MODEL SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN TUTUPAN LAHAN DI DAS RIAM KANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL SISTIM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ESTIMASI VOLUME ALIRAN DAN EROSI SEDIMEN DI DAS RIAM KANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

Paramukti Murwibowo Totok Gunawan

ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANSBY-WILLIAMS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BABURA PROVINSI SUMATERA UTARA

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

PENUNTUN PRAKTIKUM Manajemen Sumberdaya Perairan (GMKB602)

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

Gambar 1. Peta DAS penelitian

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIUNTUK PENGHITUNGAN KOEFISIEN ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)CILIWUNG

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ESTIMASI DEBIT PUNCAK BERDASARKAN BEBERAPA METODE PENENTUAN KOEFISIEN LIMPASAN DI SUB DAS KEDUNG GONG, KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

IDENTIFIKASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN DI SUB DAS SUCO KECAMATAN MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER MENURUT METODE COOK

Pemanfaatan Citra Landsat ETM+ dan Sistem Informasi Geografis untuk Pendugaan Limpasan Permukaan di DAS Jene berang Hulu Provinsi Sulawesi Selatan

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

KAJIAN KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU KERINCI BERDASARKAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DAN KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB III METODE PENELITIAN

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI MENGENAI KOEFISIEN ALIRAN SEBAGAI INDIKATOR KERUSAKAN LINGKUNGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK SUB DAS KALI PREMULUNG TAHUN 2006 DAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

Penggunaan SIG Untuk Pendeteksian Konsentrasi Aliran Permukaan Di DAS Citarum Hulu

APLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK SUB-DAS OPAK HULU TAHUN 2009 DAN 2014 MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 DAN LANDSAT 8

Aplikasi Teknik Penginderaan Jauh Untuk Mengkaji Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak Di Sub DAS Garang ( Kreo Basin ) Semarang

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

Jurnal Geodesi Undip April 2015

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

ANALISIS POTENSI DAERAH RESAPAN AIR HUJAN DI SUB DAS METRO MALANG JAWA TIMUR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

Kata Kunci : Kerentanan, Banjir, Geoekosistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

MODEL SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN TUTUPAN LAHAN DI DAS RIAM KANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Abdur Rahman e-mail : rahmantrk@gmail.com Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Lambung Mangkurat Abstract Simple approach to estimate watershed runoff coefficient value is needed model to forecast problem of demage and watershed and hydrology data problem. Have happened degradation of energy support in Riam Kanan Sub Watershed which critical of landcover impact. This research aims are to estimation surface runoff and distribution in Watershed of Riam Kanan based on Landsat7 ETM+ Imagery. The Research found that the accuracy test using Landsat7 ETM+ image aqual to 87 %, indicates that it has a high accuration to detect of landcover. The results of overlay raster data from landcover parameter was obtained by distribution pattern of runoff coefficient dominated normal class aqual to 61,94 percent, low class aqual to 0,53 percent and high class aqual to 78,14 percent distributed at up stream and middle of Riam Kanan Sub Watershed. Result of statistical test indicated that result of C estimation do not different with result of C actual at significant 95% with enough, mean accuration equal to 78,14 %. Keywords : runoff coefficient, landcover, Landsat7 ETM+ imagery, Cook 1. Pendahuluan Keberadaan dan kondisi eksosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) atau sering disebut cekungan sungai merupakan salah satu isu nasional dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dikarenakan salah satu variabel terjadinya banjir adalah kondisi DAS yang kritis, seperti terjadinya penyimpangan tata guna lahan. Fenomena tersebut merupakan indikasi rusaknya keseimbangan tata air (water balance) akibat berkurangnya kemampuan beberapa proses daur hidrologi (infiltrasi dan daya tampung) sehingga nilai limpasan permukaan pada daerah aliran sungai (DAS) menjadi lebih besar melewati kapasitas tampung sungai. Kondisi ini menyebabkan berkurang atau malah hilangnya daerah resapan sebagai penyangga terhadap beban banjir yang terlalu besar akibat tingginya curah hujan yang terjadi. Pada sisi lain, kondisi sungai juga sangat mempengaruhi kapasitas angkut akibat limpasan langsung (run off) dari DAS (Yusuf dkk, 1985). Kejadian banjir dapat dimonitor melalui informasi debit puncak yang diperoleh dari pembacaan tinggi muka air pada waktu tertentu. Informasi mengenai debit puncak sebagai indikator respons DAS oleh adanya masukan berupa air hujan sangat diperlukan untuk kegiatan pengelolaan dan evaluasi tingkat kekritisan ekosistem DAS yang menjadi kajian (Sudaryatno, 2000 ; Asdak, 2002). Koefisien limpasan permukaan merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan dalam penentuan debit puncak. Selain faktor lain berupa relief, infiltrasi tanah, timbunan air permukaan, besar kecilnya koefisien permukaan suatu DAS dipengaruhi oleh buruknya tutupan lahan pada DAS tersebut (Asdak, 2002). Permasalahan pengelolaan sumberdaya air tidak terlepas dari permasalahan dan pergerakan air itu sendiri dalam batas cakupan hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS Barito yang terdiri dari Sub DAS Riam Kanan dan sekitarnya, merupakan salah satu Sub DAS yang cukup penting peranannya dalam sistim DAS Barito secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena perubahan yang terjadi pada Sub DAS Riam Kanan dan sekitarnya akan berimplikasi 1

Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 1-8 lebih lanjut terhadap daerah yang ada di bawahnya. Sub DAS Riam Kanan merupakan daerah aliran sungai yang secara administratif terletak di Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan. Sebagai daerah resapan air (catchment area) Sub DAS Riam Kanan merupakan kawasan lindung yang didalamnya terdapat pemukiman sebanyak 12 desa yang termasuk ke dalam kecamatan Aranio. Dilain sisi kawasan Sub DAS Riam Kanan memiliki nilai strategis, karena terdapat Waduk Riam Kanan yang berfungsi sebagai sarana pengendali banjir dan kekeringan, pembangkit tenaga listrik dan pemasok kebutuhan air, untuk keperluan domestik dan industri, keperluan irigasi untuk pengairan sawah dan pengembangan perikanan, serta sebagai sumber pembangkit tenaga listrik (PLTA) (Kompas, 2007). Permasalahan yang terjadi di Waduk Riam Kanan saat ini adalah menurunnya kondisi hidrologis DAS Riam Kanan. Permasalahan tersebut dapat dilihat sering terjadinya bencana banjir, berkurangnya kemampuan waduk sebagai pembangkit tenaga listrik akibat kapasitas tampung yang mulai berkurang karena dekomposisi sedimen, keresahan masyarakat akan bahaya banjir dan jebolnya waduk, yang secara keseluruhan menjadi perbincangan menarik baik dari kalangan akademisi, praktisi maupun pemerintahan.(kompas, 2007 ; LAPAN, 2006). Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengkaji Daerah Aliran Sungai (DAS) Riam Kanan sebagai daerah penelitian untuk mengetahui kondisi hidrologi terutama distribusi spasial limpasan permukaan dan besarnya debit puncak serta dekomposisi sedimen akibat erosi yang dapat memicu terjadinya bencana alam terutama banjir dengan memanfaatkan data-data dan informasi yang dapat disadap melalui citra penginderaan jauh. Hasil penelitian diharapkan menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam penentuan prioritas konservasi sumberdaya air dan keberlanjutan DAS dan Waduk Riam Kanan sebagai salah satu aset sumberdaya air. 2. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Riam Kanan dan sekitarnya dengan dibatasi oleh 114 o 55 20" BT 115 o 15 33"BT dan 03 o 21 55"LS 03 o 40 38"LS, terletak di Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan. Pertimbangan pemilihan lokasi didasarkan pada Sub DAS Riam Kanan merupakan lokasi sumber limpasan dan sedimentasi terbesar yang akan memicu pendangkalan waduk dan terjadinya banjir di Bagian Hilir. Pertimbangan lain didasarkan pada tersedianya 6 stasiun penakar hujan, data tinggi muka air waduk (DMA), yang dijadikan sebagai data pembanding untuk evaluasi ketelitian hasil estimasi limpasan (Gambar 1). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Overlay dengan menggunakan permodelan artimatik sebagai berikut: (C landcover 2009 + C Slope + C Infiltrasi + C Kerapatan Aliran)... (1) Penentuan sampel dilakukan dengan cara mengecek di lapangan (ground check) terhadap kenampakan visual piksel yang dicurigai sebagai piksel murni, kemudian posisi/koordinat diplot dan dilacak langsung di lapangan bila di lapangan terdapat hanya satu obyek homogen berarti penentuan sampel sudah tepat. Untuk keperluan tersebut dalam penelitian ini digunakan sampel berkisar antara 50 100 piksel (Danoedoro, 1996). Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan hasil estimasi, dengan melihat perbedaan dan persentase selisih antara nilai hasil estimasi dengan nilai hasil pengukuran ataupun tabel, berdasarkan rumus sebagai berikut : H 0 : [µ 1 -µ 2 ] = 0 ; nilai rata-rata koefisien aliran estimasi dan nilai koefisien aliran perhitungan tidak berbeda nyata H 1 : [µ 1 -µ 2 ] = 0 ; nilai rata-rata koefisien aliran estimasi dan nilai koefisien aliran perhitungan berbeda nyata Daerah Penolakan H 0 terletak pada thitung <- t tabel dan t hitung > t tabel ; taraf signifikansi 95 %. Untuk menghitung tingkat akurasi antara nilai C terukur dengan C hasil estimasi selain menggunakan uji t digunakan juga persamaan berikut : 100% - ( selisih x 100 %)... (2) (ref) dimana : selisih atau nilai mutlak selisih, dihitung dari persamaan: Nilai C Referensi/Nilai C Terukur Nilai C Estimasi x 100%... (3) Nilai C Referensi/Nilai C terukur 2

Abdur Rahman : Model Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Koefisien Aliran... Gambar 1. Lokasi Daerah Penelitian di DAS Riam Kanan dan Sekitarnya Data-data masukan yang diperlukan terdiri dari : Peta-peta Tematik Tataguna Lahan (Land use), Kemiringan Lereng (Slope), infiltrasi tanah dan kerapatan aliran sungai (drainage density). Datadata tersebut diperoleh dari Analisis Maximum Likelihood yang disadap dari citra landsat7 ETM+ untuk parameter vegetasi (landcover), Peta Kemiringan lereng diperoleh dari derivasi DEM dengan menggunakan Peta RBI skala 1 : 50.000, Peta infiltrasi tanah diperoleh dari hasil kerja lapangan dengan menggunakan alat double ring infiltrometer. Perhitungan hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode Horton (1939, dalam Arsyad 1989), hasil dari pengukuran tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi yang dikemukakan oleh Richard dan Cossens (1965, dalam Pratista 2008) dan disesuaikan dengan sistim klasifikasi Metode Cook, kemudian diproses dengan menggunakan interpolasi kriging dan kerapatan aliran diperoleh dari derivasi DEM RBI skala 1 : 50.000. Perangkat lunak pengolahan data yang digunakan adalah ; Arc.GIS 9.2, dan, MS. Excel. Sistim proyeksi menggunakan sistim WGS 1984, UTM (Universal Transvers Mercator), Zona 50 S. Analisis data dibagi menjadi empat tahapan yaitu : tahap pertama cropping daerah penelitian dengan menggunakan citra landsat7 ETM+, selanjutnya dilakukan koreksi radiometrik dan geometrik sehingga diperoleh parameter tutupan lahan. Peta tematik kemiringan lereng dan kerapatan aliran dapat diturunkan dengan menggunakan proses topo to raster pada spatial analyst sehingga diperoleh peta kemiringan lereng dan kerapatan aliran. Data infiltrasi tanah lapangan dilakukan proses interpolasi dengan menggunakan kriging, sehingga diperoleh data infitrasi tanah. tahap ketiga ; melakukan proses editing, skoring, dan tabulasi pada masing-masing parameter landuse, lereng, infiltrasi tanah dan kerapatan aliran. Tahap keempat melakukan pembobotan pada masingmasing parameter peta masukan sesuai dengan arahan selanjutnya dilanjutkan dengan operasi tumpang susun aritmatika (Overlay aritmatic). Tabel 3

Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 1-8 skoring dan pembobotan untuk masing-masing parameter masukan untuk estimasi koefisien aliran dapat dilihat pada tabel 1, tabel 2, tabel 3, tabel 4, tabel 5, tabel 6 dan bagan alur penelitian divisualisasikan pada Gambar 2. Tabel 1. Penyesuaian klasifikasi penggunaan lahan terhadap klasifikasi vegetasi penutup dalam metode Cook Dengan Modifikasi Karakteristik Tutupan Lahan Metode Cook Harkat Koefisien C Tanah terbuka tidak tertutup oleh vegetasi, daerah pertanian dan 0,14 0,1 0,12 dataran banjir yang ditumbuhi oleh tanaman Campuran antara gedung dan tanaman termasuk perumahan dan 0,10 0,08 0,10 tempat tinggal yang tidak tertutupi tumbuhan Daerah perkebunan khususnya perkebunan yang ditanami komoditas 0,07 0,06 0,08 cengkeh Hutan, vegetasi campuran khususnya pohon buah-buahan, status hutan 0,05 0,04 0,06 Sumber : Modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970); Gunawan (1991) dan SCDT (2003) dalam Pratista (2008). Tabel 2. Klasifikasi Kemiringan Lereng menurut Metode Cook Kelas Lereng Konfigurasi Relief Kemiringan (%) Harkat Koefisien C I Datar 0-5 0,3 0,28 0,35 II Bergelombang >5-10 0,25 0,20 0,28 III Perbukitan >10-30 0,15 0,14 0,20 IV Medan terjal dan kasar >30 0,1 0,08 0,14 Sumber : Modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970); Gunawan (1991) dan SCDT (2003) dalam Pratista (2008). Tabel 3. Klasifikasi Infiltrasi Metode Cook dengan Modifikasi Klasifikasi Infiltrasi Tanah Harkat Koefisien C Tidak ada penutup tanah efektif, lapisan tanah tipis kapasitas infiltrasi 0,12 0,12 0,16 diabaikan Tingkat infiltrasi rendah; lempung atau tanah lain yang kapasitas 0,08 0,08 0,12 infiltrasinya rendah Normal, tanah geluh dan in-filtrasi hampir sama dengan tipe perairan. 0,06 0,06 0,08 Tinggi; tanah dengan tekstur pasir atau tanah lain yang cepat meresap air 0,04 0,04 0,06 Sumber : Modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970); Gunawan (1991) dan SCDT (2003) dalam Pratista (2008). 4

Abdur Rahman : Model Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Koefisien Aliran... Tabel 4. Klasifikasi Infiltrasi menurut Richard dan Cossens Kelas Klasifikasi Infiltrasi Laju Infiltrasi (mm/jam) 0 Sangat lambat 2,5 I Lambat > 2,5-15 II Sedang > 15-28 III Cepat > 28-53 IV Sangat cepat > 53 Sumber : ILRI (1974) dalam Pratista (2008) Tabel 5. Penyesuaian klasifikasi kerapatan aliran terhadap simpanan permukaan dengan metode Cook Kerapatan aliran Kriteria Klasifikasi metode Cook Harkat Koefisien C (mil/mil 2 ) >5 Tinggi Depresi permukaan dangkal, daerah 0,1 0,12 0,16 pengaliran curam, tidak ada rawa >2-5 Rendah Sistem drainase baik 0,08 0,08 0,12 >1-2 Normal Normal, depresi permukaan 0,06 0,06 0,08 dipertimbangkan, ada danau, empang atau rawa <2% daerah pengaliran 1 Diabaikan Drainase jelek, 0,04 0,04 0,06 timbunan air permukaan besar Sumber : Modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970); Gunawan (1991) dan SCDT (2003) dalam Pratista (2008). Tabel 6 Klasifikasi limpasan permukaan Metode Cook Kelas Kriteria Nilai (%) I Rendah 0-25 II Normal 26-50 III Tinggi 51-75 IV Ekstrim 76-100 Sumber : Meijerink (1970) 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Penelitian Hasil klasifikasi menurut Cook di daerah penelitian terdapat luasan Runoff terbesar terdapat dalam kelas normal seluas 58.371,471 ha atau sebesar 61,94 %. Kelas ini dijumpai pada tanah garapan (ladang/tegalan), perkebunan, hutan campuran, padang rumput, serta permukiman dengan kepadatan yang rendah. Kemudian diikuti oleh kelas rendah seluas 28.776,231 ha atau sebesar 30,53 % dari wilayah keseluruhan. Kelas ini dijumpai pada perkebunan, hutan campuran dari bagian hulu hingga bagian tengah, serta beberapa daerah Sub DAS bagian tengah (Sub DAS Sekitar Waduk, Sub DAS Riam Besar, Sub DAS Tabatan dan Sub DAS Kalaan). Kelas koefisien aliran tinggi merupakan kelas dengan luas terendah yaitu seluas 7,094,827 ha atau sebesar 7,53 % dari luas wilayah keseluruhan. Tanah terbuka dengan sedikit vegetasi, tanah kosong bekas kegiatan pertanian semusim atau tegalan, tanah terbuka tanpa vegetasi dan bekas galian termasuk dalam kelas ini. Pola sebaran kelas koefisien aliran di atas dianggap dapat mewakili kondisi Sub DAS Riam Kanan dan sekitarnya secara umum. Nilai koefisien aliran pada kawasan bervegetasi berkebalikan dengan 5

Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 1-8 Gambar 2. Bagan Alir Penelitian kawasan yang tidak bervegetasi. Daerah bervegetasi termasuk dalam kelas normal tersebar dari bagian hulu dan tengah yang mengindikasikan nilai koefisien C yang rendah sedangkan lapisan kedap air (imperveous) dan tanah terbuka, mempunyai nilai C yang tinggi. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara daerah bervegetasi dengan koefisien aliran sehingga dapat dijadikan untuk estimasi nilai koefisien aliran suatu DAS. 6

Abdur Rahman : Model Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Koefisien Aliran... Gambar 3. Peta Distribusi Spasial Kriteria Runoff menurut Cook di Sub DAS Riam Kanan dan Sekitarnya 7

Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 1-8 4. Simpulan dan Saran 4.1. Simpulan Pola distribusi sebaran kelas koefisien aliran Sub DAS Riam Kanan dikontrol oleh tutupan kerapatan vegetasi dan badan air dan tersebar di bagian hulu dan tengah Sub DAS. Koefisien aliran Sub DAS Riam Kanan didominasi oleh kelas normal sebesar 61,94 %, kelas rendah 30,53 % dan kelas tinggi sebesar 7,53 % dari luas total DAS. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hasil estimasi tidak berbeda dengan hasil perhitungan pada taraf kepercayaan 95% dengan tingkat akurasi sebesar 87 %, dengan demikian koefisien limpasan permukaan dengan menggunakan pendekatan Metode Cook modifikasi dapat digunakan untuk estimasi nilai koefisien aliran Sub DAS/DAS. 4.2. Saran Model pendekatan Sistim Informasi Geografis dengan memanfaatkan pendekatan bentang lahan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk estimasi koefisien aliran dengan kondisi dan karakteristik serta luasan DAS yang sama. Ucapan Terima Kasih Terima kasih disampaikan kepada DP2M DIKTI atas bantuan dana yang diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dini Sofarini S.Pi, MS. Daftar Pustaka Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital. Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Gunawan, T. 2007. Pendekatan Ekosistem Bentang Lahan Sebagai Dasar Pembangunan Wilayah Berbasis Lingkungan Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Makalah. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Kompas, 2007. Enam DAS di Kalsel Kritis. Terbit tanggal 12 Agustus 2007. (di download tanggal 12 Oktober 2009 URL http://www.kompas.com) LAPAN, 2006. Analisis Citra Satelit Penginderaan Jauh untuk Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Kabupaten Tanah Laut, Banjar dan Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jakarta. 6 halaman. (Di download tanggal 15 Oktober 2009). Linsley, R.K., Kohler and Paulhus, J.L., 1975. Hydrology for Engineers. Mc.Graw-Hill/Kogakusha Ltd. Tokyo. Meijerink, A.M.J., 1970. Photo Interpretation in Hydrology A Geomorphological Approach. ITC. Delf. Pratisto, A., 2008. The Impact of Landcover Change on Discharge Response and Flood Hazard. A Case Studi in Gesing Subwatershed, Indonesia. Tesis. Double Degree, Program Studi Geo-Informasi Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan ITC. Yogyakarta. Tidak diterbitkan. SCDT, 2000. Storm Water Quality Handbook. Caltrans, State of California Department of Transportation. California. Sudaryatno, 2000. Penerapan Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Volume limpasan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Garang Semarang, Jawa Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Yusuf, G, Sosro Darsono, S., Tominaga, M., 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Penerbit PT. Pradnya Paramita. Jakarta. 8