BAB 2 STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) IPAL GEDUNG PT. INDOSAT, Tbk.

dokumen-dokumen yang mirip
Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

BAB 4. PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI (Suspended Growth Process)

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK)

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

BAB II UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA SAMBUTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL)

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Sewage Treatment Plant

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

5.1. Tinjauan Calon Lokasi IPAL

BAGIAN 1 - C. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis. Oleh : Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.

BAB IV PILOT PLANT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PROSES PENGENDAPAN KIMIA DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODA PENELITIAN

BAB 4 ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN

BAB 4 PAKET INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KAPASITAS 30 M 3 PER HARI. 4.1 Lokasi dan Kapasitas IPAL

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF YANG DIISI DENGAN MEDIA BIOBALL

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

BAB I PENDAHULUAN. digunakan pada sistem pengolahan desentralisasi karena memiliki. beberapa keunggulan, diantaranya; kompak, kokoh, memiliki

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Air Limbah : PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI MOH. SHOLICHIN Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB 11 CONTOH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN IPAL DOMESTIK KAPASITAS 150 M 3 PER HARI

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Bab V Hasil dan Pembahasan

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES TRICKLING FILTER

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

MODIFIKASI & OPTIMALISASI IPAL GEDUNG BPPT DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF DAN BIOFILTER

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya

APLIKASI TEKNOLOGI BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG PERKANTORAN

BAB V HASIL MONITORING IPAL PT. United Tractor Tbk

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

PERENCANAAN DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI NATA DE COCO DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

BAB III LANDASAN TEORI

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain

DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH POLIKLINIK UNIPA SURABAYA

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN RINGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. IV.1 Karakteristik Air Limbah

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT STUDI KASUS: CUT MEUTIA DI KOTA LHOKSEUMAWE

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

3 METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

Transkripsi:

BAB 2 STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) IPAL GEDUNG PT. INDOSAT, Tbk. 2. 1 Pengelolaan Air Limbah, Air Hujan Gedung PT. Indosat Tbk. Gedung milik PT. Indosat, Tbk. yang berlokasi di Jln. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat merupakan salah satu gedung perkantoran yang turut menghasilkan air limbah domestik. Untuk mencegah pencemaran yang disebabkan oleh air buangan aktifitas didalam gedung, PT. Indosat, Tbk telah membuat sarana pengolahanan limbah berupa IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Bahkan untuk menghemat pemakaian air bersih, PT. Indosat Tbk. juga memiliki fasilitas daur ulang (re-use) air olahan lpal. Air daur ulang ini digunakan untuk keperluan air siram taman disekitar kantor. PT. Indosat memiliki dua gedung perkantoran yakni gedung 1 (gedung depan) dan gedung 2 (gedung belakang). Air limbah dari kedua gedung tersebut dialirkan dengan sistem perpipaan tertutup dan diolah dalam satu unit IPAL yang terletak di basement gedung 2 Selama ini ini, sebagian dari air hasil olahan (outlet) IPAL ini digunakan untuk siram taman setelah ditingkatkan kualitasnya melalui proses penyaringan pada unit saringan pasir (sand filter) dan unit saringan karbon (carbon filter). Tetapi karena kualitas air olahan IPAL semakin menurun, maka air olahan IPAL sudah tidak layak digunakan sebagai air baku air untuk didaur ulang. Kondisi ini 9

menyebabkan fasilitas daur ulang tidak difungsikan lagi dan proses daur ulang air tidak dilakukan. Kedepan, dengan adanya renovasi, modifikasi dan optimalisasi IPAL yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas olahan IPAL, fasilitas daur ulang akan dioperasikan lagi dan direncanakan fasilitas ini akan dilengkapi dengan saringan ultafiltrasi untuk lebih meningkatkan kualitas air daur ulang sehingga layak digunakan sebagai air pendingin pada unit cooling tower di proses sistem pendingin ruangan (Air Conditioner). Secara terperinci sistem pengelolaan air limbah di kedua gedung PT. Indosat, Tbk. ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut. 10

Gambar 2.1. Sistem pengelolaan air limbah di lingkungan perkantoran PT. Indosat, Tbk. Jakarta. Keterangan: Disebelah kiri adalah jaringan perpipaan air limbah dari gedung 1 dan disebelah kanan jaringan perpipaan aar limbah dari gedung 2. 11

Disamping air limbah, air hujan juga sudah dikekola dengan baik. Perpipaan air hujan gedung PT. Indosat, Tbk. dibuat terpisah dari air limbah. Diujung pipa pembuangan air hujan dilengkapi dengan bak penampung, yang lokasinya bersebelahan dengan bak penampung air limbah dilantai basement. Dari bak penampung ini, air hujan dialirkan menuju ke sumpit yang terletak di lantai parkir gedung 1. Dari sumpit, air hujan kemudian dipompa menuju ke saluran umum. Secara detail sistem pemisahan air hujan dari air limbah gedung Indosat ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut. 12

Gambar 2. 2. Sistem pemisahan air hujan dari air limbah dan saluran outlet IPAL. 13

Gambar 2.3. Foto bak pemisahan air hujan dari air limbah. 2.2 Pengolahan Air Limbah Gedung PT. Indosat Tbk. (Setelah Renovasi, Modifikasi dan Optimalisasi) Saat ini air limbah gedung PT. Indosat Tbk. diolah dengan proses kombinasi teknologi lumpur aktif dengan teknologi biofilter, dimana teknologi biofilter yang diaplikasikan ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Selanjutnya air hasil olahan IPAL (outlet IPAL) tersebut ditingkatkan lagi kualitasnya dengan teknologi filtrasi menggunakan saringan pasir (sand filter) dan saringan karbon (carbon filter) untuk selanjutnya dimanfaatkan kembali guna memenuhi kebutuhan air bersih untuk siram taman dan air kolam 14

ikan di taman. Diagram alir proses pengolahan limbah gedung Indosat ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4 sebagai berikut. Sedangkan layout IPAL tersebut tertera seperti pada Gambar 2.5. Gambar 2.4. Diagram alir proses IPAL PT. Indosat Tbk. Secara garis besar proses pengolahan air limbah yang ada pada IPAL ini meliputi proses pengolahan secara fisika, proses pengolahan secara biologi (lumpur aktif dan biofilter) lalu dilanjutkan 15

dengan proses kimia (untuk disinfektan) dan fisika (filtrasi dan adsorbsi) untuk peningkatan kualitas hasil untuk re-use. Gambar 2.5. Layout IPAL gedung PT. Indosat, Tbk. Berikut adalah Rincian proses-proses pengolahan limbah yang diterapkan IPAL gedung Indosat ini adalah sebagai berikut : 16

2.2.1. Pengolahan Secara Fisika IPAL Gedung PT. Indosat Tbk. Fasilitas pengolahan secara fisika IPAL Gedung PT. Indosat Tbk. meliputi peralatan unit pencacah (communitor), unit saringan dan bak equalisasi. Penjelasan masing-masing sebagai berikut: 2.2.1.1 Unit Pencacah (Comminutors) IPAL PT. Indosat, Tbk. ini dilengkapi dengan dua (2) unit penghancur padatan (comminutors), yang dipasang di awal proses (intake limbah). Fungsi dari comminutor ini adalah untuk menghancurkan padatan yang berukuran besar agar tidak mengganggu di proses pengolahan maupun di pompa transfer limbah. Gambar 2.6 menunjukkan foto dari comminutors yang dipasang di IPAL PT. Indosat. 17

Gambar 2.6. Foto unit pencacah (comminutors) IPAL 2.2.1.2. Unit Saringan (Screening) Pada umumnya setiap sistem pengolahan limbah cair mempunyai unit alat penyaring awal/pendahuluan. Proses penyaringan awal ini disebut screening dan tujuannya adalah untuk menyaring atau menghilangkan sampah/benda padat yang besar agar proses berikutnya dapat lebih mudah lagi menanganinya. Dengan hilangnya sampah-sampah padat besar maka gangguan transportasi limbah cair akan berkurang, misalnya bila proses transportasi limbah cair diakomodasikan dalam sebuah saluran terbuka atau pun tertutup yang mengalir secara gravitasi, maka tidak 18

akan dijumpai penyumbatan di sepanjang jaringan saluran. Disamping itu, bila limbah cair perlu dipindahkan dengan menggunakan pompa, maka proses screening sungguh berfungsi menghilangkan bahan atau benda-benda yang dapat membahayakan atau merusak pompa. Jadi proses screening melindungi pompa dan peralatan lainnya. Bahan padatan yang tertahan di screen ini harus diangkat keluar dari sistem IPAL secara rutin, jangan sampai masuk ke unit equalisasi, sebab masuknya padatan ke ruang pompa ini dapat menyumbat pompa yang dapat mengakibatkan menurunnya debit (kapasitas) pemompaan bahakan dapat mengakibatkan terbakarnya pompa tersebut. Gambar 2.7 menunjukkan foto dari screen yang dipasang di IPAL PT. Indosat. Gambar 2.7. Foto unit saringan (Screen) air limbah pada IPAL 19

2.2.1.3. Bak Penyeragam (Equalisasi) Bak Equalisasi bukan merupakan suatu proses pengolahan tetapi merupakan suatu cara/teknik untuk meningkatkan efektivitas dari proses pengolahan selanjutnya. Keluaran dari bak equalisasi adalah adalah parameter operasional bagi unit pengolahan selanjutnya seperti flow, level/derajat kandungan polutan, temperatur, padatan, dsb. Kegunaan dari equalisasi adalah : 1. Membuat kontinyu debit limbah yang akan diolah di IPAL (Membagi dan meratakan volume pasokan (influent) untuk masuk pada proses treatment. 2. Menstabilkan karakteristik limbah (meratakan variable) & fluktuasi dari beban organik untuk menghindari shock loading pada sistem pengolahan biologi. 3. Meratakan ph untuk meminimalkan kebutuhan chemical pada proses netralisasi. 4. Meratakan kandungan padatan (Suspended Solid, koloidal, dll) untuk meminimalkan kebutuhan chemical pada proses koagulasi dan flokulasi. Sehingga dilihat dari fungsinya tersebut, unit bak equalisasi sebaiknya dilengkapi dengan mixer, atau secara sederhana konstruksi/peletakan dari pipa inlet dan outlet diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek turbulensi mixing. Idealnya pengeluaran (discharge) dari equalisasi dijaga konstan selama periode 24 jam, biasanya dengan cara pemompaan maupun cara-cara lain yang memungkinkan. 20

Unit equalisasi IPAL PT. Indosat ini dilengkapi dengan 2 buah pompa submersible yang akan mengontrol dan mengendalikan debit sistem operasi IPAL. Disamping itu di bak equalisasi ini juga dilengkapi dengan sistem distribusi limbah yang akan membagi aliran limbah dari bak equalisasi menuju ke reaktor lumpur aktif I dan reaktor lumpur aktif II. Gambar 2.8 dan 2.9 menunjukkan foto dari pompa submersible dan bak distribusi aliran limbah yang akan membagi aliran di IPAL PT. Indosat. Gambar 2.8. Foto pompa submersible & sistem kontrol aliran limbah di bak equalisasi IPAL 21

Gambar 2.9. Foto bak distribusi air limbah kedalam bioreaktor 2.2.2. Pengolahan Secara Biologi IPAL Gedung PT. Indosat Tbk. Proses pengolahan biologi yang ada pada IPAL Gedung PT. Indosat Tbk. meliputi proses biologi sistem lumpur aftif dan proses biologi bilfiter. 2.2.2.1. Proses Biologi Lumpur Aktif Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif konvensional (standard) secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri patogen. Secara umum proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air limbah yang berasal dari sumber dialirkan ke dalam bak penampung air limbah (equalisasi). Bak equalisasi ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran 22

yang besar. Kemudian, air limbah dalam bak equalisasi di pompa ke reaktor lumpur aktif/bak aerasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Skema proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif gedung Indosat dapat dilihat pada Gambar 2.10, Gambar 2.11 dan Gambar 2.12. 23

Gambar 2.10. Sistem reaktor lumpur aktif, sedimentasi serta sistem recycle lumpur aktif. Gambar 2.11. Skema penyedotan lumpur pada bak pengendap 24

Gambar 2.12. Foto reaktor lumpur aktif (bak aerasi) Gambar 2.13. Foto bak pengendap IPAL Variabel Operasional Di Dalam Proses Lumpur Aktif Variabel perencanan (design variabel) yang umum digunakan dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut: 25

1. Beban BOD (BOD Loading rate atau Volumetric Loading rate). Beban BOD adalah jumlah massa BOD di dalam air limbah yang masuk (influent) dibagi dengan volume reaktor. Beban BOD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dimana : Q = debit air limbah yang masuk (m 3 /hari) S 0 = Konsentrasi BOD di dalam air limbah yangmasuk (kg/m 3 ) V = Volume reaktor (m 3 ) 2. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi di dalam bak aerasi pada proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liqour yang merupakan campuran antara air limbah dengan biomassa mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 105 0 C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang. 3. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran 26

sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600-650 0 C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS. 4. Food - to - microorganism ratio atau Food to - mass ratio disingkat F/M Ratio. Parameter ini menujukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi dengan jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atai reaktor. Besarnya nilai F/M ratio umunya ditunjukkan dalam kilogram BOD per kilogram MLLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). F/M dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : dimana : Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD) S 0 = Konsentrasi BOD dalam air limbah Yang masuk ke bak areasi (reaktor) (kg/m 3 ) S = Konsentrasi BOD di dalam efluent(kg/m 3 ) MLSS = Mixed liquor suspended solids (kg/m 3 ) V = Volume reaktor atau bak aerasi (m 3 ) Rasio F/M dapat dikontrol dengan cara mengatur laju sirkulasi lumpur aktif dari bak pengendapan akhir yang disirkulasi ke bak aerasi. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif konvensional atau standar, rasio F/M adalah 0,2-27

0,5 kg BOD 5 per kg MLSS per hari. Rasio F/M yang rendah menujukkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien. 5. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (dilution rate, D) (Sterritt dan Lester, 1988). HRT = 1/D = V/ Q dimana : V = Volume reaktor atau bak aerasi (m 3 ). Q = Debit air limbah yang masuk ke dalam tangki aerasi (m 3 /jam) D = Laju pengenceran (jam -1 ). 6. Ratio Sirkulasi Lumpur (Hidraulic Recycle Ratio, HRT). Ratio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi. 7. Umur lumpur (sludge age) atau sering disebut waktu tinggal ratarata cel (mean cell residence time). Parameter ini adalah menujukkan waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam bak aerasi dapat dalam 28

hitungan hari. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) : MLSS x V Umur Lumpur (Hari) = SS e x Q e + SS w X Q w dimana : MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l). V = Volume bak aerasi (L) SS e = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l) SS w = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l) Q e Q w = Laju effluent limbah (m 3 /hari) = Laju influent limbah (m 3 /hari). 8. SVI (Sludge Volume Inde ) adalah parameter yang menunjukkan volume lumpur aktif dalam satu liter campuran lumpur aktif dan air limbah setelah. Pengukuran SVI dilakukan dalam gelas ukur dan waktu pengendapan adalah 30 menit. Rumus untuk menghitung SVI adalah sebagai berikut: V SVI = M V = Volume lumpur aktif setelah 30 menit mengendap (ml) M = Jumlah lumpur aktif dalam endapan (g) Nilai SVI yang ideal untuk proses lumpur aktif adalah berkisar antara 50 100 (ml/g) (degreemont 1991) 29

Pada proses pengolahan air limbah sistem biologi lumpur aktif, didalam operasionalnya sering timbul beberapa masalah seperti dalam Tabel 2.4 berikut. Tabel 2. 4. Masalah yang sering muncul pada IPAL Lumpur Aktif No Jenis Penyebab Pengaruh Masalah Masalah Terhadap Sistem Mikroorganisme yang ada di dalam sistem lumpur aktif Efluent menjadi tetap Pertumbuhan tidak membentuk flok yang keruh. Sludge yang 1 terdispersi cukup besar, tetapi mengendap pada bak (Dispersed terdispersi menjadi flok yang pengendap akhir kecil Growth) sangat kecil atau merupakan sehingga jumlah sirkulasi sel tunggal sehingga sulit lumpur berkurang. mengendap. Menurunkan kecepatan 2 pengendapan lumpur Mikroorganisme berada dan mengurani Slime (Jelly) ; dalam jumlah yang sangat kecepatan kompaksi nonfilamentous besar khususnya zooglea lumpur. Pada kondisi bulking atau dan membentuk exopolysacarida dalam jumlah yang buruk viscous bulking mengakibatkan yang besar. terlepasnya lumpur di bak pengendapan akhir. Terbentuknya flok berbentuk 3 bola kasar dengan ukuran SVI rendah, dan efluen Pin Flock atau yang sangat kecil, kompak. mempunyai kekeruhan Pinpoint Flock Ukran flok yang lebih besar yang tinggi. mempunyai kecepatan 30

pengendapan yang lebih besar, sedangkan agregat yang lebih kecil mengendap lebih lambat. 4 Filamentous Bulking Terjadi ekses pertumbuhan mikroorganisme filamentous dalam jumlah yang besar. Mengurangi efektifitas kompaksi lumpur. Merupakam ekses proses 5 Rising Sludge (blanket rising) denitrifikasi sehingga partikel lumpur menempel pada gelembung gas nitrogen yang terbentuk dan naik Efluen yang keruh dan menurunkan efisiensi penghilangan BOD. kepermukaan. Terjadi buih pada 6 Foaming atau pembentukan buih (scum) Adanya senyawa surfactant yang tidak dapat terurai dan akibat berkembangbiaknya Nocardia dan Microthrix parvicella permukaan bak aerasi dalam jumlah yang besar yang dapat melampaui ruang bebas dan melimpah ke bak pengendapan akhir. 2.2.2.2. Proses Biologi Biofilter (Biofilm) Untuk meningkatkan kualitas hasil air olahan IPAL ini, sistem proses lumpur aktif IPAL gedung Indosat ini dikombinasi dengan reaktor biofilter. Proses tersebut dapat dilakukan dalam kondisi anaerobik, aerobik atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses 31

aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan proses aerobik. Proses ini biasanya digunakan untuk menghilangan kandungan nitrogen di dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi proses nitrifikasi yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH + 4 NO 3 ) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi yakni nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO 3 N 2 ). A. Prinsip Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Biofilm Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm secara aerobik secara sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 14. Gambar tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm yang yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan air limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD), ammonia, phospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium. 32

Gambar 2.14. Skema mekanisme proses metabolisme pada proses biologi sistem biofilm. Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilhan akan diubah menjadi biomasa. Suplai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC yakni dengan cara kontak dengan udara luar, pada sistem Trickling Filter dengan aliran balik udara, sedangkan pada sistem biofilter tercelup dengan menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi. 33

B. Proses Pengolahan Biologis Secara Aerob Di dalam proses pengolahan air limbah organik secara biologis aerobik, senyawa komplek organik akan terurai oleh aktifitas mikroorganisme aerob. Mikroorganisme aerob tersebut di dalam aktifitasnya memerlukan oksigen atau udara untuk memecah senyawa organik yang komplek menjadi CO 2 (karbon dioksida) dan air serta ammonium, selanjutnya ammonium akan dirubah menjadi nitrat dan H 2 S akan dioksidasi menjadi sulfat. Secara sederhana reaksi penguraian senyawa organik secara aerobik dapat digambarkan sebagai berikut : Reaksi Penguraian Organik : Oksigen (O 2 ) Senyawa Polutan organik CO 2 + H 2 0 + NH 4 + Biomasa Reaksi Nitrifikasi : + NH 4 + 1,5 O 2 - -----> NO 2 + 2 H + + H 2 O NO 2 - + 0,5 O 2 ------> NO 3 - Reaksi Oksidasi Sulfur : S 2 - + ½ O 2 + 2 H + ----- > S 0 + H 2 O 2 S + 3 O 2 + 2 H 2 O ----> 2 H 2 SO 4 Berbeda dengan proses anaerob, beban pengolahan pada proses aerob lebih rendah, sehingga prosesnya ditempatkan sesudah proses anaerob. Pada proses aerob hasil pengolahan dari proses anaerob yang masih mengandung zat organik dan nutrisi 34

diubah menjadi sel bakteri baru, hidrogen maupun karbondioksida oleh sel bakteri dalam kondisi cukup oksigen. Modifikasi biofilter di dalam sistem IPAL gedung Indosat ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.15 s/d 2.17 sebagai berikut : Gambar 2.15. Potongan bioreaktor hasil modifikasi balancing tank (tampak samping). 35

Gambar 2.16. Gambar modifikasi reaktor biofilter dalam sistem IPAL (tampak atas). Gambar 2.17. Foto reaktor biofilter IPAL 36

C. Media Biofilter Media biofilter termasuk hal yang penting, karena sebagai tempat tumbuh dan menempel mikroorganisme, untuk mendapatkan unsur-unsur kehidupan yang dibutuhkan-nya, seperti nutrien dan oksigen. Dua sifat yang paling penting yang harus ada dari media adalah : Luas permukaan dari media, karena semakin luas permukaan media maka semakin besar jumlah biomassa per-unit volume. Persentase ruang kosong, karena semakin besar ruang kosong maka semakin besar kontak biomassa yang menempel pada media pendukung dengan substrat yang ada dalam air buangan Untuk mendapatkan permukaan media yang luas, media dapat dimodifikasikan dalam berbagai bentuk seperti bergelombang, saling silang, dan sarang tawon. Media yang digunakan dapat berupa kerikil, batuan, plastik (polivinil chlorida), pasir, dan partikel karbon aktif. Untuk media biofilter dari bahan organik banyak yang dibuat dengan cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC dan lainnya, dengan luas permukaan spesifik yang besar dan volume rongga (porositas) yang besar, sehingga dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah yang besar dengan resiko kebuntuan yang sangat kecil. Dengan demikian memungkinkan untuk pengolahan air limbah dengan beban konsentrasi yang tinggi serta efisiensi pengolahan 37

yang cukup besar. Salah Satu contoh media biofilter adalah yang digunakan pada IPAL gedung PT. Indosat Tbk, yakni media biofilter berbentuk (tipe) sarang tawon (honeycomb tube) dari bahan PVC. Kelebihan dalam menggunakan media ini antara lain : Mempunyai luas permukaan per m 3 volume sebesar 150 240 m 2 /m 3 Volume rongga yang besar dibanding media lainnya. Penyumbatan pada media yang terjadi sangat kecil. Beberapa contoh perbandingan luas permukaan spesifik dari berbagai media biofilter dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut. Tabel 2.5. Perbandingan luas permukaan spesifik media biofilter No Jenis Media Luas Permukaan spesifiik (m 2 /m 3 ) 1. Trickling filter dengan batu pecah 100 200 2. Model sarang tawon (honeycomb modul) 150 240 3. Tipe jaring 50 4. RBC 80 150 38

Gambar 2.18. Foto media biofilter tipe sarang tawon yang digunakan pada IPAL gedung PT. Indosat Tbk. 2.2.3. Peningkatan Kualitas Air Baku Unit Daur Ulang Air olahan IPAL gedung PT. Indosat Tbk. selanjutnya ditingkatkan lagi kualitasnya pada fasilitas daur ulang untuk dapat digunakan sebagai air bersih untuk siram taman. Beberapa proses yang dilakukan pada fasilitas daur ulang ini adalah seperti berikut. 39

2.2.3.1. Pengolahan Secara Filtrasi (Penyaringan) Tujuan penyaringan adalah untuk memisahkan padatan tersuspensi dari dalam air yang diolah. Pada penerapannya filtrasi digunakan untuk menghilangkan sisa padatan tersuspensi yang tidak terendapkan pada proses sedimentasi. Pada pengolahan air buangan, filtrasi dilakukan setelah pengolahan kimia-fisika atau pengolahan biologi. Ada dua jenis proses penyaringan yang umum digunakan, yaitu penyaringan lambat dan penyaringan cepat. Penyaringan lambat adalah penyaringan dengan memanfaatkan energi potensial air itu sendiri, artinya hanya melalui gaya gravitasi. Penyaringan ini dilakukan secara terbuka dengan tekanan atmosferik. Sedangkan penyaringan cepat adalah penyaringan dengan menggunakan tekanan yang melebihi tekanan atmosfir. IPAL gedung Indosat memanfaatkan penyaringan pasir lambat, gambar sistem penyaringan IPAL Indosat dapat dilihat seperti pada Gambar 2.19 berikut. 40

Gambar 2.19. Foto unit saringan pasir lambat untuk daur ulang air 2.2.3.2. Adsorpsi Adsorpsi adalah penumpukan materi pada interface antara dua fasa. Pada umumnya zat terlarut terkumpul pada interface. Proses adsorpsi memanfaatkan fenomena ini untuk menghilangkan materi dari cairan. Banyak sekali adsorbent yang digunakan di industri, namun karbon aktif merupakan bahan yang sering digunakan karena harganya murah dan sifatnya nonpolar. Adsorbent polar akan menarik air sehingga kerjanya kurang efektif. Pori-pori pada karbon dapat mencapai ukuran 10 angstrom. Total luas permukaan umumnya antara 500 1500 m 2 /gr. Berat jenis kering 41

kurang lebih 500 kg/m 3. Foto dan gambar sistem adsorpsi IPAL gedung Indosat adalah sebagai berikut : Gambar 2.20. Foto unit adsorbsi karbon aktif IPAL. 2.2.4. Kelengkapan IPAL Gedung PT. Indosat Tbk. lainnya 2.2.4.1. ph Sensor Untuk mempermudah sistem kontrol dan operasional IPAL, maka di IPAL ini juga dipasang satu unit ph sensor yang dapat dioperasikan setiap saat. Dengan demikian maka, kondisi IPAL, khususnya nilai ph outlet IPAL dapat dikontrol setiap saat secara cepat. Foto unit ph sensor ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.21 dan Gambar 2.22 sebagai berikut : 42

Gambar 2.21. Foto ph sensor pada bak outlet IPAL. 43

Gambar 2.22. Skema sistem pemasangan unit ph sensor pada bak outlet IPAL. 2.2.4.2. Pengukur Debit (Flow Meter) Untuk mengetahui debit limbah yang diolah/dibuang ke saluran umum, maka di IPAL ini juga dipasang satu unit flow meter yang dapat dilihat setiap saat. Dengan demikian maka, jumlah limbah yang diolah setiap hari di IPAL atau yang dibuang ke saluran 44

umum dapat dihitung setiap saat secara cepat. Foto unit flow meter ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.23 sebagai berikut. Gambar 2.23. Foto pencatatan debit air limbah pada flow meter 2.2.4.3. Penampung Buih (Scum) IPAL gedung PT. Indosat Tbk. juga dilengkapi dengan bak penampung scum, agar scum yang sudah terangkat oleh scum scemer ini dapat dengan mudah diambil dari sistem IPAL sehingga tidak lagi mengganggu proses. Disamping itu, di lokasi bak pengendapan juga akan terlihat bersih. Foto unit bak penampung scum ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.24 berikut. 45

Gambar 2.24. Foto bak penampung buih (scum) Disamping mengatur sistem aerasi, perawatan IPAL yang terpenting adalah melakukan pembersihan scum yang mengambang di bak pengendap. Jika di bak sedimentasi terjadi pengapungan scum yang tidak tersedot ke dalam sistem scumer, maka perlu dilakukan penyemprotan di atas bak sedimentasi agar scum yang ada tersedot ke dalam scum skemer dan dapat di recycle ke dalam reaktor lumpur aktif. 46

Gambar 2.25. Foto buih (scum) yang mengapung di bak pengendap dan cara penyemprotan scum yang mengapung 2.2.4.4. Pengatur (Diffuser) dan Blower Udara Seperti telah dijelaskan diatas, IPAL PT. Indosat Tbk. ini menggunakan kombinasi proses lumpur aktif dan biofilter aerobik. Pada dasarnya kedua proses ini memerlukan sistem operasi aerasi yang harus dijaga kontunyuitasnya serta dapat terjadi secara merata. Agar sistem aerasi dapat merata ke seluruh ruangan bak aerasi di setiap reaktor, maka diperlukan difuser udara yang ditanam didasar bak aerasi. Aliran udara diatur dengan pengaturan pada setiap gate valve yang dipasang pada sistem perpipaan udara agar dapat memberikan kondisi aerasi yang merata ke seluruh area kolam aerasi. Udara yang dibutuhkan untuk proses aerasi dan untuk memenuhi kebutuhan reaksi oksidasi daram proses pengolahan air limbah, disuplai dari Blower udara. 47

Gambar 2.26. Foto gate valve untuk pengaturan difuser Gambar 2.27. Foto bak aerasi dan distribusi udara yang merata 48

Gambar 2.28. Foto blower untuk pensuplai udara kedalam IPAL 49

2.2.5. Operasional & Monitoring Kinerja IPAL Gedung PT. Indosat Setelah pelaksanaan pekerjaan renovasi/modifikasi IPAL selesai dikerjakan, maka dilakukan pekerjaan start-up operasional dan monitoring kinerja dari IPAL tersebut. Start-up operasional dilakukan untuk menumbuhkan dan mengaktifkan kembali mikroorganisme pengurai limbah agar sistem dapat beroperasi dan berfungsi dengan baik. Start-up ini dilakukan dengan menambahkan mikroba dari luar serta nutrisi tambahan di dalam IPAL serta melakukan pengendalian kondisi operasi IPAL. Gambar 2.29 menunjukan foto penambahan nutrisi ke dalam sistem IPAL. Gambar 2.29. Foto proses penambahan nutrisi kedalam IPAL 50

Setelah dilakukan start-up operasional, maka tahap berikutnya adalah melakukan monitoring kinerja IPAL. Monitoring dilakukan dengan pengamatan kondisi operasional IPAL, mulai dari inlet limbah, sistem distribusi air limbah, sistem aerasi dari unit blower udara, sistem sedimentasi, kondisi operasional di biofilter serta outlet dari IPAL. Jika dari hasil monitoring tersebut masih ditemukan hal-hal yang menyebabkan kurang sinkronnya sistem operasi IPAL maupun kualitas outlet yang belum sesuai dengan perencanaan sebelumnya, maka akan dilakukan penyempurnaanpenyempurnaan yang berkaitan dengan sistem operasinal IPAL. Pekerjaan ini juga mencakup sampling air limbah dan air hasil oalahan IPAL serta analisa laboratorium untuk sampel tersebut. Berikut disajikan foto-foto hasil monitorin, hasil analisa air limbah dan air olahan IPAL. 51

Gambar 2.30. Foto monitoring IPAL tanggal 21 April 2012. Pada Gambar 2.30 dapat diihat, foto paling kiri adalah air limbah segar sebelum diolah, terlihat masih sangat kotor. Foto disebelah kanan air limbah segar adalah air didalam bak aerasi (bioreaktor lumpur aktif) setelah proses pengendapan dan foto disebelah kananya adalah air didalam bak aerasi yang bercampur dengan mikroba sebelum diendapkan. Foto selanjutnya berturut turut air olahan dalam bak pengendap, air olahan bioreaktor biofilter dan air dan air hasil olahan yang dibuang keluar. Dari gambar ini 52

terlihat air yang semula kotor dan berwarna keruh dapat berubah menjadi jernih dan bening, sehingga tidak akan mencemari apabila dibuang ke saluran umum. Gambar-gambar berikut adalah hasil monitor air limbah dan air olahan pada beberapa waktu yang berbeda. Dari foto-foto ini terlihat dengan jelas bahwa air olahan IPAL dari waktu ke waktu tampak selalu jernih dan bening. Hal ini menandakan bahwa sistem IPAL yang dimiliki gedung PT. Indosat Tbk. dapat bekerja dengan sangat baik sehingga menghasilkan air olahan yang juga baik. Gambar 2.31 : Foto monitoring IPAL pertama 53

Gambar 2.32. Foto monitoring IPAL kedua. Melalui kegiatan swapantau yang dilakukan setiap hari, kinerja dari IPAL dapat selalu dimonitor. Swapantau dan monitoring harian yang perlu dilakukan antara lain pencatatan debit air limbah, ph dan warna air olahan IPAL. Disamping itu juga perlu dilakukan monitoring kinerja Blower udara dengan mengamati gelembung udara dalam kolam aerasi dan pompa-pompa didalam IPAL apakah berfungsi dengan baik. Disamping melakukan swapantau dan minitoring harian, secara periodik juga harus dilakukan sampling dan analisa laboratorium air limbah, baik air limbah sebelum diolah maupun setelah diolah didalam IPAL. Analisa harus dilakukan di laboratorium air yang sudah terakreditasi untuk menjamin kualitas dan prosesdur analisa. Dari hasil analisa ini akan dapat diketahui hasil kinerja IPAL. Dalam Tabel 6 disajikan contoh hasil analisa laboratorium air limbah dan air olahan IPAL gedung PT. Indosat Tbk yang dilakukan minggu pertama. 54

Tabel 2. 6. Hasil Analisa Air Limbah IPAL Gedung Indosat Sumber : Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005, tanggal 19 Oktober 2005. Dari Tabel 6 diatas terlihat, semua parameter polutan yang dikandung air limbah turun sangat signifikan setelah diolah dalam IPAL. Konsentrasi parameter organik seperti KmnO4, BOD dan COD masing masing turun dari 77,9 mg/l, 60 mg/l dan 176 mg/l, masingmasing turun sampai 7,1 mg/l, 5 mg/l dan 16 mg/l. Demikian juga konsentrasi padatan tersuspensi (Total Suspended Solid) yang merupakan parameter penting dalam air limbah juga turun dari 93 mg/l menjadi hanya 6 mg/l. Dalam tabel terlihat, konsentrasi semua parameter air olahan IPAL (outlet) sudah memenuhi Baku Mutu yang ditetapkan pemerintah, seperti tertera dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 122 tahun 2005. Hal ini menandakan bahwa sistem IPAL Gedung PT. Indosat Tbk. sudah bekerja dengan baik. 55