BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Masih sedikit data yang secara khusus menjelaskan tentang kebutuhan nutrisi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh, memproses, dan memahami dasar informasi kesehatan dan. kebutuhan pelayanan, yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekelompok (peer group) serta kurangnya kepedulian terhadap masalah kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah kalori yang dibakar dalam proses metabolisme (Hasdianah dkk, Obesitas juga dapat membahayakan kesehatan (Khasanah, 2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa, yang berawal dari usia 9 tahun dan berakhir di usia 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Citra tubuh (body image) merupakan persepsi dinamis dari tubuh seseorang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diet merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja di era moderen seperti saat ini.

BULIMIA NERVOSA. 1. Frekuensi binge eating

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan tubuh dan mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH IDEAL DENGAN USAHA MEMBANGUN DAYA TARIK FISIK PADA PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah Negara beriklim tropis dengan sumber daya alam yang

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena overweight saat ini sedang menjadi perhatian. Overweight atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

PENDIDIKAN GIZI DALAM SURVEILANS UNDERWEIGHT PADA REMAJA PUTRI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan pematangan (Hurlock,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kotler dalam Anwar (2009) mengatakan citra adalah ide serta impresi

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Santri merupakan sebutan untuk murid yang bertempat tinggal di suatu

Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. balita, anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, makanan yang memenuhi syarat

GIZI SEIMBANG BALITA OLEH : RINA HASNIYATI, SKM, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

Transkripsi:

4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan nutrisi pada anak remaja putri Masih sedikit data yang secara khusus menjelaskan tentang kebutuhan nutrisi pada remaja. Variabilitas yang luas dalam kecepatan pertumbuhan, aktifitas fisik, kecepatan metabolik, status fisiologis, dan adaptasi menyebabkan kesulitan dalam memperkirakan kebutuhan nutrisi spesifik pada remaja putri. 13 Remaja putri membutuhkan nutrisi yang lebih tinggi dimana onset menstruasi mengakibatkan anak remaja putri membutuhkan peningkatan konsumsi zat besi dan protein. 14,15 Selain itu tingginya kebutuhan energi dan nutrisi ini dikarenakan adanya perubahan dan pertambahan berbagai dimensi tubuh, massa serta komposisi tubuh. 14 Sekitar 15% sampai 20% tinggi badan dewasa dicapai pada masa remaja, 25% sampai 50% berat badan ideal dewasa dicapai pada remaja dimana waktu pencapaian dan jumlah penambahan berat badan sangat dipengaruhi asupan makanan dan energi, 45% tambahan massa tulang terjadi pada masa remaja dan akhir dekade ke dua kehidupan 90% massa tulang tercapai. Pada perempuan dengan pubertas terlambat terjadi kegagalan penambahan massa tulang sehingga kepadatan tulang lebih rendah pada masa dewasa. Dalam hal ini status nutrisi merupakan salah satu faktor lingkungan yang turut menentukan onset pubertas. 14 Nutrisi pada remaja hendaknya dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif serta maturitas seksual, juga memberikan cadangan yang cukup bila sakit atau hamil,

5 mencegah timbulnya penyakit terkait makanan, mendorong kebiasaan makan dan gaya hidup sehat. 14 The Recommended Dietary Allowances (RDA) membuat kategori nutrisi pada remaja berdasarkan usia kronologis, perkembangan maturitas, dan level aktifitas fisik. 4,13,15 Tabel 1. Kebutuhan nutrisi remaja putri menurut RDA. 4 9-13 thn 14-18 thn Energi (kkal/hari) 2071 2360 Karbohidrat ( gr/hari) 130 130 Total serat ( gr/hari) 26 28 Lemak n-6 polyunsaturated (gr/hari) 10 11 Lemak n-3 polyunsaturated ( gr/hari) 1.0 1.1 Protein ( gr/hari) 34 46 Vitamin A (μg/hari) 600 700 Vitamin C (mg/hari) 45 65 Vitamin D (μg/hari) 5 5 Vitamin E (mg/hari) 11 15 Vitamin K (μg/hari) 60 75 Tiamin (mg/hari) 0.9 1.0 Riboflavin (mg/hari) 0.9 1.0 Niacin (mg/hari) 12 14 Vitamin B6 (mg/hari) 1.0 1.2 Folat (μg/hari) 300 400 Vitamin B12 (μg/hari) 1.8 2.4 Asam pantotenat (mg/hari) 4 5 Biotin (μg/hari) 20 25 Colin(mg/hari) 375 400 Kalsium(mg/hari) 1300 1300 Kromium(μg/hari) 21 24 Tembaga(μg/hari) 700 890 Florida(mg/hari) 2 3 Iodin(μg/hari) 120 150 Besi(mg/hari) 8 15 Magnesium(mg/hari) 240 360 Mangan(mg/hari) 1.6 1.6 Molibdenum(μg/hari) 34 43 Posfor(mg/hari) 1.25 1.25 Selenium(μg/hari) 40 55 Zinc(mg/hari) 8 9 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku makan remaja putri 2.2.1 Keluarga Semenjak berat badan menjadi suatu isu yang sensitif di kalangan remaja putri, banyak orangtua menjadi sangat perhatian terhadap berat badan anak mereka. Orangtua sering kesulitan berdiskusi tentang berat badan dengan

6 anak mereka. Rumah dan lingkungan keluarga telah diidentifikasi sebagai suatu pengaruh penting terhadap berat badan anak di kemudian hari. 9 Kebiasaan makan bersama dalam keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan perilaku yang baik dan asupan makanan yang baik. 16 Komentar dari anggota keluarga yang berhubungan dengan berat badan, teladan orangtua dan dorongan untuk perilaku diet dapat memberikan pengaruh negatif terhadap perilaku makan remaja putri, meskipun tidak semua studi mendukung hipotesis ini. 9 Beberapa studi melaporkan bahwa remaja putri cenderung meniru perilaku makan ibunya. 9,16,17 Sebuah studi cross-sectional di Amerika Serikat melaporkan bahwa fasilitas fisik di rumah dan ketersediaan makanan sehat atau tidak sehat di rumah berpengaruh terhadap perilaku makan remaja putri. 16 Studi crosssectional di Minnesota mengatakan adanya hubungan tingkat pendidikan orangtua dengan dorongan berperilaku makan yang sehat terhadap anak serta menciptakan lingkungan yang mendukung supaya berperilaku sehat di rumah. 18 2.2.2 Persahabatan Teman-teman remaja putri dapat mempengaruhi gaya hidup remaja putri. 4,19 Untuk memperoleh penerimaan dari teman-teman mereka, remaja putri akan mencoba mengadopsi kepercayaan dan perilaku yang dipraktekkan teman mereka. Beberapa studi melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku makan yang berorientasi menurunkan berat badan pada remaja putri dengan perilaku serupa yang dilakukan teman mereka. Studi tersebut menilai adanya hubungan yang bermakna antara tekanan yang

7 diberikan oleh teman sebaya mereka dengan meningkatnya risiko perilaku berdiet. 17,19 2.2.3 Media Televisi dan majalah lebih mempengaruhi perilaku makan remaja dibanding dengan media massa yang lain. 13 Media televisi dan majalah sering mendorong remaja putri untuk mencapai tubuh langsing yang tidak realistik sebagai bentuk yang ideal. 17 Remaja putri ditekan oleh media yang memberi pesan tentang asupan nutrisi, diet dan olah raga. 20 Sebuah studi prospektif di Amerika Serikat melaporkan adanya hubungan yang positif antara paparan terhadap majalah kecantikan dan fashion dengan peningkatan gangguan perilaku makan pada remaja putri. 17 Telah diperkirakan bahwa sebelum mencapai usia remaja, seorang remaja putri rata-rata telah mengkonsumsi kira-kira 100.000 jenis makanan komersial yang mayoritas tinggi kadar lemak dan rendah karbohidrat. 13 2.2.4 Citra tubuh Definisi citra tubuh menurut Banfield dan McCabe adalah sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya. Hal ini meliputi ukuran, bentuk, struktur yang dipengaruhi oleh faktor sejarah, sosial budaya, individual dan biologik. Komponen perseptif citra tubuh didefinisikan sebagai suatu perkiraan ukuran, berat dan bentuk tubuh sendiri terhadap proporsi yang sesungguhnya. 21 Saat ini ada tiga komponen yang mempengaruhi citra tubuh yaitu akurasi persepsi sesuai dengan tubuh, komponen subjektif atau kepuasan terhadap ukuran tubuh seseorang, serta aspek perilaku atau penghindaran

8 situasi yang dapat menyebabkan kecemasan akan citra tubuh atau ketidakpuasan. 5 Sejak penampilan fisik menjadi hal yang sangat diperhatikan, maka remaja putri akan berfokus pada berat badan dan bentuk tubuh dalam proses perkembangan citra dirinya. Konsekuensinya, citra tubuh akan berhubungan erat dengan perilaku makan remaja putri yang tujuan utamanya adalah untuk mencapai penampilan fisik yang diinginkan. Citra tubuh yang negatif mempunyai hubungan dengan rasa percaya diri yang rendah pada remaja putri dan rasa percaya diri yang rendah diidentifikasi sebagai faktor resiko yang penting terhadap terjadinya gangguan perilaku makan. 8 Citra tubuh remaja putri dapat dinilai dengan menggunakan Contour Drawing Rating Scale. Skala pengukuran ini digunakan untuk menilai bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan seorang remaja putri terhadap tubuh mereka sendiri yang disebut dengan istilah index of body dissatisfication. Sehingga body dissatisfication dapat didefinisikan sebagai evaluasi negatif dari seseorang akan tubuhnya sendiri dan ini merupakan salah satu komponen dari citra tubuh yang berhubungan dengan perilaku. 22 Skala ini mempunyai 9 skor yaitu very underweight (skor 1) sampai very overweight ( skor 9). Hasil pengurangan antara nilai bagaimana seorang remaja putri membayangkan tubuh dengan nilai bagaimana tubuh yang mereka inginkan disebut dengan index of body dissatisfication atau skor ketidakpuasan. Skor yang positif mengindikasikan adanya keinginan untuk lebih kurus, skor nol mengindikasikan adanya kepuasan, skor yang negatif mengindikasikan adanya keinginan untuk lebih gemuk. 8 Berikut adalah 9 skala dalam penilaian citra tubuh

9 Gambar 1. Contour Drawing Rating Scale. 8 2.3 Perilaku makan remaja putri Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku makan remaja diatas maka beberapa perilaku makan yang umum dijumpai pada remaja putri adalah sebagai berikut : 2.3.1 Perilaku makan tidak teratur Pola makan tidak teratur dan lupa makan umum dijumpai pada remaja putri. Sarapan dan makan siang merupakan hal yang paling sering dilupakan, namun aktifitas sosial dan program sekolah dapat juga menyebabkan seorang remaja putri tersebut melewatkan makan malamnya. Literatur melaporkan bahwa 89% remaja putri percaya akan pentingnya sarapan, namun hanya 60% melakukannya dengan teratur. 13 Alasan remaja putri untuk tidak sarapan umumnya adalah kurangnya waktu, keinginan tidur lebih lama di pagi hari, kurangnya selera makan, dan program diet untuk menurunkan berat badan. 16 2.3.2 Kebiasaan mengemil

10 Penelitian terdahulu menyatakan bahwa 88% remaja putri mempunyai kebiasaan mengemil paling tidak satu jenis per hari. Proporsi energi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sebagai cemilan berjumlah kirakira 25% sampai 33% dari asupan energi harian remaja putri. Prevalensi snacking dan proporsi kalori makanan yang dikonsumsi sebagai cemilan meningkat dalam beberapa tahun terakhir. 23 Kebiasaan mengemil dapat dianggap berbahaya karena dapat menurunkan selera seseorang dalam konsumsi makanan reguler. Selain itu cemilan juga biasanya mengandung kadar kalsium, serat, vitamin A dan zat besi yang lebih rendah tetapi mempunyai kadar lemak yang lebih tinggi. 24 Sebaliknya ada juga cemilan yang dikonsumsi remaja tidak hanya rendah kalori, tapi juga berisi proporsi penting asupan kalori yang direkomendasikan seperti protein, riboflavin, dan asam askorbat. Cemilan dapat mempunyai pengaruh positif terhadap asupan nutrisi remaja, jika remaja tersebut bijaksana memilih cemilan yang sesuai. 13 2.3.4 Jarang menikmati makan bersama keluarga Penelitian terdahulu menyatakan bahwa sekitar sepertiga dari remaja yang menikmati makan malam bersama kelurga mereka tiap hari. Sekitar 22% sampai 32% remaja melaporkan bahwa mereka tidak pernah atau hanya beberapa kali dalam seminggu makan malam bersama keluarga mereka. 23 Alasan remaja untuk tidak menikmati makan malam bersama keluarga adalah ketidaksesuaian jadwal antara mereka dan orangtua, adanya keinginan untuk bebas, ketidakpuasan dalam relasi antar anggota keluarga. Makan bersama keluarga mempunyai hubungan dengan

11 kualitas diet yang lebih baik dibandingkan dengan semua kegiatan makan. Remaja putri yang lebih banyak makan malam bersama dengan keluarga mereka mempunyai asupan dan pola makan yang lebih sehat. 24 2.3.4 Kebiasaan makan di luar rumah Selama masa remaja, waktu lebih banyak dihabiskan bersama temanteman mereka dibandingkan dengan keluarga. Begitu remaja menjadi lebih mandiri maka kebiasaan makan jauh dari rumah makin meningkat. 24 Sepertiga remaja mempunyai kebiasaan makan di luar rumah dimana 52% biasanya makan di sekolah, 16% makan makanan cepat saji di restoran, 6% di mesin penjual makanan, 26% makan di tempat-tempat lainnya. Rata-rata remaja mengkonsumsi makanan cepat saji di restoran dua kali dalam seminggu. 23 Restoran cepat saji dan food court adalah tempat favorit untuk dikunjungi remaja untuk beberapa alasan seperti situasi informal dan nyaman, harga relatif murah, dapat dimakan diluar restoran, layanan cepat dan penawaran paket sesuai untuk remaja yang sibuk. Selain itu restoran cepat saji juga sering mempekerjakan beberapa remaja sehingga meningkatkan nilai sosial dari restoran. 24 Konsumsi makanan cepat saji membawa pengaruh langsung terhadap status nutrisi remaja putri. Beberapa makanan cepat saji mempunyai kadar lemak yang tinggi dan rendah mikronutrisi. 23,25 Sebenarnya remaja putri tersebut dapat meningkatkan nilai nutrisi makanan cepat saji dan menurunkan kadar lemak dengan cara meminta juice atau susu daripada soft drink, memilih selada sebagai makanan tambahan daripada makanan gorengan, meminta makanan yang

12 dipanggang daripada sandwich goreng dan menghindari makanan porsi besar meskipun dengan penawaran yang lebih murah. 23 2.3.5 Diet dan perilaku makan yang mengontrol berat badan Diet adalah praktek makan yang paling umum dijumpai dan tersebar luas di kalangan remaja putri. 11,26-28 Sebuah studi di Bangladesh pada tahun 2004 melaporkan prevalensi thinness (kurus) dan stunting (pendek) pada remaja putri usia 13 sampai 18 tahun telah tersebar luas. 29 Menurut suatu survei nasional di Amerika pada tahun 1999 sebanyak 59% dari anak sekolah SMU putri melaporkan percobaan untuk menurunkan berat badan selama 30 hari. Hampir 20% remaja putri pergi keluar rumah selama 24 jam atau lebih tanpa makan sama sekali, 11% mengkonsumsi pil diet, 8% mengkonsumsi obat muntah atau laksatif untuk menurunkan berat badan. 23 Studi cross-sectional di Nova Scotia melaporkan bahwa diantara remaja putri yang berusaha untuk menurunkan berat badannya, 11% adalah dengan cara berpuasa, 5% menggunakan obat-obatan dan merangsang diri sendiri untuk muntah. 11 Menurut laporan lembaga survei Eating Among Teens (EAT) yang melakukan studi terhadap 4746 siswi SMP dan SMU terdapat 12% remaja putri yang melakukan usaha muntah, konsumsi pil diet, menggunakan laksatif dan diuretik untuk menurunkan berat badan. Studi tersebut juga melaporkan 57% remaja putri memiliki perilaku makan tidak sehat. 30

13 2.4 Penilaian perilaku makan pada remaja putri dengan Dutch Eating Behaviour Questionnaires Dutch Eating Behaviour Questionnaire (DEBQ) pertama kali digambarkan oleh Van strien pada tahun 1986. DEBQ telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan dikatakan bahwa instrumen ini mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk penilaian perilaku makan remaja putri. 31 DEBQ merupakan suatu instrumen penilaian perilaku makan yang terdiri dari 33 pertanyaan dan terbagi ke dalam 3 jenis skala pengukuran yaitu perilaku makan yang berhubungan dengan emosi (emotional eating) terdiri dari 13 pertanyaan, perilaku makan yang diinduksi oleh pengaruh eksternal (externally induced eating) terdiri dari 10 pertanyaan, dan perilaku makan yang dikendalikan (restrained eating ) terdiri dari 10 pertanyaan. 31-33 Emotional eating behaviour didefenisikan sebagai kecenderungan untuk makan secara berlebihan akibat suasana mood yang negatif seperti kecemasan, depresi dan kesendirian. External eating behaviour didefenisikan sebagai kecenderungan untuk makan berlebihan akibat stimulus eksternal seperti makanan enak. Restrained eating didefinisikan sebagai kecenderungan untuk mengurangi asupan nutrisi dengan sengaja yang bertujuan mengurangi berat badan dan mencegah bertambahnya berat badan. 33 Skala restrained eating-debq adalah instrumen yang paling sering digunakan untuk menilai perilaku makan remaja putri. 3,31 Skala restrained- DEBQ ini sering dihubungkan dengan body dissatisfication dan keinginan menjadi lebih langsing. 34,35 Skala jawaban untuk masing-masing pertanyaan terdiri dari tiga jenis yaitu tidak (1), kadang-kadang (2) dan ya (3). Jenis kelamin, status nutrisi dan keinginan untuk mengurangi makan mempunyai

14 hubungan yang bermakna dengan skor yang lebih tinggi dari skala restrained eating-debq. 31,35 Studi cross-sectional di Belanda melaporkan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku makan yang dibatasi dengan perilaku makan yang dikendalikan yang diperantarai oleh status nutrisi. Studi ini melaporkan perilaku makan yang dibatasi lebih mempunyai hubungan yang kuat terhadap perilaku makan yang dikendalikan pada kelompok remaja yang overweight dibandingkan dengan kelompok remaja yang mempunyai berat badan normal. 31,35 Skor lebih dari 7 mengindikasikan seorang remaja putri cenderung mempunyai perilaku makan restrained eating. 36 Satu studi crosssectional di Belanda melaporkan reliabilitas dari instrumen ini sebesar 83%. 35

15 2.5. Kerangka konseptual Keluarga Media Persahabatan Citra tubuh Perilaku makan remaja putri Status nutrisi Makan tidak teratur Kebiasaan makan di luar rumah Kebiasaan mengemil Restrained- DEBQ Emotional -DEBQ DEBQ * Jarang makan bersama keluarga External- DEBQ Perilaku makan mengontrol BB Gambar 2. Kerangka konseptual Keterangan : Yang diamati dalam penelitian : Dutch Eating Behaviour Questionnaires