TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

PERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN SKRIPSI IKKA F. M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum :

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

EVALUASI PEMBERIAN RANSUM DENGAN SUMBER ENERGI YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL BALIBU SKRIPSI MAULANI BARKAH SHALIHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis, dan spesies Ovis aries. Domba adalah ternak ruminansia yang mempunyai perut majemuk dan secara fisiologis sangat berbeda dengan ternak berperut tunggal seperti babi dan unggas (Wodzicka et al., 1993). Domba yang dikenal di Indonesia ada tiga bangsa yaitu domba garut, domba ekor gemuk, dan domba ekor tipis atau lebih dikenal dengan nama domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan tidak mengenal adanya musim pembiakan (non seasonal breeding) sehingga perkembangbiakan dapat berlangsung sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ciri-ciri ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulunya beragam, ekor tipis, dan tidak terlalu panjang (Devendra dan McLeroy, 1992). Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, berbulu kasar, tidak seragam, hasil daging relatif sedikit, dan pola warna bulu sangat beragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam umumnya. Bobot dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan persentase karkas berkisar antara 44%-49% (Devendra dan McLeroy, 1992). Ekor pada domba lokal umumnya pendek dengan ukuran panjang rata-rata 19,3 cm; lebar pangkal ekor 5,6 cm; dan tebal 2,7 cm (Devendra dan McLeroy, 1992). Prospek peternakan domba di Indonesia sangat menjanjikan, ditunjukkan dengan peningkatan konsumsi daging domba sebesar 7,84% pada tahun 2011 (BPS, 2012 a ). Hai ini dikarenakan domba lokal mempunyai posisi yang sangat strategis di masyarakat karena mempunyai fungsi ekonomis, sosial, dan budaya serta merupakan sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan bangsa domba di Indonesia melalui persilangan antar bangsa domba lokal dengan domba impor (Sumantri et al., 2007). Ternak-ternak lokal penting untuk dilindungi karena mempunyai keunggulan antara lain mampu bertahan hidup pada tekanan iklim dan pakan yang berkualitas rendah, penyakit dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara dengan biaya rendah, mendukung keragaman pangan, pertanian, dan budaya (FAO, 2002).

Tongkol Jagung Pakan Potensi limbah tanaman jagung yaitu 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, dan 10% kulit buah jagung (klobot) dihasilkan pertahun, akan tetapi pemanfaatan limbah tanaman jagung belum maksimal karena bersifat bulky, musiman, dan cepat rusak setelah dipanen (Umiyasih dan Wina, 2008). Penggunaan limbah tongkol jagung sebagai pakan umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki lahan dan menanam tanaman pangan (Febrina dan Liana, 2008). Tongkol jagung merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan industri pengolahan jagung. Menurut Parakkasi (1999), tongkol jagung memiliki persentase sebesar 20% dari berat jagung bertongkol (buah jagung tanpa klobot). Kuantitas tongkol jagung dalam jumlah yang banyak, diindikasikan dengan produksi jagung pipil di Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai 17.643.250 ton (BPS, 2012 b ). Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kuantitas tongkol jagung di Indonesia sebanyak 4.410.813 ton. Komposisi nutrien tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nutrien Tongkol Jagung Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Tongkol Jagung a Tongkol Jagung b Bahan Kering (%) 90 90 Abu (%) 1,9 2,2 Protein Kasar (%) 3,6 3,3 Lemak Kasar (%) 0,8 0,6 Serat Kasar (%) 40,2 40 BETN (%) 53,5 53,9 Selulosa (%) 28 - Lignin (%) 7 - TDN (%) 50 48 Keterangan : a Perry et al. (2003), b Parakkasi (1999) Tongkol jagung mengandung protein kasar yang rendah yaitu sebesar 4,64% dengan kadar lignin dan selulosa yang tinggi (Aregheore, 1995). Rendahnya kandungan protein dan tingginya kandungan lignin tongkol jagung menyebabkan selulosa tidak tersedia untuk difermentasi di dalam rumen yang berakibat kecernaannya menjadi rendah (Brandt dan Klopfenstein, 1986). Menurut Perry et al. (2003), tongkol jagung sebaiknya dipotong-potong atau digiling terlebih dahulu sebelum diberikan pada ternak ruminansia agar dapat dimanfaatkan dengan baik dan 4

efisien. Yulistiani (2010) melaporkan bahwa, amoniasi tongkol jagung dapat digunakan dalam ransum komplit domba komposit sumatra dan menghasilkan pertambahan bobot badan 146-176 g/ekor/hari. Penelitian lain melaporkan bahwa tongkol jagung giling dipakai dalam ransum kambing lokal afrika jantan pada level 36% dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian 37 g/ekor/hari (Aregheore, 1995). Onggok Onggok adalah produk limbah yang merupakan hasil samping pembuatan pati dari ubi kayu (cassava). Onggok merupakan pakan sumber energi yang berasal dari limbah pembuatan tepung tapioka dengan jumlah mencapai 19,7% dari produksi ubi kayu. Pemanfaatan onggok masih sangat sederhana dan dikategorikan sebagai hasil samping yang bernilai ekonomi sangat rendah. Serat terdiri dari hemiselulosa, pektin, dan selulosa. Onggok juga kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna bagi ternak dan penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum karena harganya murah, cukup tersedia, dan mudah didapat (Rasyid et al., 1996). Penelitian Shaliha (2012) terhadap domba yang mendapat sumber energi berbasis onggok mendapatkan pertambahan bobot badan 91-108 g/ekor/hari. Kandungan nutrien dari onggok dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Nutrien Onggok Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Kandungan Bahan Kering (%) 86 Abu (%) 0,89 Protein Kasar (%) 1,77 Lemak Kasar (%) 1,48 Serat Kasar (%) 6,66 BETN (%) 89,20 Sumber : Irawan (2002) Bungkil Kelapa Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar/kering (SNI, 1996 a ) dan mengandung protein kasar sebesar 18% (Wibowo, 2010). Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1999). Sebagai sumber protein, bungkil kelapa baik digunakan untuk ternak, namun bungkil kelapa memiliki 5

kecernaan yang rendah karena tingginya kandungan serat kasar. Menurut Sutardi (1979), perpaduan antara bungkil kelapa dan bungkil kedelai ternyata lebih unggul daripada bungkil kelapa atau bungkil kedelai saja. Kedua sumber protein ini seolah- olah dapat saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga menjadi jauh lebih baik, kemungkinan bungkil kelapa yang biasanya defisien akan metionin, kelemahannya itu dapat ditutupi oleh bungkil kedelai. Aregheore (2005) menyatakan bahwa peningkatan pemberian bungkil kelapa dapat menurunkan konsumsi bahan kering, namun dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan memberikan konversi pakan yang rendah. Balitnak (2011) melaporkan bahwa bungkil kelapa mengandung 21,7% protein kasar; 17,1% lemak kasar; 16,2% serat kasar; 0,1% kalsium; 0,62% fosfor; 1667 kkal/kg ME; dengan kecernaaan bahan kering sebesar 60%. Kandungan nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Mutu 1 Mutu 2 Bahan Kering (%) 88 88 Protein Kasar (%) 20 18 Serat Kasar (%) 16 18 Abu (%) 8 10 Lemak Kasar (%) 14 17 BETN (%) 42 36 Sumber: SNI (1996 a ) Bungkil Kedelai Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyaknya secara mekanis (expeller) atau secara kimia (solvent) (SNI, 1996 b ). Kandungan protein bungkil kedelai mencapai 43%-48%. Bungkil kedelai juga mengandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor, namun zat antinutrisi tersebut tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai bahan pakan. Bungkil kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki kandungan protein yang tinggi tetapi kandungan Ca, P, dan vitamin A rendah serta mengandung asam amino yang hampir lengkap (Tangendjaja, 1987). Fahmy et al. (1992) mengatakan bahwa dengan bungkil kacang tanah dan kacang kedelai sebagai sumber protein utamanya dapat menggemukkan berbagai bangsa domba. Hasilnya adalah pertambahan bobot hidup 189-186 g/ekor/hari. Penggunaan bungkil kedelai sebanyak 20% pada ransum berbasis tongkol jagung yang diberikan pada domba 6

komposit sumatra dapat menghasilkan pertambahan bobot badan 146-176 g/ekor/hari (Yulistiani, 2010). Kandungan nutrien bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 Bahan Kering (%) 88 88 88 Protein Kasar (%) 53,4 50 46,6 Serat Kasar(%) 6,8 7,4 10,2 Abu(%) 6,8 8 9,1 Lemak Kasar(%) 4 4 5,7 BETN(%) 29 30,6 28,4 Sumber: SNI (1996 b ) Tepung Ikan Tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling (SNI, 1996 c ). Tepung ikan mengandung protein yang cukup tinggi, sehingga bahan tersebut digunakan sebagai sumber utama protein pada pakan, disamping pakan lainnya. Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga digunakan sebagai sumber kalsium. Tepung ikan yang baik mempunyai kandungan protein kasar 58%-68%; air 5,5%-8,5%; dan garam 0,5%-3,0% (Sitompul, 2004). Tepung ikan mempunyai variasi kualitas yang sangat tinggi, standarisasi pengolahan dan tingkat nutrien tepung ikan yang didatangkan dari luar negeri mempunyai kadar protein antara 55%-65% dan lemak 5%-7% (NRC, 2006). Kandungan nutrien tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Nutrien Tepung Ikan Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 Bahan Kering (%) 90 88 88 Protein Kasar (%) 65 55 45 Serat Kasar(%) 1,5 2,5 3 Abu(%) 20 25 30 Lemak Kasar(%) 8 10 12 Ca(%) 2,5-5,0 2,5-6,0 2,5-7,0 P(%) 1,6-3,2 1,6-4,0 1,6-4,7 Sumber: SNI (1996 c ) Rocha et al. (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan sumber ruminally undegradable protein dan kaya akan lisin dan metionin yang merupakan asam amino pembatas pada ternak ruminansia. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses 7

pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna coklat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Sitompul, 2004). Susunan asam amino bungkil kelapa, bungkil kedelai dan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Asam Amino Bungkil Kelapa, Bungkil Kedelai dan Tepung Ikan No. Asam Amino B. Kelapa B. Kedelai Tepung Ikan 1 Arginin 1,96 3,14 3,68 2 Glisin 0,89 1,90 4,46 3 Serin 0,96 2,29 2,37 4 Histidin 0,41 1,17 1,42 5 Isoleusin 0,60 1,96 2,28 6 Leusin 1,21 3,39 4,16 7 Lisin 0,48 2,69 4,51 8 Metionin 0,37 0,62 1,63 9 Sistin 0,24 0,66 0,57 10 Fenilalanin 0,81 2,16 2,21 11 Tirosin 0,46 1,91 1,80 12 Treonin 0,66 1,72 2,46 13 Triptofan - 0,74 0,49 14 Valin 0,89 2,07 2,77 Sumber : NRC (2006) dan Parakkasi (1999) Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh terrnak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi (Tillman et al., 1998). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum, tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks yang terdiri dari hewan, makanan yang diberikan, dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parakkasi, 1999). Daya cerna makanan diikuti kecepatan aliran makanan yang tinggi dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan konsumsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah palatabilitas yang tergantung dari beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa, tekstur, dan temperatur lingkungan (Pond et al., 1995). Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting untuk menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Menurut Aregheore (2005), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak. Konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh 8

kualitas makanan dan kebutuhan energi ternak. Semakin baik kualitas makanannya, semakin tinggi konsumsi ransum ternak (Parakkasi, 1999). Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba pada fase penggemukan dengan bobot badan 20-30 kg, akan mengkonsumsi bahan kering sebanyak 690-1240 g/ekor/hari. Kisaran konsumsi bahan kering yang disarankan NRC untuk ternak domba dengan bobot badan 20-30 kg adalah sebesar 3,44% - 4,14% bobot badan. Yulistiani (2010) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba yang mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah sebesar 1092-1240 g/ekor/hari atau 4,17% bobot badan. Protein Kasar Protein merupakan zat makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak dan juga merupakan bagian terpenting dari jaringan-jaringan tubuh hewan. Protein tersusun dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh dan digunakan sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh belum terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno, 1992). Pemberian pakan yang tidak dibatasi (melebihi hidup pokok) akan meningkatkan konsumsi protein karena ternak mempunyai kesempatan untuk makan lebih banyak (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Peningkatan konsumsi protein juga dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan yaitu semakin tinggi kandungan protein semakin banyak pula protein yang terkonsumsi (Boorman, 1980). Menurut NRC (2006), domba yang sedang tumbuh membutuhkan protein dalam jumlah yang tinggi dibandingkan domba yang dewasa. Kisaran standar NRC (2006) untuk domba dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 122-154 g/ekor/hari dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari. Konsumsi protein kasar pakan dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan yang dikehendaki setiap hari, serta jumlah dan kualitas pakan yang diberikan (Parakkasi, 1999). Konsumsi protein pakan sangat erat kaitannya dengan konsumsi bahan kering pakan, semakin tinggi konsumsi bahan kering pakan mengakibatkan semakin tinggi pula konsumsi protein pakan (Sudarman et al., 2008). Konsumsi protein kasar juga sangat erat kaitannya dengan kandungan serat kasar di dalam 9

ransum. Menurut Maynard dan Loosli (1993), sifat voluminous serat kasar dapat menurunkan kapasitas ruang rumen sehingga ternak merasa kenyang dan konsumsi protein pun menurun. Lemak Kasar Lemak merupakan zat tidak larut air, bahan organik yang larut dalam pelarut organik (Parakkasi, 1999). Kadar lemak yang tinggi pada ransum mengganggu pertumbuhan mikroba rumen. Penambahan lemak dalam ransum sapi dan domba menurunkan kecernaan serat karena asam lemak rantai panjang menghambat metabolisme mikroba rumen (Palmquist et al., 1986). Lemak mempengaruhi palatabilitas suatu pakan oleh karenanya mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Toha et al., 1999). Konsumsi lemak kasar juga dapat dipengaruhi oleh sifat kimia pakan, yaitu salah satunya kandungan asam lemak tak jenuh dalam perlakuan. Konsumsi lemak kasar domba menurut Haddad dan Younis (2004) dalam ransum untuk domba awwasi jantan lepas sapih pada periode pembesaran yaitu sebesar 59 g/ekor/hari. Serat Kasar Pakan kaya serat mempunyai sifat fisik yang bervariasi dan dapat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan kecernaannya. Kandungan serat kasar yang tinggi mampu menjadi faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna pakan (Tillman et al., 1998). Menurut Toharmat et al. (2006), jenis pakan kaya serat dapat mempengaruhi konsumsi bahan kering yang selanjutnya mempengaruhi konsumsi nutrien. Hal ini berarti bahwa konsumsi bahan kering pakan dapat dimanipulasi melalui pemilihan jenis pakan kaya serat yang diberikan. Faktor yang berpengaruh pada konsumsi serat kasar antara lain konsumsi bahan kering dan kandungan nutrien ransum. Kandungan serat kasar dalam bahan pakan mampu mengurangi tingkat kecernaan pakan dalam tubuh ternak. Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan maka semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan makanan (Hartadi et al., 1997). Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (BETN) BETN merupakan fraksi karbohidrat selain serat kasar yang umumnya mudah tercerna, antara lain pati dan gula. Pada fase pertumbuhan, salah satu komponen 10

nutrien yang penting dalam pakan adalah energi, kebutuhan energi ini sangat bergantung dari status fisiologis ternak. Hartadi et al. (1997) menambahkan bahwa hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk hidup pokok, memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru. Menurut Pond et al. (1995), secara umum nutrisi yang paling membatasi dalam nutrisi ternak domba adalah energi. Konsumsi energi yang berlebihan oleh ternak akan mengalihkan penggunaan energi untuk memproduksi lemak tubuh yang lebih tinggi. Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun, dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kematian. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa kebutuhan energi pakan ditentukan oleh lingkungan, umur, bobot badan, bangsa, komposisi pakan, dan pertambahan bobot badan yang dikehendaki. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi kebutuhan energi adalah temperatur, kelembaban, dan kecepatan angin (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Total Digestible Nutrient (TDN) Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan, yang merupakan jumlah dari semua zat-zat makanan organik yang dapat dicerna seperti protein, lemak, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi TDN seperti suhu lingkungan, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya (Aboenawan, 1991). Perry et al. (2003) menyatakan bahwa nilai TDN suatu bahan pakan dipengaruhi beberapa hal, antara lain persentase bahan kering dari bahan tersebut, bahan kering pakan yang akan dicerna, jumlah bahan mineral dalam kecernaan bahan kering, dan jumlah lemak dalam bahan kering yang dapat dicerna. Semakin tinggi TDN dari suatu pakan, maka pakan tersebut akan semakin baik karena banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan. Kadar TDN bahan pakan umumnya berbanding terbalik dengan serat kasarnya (Anggorodi, 1990). Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 550-990 g/ekor/hari dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari. 11

Rianto et al. (2006) melaporkan bahwa konsumsi TDN domba yaitu sebesar 341,33 g/hari dan menurut Purbowati et al. (2009) konsumsi TDN antar perlakuan yang tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh kandungan TDN pakan relatif sama dan konsumsi BK yang tidak berbeda nyata. Kurangnya konsumsi energi dapat mengakibatkan pertumbuhan lambat atau berhenti, bobot hidup berkurang, fertilitas menjadi rendah, kegagalan reproduksi, rendahnya kualitas wol, daya tahan tubuh terhadap penyakit berkurang, dan angka kematian tinggi (Ensminger, 1991). Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dari tulang, otot, organ dalam, dan bagian lain dari tubuh ternak. Pertumbuhan secara normal dimulai dari saat sebelum lahir dan sesudah lahir hingga ternak mencapai ukuran tubuh dewasa (Ensminger, 1991). Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot, dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al., 1998). Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Wodzicka et al., 1993). Kurva yang menunjukkan hasil penelitian Inounu et al. (2008) mengenai pertumbuhan bobot badan domba dapat dilihat pada Gambar 1. Domba Garut Domba M. Charollais X Garut Domba St. Croix X Garut Domba M. Charollais X St. Croix X Garut Domba St. Croix X M. Charollais X Garut Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya Sumber : Inounu et al. (2008) 12

Pada umumnya pertumbuhan domba diketahui dengan cara pengukuran terhadap bobot dan tinggi badan. Pengukuran bobot tubuh dapat menentukan tingkat konsumsi, efisiensi pakan, dan harga (Parakkasi, 1999). Sebagai gambaran pertumbuhan bobot badan domba, (Inounu et al., 2008) menyatakan bahwa domba garut akan mencapai bobot potong 35 kg pada umur 25,07 bulan dan persilangannya akan mencapai bobot potong 35 kg pada kisaran umur 15-19 bulan. Pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak, dan tata laksana (NRC, 2006). Arifiyanti (2002) menyatakan bahwa kandungan zat makanan dalam pakan memenuhi batas kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi akan lebih tinggi dan akan memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam pakan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sedangkan penambahan serat kasar dalam pakan akan menurunkan bobot badan. Tingkat kenaikan bobot badan harian domba dan kambing di pedesaan berkisar antara 20-40 g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan harian domba yang sedang dalam masa pertumbuhan berkisar antara 49-71 g/ekor/hari (Tarmidi, 2004). Hasil penelitian Junaidi et al. (2011) menyatakan bahwa PBB domba yang mendapat ransum 30% tongkol jagung berkisar antara 83-97 g/ekor/hari. Yulistiani (2010) menyatakan bahwa PBB domba yang mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah 146,3-176,2 g/ekor/hari. Penggunaan konsentrat terutama yang banyak mengandung biji-bijian lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan lebih baik (Velez et al., 1993). Kualitas hijauan juga sangat menentukan konsumsi dan pertambahan bobot badan ternak ruminansia (Hart et al., 1993). Konversi Pakan Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu unit produksi ternak (Katangole et al., 2009). Konversi pakan suatu ransum bergantung pada konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan harian. Konsumsi bahan kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi rendah atau sebaliknya konsumsi pakan yang tinggi juga belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi (Thalib et al., 2001). 13

Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahan makanan tersebut kurang efisien untuk diubah menjadi daging, sebaliknya semakin rendah nilai konversi ransum menunjukkan bahan makanan tersebut sangat efisien untuk diubah menjadi daging. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan semakin efisien penggunaan pakannya (Martawidjaja, 2003). Penelitian Yulistiani (2010) menyatakan bahwa konversi pakan domba yang mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah 6,6-7,5. Konversi pakan khususnya ternak ruminansia kecil dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan, dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi maka nilai konversi pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan (Pond et al., 1995). Konversi pakan bergantung pada konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan harian. Konsumsi bahan kering yang tinggi belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi atau sebaliknya konsumsi bahan kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi rendah (Thalib et al., 2001). Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk menghitung pendapatan yang diterima oleh peternak. Secara sederhana, perhitungan IOFC adalah pendapatan dari penjualan ternak dikurangi biaya pakan. Komponen utama yang diperhatikan dari perhitungan ini adalah harga jual domba, harga beli bakalan, dan biaya pakan. Faktor lain yang mempengaruhi nilai IOFC antara lain jumlah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan (Kamesworo, 2010). IOFC adalah pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan. Pendapatan diperoleh dari perkalian pertambahan bobot badan dengan harga jual ternak dalam bobot hidup, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan tersebut (Mayulu et al., 2009). Kasim (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan, PBB, dan harga pakan saat pemeliharaan dapat berpengaruh terhadap nilai perhitungan IOFC. Faktor-faktor yang berpengaruh penting dalam IOFC adalah pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan harga 14

pakan selama pemeliharaan. Pertambahan bobot badan yang tinggi belum tentu menjamin keuntungan yang maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik diikuti dengan konversi pakan yang baik pula serta biaya pakan yang minimal akan mendapatkan keuntungan yang maksimal (Wahju, 1997). 15