008). Diperkirakan ¼ populasi manusia di dunia telah terinfeksi oleh T. gondii (Dubey, 2001). Menurut Soejoedono (2004), luasnya penyebaran toksoplasmosis pada manusia dan hewan baik hewan piaraan maupun satwa liar menyebabkan penyakit ini telah lama dimasukkan ke dalam program zoonosis oleh Food and Agricultur Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO). Toxoplasma gondii merupakan parasit yang bersifat intraselular dan ekstraselular. Toksoplasmosis merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis. Penyakit ini berbahaya bila diderita oleh wanita hamil atau penderita yang mengalami imunodefisiensi seperti AIDS. Wanita hamil yang menderita infeksi toksoplasmosis primer dapat mengalami keguguran dan dapat juga terjadi kelainan kongenital yang berat pada janin seperti hidrosefalus, retardasi mental dan retinokoroiditis yang dapat menyebabkan kebutaan (Remington et al., 1995; Gandahusada, 1995 dan Jacobs et al., 1982). 1
2 Toksoplasmosis pada hewan banyak menimbulkan kerugian ekonomi yang penting. Hal ini disebabkan karena dapat menyebabkan abortus, kematian dini dan kelainan kongenital, serta biaya pemeliharaan yang sangat besar pada suatu usaha peternakan rakyat dan skala industri (Nurcahyo, 2012). Selain itu, alasan untuk mengontrol lebih ketat dilakukan dengan langkah-langkah untuk mencegah toksoplasmosis yang ditekankan pada masalah penyakit dan ekonomi (Kijlstra dan Jongert, 2008). Toxoplasma gondii ditemukan pertama kali oleh Nicolle dan Manceauk pada tahun 1908 dari limpa dan hati rodensia Ctenodactilus gondii dari Tunisia, Afrika Utara dan sejak saat itu telah ditemukan pada lebih dari 200 spesies mamalia dan burung. Hospes definitif Toxoplasma hanya anggota familia karnivora Felidae seperti kucing, jaguarondi, ocelot, singa gunung, kucing, macan tutul, bobcat dan mungkin cheetah (Levine, 1995). Kucing dan hewan golongan Felidae lainnya merupakan hospes definitif Toxoplasma gondii, tempat dimana parasit ini memperbanyak diri dan berkembang biak secara seksual. Dalam tubuh kucing, Toxoplasma gondii berkembang secara intraintestinal (di dalam jaringan usus) dan ekstraintestinal (di luar jaringan usus). Di dalam usus kucing, Toxoplasma gondii berkembang membentuk stadium hidup yang disebut oosista. Oosista ini dikeluarkan bersama dengan feses dan dapat menjadi sumber penularan bagi makhluk hidup lainnya, seperti tikus, kambing, domba, dan manusia (Dubey, 2010).
3 Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis toksoplasmosis karena infeksi T. gondii tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik/patognomonik. Diagnosis toksoplasmosis yang paling akurat adalah dengan cara menemukan parasit dalam tubuh penderita (Dharmana, 2007). Deteksi antibodi IgM serum yang diambil dari fetus menunjukkan sintesis antibodi yang spesifik namun sensitivitasnya sangat rendah (Jones, 1999). Uji serologis yang dapat dilakukan antara lain Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan uji Aglutinasi (misalnya Card Agglutination Test/CATT) yang semuanya ditunjukkan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap T. gondii, baik IgM, IgG, IgA ataupun IgE (Dharmana, 2007). Diagnosis toksoplasmosis berdasarkan gejala klinis seperti diuraikan diatas sering kali meragukan, sedangkan pengujian feses dengan metode sentrifus juga seringkali sulit menemukan oosista dalam feses. Uji biologis dengan menggunakan hewan laboratorium tidak praktis karena memerlukan waktu yang lama, sehingga perlu adanya sarana diagnosis yang akurat, cepat dan aman untuk diagnosis dalam penanganan penyakit (Hiswani, 2001). Menemukan parasit dalam jaringan tubuh penderita bukanlah suatu hal yang mudah, untuk mengatasi masalah pada metode konvensional, maka dikembangkan metode diagnosis lain seperti pengembangan metode diagnosis dengan pendekatan serologi, histopatologi dan imunohistokimia.
4 Imunohistokimia (IHK) merupakan metode deteksi protein atau imunogen dalam jaringan dengan prinsip reaksi imunologi melalui deteksi ikatan antigen dan antibodi. Imunohistokimia mempunyai nilai lebih dibandingkan metode imunologi lainnya, seperti Western Blot, ELISA dan PCR yaitu pendeteksian insitu, yaitu dapat menentukan lokasi protein yang diidentifikasi (Santos et al., 2009). Metode imunohistokimia yang banyak digunakan dan sangat sensitif adalah metode avidin biotin atau disebut metode Avidin Biotin Complex (ABC). Metode ini merupakan modifikasi dari metode tidak langsung, namun antigen yang telah berikatan langsung dengan antibodi primer, selanjutnya antibodi primer berikatan dengan antibodi sekunder yang telah mengalami biotinilasi (terkonjugasi dengan biotin). Pada setiap ujung tangan antibodi sekunder telah terkonjugasi dengan biotin yang dapat mengikat molekul avidin dengan meneteskan larutan kompleks avidin biotin, maka antibodi sekunder membentuk kompleks dengan avidin melalui biotin. Biotin pada ABC diikatkan dengan peroksidase dan enzim tersebut divisualisasikan melalui ikatan dengan substrat yang telah diberi kromogen (Bionisch, 2001).
5 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka terdapat permasalahan yaitu perlunya kajian distribusi stadium Toxoplasma gondii pada berbagai organ kucing dengan metode histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) dan imunohistokimia. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk : 1. Mendeteksi Toxoplasma gondii pada berbagai organ kucing yang secara serologis CATT Pastorex positif, dengan menggunakan metode histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) dan imunohistokimia. 2. Melihat distribusi Toxoplasma gondii pada berbagai organ kucing. 3. Mengetahui stadium Toxoplasma gondii pada kucing. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai deteksi Toxoplasma gondii dengan metode histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) dan imunohistokimia telah dilakukan sebelumnya oleh Alves et al (2014) yang
6 meneliti tentang sensitifitas dan spesifitas uji serologis, histopatologi dan imunohistokimia untuk mendeteksi Toxoplasma gondii pada unggas lokal di Brazil. Penelitian tersebut menggunakan metode serologi dengan Indirect Fluorescent Antibody Test (IFAT), Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Modified Agglutination Test (MAT) dan Indirect Hemagglutination Test (IHAT), sedangkan organ hewan yang diteliti adalah organ otak, hati dan daging ayam. Penelitian yang lain yang pernah dilakukan yaitu tentang pengujian imunohistokimia untuk mendeteksi Toxoplasma gondii pada organ domba yang sebelumnya telah dilakukan uji serologis dengan Modified Agglitination Test (MAT), dan organ yang diperiksa adalah otak, hati, jantung, diafragma, ginjal dan paru domba (Silva et al., 2013). Penelitian yang berkaitan dengan deteksi Toxoplasma gondii dengan pemeriksaan histopatologi menggunakan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) dan pemeriksaan imunohistokimia menggunakan primary polyclonal anti-t. gondii antibody (rabbit) (Abcam, USA) sebagai antibodi primer untuk melihat distribusi dan stadium Toxoplasma gondii pada berbagai organ kucing belum pernah dilakukan di Indonesia. Persamaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah penggunaan metode histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) atau imunohistokimia atau keduanya dalam mendeteksi Toxoplasma gondii, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini menggunakan berbagai organ kucing untuk melihat distribusi dan stadium Toxoplasma gondii pada jaringan organ.
7 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memecahkan masalah diagnosis penyakit toksoplasmosis dengan memberi informasi tentang deteksi Toxoplasma gondii dengan mengunakan metode histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) dan imunohistokimia serta mengetahui distribusi dan stadium Toxoplasma gondii pada berbagai organ kucing. Metode imunohistokimia mampu menjawab keraguan dalam diagnosis toksoplasmosis yang tidak menunjukkan lesi spesifik secara mikroskopik dengan metode HE. Informasi ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang perbandingan pengujian diagnosis, pola distribusi dan stadium Toxoplasma gondii pada kucing.