II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Presiden Republik Indonesia,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Menimbang : Mengingat :

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990

B. BIDANG PEMANFAATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

Menimbang : Mengingat :

PP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN RAKYAT (RKTUPHHK-HTR)

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKTUPHHK-HTI)

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKUPHHK-HTI)

BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : BASERAH MARGARETH ERNANDA SARAGIH

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

Pengertian, Konsep & Tahapan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.343/MENHUT-II/2004 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2004

FORMAT PENYUSUNAN USULAN BAGAN KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (BKUPHHK-HTI)

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

UPAYA MEMPERLUAS KAWASAN EKONOMIS CENDANA DINUSA TENGGARA TIMUR

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. IKH termuat di dalam Akte Pendirian Perseroan. Akte ini telah disahkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT (RKUPHHK-HTR)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT

STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN BADAN LITBANG KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 201/KPTS- IV/1998 TANGGAL : 27 Pebruari 1998

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran : I Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : 52/KPTS/VI-PHP/2003 Tanggal : 28 Oktober 2003

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun 2008 jo Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2007 menjelaskan hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Pengembangan HTI dilatarbelakangi oleh kondisi kesenjangan antara kapasitas industri perkayuan dengan pasokan bahan baku kayu yang pada waktu itu hanya mengandalkan dari kayu hutan alam. Jenis tanaman HTI yang dibudidayakan pada umumnya jenis kayu cepat tumbuh (akasia, sengon, eucaliptus, gmelina dsb). Tujuan utama pembangunan HTI adalah untuk menjamin ketersediaan bahan baku kayu yang dibutuhkan oleh industri pengolahan kayu di Indonesia, peningkatan devisa negara, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi negara/pedesaan, penyediaan kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha serta pelestarian manfaat sumberdaya hutan. Lahirnya pengusahaan hutan di Indonesia diawali dengan terbitnya Undang - Undang No 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan yang diatur dalam Pasal 13 yang ditindak lanjuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 1967 tanggal 30 Desember 1967 tentang Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Iuran Hasil Hutan (IHH). 2.2 Kegiatan Pengusahaan HTI Dalam pengusahaan HTI, terdapat dua tahapan kegiatan utama yang terdiri dari kegiatan pembangunan dan kegiatan pengelolaan (Fahutan IPB 1988, dalam Octofivtin 2004). Kegiatan pembangunan dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan terbentuknya hutan tanaman industri dalam satu atau dua unit kegiatan

kelestarian produksi. Sasaran dari kegiatan pembangunan adalah terciptanya tegakan hutan tanaman industri dengan kondisi mendekati tegakan normal. Kondisi ini perlu dicapai karena disamping untuk mewujudkan kelestarian hasil, juga memungkinkan untuk pemanfaatan semua faktor penentu pertumbuhan yang tersedia sehingga dicapai tingkat produktivitas dan profitabilitas yang tinggi. Sedangkan kegiatan pengelolaan terdiri atas kegiatan penebangan, kegiatan permudaan, pemeliharaan hutan, pengelolaan, dan pemasaran hasil hutan. Kegiatan ini dilakukan secara berulang. Sasaran dari kegiatan pengelolaan adalah diperolehnya hasil lestari yang berkualitas tinggi. Untuk mencapai sasaran dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan tersebut, perlu dilakukan kegiatankegiatan dengan tahapan sebagai berikut: 2.2.1 Penyusunan Rencana Dalam penyusunan rencana, ada 2 rencana yang akan disusun, yaitu Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RKPHTI) dan Rencana Karya Tahunan (RKT). RKPHTI merupakan rencana yang memuat seluruh kegiatan yang menunjang pembangunan dan pengelolaan HTI. Rencana ini merupakan penjabaran dari kegiatan pembangunan HTI yang mempunyai kejelasan : lokasi, jumlah tenaga kerja dan kualitasnya, jumlah sarana dan prasarana yang dibutuhkan, jumlah biaya yang dibutuhkan, dan sistem pelaksanaan (tata waktu). RKPHTI disusun paling lambat sebelum kegiatan pembangunan dilaksanakan. RKT memuat seluruh kegiatan-kegiatan secara terperinci (termasuk pembiayaannya) yang hendak dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun. RKT disusun paling lambat satu tahun sebelum kegiatan tahunan yang bersangkutan dilaksanakan. 2.2.2 Tata Batas Pelaksanaan kegiatan tata batas bertujuan untuk memperoleh kepastian administratif, kewenangan maupun hukum. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik dengan pihak pihak lain. Kegiatan tata batas meliputi tata batas areal HTI dengan areal di luar batas HTI tersebut (tata batas luar) dan tata batas peruntukan areal di dalam areal HTI (tata batas dalam areal).

Pelaksanaan tata batas ini meliputi pekerjaan pembuatan trace (rintis batas), pemancangan pal batas, pengukuran dan pemetaan batas serta pengukuhan administrasi/hukum dari batas tersebut. Biaya pembuatan tata batas adalah semua biaya operasional pembuatan tata batas, yang meliputi biaya pengukuran, pengukuhan batas luar, dan penyusunan rencana calon lokasi tanaman (UGM, 1996). 2.2.3 Penataan Hutan Kegiatan penataan hutan bertujuan untuk menata areal ke dalam bagianbagian yang lebih kecil sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara efisien (Fahutan IPB 1988, dalam Octofivtin 2004). Kegiatan penataan hutan terdiri atas 2 kegiatan utama, yaitu: 2.2.3.1 Kegiatan Penataan Batas Kegiatan penataan batas merupakan kegiatan yang menyangkut penentuan garis batas dan pemancangan pal batas terhadap areal hutan yang hendak ditata. 2.2.3.2 Kegiatan Pembagian Hutan Kegiatan pembagian hutan merupakan kegiatan yang menyangkut pemisahan areal ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil yaitu bagian hutan, petak, dan anak petak. Hasil dari kegiatan penataan batas dan pembagian hutan perlu diproyeksikan di atas peta. Pelaksanaan dari kegiatan penataan hutan akan diselesaikan dalam lima tahun pertama sesudah kegiatan pembangunan dijalankan. 2.2.4 Pembukaan Wilayah Hutan Kegiatan yang termasuk kedalam kegiatan pembukaan wilayah hutan adalah kegiatan pembuatan prasarana lalu lintas. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar areal HTI dapat dijangkau secara mudah. Pembuatan prasarana lalu lintas dapat dilakukan membuat jalan-jalan yang baru atau dengan melakukan perbaikan dan peningkatan mutu terhadap jalan yang sudah ada. Pada akhir daur pertama semua jalan, baik jalan utama maupun penunjang harus sudah selesai dibangun. 2.2.5 Penanaman Kegiatan penanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan yang diawali dari pengadaan bibit, penyiapan lahan, dan penanaman bibit di lapangan. Pengadaan benih dilaksanakan paling lambat satu tahun sebelum kegiatan

penanaman dilaksanakan. Selain dengan pembangunan tegakan benih, pemenuhan kebutuhan benih dapat dilaksanakan melalui pembelian dari tempat lain. Kegiatan penanaman dilakukan pada setiap petak atau anak petak berdasarkan rencana penanaman yang telah ditetapkan. Kegiatan penyiapan lahan bertujuan untuk mewujudkan prakondisi lahan yang optimal untuk keperluan penanaman yang berwawasan lingkungan dan memelihara kesuburan tanah, terutama agar kondisi fisik tanah mendukung perkembangan akar, mengurangi persaingan dengan gulma dan mempermudah dalam penanaman. Sejak tahun 1995, pemerintah melarang kegiatan penyiapan lahan dengan pembakaran. Kegiatan penyiapan lahan tanpa bakar meliputi beberapa kegiatan pokok, yaitu pembersihan lahan, pemanfaatan limbah, pengolahan lahan, dan konservasi tanah (Hendromono dkk, 2006). Penanaman bibit dilaksanakan pada awal sampai pertengahan musim penghujan. Karena terbatasnya waktu penanaman dalam setiap tahunnya maka kegiatan-kegiatan yang mendukungnya perlu diarahkan agar penanaman dapat dilaksanakan tepat pada waktunya. 2.2.6 Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan dilakukan pada tiap petak tebang. Pemeliharaan ini mencakup 2 kegiatan pemeliharaan yang utama yaitu: 2.2.6.1 Pemeliharaan Tanaman Muda Pemeliharaan tanaman muda dilakukan mulai bibit selesai ditanam di lapangan sampai tanaman mencapai kondisi tegakan yaitu keadaan dimana pohonpohonnya telah saling mempengaruhi satu sama lain, baik tajuk maupun perakarannya (umur 3 5 tahun). Pemeliharaan tegakan dilakukan setelah tegakan terbentuk sampai tegakan siap ditebang. Pekerjaan pemeliharaan tanaman muda dapat berupa penyulaman, penyiangan, pendangiran dan pembebasan gulma serta tanaman pengganggu lainnya. Kegiatan pemeliharaan tanaman muda juga dapat berupa pemupukan tanaman. Penyulaman adalah kegiatan penanaman kembali bagian yang kosong bekas tanaman yang mati, rusak, tumbuh merana, dan jelek (patah dan bengkok)

sehingga terpenuhi jumlah tanaman dalam satu luasan tertentu sesuai jarak tanam (Hendromono dkk, 2006). 2.2.6.2 Pemeliharaan Tegakan Pekerjaan pemeliharaan tegakan dapat berupa pembebasan tanaman pengganggu, pemangkasan cabang dan pemeliharaan. Pembebasan tanaman pengganggu dilakukan pada jalur tanaman pokok sehingga tanaman pokok mendapat kesempatan tumbuh secara baik. Pemangkasan cabang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas batang melalui peningkatan ukuran panjang batang bebas cabang. Sedangkan kegiatan penjarangan dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan ruang tumbuh yang optimal sehingga pertumbuhan pohon-pohon tertinggal dapat berlangsung secara maksimal. 2.2.7 Perlindungan Hutan Kegiatan perlindungan hutan mempunyai tujuan untuk melindungi hutan dari gangguan hama dan penyakit serta gangguan lain, baik hewan maupun manusia. Pencegahan kebakaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku tentang pencegahan kebakaran yang menyertai kegiatan pembalakan perlu diadakan. Pencegahan kebakaran yang dimaksudkan untuk mengurangi kecelakaan kebakaran hutan dan kerusakan hutan serta kawasan lainnya melalui penghindaran kebakaran (Departemen Kehutanan, 2000). 2.2.8 Pemanenan Hutan Pemanenan dilakukan pada tegakan yang telah mencapai umur yang sama dengan daur. Kegiatan pemanenan hutan secara tebang habis baru dapat dilaksanakan pada akhir daur pertama. Komponen dari kegiatan pemanenan hutan adalah (Fahutan IPB 1988, dalam Octofivtin 2004) adalah sebagai berikut: 2.2.8.1 Pengadaan sarana dan prasarana Pengadaan sarana dan prasarana dilaksanakan pada saat eksploitasi dimulai. Pengadaan sarana yang dimaksudkan adalah pembuatan jalan angkutan, jalan sarad, base camp, tempat pengumpulan kayu (TPn), tempat penimbunan kayu (TPK) dan peralatan eksploitasi seperti chain saw, traktor sarad, dan truk angkutan kayu.

2.2.8.2 Timber Cruising Timber cruising adalah pekerjaan untuk mengetahui potensi (volume) tegakan yang akan dipanen dengan dilakukan sensus potensi dari areal yang akan ditebang. Hasil dari kegiatan timber cruising ini dipergunakan untuk mengatur pelaksanaan penebangan secara berdaya guna dan berhasil guna, serta untuk mengetahui tingkat efisiensi pemanenan hasil hutan (besarnya realisasi hasil yang dipungut dibandingkan dengan volume tegakan). 2.2.8.3 Penebangan pohon Penebangan pohon adalah pekerjaan mulai dari penetapan arah rebah sampai pohon selesai dirobohkan. Dalam menentukan arah rebah perlu diperhatikan keadaan lapangan dan posisi pohon. Penebangan harus dilakukan secara hati-hati untuk mendapatkan kualitas kayu yang diinginkan. 2.2.8.4 Pembagian batang Pembagian batang adalah pekerjaan memotong pohon yang telah direbahkan menjadi bagian-bagian batang yang lebih kecil, dengan memperhatikan syarat seperti ukuran yang diminta pasar, kebijakan penjualan kayu, kemudahan penyaradan dan pengangkutan, adanya industri yang mengerjakan kayu serta pesanan-pesanan. 2.2.8.5 Penyaradan Penyaradan adalah pekerjaan membawa kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan (TPn). Penyaradan dapat dilakukan dengan tenaga hewan/manusia atau secara mekanis, yaitu dengan menggunakan sistem kabel dan dengan traktor/skidder. 2.2.8.6 Pengangkutan kayu Pengangkutan kayu dilakukan setelah penyaradan atau angkutan antara. Angkutan antara adalah pemindahan kayu dari TPn ke TPK dan dimulai saat kayu dimuat ditempat pengumpulan, atau dikumpulkan di sungai untuk dibawa ke lokasi penimbunan atau pabrik pengolahan. Pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan truk atau dengan mempergunakan alat angkut di air seperti tongkang/kapal atau perahu motor.

Tabel 3 Tata Waktu Kegiatan Pengusahaan HTI Kegiatan HTI Tahun ke- -2-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Dst Perencanaan RKPH RKT Tata Batas Penataan Hutan PWH Penanaman Pemeliharaan Tanaman Muda Tegakan Perlindungan Pemanenan Sumber: Timor (2003), dan Octofivtin (2004) 2.2.9 Tinjauan Pembiayaan Pengusahaan HTI Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2008 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hutan pada Hutan Produksi, Pedoman Pelaporan Keuangan Pengusahaan Hutan tahun 1995, dan hasil-hasil penelitian di lapangan (Setiawan, 1994; Hakim, 1995; Utami, 1995 dan Musyaffa, 2000). Biaya pengusahaan HTI merupakan seluruh beban pengeluaran dalam bentuk uang. Proyek pengusahaan HTI memerlukan biaya yang besar dan berjangka waktu yang panjang sehingga merupakan usaha yang memiliki resiko yang tinggi. Hal ini yang membuat pentingnya perencanaan dan perhitungan yang tepat dan cermat dalam pelaksanaannya. Secara umum biaya pembangunan HTI terdiri dari: 1. Biaya perencanaan 2. Biaya penanaman 3. Biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan 4. Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan 5. Biaya pemungutan hasil hutan 6. Biaya pemenuhan kewajiban kepada negara 7. Biaya pemenuhan kewajiban kepada lingkungan dan sosial

8. Biaya pembangunan sarana dan prasarana 9. Biaya administrasi dan umum 10. Biaya pendidikan dan latihan 11. Biaya penelitian dan pengembangan 12. Biaya penilaian HTI Biaya pendidikan dan latihan bertujuan untuk peningkatan keterampilan tenaga kerja, baik melalui pendidikan formal maupun non formal yang terkait dengan pekerjaan di Sektor hutan atau kehutanan (UGM,1996). Menurut Nugroho (2002) biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam satuan unit waktu tertentu, tetapi akan berubah persatuan unitnya jika volume produksi per satuan waktu tersebut berubah. Biaya ini akan terus dikeluarkan, walaupun tidak berproduksi. Komponen biaya tetap adalah depresiasi atau penyusutan dan bunga modal. Depresiasi merupakan metode untuk memperhitungkan besarnya penurunan nilai pasar barang modal tetap. Berkaitan dengan penilaian nilai aset untuk memperhitungkan pajak kekayaan perusahaan. Selain itu depresiasi merupakan metode untuk memperhitungkan alokasi biaya atas barang modal tetap yang digunakan selama waktu pakainya secara sistematis. Sedangkan bunga modal diperlukan sebagai kompensasi atas uang yang diinvestasikan. Pertimbangannya adalah apabila uang tersebut tidak diinvestasikan melainkan disimpan dalam bank, maka uang tersebut akan mendapat bunga bank. Nugroho (2002) juga mendefenisikan biaya variabel sebagai biaya yang per satuan unit produksinya tetap, tetapi akan berubah jumlah totalnya jika volume produksinya berubah. Biaya ini tidak diperlukan apabila tidak berproduksi. Biaya ini disebut juga biaya pengoperasian. Biaya penyusutan merupakan fungsi dari waktu, maka masa pemakaian alat harus diketahui. Umur suatu alat dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu : umur ekonomis dan umur pelayanan. Umur ekonomis (economic life) adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut tidak ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti. Pada akhirnya nilai ekonomis alat tersebut mungkin masih dapat

digunakan tetapi sudah tidak ekonomis lagi. Hal ini dapat disebabkan karena menurunnya efisiensi yakni semakin tinggi biaya pemeliharaan. Umur pelayanan adalah umur suatu alat dari awal pembelian dalam kondisi 100 % baru sampai alat tersebut mati (tidak bisa dipakai lagi) dan menjadi barang yang harus dibuang. Pada akhir pelayanan alat tersebut sudah tidak mempunyai nilai lagi. Penurunan nilai suatu alat dapat disebabkan karena kerusakan alat, adanya peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama bila dibandingkan pada mesin yang masih baru, adanya perkembangan teknologi selalu muncul alat yang lebih praktis dan lebih efisien sehingga alat yang lama nilainya akan merosot. Adanya pengembangan perusahaan, dengan adanya pengembangan perusahaan maka alat yang digunakan harus diganti dan disesuaikan dengan pengembangannya, sehingga alat-alat yang lama akan menurun nilainya. (Pramudya,1992).