PERUBAHAN KONSTANTA LAJU PENGERINGAN PASTA DENGAN PERLAKUAN AWAL PUFFING UDARA 1

dokumen-dokumen yang mirip
Konstanta Laju Pengeringan Pada Proses Pemasakan Singkong Menggunakan Tekanan Kejut

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA PROSES PEMASAKAN KACANG METE DENGAN MANIPULASI TEKANAN 1

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

PENGERINGAN KACANG TANAH (ARACHIS HYPOGAEA,L) MENGGUNAKAN SOLAR DRYER 1

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KADAR AIR KRITIS PADA PROSES PENGERINGAN DALAM PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas (L) Lam.) ABSTRACT

Pengembangan Metode dan Peralatan Pengering Mekanis untuk Biji-bijian dalam Karung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN BANGUNAN PENGERING KERUPUK MENGGUNAKAN PENDEKATAN PINDAH PANAS. Jurusan Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan 2

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

Devi Yuni Susanti 1), Joko Nugroho Wahyu Karyadi 1), dan Setiawan Oky Hartanto 2) Mada Jl. Flora No 1. Bulaksumur, Yogyakarta 55281; ABSTRACT

PERUBAHAN NILAI DESORPSI PRODUK KAKAO FERMENTASI PADA BERBAGAI SUHU DAN KELEMBABAN

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DAN PANGAN TPE 328

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik)

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PROSES PENGERINGAN MEKANIS METODE DRYERATION DENGAN MENGGUNKAN SILO BERAERATOR

PENGENTASAN KEMISKINAN KELOMPOK NELAYAN PANTAI CAROCOK KECAMATAN IV JURAI, PAINAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGERINGAN DAN USAHA TEPUNG IKAN

PENGERINGAN KERUPUK SINGKONG MENGGUNAKAN PENGERING TIPE RAK. Joko Nugroho W.K., Destiani Supeno, dan Nursigit Bintoro ABSTRACT

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN VAKUM DISERTAI PEMBERIAN PANAS SECARA KONVEKTIF 1 (MASS TRANSFER OF VACUUM DRYER WITH CONVECTIVE HEAT TRANSFER)

Apriadi 1), Hanim Z. Amanah 1),Nursigit Bintoro 1),. 1) ABSTRAK. Keyword : corn cob, drying, green house, heat transfer, mass transfer PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

DESAIN SISTEM PENGERING KERUPUK KEMPLANG DENGAN UAP SUPER PANAS BERBAHAN BAKAR BIOMASA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

Campuran udara uap air

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PADA PRODUK PENGERINGAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSES PENGERINGAN SINGKONG (Manihot esculenta crantz) PARUT DENGAN MENGGUNAKAN PNEUMATIC DRYER

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

ABSTRAK. penting dalam penentuan kualitas dari tepung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan matematis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN ALAT PENGERING DENGAN PENGONTROL SUHU UNTUK PAKAN IKAN PADA CV. FAJAR ABADI

SILABUS. Bahan/ Alokasi Belajar Materi Pokok. No Kompetensi Dasar. Dosen. Sumber Waktu Belajar

Peningkatan Kecepatan Pengeringan Gabah Dengan Metode Mixed Adsorption Drying Menggunakan Zeolite Pada Ungguan Terfluidisasi

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)

Pengaruh Tempering terhadap Perubahan Kadar Air dan Waktu Pada Pengeringan Gabah dengan Sinar Matahari di Lahan Pasang Surut Kabupaten Banyuasin

PROSES PEMBUATAN PAKAN

ANALISIS KEKUATAN BETON PASCABAKAR DENGAN METODE NUMERIK

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

Determination of Thin Layer Drying Characteristic of Globefish (Rastrelliger sp.)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

Pengeringan Untuk Pengawetan

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGERINGAN KELOPAK BUNGA ROSELA MENGGUNAKAN TRAY DRYER

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PERHITUNGAN JUMLAH UAP AIR YANG DI KELUARKAN

Gambar 19. Variasi suhu input udara

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

13. Utilitas: a. Air sumur : 1993,8 liter/hari. b. Air minum: 66 liter/hari. c. Listrik : 176 kwh/hari. d. Solar : 120 liter/bulan. e.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Rekayasa

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

BAB II LANDASAN TEORI

PENGERINGAN UMBI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium Schott) SAWUT DENGAN PNEUMATIC DRYER

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

PEMBUATAN ROTI TAWAR DARI TEPUNG SINGKONG DAN TEPUNG KEDELAI

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman sukun tumbuh tersebar merata di seluruh daerah di Indonesia,

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

Transkripsi:

PERUBAHAN KONSTANTA LAJU PENGERINGAN PASTA DENGAN PERLAKUAN AWAL PUFFING UDARA 1 W. H. Pamungkas 2, N. Bintoro 3, S. Rahayu 3 dan B. Rahardjo 3 ABSTRAK Pasta merupakan bahan pangan berbahan dasar tepung gandum dengan campuran berupa air dan terkadang telur. Pengeringan pasta merupakan hal yang paling krusial dalam produksi pasta karena struktur pasta dapat mengalami kerusakan akibat penanganan yang salah dalam proses pengeringan. Pengeringan yang berjalan terlalu lama dapat menyebabkan bakteri berkembang sehingga berbahaya untuk dikonsumsi. Salah satu cara untuk mendapatkan proses pengeringan yang cepat namun dengan tidak merusak struktur pasta ialah dengan memperbesar struktur pori-pori dari pasta. Hal ini bisa dicapai dengan metode puffing. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh tekanan puffing, suhu puffing, lama puffing dan ukuran bahan terhadap peningkatan konstanta laju pengeringan pasta. Puffing adalah suatu proses pemasukan suatu gas kedalam produk secara paksa sehingga terjadi ekspansi gas kedalam produk dan kemudian gas dilepaskan untuk menjadikan struktur seluller produk mengembang. Puffing dilakukan dengan menempatkan pasta dalam ruangan bertekanan dan bertemperatur tinggi. Pada rentang waktu tertentu, tekanan dilepaskan secara mendadak. Penelitian ini dilakukan dengan menimbang penurunan berat pasta selama pengeringan. Dari data tersebut dapat dihitung penurunan kadar air pasta selama pengeringan. Dengan menggunakan pesamaan Newton untuk pengeringan maka dapat dihitung besarnya konstanta laju pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan awal puffing berupa tinggi tekan, lama pemberian tekanan dan suhu ruang tekanan dapat meningkatkan laju pengeringan. Pengaruh tersebut dapat dikemukakan dengan persamaan eksponensial. Kata kunci: pasta, puffing, konstanta laju pengeringan 1 Disampaikan dalam Gelar Teknologi dan Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta 18-19 November 2008 2 Alumni Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 3 Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 1

A. PENDAHULUAN Pengeringan merupakan tindakan untuk mengurangi sebagian besar air yang terdapat dalam hasil pertanian. Pengeringan bertujuan agar bahan pangan tetap terjaga kualitasnya selama dalam proses penyimpanan sampai siap konsumsi dan untuk memenuhi syarat-syarat pengolahan lanjut pada bahan yang dikeringkan. Bila suatu produk pangan yang disimpan masih dalam keadaan basah, maka produk tersebut akan cepat mengalami pembusukan ataupun ditumbuhi jamur yang sangat mudah tumbuh dalam keadaan lembab. Sedangkan pada saat dikeringkan, kadar air bahan makanan akan turun sehingga pertumbuhan mikroba serta jamur dapat dicegah. Pengeringan yang dilakukan dalam mempertahankan kondisi bahan pangan tersebut sangatlah tergantung pada sifat bahan itu sendiri. Efektivitas proses pengeringan juga sangat tergantung pada faktor dari alat (metode) yang digunakan dalam proses pengeringan. Hubungan antara tingkat difusifitas suatu produk dengan laju pengeringannya akan mempengaruhi tingkat efektivitas pengeringan produk tersebut. Semakin tinggi tingkat difusifitas dari suatu produk maka akan semakin tinggi pula laju pengeringannya. Untuk meningkatkan difusifitas produk tersebut dapat dilakukan dengan memperbesar porositas bahan tersebut. Semakin besar porositas bahan maka air yang terkandung dalam suatu bahan akan lebih mudah teruapkan sehingga nilai difusifitasnya akan mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan laju pengeringannya. Maka dari itu, pengkajian lebih lanjut sangatlah dibutuhkan untuk mendapatkan metode pengeringan yang cocok bagi tiap-tiap bahan yang berbeda. Pasta merupakan bahan pangan berbahan dasar tepung gandum dengan campuran berupa air dan terkadang telur. Untuk dapat bertahan dalam kemasan yang beredar di pasaran, pasta harus terlebih dahulu melalui proses pengeringan. Tujuannya adalah untuk mengurangi kadar air bahan sehingga dapat lebih awet selama penyimpanan. Menurut Walsh (1977), proses pengeringan merupakan hal yang paling krusial dalam proses produksi pasta. Pengeringan yang terlalu cepat dengan kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan struktur luar dari pasta pecah dengan bagian dalam yang belum kering yang membuat tampilan produk akhir yang jelek serta tingkat kekenyalan yang rendah. Sedangkan pengeringan yang terlalu lama dapat menyebabkan pasta mengalami perubahan bentuk karena kandungan air yang masih tinggi selama proses pengeringan awal. Air yang terlalu lama Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 2

tersimpan dalam bahan selama proses pengeringan juga dapat menyebabkan berkembangnya bakteri dan jamur yang berbahaya bagi kesehatan. Pengeringan pasta konvensional dilakukan pada suhu lingkungan sekitar 18-25 C dapat menghasilkan pasta kering dengan kualitas tinggi dan kandungan nutrisi tidak mengalami kerusakan. Namun, pengeringan dengan suhu rendah ini sangat beresiko terhadap bakteri seperti staphilococcus aureus yang baru akan mati pada suhu diatas 60 C. Bakteri staphilococcus aureus merupakan ancaman utama pada produk pasta. Dengan beberapa metode pemanasan dapat meminimalkan kandungan bakteri staphilococcus aureus pada pasta. Pengeringan dengan metode suhu tinggi dapat menyebabkan kandungan nutrisi serta vitamin akan rusak. Dexter, et al (1984) menunjukkan adanya penurunan kandungan lysine dalam spaghetti dengan kenaikan temperatur pengeringan. Cubadda (1985) juga menunjukkan adanya penurunan kandungan vitamin B dalam produk pasta yang dikeringkan menggunakan metode high temperature. Thiamin dan Riboflavin yang terkandung juga secara signifikan berkurang pada pengeringan suhu tinggi. Puffing dapat diartikan sebagai suatu proses pemasukkan gas ke dalam produk yang kemudian terjadi ekspansi untuk kemudian dilepaskan dan mengakibatkan pengembangan/pemutusan terhadap struktur luar dari struktur seluler sebuah produk (Tabeidie. 1992), Proses pengeringan dengan perlakuan awal puffing udara dilakukan dengan menempatkan bahan yang akan dikeringkan pada tempat dengan tekanan maupun temperatur yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai gambaran, Payyapilli (2005) meneliti bahwa bijian sereal membutuhkan tekanan sekitar 13,6 atm dalam proses puffing. Perlakuan puffing tersebut akan menghasilkan proses pengeluaran uap air dari dalam produk yang lebih singkat karena naiknya porositas bahan. Proses penguapan yang cepat serta bahan dengan porositas tinggi akan menyebabkan perpindahan massa air lebih cepat selama proses pengeringan terjadi. (Heldman-Singh, 1993) Pada perlakuan pengeringan puffing, bahan ditempatkan pada kondisi dengan tekanan tinggi pada suhu tertentu. Setelah mencapai kurun waktu yang ditentukan, tekanan dalam ruang puffing dilepaskan secara tiba-tiba. Perlakuan puffing dengan udara akan mengakibatkan porositas bahan yang akan dikeringkan menjadi lebih besar. Hal ini dikarenakan pada proses puffing dengan udara dapat menyebabkan perubahan struktur seluler bahan menjadi lebih porous sehingga mampu memperbesar nilai konstanta laju pengeringan suatu bahan (Tabeidie, 1992). Heldman-Singh (1993) menambahkan bahwa metode puffing Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 3

udara sangat efektif apabila dilakukan pada produk-produk yang memiliki periode laju menurun (falling rate drying period) yang signifikan. Dalam puffing, bahan yang baik untuk digunakan ialah yang mengandung amylopectyn karena bersidat lunak dan mampu mengembang. Sedangkan bahan yang terlalu banyak mengandung amylosa kurang baik untuk diproses dengan metode puffing karena sifatnya yang keras sehingga sulit untuk mengembang. Dengan pengeringan pasta menggunakan perlakuan awal puffing diharapkan didapat suatu metode pengeringan pasta dengan suhu tinggi namun dengan waktu singkat sehingga dapat meminimalisir resiko bakteri tertinggal dan dengan kandungan nutrisi yang tetap terjaga. Pada proses pengeringan pasta menggunakan perlakuan awal puffing udara akan terjadi pengembangan struktur pasta. Pengembangan struktur ini sebagai akibat dari pemasukan udara (gas) secara paksa serta pelepasan tekanan secara tiba-tiba yang menghasilkan struktur permukaan yang lebih porous. Dengan tingkat porositas yang lebih besar akan membuat bahan dapat melepaskan kadar air yang terkandung didalamnya lebih cepat dibandingkan tanpa perlakuan puffing udara. Laju pengeringan yang meningkat ditandai dengan naiknya nilai konstanta laju pengeringan. Berdasarkan uraian diatas maka tujuan utama penelitian ini adalah menerapkan proses pengeringan pasta dengan perlakuan awal puffing menggunakan tekanan udara, serta mengkaji pengaruh tekanan, suhu dan lama tekan puffing terhadap harga konstanta laju pengeringan pasta. B. METODE DAN BAHAN PENELITIAN 1. Pendekatan Teori Konstanta laju pengeringan pada proses pengeringan partikel pasta digunakan persamaan model pengeringan bijian tunggal (singgle kernel drying). Persamaan tersebut merupakan analogi dari model persamaan pendinginan Newton dengan asumsi bahwa laju kehilangan lengas dalam suatu bahan yang dikelilingi udara pengering sebanding dengan perbedaan antara kadar air bahan dan kadar air setimbangnya. Persamaan tersebut kemudian dianalogikan sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut : kmm= dmdt( ) epersamaan tersebut selanjutnya diselesaikan dengan integrasi selanjutnya menghasilkan persamaan sebagai berikut : Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 4

ktaemmtk MM = oe qnilai A merupakan sebuah konstanta yang menunjukkan bentuk dari bahan yang dikeringkan. Konstanta laju pengeringan (k) merupakan sebuah besaran yang dapat digunakan sebagai indikator seberapa cepat proses pengeringan dapat berlangsung pada suatu bahan. Proses keluarnya kadar air dari dalam bijian terjadi secara difusi. Oleh karena itu harga konstanta laju pengeringan sangat tergantung pada besarnya harga koefisien difusi suatu bahan yang dikeringkan,dimana keduanya berbanding lurus. Semakin besar koefisien difusi suatu bahan maka akan semakin besar pula konstanta laju pengeringannya. Wartono (1997) menyatakan bahwa konstanta laju pengeringan (k) merupakan sebuah besaran yang menyatakan tingkat kecepatan air atau massa air untuk terdifusi keluar meninggalkan bahan yang dikeringkan. Nilai konstanta laju pengeringan tersebut kemudian dihubungkan dengan temperatur untuk mendapatkan persamaan Arhenius : E1A.. ( ) = oae RT x p2. Eksperimentasi a. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pangan dan Pascapanen serta di Laboratorium Teknik Lingkungan dan Bangunan Pertanian Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. b. Sampel dan bahan penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa pasta fettucine yang memiliki komposisi tepung gandum 32,5 g, telur 12 g, dan air 5 g. Pembuatan dengan secara seluruh bahan dicampur hingga kalis (tidak menempel pada tangan) kemudian didiamkan selama ± 1 jam dengan ditutup dengan lap basah. Selanjutnya adonan digiling menggunakan gilingan setebal ± 1 mm dan dipotong gilingan pemotong. Setelah itu sampel didiamkan selama ± ½ jam tanpa ditutup lap basah dan kemudian dipotong-potong sepanjang ± 10 cm. Kadar air adonan pasta berkisar antara 31-32 %. Pasta disebut kering jika kadar airnya sama dengan atau kurang dari 12,5 % sebagai pasta kering komersial. Kadar air setimbang diukur dengan pengeringan pada suhu Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 5teq

75ºC sampai tidak terjadi perubahan kadar air. Kadar air seimbang terukur sebesar 9,01%. c. Peralatan puffing Peralatan puffing secara skematik disajikan pada Gambar 1. Peralatan ini terdiri dari ruang tekan dan kompresor untuk memasokkan udara disertai alat ukuur tekanan udara dan suhu ruang tekan. d. Prosedur pengamatan Pengeringan dilakukan dengan tanpa perlakuan puffing (sebagai kontrol) dan dengan perlakuan awal puffing udara (puff drying) dengan variasi tekanan, waktu puffing dan temperatur pengeringan. Pengeringan sebagai kontrol adalah pengeringan sampel pasta dengan menggunakan oven yang bertemperatur 75 o C. Selama proses pengeringan bahan akan diambil setiap selang waktu 10 menit untuk dihitung beratnya setelah itu dimasukkan kembali ke oven. Pengulangan perlakuan dilakukan hingga menit ke-120. Pada pengeringan menggunakan perlakuan puffing dilakukan dengan memasukkan sampel pasta yang akan diberi perlakuan ke dalam model puffing dengan menggunakan variasi waktu masing-masing 5 menit, 10 menit dan 15 menit, variasi suhu masing-masing 60 ºC, 70 ºC dan 80 ºC serta variasi tekanan masing-masing 3 atm, 4 atm dan 5 atm. Sampel yang telah diberi perlakuan kemudian ditimbang beratnya untuk menghitung kadar air awal pengeringan. Setelah pasta di-puffing dalam waktu dan suhu tertentu, maka sampel tersebut selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven suhu 75 o C. Selama proses pengeringan tersebut, sampel diambil dalam selang waktu 10 menit untuk diukur beratnya dan dikembalikan lagi ke oven. Pengulangan perlakuan dilakukan hingga menit ke-120. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 6

Gambar 1. Skema model alat puffing dengan tekanan udara. (1). Silinder baja dan piston, (2). Seperangkat alat penekan dan penahan piston, (3). Kompresor udara, (4). Alat ukur tekanan udara (Manometer), (5). Alat ukur temperatur (Thermocouple), (6). Sumber listrik dan (7). Regulator pengatur tegangan listrik. e. Analisa kadar air Kadar air dianalisa dengan metode gravimetri. Sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 105 o C selama 24 jam. Kadar air ditentukan dengan menggunakan kadar air basis basah/wet basis (M) sebagai berikut : Berat Sampel Awal Berat Sampel Akhir M= Berat Sampe Awal f. Analisa data Konstanta laju pengeringan ditentukan berdasarkan persamaan laju penguapan dan dicari dengan menggunakan regresi linier. Regresi dilakukan dengan program komputer yang ada. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 7

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada pengeringan dengan sampel tanpa perlakuan awal puffing udara mengalami penurunan kadar air seperti disajikan Gambar 2. 35 0,50 30 0,40 Kadar Air (% wb) 25 20 15 10 5 dm/dt 0,30 0,20 0,10 0 0,00 (a) Gambar 2. Perubahan kadar air pasta tanpa perlakuan awal awal puffing dengan tekanan udara, (a). Perubahan kadar air dan (b). Laju penguapan selama pengeringan pada suhu 75ºC (b) Berdasarkan gambar diatas maka laju pengeringan pasta tanpa perlakuan awal dapat dikemukakan sebagai berikut: d0m0,=,418dari persamaan 9diatas tmaka konstanta dapat diacri yaitu k = 0,0108 1/menit. epengeringan dengan perlakuan awal dengan variasi tekanan puffing dilakukan dengan dt010tekanan 3, 4 dan 5 atm dengan suhu dan lama tekan puffing tetap, yakni 80 ºC dan 10 menit. Pada Gambar 3 menyajikan perubahan kadar air sampel hasil pengeringan dengan perlakuan awal puffing udara dan sebagai pembanding disajikan pula sampel tanpa perlakuan puffing. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 8

35 0,5 Kadar Air (% wb) 30 25 20 15 10 5 3 atm 4 atm 5 atm Tanpa Puffing 0 dm/dt 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 Tanpa Puffing Puffing (3 atm,80 ºC,10 menit) Puffing (4 atm,80 ºC,10 menit) Puffing (5 atm,80 ºC,10 menit) -0,1 (a) Gambar 3. Perubahan kadar air pasta dengan perlakuan awal puffing dengan tekanan 3, 4 dan 5 atm dan lama 10 menit pada suhu 80ºC, (a). Perubahan kadar air dan (b). Laju penguapan selama pengeringan pada suhu 75ºC. (b) Dengan menggunakan cara yang sama untuk menentukan konstanta laju pengeringan pada pengeringan tanpa perlakuan puffing, perubahan konstanta laju pengeringan akibat perlakuan puffing dengan variasi tekanan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai konstanta laju pengeringan pasta pada beberapa variasi perlakuan tekanan puffing Variasi Konstanta Laju Pengeringan (menit -1 ) Tanpa Puffing 0,0108 Puffing 3 atm 0,0124 Puffing 4 atm 0,0128 Puffing 5 atm 0,0130 Dari perubahan tekanan puffing terdapat indikasi kenaikan tekanan dapat mempercepat laju penguapan. Pengaruh variasi tekanan puffing (p) terhadap nilai konstanta laju pengeringan (k P ) pasta merupakan persamaan eksponensial sebagai berikut : k P = 0,0116e 0,0236P R 2 = 0,9621 Berdasarkan persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar tekanan yang digunakan dalam perlakuan awal puffing udara maka akan semakin besar pula laju pengeringan atau konstanta laju pengeringan pasta. Pengeringan pasta dengan diberi perlakuan awal puffing dengan variasi suhu 60 o C, 70 o C, dan 80 o C dengan tekanan dan lama tekan puffing tetap yakni 5 atm dan 10 menit. Perubahan kadar air dan laju penguapan air sampel hasil pengeringan dengan perlakuan awal suhu ruang puffing disajikan pada Gambar 4. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 9

35 0,5 30 0,4 Kadar Air (% wb) 25 20 15 10 dm/dt 0,3 0,2 0,1 5 60 ºC 70 ºC 80 ºC Tanpa Puffing 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,0-0,1 Tanpa Puffing Puffing (5 atm,70 ºC,10 menit) Puffing (5 atm,60 ºC,10 menit) Puffing (5 atm,80 ºC,10 menit) (a) Gambar 4. Perubahan kadar air pasta dengan perlakuan awal puffing dengan suhu ruang tekanan 60 o C, 70 o C, dan 80 o C dan lama 10 menit dengan tekanan 5 atm, (a). Perubahan kadar air dan (b). Laju penguapan selama pengeringan pada suhu 75ºC. (b) Konstanta laju pengeringan pada perlakuan tersebut dicari seperti halnya cara yang sama untuk menentukan pengeringan tanpa perlakuan puffing. Perubahan konstanta laju pengeringan akibat perlakuan suhu ruang puffing disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut nampak bahwa perubahan suhu ruang tekanan puffing mempengruhi laju penguapan. Tabel 2. Nilai konstanta laju pengeringan pasta pada beberapa variasi perlakuan tekanan puffing Variasi Konstanta Laju Pengeringan (menit -1 ) Tanpa Puffing 0,0108 Puffing 60 o C 0,0118 Puffing 70 o C 0,0120 Puffing 80 o C 0,0132 Pengaruh suhu ruang tekanan puffing cenderung menyebabkan kenaikan laju penguapan. Seperti halnya pada tekanan ruang, pengaruh variasi suhu puffing (T) terhadap nilai konstanta laju pengeringan (k P ) sampel berupa pasta dapat dikemukakan dengan persamaan eksponensial sebagai berikut : k T = 0,0083e 0,0056T R 2 = 0,8595 Berdasarkan persamaan tersebut di atas nampak bahwa semakin besar kenaikan suhu ruang tekanan puffing akan meningkatkan laju pengeringan atau konstanta laju pengeringan pasta. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 10

Pengeringan pasta dengan diberi perlakuan awal berupa lama pemberian tekanan puffing dilakukan dengan secara sampel pasta diletakkan di dalam alat puffing untuk kemudian diberi suhu 80 o C dengan tekanan 5 atm dan variasi lama tekan puffing masingmasing 5, 10 dan 15 menit. Pengaruh perlakuan terhadap perubahan kadar air dan laju penguapan air sampel disajikan pada Gambar 5. Konstanta laju pengeringan dengan perlakuan lama pemberian tekanan puffing tersebut dicari dengan yang sama untuk menentukan pengeringan tanpa perlakuan puffing. Perubahan konstanta laju pengeringan dengan pemberian lama tekanan puffing disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa penambahan lama tekan dalam ruang puffing dapat meningkatkan laju penguapan. 35 0,5 Kadar Air (% wb) 30 25 20 15 10 5 5 menit 10 menit 15 menit Tanpa Puffing 0 dm/dt 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0-0,1 Tanpa Puffing Puffing (5 atm,80 ºC,10 menit) Puffing (5 atm,80 ºC,5 menit) Puffing (5 atm,80 ºC,15 menit) (a) Gambar 5. Perubahan kadar air pasta dengan perlakuan awal lama pemberian tekanan puffing 5, 10 dan 15 menit, dan suhu 80ºC. dengan tekanan 5 atm, (a). Perubahan kadar air dan (b). Laju penguapan selama pengeringan pada suhu 75ºC. (b) Tabel 3. Nilai konstanta laju pengeringan pasta pada beberapa variasi perlakuan tekanan puffing Variasi Konstanta Laju Pengeringan (menit -1 ) Tanpa Puffing 0,0108 Puffing 5 menit 0,0125 Puffing 10 menit 0,0130 Puffing 15 menit 0,0140 Lama pemberian tekanan dalam ruang tekanan puffing nampak menyebabkan kenaikan laju penguapan. Dengan cara yang sama untuk pengaruh tinggi tekanan ruang, pengaruh lama pemberian tekanan dalam ruang puffing (t p ) terhadap harga konstanta laju pengeringan (k P ) sampel dapat ditunjukkan dengan persamaan eksponensial sebagai berikut : Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 11

k tp = 0,0117e 0,0113tp R 2 = 0,9694 Dari persamaan tersebut di atas terlihat bahwa semakin lama pemberian tekanan dalam ruang puffing akan meningkatkan pula laju pengeringan atau konstanta laju pengeringan pasta. Pengaruh tinggi tekanan (p), suhu (T) dan lama pemberian tekan (t p ) dalam ruang puffing terhadap harga konstanta laju pengeringan secara bersaman dapat dikemukakan k = f (T,tp,P). Untuk menurunkan persamaan prediksi harga konstanta laju pengeringan pasta tersebut maka dilakukan analisis regresi linier berganda (multiple regression) dn diperoleh persamaan dengan koefisien sebagai berikut ln k = (2,994 x 10-3 )T + (9,883 x 10-3 )tp + (2,790 x 10-2 )P 4,812 Berdasarkan persamaan hasil analisis regresi berganda tersebut maka dapat diturunkan sebuah fungsi prediksi dari harga konstanta laju pengeringan pasta yang dipengaruhi oleh empat variabel yaitu tekanan puffing (P), temperatur puffing (T), lama tekan puffing (tp) sebagai berikut : k813e213t913t212[(,0) (,0) p(,0) P + + =, 0] 1430Konstanta laju 3pengeringan da[at diperkirakan dengan menggunakan persaman diatas. 2Pembandingan konstanta laju pengeringan pasta hasil observasi dengan konstanta laju 99pengeringan hasil penghitungan tersebut kemudian diplotkan dan disajikan pada Gambar 6. 88790,0145 0,0140 k prediksi = 0,9999 R 2 = 0,9541 0,0135 k prediksi (1/menit) 0,0130 0,0125 0,0120 0,0115 0,0110 0,0105 0,0105 0,0110 0,0115 0,0120 0,0125 0,0130 0,0135 0,0140 0,0145 k observasi (1/menit) Gambar 6. Hubungan antara konstanta laju pengeringan pasta prediksi dan konstanta laju pengeringan pasta observasi Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 12

Dari gambar tersebut didapat tingkat linierisasi antara harga prediksi konstanta laju pengeringan pasta dan harga konstanta laju pengeringan pasta observasi dari nilai R 2 yang diperoleh sebesar 0,99. Berdasarkan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat signifikansi harga konstanta laju pengeringan pasta berdasarkan persamaan prediksi terhadap harga konstanta laju pengeringan pasta observasi sebesar 99,99 %. Dari harga konstanta laju pengeringan pasta prediksi yang telah diperoleh, selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi besarnya penurunan kadar airnya. Sebagai ilistrasi Gambar 7 berikut merupakan perbandingan hasil penurunan kadar air prediksi dan observasi pada perlakuan puffing pada pasta dengan perlakuan puffing 60 o C, 3 atm selama 15 menit. 22 20 Kadar Air (% wb) 18 16 14 12 10 M observasi M prediksi Gambar 7. Perbandingan kadar air prediksi dan observasi dengan perlakuan puffing 60 o c, 3 atm selama 15 menit D. KESIMPULAN Pengeringan pasta dengan perlakuan awal puffing ternyata dapat meningkatkan laju pengeringan dengan naiknya konstanta laju pengeringan pada pasta dibandingkan dengan sampel pasta tanpa perlakuan awal puffing. Kenaikan konstanta laju pengeringan akibat dari perlakuan awal puffing berbanding secara eksponential dengan perlakuannya. Semakin tinggi suhu puffing, semakin lama waktu puffing serta semakin besar tekanan yang digunakan pada saat puffing maka semakin tinggi pula kenaikan konstanta laju pengeringan sampel tersebut. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 13

DAFTAR NOTASI A : Luas permukaan partikel tunggal (m 2 ) D : koefisien difusi (m 2 hr -1 ) dm/dt : Laju penguapan air Ea : Energi aktivasi proses (J kg -1 mol -1 ) M : Kadar air (% wb) MR : Moisture ratio P : Tekanan (atm) R : Konstanta gas universal (8314.4 J kg -1 mol -1 K -1 ) RH : Kelembaban udara (%) T : Temperatur udara atau temperatur puffing ( o C) k : Konstanta laju pengeringan (menit -1 ) m : Massa (gram) t : Waktu pengeringan (menit) tp : Lama tekan puffing (menit) τ : Resisten bahan e : Eksponensial Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 14

DAFTAR PUSTAKA Brooker, D.B., Arkema. F.W., Hall. C.W. 1992. Drying and Storage of Grains and Oil Seeds. Van Nostrand Reinholl. New York Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Proses Pangan. Sastra Hudaya.Bogor Hall.,C.W. 1957.Drying Farm Crops. AVI Publishing Co. West Port Connecticut Henderson, S.M., Perry. R.L. Agricultural Process Engineering. Third Edition. The AVI Publishing Company. Inc. Westpot Connecticut Heldman, R. Dennis, R. Paul Singh. 1993. Introduction to Food Edition. Academic Press: London. Engineering. Second Nainggolan, Werlin S. 1987. Bandung Thermodinamika Teori Dan Soal Penyelesaian. Armico. Perry. 1999. Chemical Hand Book. The Mc Graw-Hill Companies. Inc Soemangat.. 1998. Kursus Singkat Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan Dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta S.T.A.R., Kajuna.dkk..2001. Thin-Layer Drying Of Diced Cassava Roots..African Journal Of Science And Technology (AJST).Science And Engineering Series.Vol 2.No 2.pp. 94-100. Tebeidie, Z.F.A. Payne Nod Cornelius. P.L. 1992. Puffing Potato Piece with Carbondiokside Transactions. ASAE 25 (6) :1935 Tyoso, Bowo Wikan. 1992. Satuan Operasi Pada Proses Pangan II. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Walsh, D.E. and Gilles, K.A. Pasta Technology - Elements Of Food Technology. AVI Publishing Company, Inc.. 1977. Wartono. 1997. Peningkatan Laju Pengeringan Umbi-Umbian Dengan Puffing Gas CO 2 dan Udara. Jurusan Teknik Pertanian. FTP. UGM. Yogyakarta Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 15