BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE

POJOK ORALIT. LAPORAN MANAJEMEN Februari, 2018 : A.FEBY EKA PUTRI STAMBUK : N PEMBIMBING : dr. INDAH P.KIAY DEMAK.M.Med.

RENCANA TERAPI A PENANGANAN DIARE DI RUMAH (DIARE TANPA DEHIDRASI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes. dan analisis kebutuhan pelayana yang diperlukan

Buku Saku Petugas Kesehatan

PENDATAAN DAN PELAPORAN P2 DIARE

RUK PROGRAM DIARE TAHUN 2018

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOP PENCATATAN & PELAPORAN P2 DIARE

SOP PENCATATAN & PELAPORAN P2 DIARE

PENANGANAN DIARE No Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman :

PENANGANAN DIARE. B. Tujuan Mencegah dan mengobati dehidrasi, memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011). menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM DIARE DI PUSKESMAS MEDAN DELI KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN 2014 SKRIPSI. Oleh : RIRI ASTIKA INDRIANI NIM.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pola buang air besar pada anak

PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

SATUAN ACARA PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Batu Jaya Periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi

A. Gambaran Berdasarkan Survei dan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. ( ) Tidak lulus SD 3. ( ) Lulus SD 4. ( ) Lulus SLTP 5. ( ) Lulus SLTA 6. ( ) Lulus D3/S1

INOVASI KEPERAWATAN DIARE PADA ANAK. Pencegahan penyakit adalah upaya mengarahkan sejumlah kegiatan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pada buang air besar perharinya. Berat daily stool dapat melebihi berat normal ratarata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Pada

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan masalah pada anak-anak di seluruh dunia. Dehidrasi dan


MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT

III. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah diberikan penyuluhan ibu ibu atau warga desa mampu : Menjelaskan pengertian diare

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada keluarga, yang

DIARE Oleh: Astrie Rezky Defri Yulianti Intan Farah Diba Angela Juliana Nur Aira Juwita Risna Sri Mayani Syarifa Andiana Tri wardhana Yuvi Zulfiatni

CURRICULUM VITAE. : Jalan Abdul Hakim Komplek Classic III Setiabudi Residence No. 56B Tanjungsari Medan

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) 9) terjadinya komplikasi pada mukosa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

PETUNJUK TEKNIS LAYANAN REHIDRASI ORAL AKTIF

BAB 1 : PENDAHULUAN. sendiri. Karena masalah perubahan perilaku sangat terkait dengan promosi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam faeces (Ngastiah, 1999). Menurut Suriadi (2001) yang encer atau cair. Sedangkan menurut Arief Mansjoer (2008) diare

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke saku yang berisi informasi suatu tema tertentu (Taufik, 2010). Buku

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 78 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI KABUPATEN PATI

Apa Penyebab Diare? Penyebab diare pada bayi/anak dan dewasa ada yang berbeda. Penulis akan menjelaskan penyebab bayi/anak dan dewasa tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/Menkes/Per/I/2010 TENTANG PENGGUNAAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) BAGI BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Definisi Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004). 2.1.2 Wilayah Kerja Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2004). 2.1.3 Visi dan Misi Puskesmas Visi puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Indikator utama kecamatan yang sehat yaitu : 1. Lingkungan sehat 2. Perilaku sehat 3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu 4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004). 10

11 Misi puskesmas, yaitu : 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan 2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat 3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (Depkes RI, 2004). 2.1.4 Fungsi dan Kedudukan Puskesmas Terdapat tiga fungsi utama puskesmas, yaitu : 1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan 2. Pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan 3. Pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar (Depkes RI, 2004) Fungsi pelayanan kesehatan tersebut dapat dikelompokkan dalam upaya kesehatan perorangan strata pertama yang bersifat private goods seperti penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan perorangan, dan upaya kesehatan masyarakat yang bersifat public goods seperti promosi kesehatan dan penyehatan lingkungan (Depkes RI, 2004) Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi : 1. Pelayanan kesehatan masyarakat yang mengutamakan pelayanan promotif dan preventif, dengan kelompok masyarakat serta sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas

12 2. Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya melalui upaya rawat jalan dan rujukan (Depkes RI, 2004). Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services). Dalam sistem pemerintahan daerah, puskesmas merupakan organisasi struktural dan berkedudukan sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang bertanggung jawab terhadap kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2004). 2.2 Diare 2.2.1 Pengertian Diare Menurut Kemenkes RI (2011) diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari. 2.2.2 Pembagian Diare Pembagian diare menurut Kemenkes RI, 2011, adalah : 1. Diare Akut Cair Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (pada umumnya 3 kali atau lebih) perhari dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari.

13 2. Diare Bermasalah a. Diare berdarah b. Kolera c. Diare berkepanjangan (Prolonged Diarrhea) d. Diare persisten/diare Kronik e. Diare dengan gizi buruk f. Diare dengan penyakit penyerta 2.2.3 Penyebab Diare Secara klinis penyebab diare dibagi dalam 4 kelompok, tetapi yang sering ditemukan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi terutama infeksi virus. Penyebab penyakit diare adalah sebagai berikut, (Kemenkes RI, 2011) : 1. Faktor Infeksi a. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk + Norwalk Like Agent b. Bakteri 1) Shigella, Salmonella, Escheria Coli (E.Coli), Golongan Vibrio 2) Bacillus cerecus, clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, Camphylobacter, Aeromonas c. Parasit 1) Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia Lamblia, Balantidium Coli, Cryptosporidium 2) Cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastissistis hominis

14 2. Malabsorpsi 3. Keracunan Makanan a. Keracunan Bahan-bahan kimia b. Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi 1) Jasad Renik 2) Ikan 3) Buah-buahan 4) Sayur-sayuran 4. Diare Terkait Penggunaan Antibiotik (Dta/Aad) Infeksi masih merupakan penyebab utama diare. Pada penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Rotavirus Surveillance Network (IRSN) dan Litbangkes pada pasien anak di 6 Rumah Sakit, penyebab infeksi terutama disebabkan oleh Rotavirus dan Adenovirus (70%) sedangkan infeksi karena bakteri hanya 8,4%. Kerusakan vili usus karena infeksi virus (rotavirus) mengakibatkan berkurangnya produksi enzim laktase sehingga menyebabkan malabsorpsi laktosa. Diare karena keracunan makanan disebabkan karena kontaminasi makanan oleh mikroba misalnya : Clostridium botulinum, Stap. Aureus dll. Sedangkan diare terkait penggunaan antibiotika (DTA) terjadi karena penggunaan antibiotika selama 3 sampai 5 hari yang menyebabkan berkurangnya flora normal usus sehingga ekosistem flora usus didominasi

15 oleh kuman pathogen khususnya Clostridium difficile. Angka kejadian DTA berkisar 20-25%. 2.2.4 Tanda-Tanda Diare Tanda-Tanda diare adalah buang air besar cair lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari, yang kadang disertai dengan muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam dan tinja berdarah (Depkes RI, 2007). 2.3 Program Pengendalian Penyakit Diare 2.3.1 Tujuan Tujuan Umum : Menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare bersama lintas program dan sektor terkait. Tujuan Khusus : 1. Tercapainya penurunan angka kesakitan 2. Terlaksananya tatalaksana diare sesuai standar 3. Diketahuinya situasi epidemiologi dan besarnya masalah penyakit diare di masyarakat, sehingga dapat dibuat perencanaan dalam pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya pada semua jenjang pelayanan. 4. Terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati dan melaksanakan hidup sehat melalui promosi kesehatan kegiatan pencegahan sehingga kesakitan dan kematian karena diare dapat dicegah.

16 5. Tersusunnya rencana kegiatan pengendalian penyakit diare di suatu wilayah kerja yang meliputi target, kebutuhan logistik dan pengelolaanya (Kemenkes RI, 2011). 2.3.2 Kebijakan 1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar, baik di sarana kesehatan maupun masyarakat/rumah tangga 2. Melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Diare 3. Mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare 4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam pengelolaan program yang meliputi aspek manajerial dan teknis medis 5. Mengembangkan jejaring lintas program dan sektor di pusat, propinsi dan kabupaten/kota 6. Meningkatkan pembinaan teknis dan monitoring untuk mencapai kualitas pelaksanaan pengendalian penyakit diare secara maksimal 7. Pelaksanaan evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan program dan sebagai dasar perencanaan selanjutnya (Kemenkes RI, 2011). 2.3.3 Strategi 1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE) 2. Meningkatkan tatalaksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar

17 3. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB Diare 4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif 5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi (Kemenkes RI, 2011). 2.3.4 Kegiatan Program 1. Tatalaksana penderita diare 2. Surveilans epidemiologi 3. Promosi kesehatan 4. Pencegahan diare 5. Pengelolaan logistik 6. Pemantauan dan evaluasi (Kemenkes RI, 2011). 2.3.5 Tata Laksana Penderita Diare Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas (Kemenkes RI, 2011) : 1. Berikan Oralit Oralit merupakan campuran garam elektrolszit seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCI), trisodium sitrat hidrat dan glukosa anhidrat. Oralit diberikan segera bila menderita diare, sampai diare berhenti. Oralit bermanfaat untuk mengganti cairan dan elektolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh. Campuran glukosa dan

18 garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Oralit diberikan segera bila anak diare sampai diare berhenti. Cara pemberian oralit yaitu satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang. a. Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit setiap kali buang air besar b. Anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc cairan oralit setiap kali buang air besar Oralit dapat diperoleh di Posyandu, Polindes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, rumah sakit atau ditempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya. Oralit saat ini tersedia dalam formula baru dengan tingkat osmolaritas yang berbeda dibandingkan oralit lama, yaitu : Tabel 2.1 Perbedaan Antara Oralit Lama dan Oralit Baru No Oralit lama (WHO/INICEF 1978) Oralit Formula Baru (WHO/UNICEF 2004) Dengan Osmolaritas 1 Na+ : 90 meq/l Na+ : 75 meq/l 2 K+ : 20 meq/l K+ : 20 meq/l 3 HCO3 : 30 meq/l Citrate : 10 mmol/l 4 Cl- : 80 meq/l Cl- : 65 meq/l 5 Glucose : 111 mmol/l Glucose : 75 mmol/l Osmolar : 331 mmol/l Osmolar : 245 mmol/l Perbedaan oralit lama dengan oralit baru yaitu terdapat pada tingkat osmolaritas. Osmolaritas oralit baru lebih rendah yaitu 245 mmol/l dibanding

19 total osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/l. Penelitian menunjukkan bahwa oralit formula baru mampu : a. Mengurangi volume tinja hingga 25% b. Mengurangi mual-muntah hingga 30% c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena Anak yang tidak menjalani terapi intravena, tidak harus dirawat di rumah sakit. Sehingga risiko anak terkena infeksi di rumah sakit dapat berkurang, pemberian ASI tidak terganggu dan orangtua dapat menghemat biaya. WHO dan UNICEF merekomendasikan Negara-negara di dunia untuk menggunakan dan memproduksi oralit dengan osmolaritas rendah (oralit baru). 2. Berikan Zinc Selama 10 Hari Berturut-Turut Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan Zinc selama 10-14 hari. Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1983-2003) yang menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc lebih

20 efektif dan terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anak-anak sampai 40%. Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare. Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zinc harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare pada 2-3 bulan ke depan. Obat zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30 detik. Zinc diberikan dengan dosis sebagai berikut : - Balita umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg)/hari - Balita umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg)/hari Zinc diberikan dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air matang atau ASI. Untuk anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah. Zinc aman dikonsumsi dengan oralit. Zinc diberikan satu kali sehari sampai semua tablet habis (selama 10 hari) sedangkan oralit diberikan setiap kali anak buang air besar sampai diare berhenti. Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki mucosa usus yang rusak dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan. Ketika

21 memberikan konseling pada ibu, petugas kesehatan harus menekankan pentingnya pemberian dosis penuh selama 10 hari dengan menyampaikan pada ibu tentang manfaat jangka pendek dan panjang zinc, termasuk mengurangi lamanya diare, menurunkan keparahan diare, membantu anak melawan episode diare dalam 2-3 bulan selanjutnya setelah perawatan. Selama itu juga zinc dapat membantu pertumbuhan anak lebih baik dan meningkatkan nafsu makan. 3. Teruskan ASI Dan Pemberian Makan Bayi dibawah usia 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistem imunitas tubuh bayi. Jika anak menderita diare teruskan pemberian ASI sebanyak yang anak inginkan. Pemberian makan selama anak diare juga harus ditingkatkan sampai dua minggu setelah anak berhenti diare, karena lebih banyak makan akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi. Anak yang berusia kurang dari 2 tahun, dianjurkan untuk mengurangi susu formula dan menggantinya dengan ASI sedangkan untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun dianjurkan untuk meneruskan pemberian susu formula dan dipastikan agar anak mendapat oralit dan air matang. 4. Berikan Antibiotik Secara Selektif Pemberian antibiotik tidak diberikan kepada semua kasus diare. Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera,

22 atau diare dengan disertai penyakit lain. Tanpa indikasi tersebut tidak perlu pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotik juga harus sesuai dosis yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan. Pemberian antibiotik yang tidak tepat sangat berbahaya karena dapat menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik dan dapat membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik. Hal ini juga akan mengeluarkan biaya pengobatan yang seharusnya tidak diperlukan. 5. Berikan Nasihat Pada Ibu/Pengasuh Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anak ke petugas kesehatan jika mengalami tanda-tanda sebagai berikut : Buang air besar cair lebih sering, Muntah berulang-ulang, Mengalami rasa haus yang nyata, Makan atau minum sedikit, Demam, Tinjanya berdarah dan Tidak membaik dalam 3 hari. 2.3.5.1 Prosedur Tata Laksana Penderita Diare 1. Riwayat Penyakit a. Berapa lama anak diare? b. Berapa kali diare dalam sehari? c. Adakah darah dalam tinjanya?

23 d. Apakah ada muntah? berapa kali? e. Apakah ada demam? f. Makanan apa yang diberikan sebelum diare? g. Jenis makanan dan minuman apa yang diberikan selama sakit? h. Obat apa yang sudah diberikan? i. Imunisasi apa saja yang sudah didapat? j. Apakah ada keluhan lain? 2. Menilai Derajat Dehidrasi Tabel 2.2 Tabel Penilaian Derajat Dehidrasi PENILAIAN A B C Bila ada 2 tanda atau lebih Lihat : Keadaan umum Mata Rasa haus (beri air minum) Baik, sadar Normal Minum biasa, Tidak haus Gelisah, rewel cekung Haus, ingin minum banyak Lesu, lunglai / tidak sadar cekung Malas minum atau tidak bisa minum Raba/Periksa : Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik) Tentukan Derajat Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat Dehidrasi Rencana Pengobatan 3. Menentukan Rencana Pengobatan Sedang Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan bagan rencana pengobatan yang sesuai :

24 1. Rencana terapi A untuk penderita diare tanpa dehidrasi di rumah 2. Rencana terapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang di Sarana Kesehatan untuk diberikan pengobatan selama 3 jam 3. Rencana terapi C untuk penderita diare dengan dehidrasi berat di Sarana Kesehatan dengan pemberian cairan Intra Vena. RENCANA TERAPI A UNTUK TERAPI DIARE TANPA DEHIDRASI MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH 1. BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA a. Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama b. Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan c. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb) d. Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah tunggu 10 menit dan dianjurkan sedikit demi sedikit : Umur <1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak e. Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) dirumah bila :

25 Telah diobati dengan rencana terapi B atau C Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk f. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit 2. BERI OBAT ZINC Beri Zinc 10 hari berurut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI. a. Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari b. Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari 3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI a. Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat b. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan c. Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau d. Beri makanan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam) e. Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu 4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI MISAL : DISENTRI, KOLERA, DLL 5. NASIHAT IBU / PENGASUH Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila : a. Berak cair lebih sering

26 b. Muntah berulang c. Sangat haus d. Makan dan minum sangat sedikit e. Timbul demam f. Berak berdarah g. Tidak membaik dalam 3 hari. RENCANA TERAPI B UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI RINGAN/SEDANG 1. JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA DI SARANA KESEHATAN Oralit Yang Diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak a. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel dibawah ini : Umur <1 Th 1-4 Th >5 Th Jumlah Oralit 300 ml 600 ml 1.200ml b. Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah c. Bujuk ibu untuk meneruskan ASI d. Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air masak selama masa ini. e. Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan oralit

27 f. Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut 2. AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT a. Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan b. Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas c. Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah d. Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang 3. SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN PENILAIAN, KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI a. Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur b. Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B c. Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah. d. Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C 4. BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B a. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah b. Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan dirumah c. Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah

28 RENCANA TERAPI C UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI BERAT DI SARANA KESEHATAN Ikuti tanda panah. Jika jawaban YA lanjutkan ke Kanan. Jika TIDAK lanjutkan ke Bawah Dapatkah saudara memberikan cairan intravena? T I D A K Adakah terapi terdekat ( dalam 30 menit)? Ya Ya 1. Beri cairan intravena segera. Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB, dibagi sebagai berikut : Umur Pemberian I 30 ml/kg BB Kemudian 70 ml/kg BB Bayi < 1 1 jam* 5 jam tahun Anak > 1 tahun 30 menit* 2 ½ jam * Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba 2. Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat. 3. Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum; biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) 4. Berikan obat Zinc selama 10 hari berturut turut 5. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat dehidrasi. Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B atau C) untuk melanjutkan terapi 1. Rujuk penderita untuk terapi intravena 2. Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama di perjalanan. Tidak

29 Apakah saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik / orogastrik untuk rehidrasi? Tidak Ya 1. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui Nasogastrik/Orogastrik. Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kg BB/jam selama 6 jam 2. Nilai setiap 1-2 jam : a. Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat. b. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk untuk terapi intravena. 3. Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai (A, B atau C). Apakah penderita bisa minum? T I D A K Ya 1. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut. Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kg BB/jam selama 6 jam 2. Nilai setiap 1-2 jam : a. Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat. b. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk untuk terapi intravena. 3. Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai. Segera rujuk anak untuk rehidrasi melalui Nasogastrik / Orogastrik atau Intravena. Catatan : 1. Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi oralit. 2. Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah Saudara, pikirkan kemungkinan kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral begitu anak sadar Gambar 2.1 Langkah-Langkah Dalam Pelaksanaan Terapi C

30 2.3.5.2 Sarana Rehidrasi Sarana rehidrasi di Puskesmas disebut pojok Upaya Rehidrasi Oral (URO) atau lebih dikenal nama pojok oralit. 1. Pojok Oralit Pojok oralit didirikan sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat/ibu rumah tangga, kader, petugas kesehatan dalam tatalaksana penderita diare. Pojok oralit juga merupakan sarana untuk observasi penderita diare, baik yang berasal dari kader maupun masyarakat. melalui pojok oralit diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan petugas terhadap tatalaksana penderita diare, khususnya dengan upaya rehidrasi oral. a. Fungsi 1) Mempromosikan upaya-upaya rehidrasi oral 2) Memberi pelayanan penderita diare 3) Memberikan pelatihan kader (Posyandu) b. Tempat Pojok oralit adalah bagian dari suatu ruangan di Puskesmas (ruangan tunggu pasien) dengan 1-2 meja kecil. Seorang petugas puskesmas dapat mempromosikan rehidrasi oral pada ibu-ibu yang sedang menunggu giliran untuk suatu pemeriksaan. Bagi penderita diare yang mengalami dehidrasi Ringan- Sedang diobservasi di Pojok Oralit selama 3 jam. Ibu/keluarganya akan

31 dianjurkan bagaimana cara menyiapkan oralit dan berapa banyak oralit yang harus diminum oleh penderita. c. Sarana Pendukung 1) Tenaga pelaksana : dokter dan paramedis terlatih 2) Prasarana : a) Tempat pendaftaran b) Ruangan yang dilengkapi dengan meja, ceret, oralit 200 ml, gelas, sendok, lap bersih, sarana cuci tangan dengan air mengalir dan sabun (wastafel), poster untuk penyuluhan dan tatalaksana penderita diare. 3) Cara membuat pojok oralit a) Pilihan lokasi untuk Pojok Oralit : - Dekat tempat tunggu (ruang tunggu), ruang periksa, serambi muka yang tidak berdesakan - Dekat dengan toilet atau kamar mandi - Nyaman dan baik ventilasinya b) Pengaturan model di Pojok Oralit - Sebuah meja untuk mencampur larutan oralit dan menyiapkan larutan - Kursi atau bangku dengan sandaran, dimana ibu dapat duduk dengan nyaman saat memangku anaknya - Sebuah meja kecil dimana ibu dapat menempatkan gelas yang berisi larutan oralit

32 - Oralit paling sedikit 1 kotak (100 bungkus) - Botol susu/gelas ukur - Gelas - Sendok - Lembar balik yang menerangkan pada ibu, bagaimana mengobati atau merawat anak diare - Leaflet untuk dibawa pulang ke rumah Media penyuluhan tentang pengobatan dan pencegahan diare perlu disampaikan pada ibu selama berada di Pojok Oralit. Selain itu pojok oralit sangat bermanfaat bagi ibu untuk belajar mengenai upaya rehidrasi oral serta hal-hal penting lainnya, seperti pemberian ASI, pemberian makanan tambahan, penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, penggunaan jamban, serta poster tentang imunisasi. d. Kegiatan Pojok Oralit 1) Penyuluhan upaya rehidrasi oral a) Memberikan demonstrasi tentang bagaimana mencampur larutan oralit dan bagaimana cara memberikannya b) Menjelaskan cara mengatasi kesulitan dalam memberikan larutan oralit bila ada muntah

33 c) Memberikan dorongan pada ibu untuk memulai memberikan makanan pada anak atau ASI pada bayi (Puskesmas perlu memberikan makanan pada anak yang tinggal sementara di fasilitas pelayanan). d) Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan pengobatan selama anaknya di rumah dan menentukan indikasi kapan anaknya dibawa kembali ke Puskesmas. e) Petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan pada pengunjung Puskesmas dengan menjelaskan tatalaksana penderita diare di rumah serta cara pencegahan diare. 2) Pelayanan Penderita Setelah penderita diperiksa, tentukan diagnosis dan derajat rehidrasi di ruang pengobatan, tentukan jumlah cairan yang diberikan dalam 3 jam selanjutnya dan bawalah ibu ke Pojok URO untuk menunggu selama diobservasi serta : a) Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat larutan oralit b) Perhatikan ibu waktu memberikan oralit c) Perhatikan penderita secara periodic dan catat keadaanya setiap 1-2 jam sampai penderita teratasi rehidrasinya (3-6 jam) d) Catat/hitung jumlah oralit yang diberikan e) Berikan pengobatan terhadap gejala lainnya seperti penurunan panas dan antibiotika untuk mengobati disentri dan kolera.

34 2.3.6 Surveilans Epidemiologi Surveilans epidemiologi penyakit diare adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit diare dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit diare agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Kriteria KLB Diare (sesuai dengan Permenkes RI No. 1501 / MENKES / PER / X / 2010 ), sebagai berikut : 1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah

35 2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut 3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu 4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya. 5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya 6. Angka kematian kasus (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kematian 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. 2.3.6.1 Prosedur Surveilans 1. Cara Pengumpulan Data Diare Ada tiga cara pengumpulan data diare, yaitu melalui (Kemenkes RI, 2011) : a. Laporan Rutin Dilakukan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit melalui SP2TP (LB), SPRS (RL), STP dan rekapitulasi diare. Karena diare termasuk penyakit yang dapat menimbulkan wabah maka perlu dibuat laporan mingguan (W2). Untuk

36 dapat membuat laporan rutin perlu pencatatan setiap hari (register) penderita diare yang datang ke sarana kesehatan, posyandu atau kader agar dapat dideteksi tanda-tanda akan terjadinya KLB/wabah sehingga dapat segera dilakukan tindakan penanggulangan secepatnya. Laporan rutin ini dikompilasi oleh petugas RR/Diare di Puskesmas kemudian dilaporkan ke Tingkat Kabupaten/Kota melalui laporan bulanan (LB) dan STP setiap bulan. Petugas/Pengelola Diare Kabupaten/Kota membuat rekapitulasi dari masing-masing Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat Propinsi dengan menggunakan formulir rekapitulasi diare. Dari tingkat Propinsi direkap berdasarkan kabupaten/kota secara rutin (bulanan) dan dikirim ke Pusat (Subdit Diare, & ISPL) dengan menggunakan formulir rekapitulasi diare. b. Laporan KLB/Wabah Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam (W1) dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi : 1) Kronologi terjadinya KLB 2) Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya 3) Keadaan epidemiologis penderita 4) Hasil penyelidikan yang telah dilakukan 5) Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut

37 c. Pengumpulan data melalui studi kasus Pengumpulan data ini dapat dilakukan satu tahun sekali, misalnya pada pertengahan atau akhir tahun. Tujuannya untuk mengetahui base line data sebelum atau setelah program dilaksanakan dan hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk perencanaan di tahun yang akan datang. 2. Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Data-data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel atau grafik, kemudian dianalisis dan diinterpretasi. Analisis ini sebaiknya dilakukan berjenjang dari Puskesmas hingga Pusat, sehingga apabila terdapat permasalahan segera dapat diketahui dan diambil tindakan pemecahannya. 3. Penyebarluasan Hasil Interpretasi Hasil analisis dan interpretasi data yang telah dikumpulkan, diumpan balikkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan yaitu kepada pimpinan di daerah (kecamatan hingga Dinkes Propinsi) untuk mendapatkan tanggapan dan dukungan penanganannya. 2.3.7 Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya

38 masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Tujuan dari promosi kesehatan adalah terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati dan melaksanakan hidup sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) sehingga kesakitan dan kematian karena diare dapat dicegah. 2.3.7.1 Strategi Promosi Kesehatan Terdapat 3 strategi komunikasi dalam promosi kesehatan yaitu : Advokasi, Bina Suasana dan Gerakan Masyarakat. 1. Advokasi ( Pendekatan Pimpinan / Pengambil Keputusan ) Advokasi merupakan upaya yang sistematis dan terorganisir untuk memperoleh dukungan kebijakan pemerintah Pusat dan Daerah, Publik, atau pengambil Keputusan dan berbagai pihak dalam pengendalian Penyakit Diare agar dapat dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus. Tujuan dari Advokasi adalah diperolehnya dukungan dari pimpinan, pengambil keputusan serta penyandang dana untuk mencapai kesepakatan dan rencana tindak lanjut pengendalian penyakit Diare. Langkah kegiatan dalam advokasi, meliputi : a. Menentukan dan menetapkan bentuk dukungan yang diharapkan dari para pengambil keputusan b. Menentukan sasaran advokasi, yang meliputi :

39 1) Gubernur, Bupati, Walikota 2) DPRD 3) Bappeda 4) Media Informasi 5) LSM 6) Dunia Usaha 7) Swasta 8) Penyandang Dana c. Menentukan materi yang disampaikan sesuai dengan tujuan yang hendak di capai d. Menentukan metode dan teknis yang disesuaikan dengan segmen sasaran Advokasi, antara lain : Pendekatan langsung, seminar, rapat kerja, lokakarya, sarasehan, pertemuan lintas sektor. e. Menentukan media yang disesuaikan dengan segmen sasaran dan metode serta tehnik penyampaian, missal : proposal, buku pedoman, makalah dan leaflet. f. Menentukan kesepakatan dan rencana tindak lanjut, seperti : 1) Terbentuknya komitmen integrasi pelaksanaan kegiatan 2) Dukungan politis berupa SK, SE, Kesepakatan, Perda, dan lain-lain. 3) Dukungan sumber daya

40 2. Bina Suasana Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku dalam pengendalian penyakit diare. Tujuan dari bina suasana adalah terciptanya opini positif atau suasana yang mendukung untuk penyelenggaraan pengendalian penyakit diare. Langkah kegiatan bina suasana adalah : a. Menentukan dan menetapkan bentuk kerjasama yang diharapkan b. Menentukan sasaran Kelompok sasaran lebih ke tingkat teknis operasional secara berjenjang, antara lain : 1) Wartawan media massa & elektronik 2) Organisasi keagamaan 3) Organisasi kepemudaan 4) LSM 5) PKK 6) Petugas Kesehatan 7) Kelompok Professi 8) Tokoh Masyarakat c. Menentukan materi yang lebih ke arah operasional misalnya SKD, pencegahan penyakit diare, tatalaksana diare, dll.

41 d. Menentukan metode yang digunakan, yaitu : orientasi, pelatihan, kunjungan lapangan, jumpa pers, dialog terbuka/interaktif TV, Media elektronik, Penulisan artikel e. Hasil yang diharapkan 1) Opini positif berkembang di masyarakat tentang pentingnya pengendalian penyakit diare 2) Semua kelompok potensial di masyarakat sudah menyuarakan dan mendukung tentang pentingnya pencegahan dengan berperilaku hidup bersih dan sehat serta melakukan pengobatan 3) Adanya dukungan sumberdaya dari kelompok potensial di masyarakat 3. Gerakan / Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu, mau, mampu dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit diare, dengan mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat terutama dalam tatalaksana penderita di rumah tangga dan pencegahan diare. Tujuan dari gerakan/pemberdayaan masyarakat adalah agar masyarakat tahu, mau dan mampu melaksanakan upaya pengendalian penyakit diare.

42 Langkah kegiatan gerakan/pemberdayaan masyarakat, adalah : a. Menentukan sasaran Sebagai sasaran utama adalah masyarakat. Secara aktif masyarakat terutama ibu yang mempunyai balita dapat melaksanakan tatalaksana diare dengan benar dan kegiatan pencegahan yang efektif. b. Menentukan materi pesan 1) Tatalaksana diare di rumah tangga yaitu : a) Beri lebih banyak minum cairan rumah tangga, yaitu air tajin, air teh, air kuah sayur, air sup, oralit b) Teruskan pemberian makanan sesuai dengan umur c) Bawa anak ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pertolongan lanjutan, bila anak tidak membaik selama 3 hari atau ada salah satu tanda berikut : - Diare terus menerus - Muntah berulang-ulang - Rasa haus yang nyata - Tidak bisa makan/minum - Demam - Ada darah dalam tinja 2) Pencegahan penyakit diare, yaitu : a) Pemakaian air bersih yang cukup

43 b) Minum air yang sudah dimasak c) Buang air besar dijamban, termasuk membuang kotoran bayi d) Cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar e) Memperbaiki makanan pendamping ASI f) Memberikan ASI g) Memberikan imunisasi campak c. Menentukan metode dan teknik Metode dan teknik disesuaikan sasaran dan diupayakan berlangsung dinamis, misalnya : tatap muka, simulasi, demostrasi, penyuluhan kelompok. d. Media saluran komunikasi Pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan segmen sasaran, yaitu menggunakan perpaduan media cetak dan elektronika. 2.3.8 Tindakan Pencegahan Tujuan pencegahan adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan diare dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana sanitasi. Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah (Kemenkes RI, 2011):

44 1. Perilaku Sehat a. Pemberian ASI ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif). Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 x lebih besar terhadap diare daripada

45 pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan, mempunyai resiko mendapat diare 30 x lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk. b. Makanan Pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Beberapa hal yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu : 1) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4 x sehari).

46 Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI. 2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makananya. 3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih. 4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak. c. Menggunakan Air Bersih yang Cukup Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecaloral. kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadahnya atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil di banding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi

47 mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh keluarga, yaitu : 1) Ambil air dari sumber air yang bersih 2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air 3) Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak 4) Minum air yang sudah matang 5) Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup. d. Mencuci Tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. e. Menggunakan Jamban Pengalaman di beberapa Negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat

48 jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh keluarga, yaitu: 1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga 2) Membersihkan jamban secara teratur 3) Menggunakan alas kaki bila akan buang air besar f. Membuang Tinja Bayi yang Benar Tinja bayi berbahaya oleh karena itu tinja bayi harus dibuang secara benar karena dapat menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh keluarga, yaitu : 1) Kumpulkan segera tinja bayi dan membuangnya ke jamban 2) Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau olehnya. 3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti di dalam lubang atau dikebun kemudian ditimbun. 4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun. g. Pemberian Imunisasi Campak Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah

49 diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan. 2. Penyehatan Lingkungan a. Penyediaan Air Bersih Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata dll, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. b. Pengelolaan Sampah Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa, dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.

50 c. Sarana Pembuangan Air Limbah Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. 2.4 Fokus Penelitian Pada prinsipnya keberhasilan pelaksanaan program diare dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut : Input : 1. Tenaga 2. Sarana Proses : 1. Upaya Pencegahan 2. Upaya Pengobatan Output : 1. Penurunan Kasus Diare Gambar 2.2 Fokus Penelitian Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut :

51 1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan program diare dengan baik, meliputi : tenaga dan sarana, dengan definisi sebagai berikut : a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program diare di Puskesmas Medan Deli. b. Sarana adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program diare di Puskesmas Medan Deli. 2. Proses (process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi: upaya pencegahan dan upaya pengobatan, dengan definisi sebagai berikut : a. Upaya Pencegahan adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya penyakit diare meliputi: Surveilans epidemiologi diare, Peningkatan kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan. b. Upaya pengobatan adalah kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pengobatan diare sesuai dengan prosedur tatalaksana diare meliputi : Riwayat penyakit, menilai derajat dehidrasi, menentukan tindakan dan memberi pengobatan. 3. Keluaran (output) adalah hasil dari pelaksanaan program diare yaitu menurunya jumlah kasus diare di Puskesmas Medan Deli yang dinilai dari kegiatan yang telah dilakukan.