Abstrak Analisis Pola Palmar dan Sudut ATD Pada Telapak Tangan Sebagai Alternatif Identifikasi Individu Siti Farha el.farh@yahoo.com Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Setiap individu memiliki keunikan masing-masing sehingga dapat terpisahkan dari individu lainnya. Salah satu keunikan dari setiap individu terdapat pada pola yang ada di telapak tangan. Pola tersebut terbentuk dengan bantuan poligen dan tidak dapat berubah paska kelahiran. Karya tulis ini bertujuan mengaplikasikan pengetahuan antropologi forensik dalam proses identifikasi dengan harapan dapat mengungkap ciri spesifik individu. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan antropologi forensik (dermatoglifi) dengan analisis kuantitatif. Sampel yang diambil yaitu cetakan telapak tangan bagian kanan. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel accidental dengan kuota 100 orang mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya. Selanjutnya 100 cetakan tangan kanan tersebut akan dilakukan analisis dan pemberian kode pada setiap polanya. Kode palmar ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi. Analisis selanjutnya yakni mengkombinasikan pola palmar dan sudut ATD. Kombinasi analisis dari kode pola palmar dan sudut ATD hanya dilakukan pada sampel yang memiliki kode pola palmar yang sama. Hasil analisis menunjukan tidak ada persamaan kode palmar pada setiap anggota sampel, sehingga dapat disimpulkan bahwa akurasinya sebesar 100%. Kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah analisis pola palmar dan sudut ATD dapat digunakan sebagai alternatif identifikasi karena keunikan individu juga tertuang dalam cetakan palmar. Kata kunci: Pola palmar, sudut ATD, identifikasi, sidik jari Abstract Each individual had their uniqueness that could be separated from other individuals. One of the uniqueness that was possessed by individuals could be found in their palm of the hand. The pattern was formed with the assistance of polygene and it could not be changed after the birth. The purpose of this research was to apply the knowledge of forensic anthropology that was expected to be able to reveal the specific characteristics of an individual. The approach which was applied was forensic anthropology approach (dermatoglifi) with quantitative analysis. The samples that were taken were the printing of right palm of the hand. This research used accidental sample method with 100 (a hundred) students of Airlangga University Surabaya. Furthermore, those 100 (a hundred) prints of the right hand would be analyzed and encoded for every pattern. The palmar code would be presented in the form of distribution table. The next analysis was to combine the palmar pattern and the ATD angle. The analysis of palmar pattern code and ATD angle would only be conducted to the samples that had the same palmar pattern code. The analysis demonstrated that there were not any similarities of the palmar code for each member of samples. As a result, it could be concluded that the accuracy rate was 100%. The final conclusion of this research was the analysis of palmar code and ATD angle was able to be applied as an alternative for identification due to the individual uniqueness was also contained in the palmar printing. Keywords: Palmar pattern, ATD angle, identification, fingerprint. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 42
Pendahuluan Forensik adalah ilmu pembuktian ilmiah terhadap bukti-bukti yang ditemukan di TKP sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing (Abdussalam & Desasfuryanto, 2014). Beberapa istilah terkait ilmu forensik antara lain kedokteran forensik, fisika forensik, potografi forensik, metallurgy ballistic of forensic, antropologi forensik, dst. Pada penulisan karya tulis ini penulis menjadikan konsep antropologi forensik sebagai bahan acuan. Antropologi forensik adalah salah satu bidang forensik yang mengaplikasikan konsep sains berdasarkan antropologi fisik untuk mengidentifikasi sisa-sisa jasad tubuh manusia (Purwanti, 2014) dengan tujuan dapat mengungkapkan penyebab kematian ataupun identitas dari individu tersebut. Antropologi forensik fokus terhadap karakteristik biologis populasi, khusus untuk mengungkapkan keunikan yang membuat seorang individu terpisah dari individu lainnya. Antropologi forensik menyangkut analisis rekonstruksi, identifikasi dan perbandingan antara postmortem dan antemortem. Setiap individu memiliki keunikan masing-masing sehingga dapat terpisahkan dari individu lainnya. Keunikan yang paling terlihat secara fisik adalah pola yang ada pada area tangan, baik pada bagian distal ataupun proksimal. Lapisan kulit yang melapisi telapak tangan dan telapak kaki memiliki pola yang disebut dengan dermatoglifi (Iriane, et al., 2003). Sidik jari adalah lekukan yang ditimbulkan oleh garis-garis parallel yang membentuk pola pada phalanx distal dan palmar (Abdussalam & Desasfuryanto, 2014). Pola tersebut terbentuk pada saat bayi masih berada di dalam kandungan. Pola pada tangan atau sidik jari terbentuk secara sempurna pada minggu ke-17 masa kehamilan dan tidak akan berubah selama hidup. Penelitian terhadap palmar di Indonesia merupakan hal yang baru, padahal di luar Negara Indonesia penelitian ini telah mulai dilakukan puluhan tahun yang lalu. Penelitian yang telah dilakukan pada palmar di Indonesia kebanyakan hanya fokus pada besaran sudut ATD. Penelitian Siburian (2011) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada sudut ATD pasien penderita diabetes dengan individu normal. Penelitian lainnya terkait palmar dilakukan terkait penderita sindrom down dan bibir sumbing. Hingga saat ini penelitian terhadap pola palmar di Indonesia belum ditemukan. Pada karya tulis ini peneliti melakukan penelitian terhadap pola palmar dan besaran sudut ATD pada telapak tangan sebagai alternatif bahan identifikasi. Pola palmar dapat menentukan identitas secara pasti oleh karena sifat AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 43
kekhususannya yakni pada setiap orang akan berbeda walaupun pada kasus kembar satu telur (Idries & Tjiptomarnoto, 2013). Sidik jari hanya akan rusak dikarenakan trauma berat (Triwani, 2003) sehingga pola tidak dapat terbentuk kembali. Kelainan genetik juga dapat menyebabkan pola sidik jari tidak pernah terbentuk pada individu (Triwani, 2003). Hingga saat ini analisis dermatoglifi masih menjadi primary identificationyang digunakan oleh DVI. Jika ditemukan barang bukti berupa pola tangan yang dapat terbaca di TKP maka barang bukti ini melebihi barang bukti lainnya. Tujuan dari indentifikasi pada palmar yakni agar tim identifikasi tidak dapat memastikan identitas baik pada korban maupun pelaku tidak pidana (Idries & Tjiptomarnoto, 2013). Pada kasus lain juga disebutkan bahwa pembunuh dengan sengaja merusak phalanx distal agar korban tidak dapat teridentifikasi, padahal bagian palmar juga menyimpan keunikan yang lebih besar dari pada phalanx distal (Putri, et al., 2008). Keterbatasan dari tangan adalah cepat rusak atau membusuknya tubuh manusia. Pola yang tercetak pada benda mudah hilang. Pada identifikasi dengan menggunakan pola palmar juga dimungkinkan terjadi bias data, sehingga data tidak akan terbaca. Keuntungan dari palmar adalah kebanyakan pelaku ataupun korban tidak menyadari bahwa pola palmar akan tercetak dengan sendirinya pada benda-benda yang tersentuh. Identifikasi pada palmar dapat dilakukan bila kondisi palmar tidak mengalami kecacatan yang disebabkan oleh pembusukan atau trauma. Palmar dapat digunakan sebagai bahan identifikasi untuk menentukan identitas korban ataupun pelaku jika telah dilakukan perekaman pada palmar sebelumnya. Pembunuhan dengan disertai mutilasi biasanya memisahkan bagian tangan agar korban tidak mudah untuk dikenali. Beberapa pelaku bahkan merusak wilayah distal pada tangan. Orang-orang tidak banyak mengetahui bahwa pola pada palmar memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan phalanx distal yang biasanya dipakai pada identifikasi. Padahal rekam data terhadap narapidana selama ini hanya dilakukan dengan metode foto, rekam sidik jari, rekam kornea dan data pribadi. Latern print pada kasus pembunuhan dapat ditemukan pada senjata yang digunakan pelaku ataupun barangbarang yang disentuh pelaku di TKP (Abdussalam, 2014), oleh sebab itu siapapun yang terlibat di TKP harus meminimalkan menyentuh barang-barang yang berada di TKP. Latern print adalah cetakan pola yang tertinggal pada barangbarang yang tersentuh di TKP. Latern print yang ditemukan di tempat kejadian AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 44
perkara (TKP) dapat dicocokkan dengan data palmar yang ada. Latern print yang diambil dan dapat dicocokan dengan bank data yang ada. Hal tersebut juga menjadi landasan dasar pentingnya penelitian ini. Metode Penelitian Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Sampel diambil dari mahasiswa aktif Universitas Airlangga tahun 2013 dengan teknik pengambilan sampel accidental. Cetakan tangan yang diambil adalah telapak tangan bagian kanan. Pada sebagian besar orang tangan bagian kanan sering digunakan dari pada tangan bagian kiri, oleh sebab itu telapak tangan kanan lebih sering digunakan menempel pada benda-benda. Pada gambar 1 pola palmar terbagi menjadi 13 area yang disimbolkan dengan nomor 1-13. Field 1 terletak di area thenar. Field 2 terletak di triradius utama. Field 3, 4, 5 terletak pada area hypothenar.field 3 dimulai dari perpanjangan triradius utama. Field 5 terletak pada three finger crease. Field 5 berada di bagian distal dari field 5. Field 5 terletak di proximal field 5. Field 4 dimulai dari perpanjangan five finger crease. Field 6, 8, 10, dan 12 berada di bagian proksimal jari (dasar digital arcalen). Field 7, 9, dan 11 berada interdigitum IV, III, dan II. Field 13 berada pada alur terakhir pada dasar ibu jari (distal dari thenar crease). Interdigitum dilambangkan dengan angka I-IV. Simbol t t merupakan satu-satunya sudut triradius aksila yang berada di area thenar. Sudut ini terletak tidak jauh dari field 2. Sampel F Gambar 1 Analisis kode palmar AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 45
Triradius ulnaris juga tidak jauh dari field 2, namun berada di wilayah ulnar, dilambangkan dengan t u. Titik t berada dibagian proksimal three finger crease. Titik t terletak pada bagiaan distal dari area field 4. Titik t terletak diantara t dan t. field 2 merupakan area triradius utama yang dilambangkan dengan t2. Garis khayal yang terbentuk dari perpanjangan titik t2 merupakan garis pemisah antara wilayah thenar dan hypothenar. Metode yang digunakan untuk menarik simpulan data adalah metode kuantatif. Langkah pertama adalah melakukan koding terhadap cetakan palmar yang ada, selanjutnya akan dilakukan analisis. Penulis melakukan koding terhadap pola palmar. Kode palmar yang memiliki kuantitas lebih dari satu sampel, selanjutnya dilakukan penghitungan terhadap besaran sudut triradiusnya. Proses pertama yakni memberikan kode pada setiap pola palmar dengan format kode pola palmar x.x.x.x.t. Proses ini dilakukan terhadap format gambar grayscale. Gambar 1 menunjukan pola palmar yang telah dipertegas dengan bantuan garis khayal dan titik-titik sudut ATD. Semua sampel palmar akan diberikan kode dengan aturan yang sama dengan pemberian kode palmar pada sampel F xx. Tabel distribusi menampilkan kode pola palmar hasil koding dari 100 cetakan palmar. Kode pola palmar yang memiliki kuantitas lebih dari satu orang selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap besaran sudut triradius aksila. Format baru kode palmar untuk pengukuran sudut triradius aksila yakni kode pola palmar ditambah dengan besaran sudut triradius aksila. Format kode palmar tersebut adalah x.x.x.x.t.t u.t t.t.t.t. Pengukuran sudut triradius aksila hanya dilakukan pada kode palmar yang memiliki kuantitas lebih dari satu sampel. Hasil dan Pembahasan Analisis yang pertama dilakukan adalah analisis terhadap gambar dengan format grayscale. Format gambar ini dipilih karena dengan menggunakan format gambar ini pola palmar terlihat lebih jelas. Pada gambar ini dilakukan analisis terhadap pola palmar, selanjutnya dilakukan pemberian kode pada setiap polanya dengan aturan yang telah dijelaskan. Berdasarkan data yang telah ada, berikut ini merupakan distribusi kode pola palmar dari 100 orang sampel. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 46
Tabel 1 Distribusi kode palmar No. Kode Palmar Kode Sampel Kuantitas 1. 7.5.8.10.t CH xx 1 2. 7.5''.5''.8.t H xx 1 3. 7.8.5.10.t CJ xx 1 4. 7.10.8.9.t S xx 1 5. 8.5''-7.5.10.t BC xy 1 6. 8.5''.7.5''.t CV xx, CB xy 2 7. 8.5''.7.6.t CK xy 1 8. 8.5''.7.7.t AI xy, X xy 2 9. 8-5''.7.5'.10.t BR xx 1 10. 8.6(7).5''.10.t AM xy 1 11. 8.7.5''.5''.t I xx 1 12. 8.7.5''.10.t V xx, J xy, BA xy, C xy 4 13. 8.7.5'.10.t BN xy 1 14. 8.7.5.10.t BM xx, AZ xx 2 15. 9.5''.7.8.t CG xy 1 16. 9.5''.8.7.t BJ xy 1 17. 9.6.7.8.t U xy 1 18. 9.6.8.7.t G xx 1 19. 9.7.7.5.t R xx 1 20. 9.7.8.9.t Y xy 1 21. 9-7.7.8.10.t CR xx 1 22. 9-7.8.5.10.t D xy, A xy 2 23. 9-7.8.5''.5''.t BL xy 1 24. 9-7.8.5''.10.t AH xy 1 25. 9.7.10.8.t P xy 1 26. 9.8.5''.7.t BZ xx 1 27. 9.8-7.5''.5''.t AO xy 1 28. 10.5''.7.8.t BS xy 1 29. 10.5''.7(8).9.t BH xx 1 30. 10.5''.8.6.t CE xy, BE xx 2 31. 10.5''.8.7.t Z xx 1 32. 10.5''.8(9).7.t BP xy 1 33. 10.5''.9-6.8.t CT xx 1 34. 10.5''.9-7.8.t O xy, T xy, AP xy, BF xy, BO xx, AD xx 6 35. 10.6.7.8.t CA xy, E xx 2 36. 10.6.8.9.t BX xx 1 37. 10.6.9-7.8.t BB xx, BK xx 2 38. 10.7.8.9.t AE xy 1 39. 10.8.5'.12.t M xy 1 AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 47
40. 10.8.5''.7.t K xy, CM xy, BG xx, AS xy,aw xx, AU xx 6 41. 10.8.7.5''.t BC xx 1 42. 10.8.7.6.t CC xx 1 43. 10.9.7.8.t AR xx 1 44. 10.9-6.8.9.t AC xy 1 45. 10.9-7.7.8.t CP xx, AT xx, CF xx, W xx 4 46. 10.9-7.8.9.t N xx 1 47. 11.5''-7.9(10).8.t F xx 1 48. 11.6.11-7.10.t CO xx 1 49. 11-7.7.8.10.t AN xy 1 50. 11-7.7.10.8.t AK xx 1 51. 11-7.8.9.10.t AX xx 1 52. 11-7.8.10.7.t BY xy 1 53. 11-7.8.10.9.t CL xy 1 54. 11-7.10.7.8.t BI xx, CQ xy, CN xy, BD xy 4 55. 11-7.10.8.7.t CI xy, AG xx, AV xy 3 56. 11-7.10.8.10.t CS xx 1 57. 11-7.10.9.7(8).t BV xx 1 58. 11-7.10.9.8.t B xy, Q xx, BQ xy, AJ xx, AL xx, AB xy, CD xx, CU xx, AA xx, BW xy, L xx, BU xx, AQ xx 13 59. 11.10-7.8.9.t BT xy, AY xx 2 60. 12.11-7.8.10.t AF xy 1 Modus dari data pada tabel 1 adalah 11-7.10.9.8.t. Kode pola palmar tersebut merupakan kode dengan kuantitas terbesar yang dapat ditemukan pada 13 orang sampel yakni dengan kode sampel B xy, Q xx, BQ xy, AJ xx, AL xx, AB xy, CD xx, CU xx, AA xx, BW xy, L xx, BU xx, dan AQ xx. Prosentase sampel yang memiliki kode pola palmar dengan kuantitas satu orang sebesar 44%, sedangkan 56% sampel lainnya memiliki kode palmar yang sama antara satu sampel dengan sampel lainnya. Tabel 1 menjelaskan bahwa terdapat 15 kode pola palmar yang memiliki kuantitas lebih dari satu sampel. Analisis besaran sudut triradius hanya dilakukan pada 15 kode palmar yang memiliki kuattitas lebih dari satu sampel. 15 kode pola palmar tersebut memiliki kuantitas 56 orang sampel. Jadi, peneliti melakukan analisis besaran sudut triradius hanya pada 56 sampel dari total keseluruhan 100 orang sampel. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 48
Tabel 2 Distribusi kode pola palmar dan sudut ATD No Kode Sampel Kode Palmar 1. CV xx 8.5.7.5.t.150.t t.120.80.85 2. CB xy 8.5.7.5.t.130.t t.130.85.90 3. AI xy 8.5.7.7.t.80.t t.70.120.90 4. X xy 8.5.7.7.t.16.t t.100.95.130 5. V xx 8.7.5.10.t.180.130.140.140.140 6. J xy 8.7.5.10.t.85.120.80.90.80 7. BA xy 8.7.5.10.t.125.115.150.160.70 8. C xy 8.7.5.10.t.130.140.130.110.80 9. BM xx 8.7.5.10.t.95.t t.80130.110 10. AZ xx 8.7.5.10.t.115.150.130.135.115 11. D xy 9-7.8.5.10.t.110.130.130.140.110 12. A xy 9-7.8.5.10.t.130.120.100.110.130 13. CE xy 10.5.8.6.t.140.140.140.150.110 14. BE xx 10.5.8.6.t.70.130.90.160.100 15. O xy 10.5.9-7.8.t.80.150.120.140.85 16. T xy 10.5.9-7.8.t.110.t t.130.120.120 17. AP xy 10.5.9-7.8.t.100.t t.120.140.120 18. BF xy 10.5.9-7.8.t.90.t t.110.80.110 19. BO xx 10.5.9-7.8.t.90.140.100.90.95 20. AD xx 10.5.9-7.8.t.105.150.130.100.90 21. CA xy 10.6.7.8.t.70.130.140.90.130 22. E xx 10.6.7.8.t.110.t t. 90.140.95 23. BB xx 10.6.9-7.8.t.110.t t.90.110.110 24. BK xx 10.6.9-7.8.t.90.t t.100.130.130 25. K xy 10.8.5.7.t.90.140.70.50.50 26. CM xy 10.8.5.7.t.110.150.40.40.40 27. BG xx 10.8.5.7.t.80.150.50.85.60 28. AS xy 10.8.5.7.t.160.170.30.145.30 29. AW xx 10.8.5.7.t.150.t t.70.115.130.90 30. AU xx 10.8.5.7.t.120.t t.90.90.90.90 31. CP xx 10.9-7.7.8.t.90.t t.70.140.90 32. AT xx 10.9-7.7.8.t.75.145.90.80.100 33. CF xx 10.9-7.7.8.t.80.130.90.110.90 34. W xx 10.9-7.7.8.t.80.140.80.70.70 35. BI xx 11-7.10.7.8.t.140.t t.175.100.130 36. CQ xy 11-7.10.7.8.t.120.140.90.130.100 37. CN xy 11-7.10.7.8.t.100.t t.160.90.160 AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 49
38. BD xy 11-7.10.7.8.t.95.130.90.140.170 39. CI xy 11-7.10.8.7.t.180.130.95.100.150 40. AG xx 11-7.10.8.7.t.160.t t.140.140.90 41. AV xy 11-7.10.8.7.t.130.150.100.120.180 42. B xy 11-7.10.8.9.t.60.120.160.60.100 43. Q xx 11-7.10.9.8.t.130.140.120.130.100 44. BQ xy 11-7.10.9.8.t.85.150.140.120.90 45. AJ xx 11-7.10.9.8.t.150.150.160.105.95 46. AL xx 11-7.10.9.8.t.140.130.130.150.140 47. AB xy 11-7.10.9.8.t.130.150.100.90.90 48. CD xx 11-7.10.9.8.t.140.t t.150.130.140 49. CU xx 11-7.10.9.8.t.150.t t.150.60.110 50. AA xx 11-7.10.9.8.t.30.120.110.60.95 51. BW xy 11-7.10.9.8.t.85.120.110.120.110 52. L xx 11-7.10.9.8.t.120.150.130.120.90 53. BU xx 11-7.10.9.8.t.110.120.90.120.120 54. AQ xx 11-7.10.9.8.t.120.120.110.120.120 55. BT xy 11.10-7.8.9.t.60.t t.90.110.120 56. AY xx 11.10-7.8.9.t.80.t t.90.90.95 Tabel 2 merupakan tabel distribusi dari kombinasi kode pola palmar dan besaran sudut triradius. Tabel 2 menjelaskan bahwa tidak kode palmar yang memiliki kuantitas lebih dari satu sampel. Pada pemaparan sebelumnya triradius menjadi pembeda antara kode pola palmar yang sama. Pada tabel 2 juga ditemukan kode palmar yang hampir sama yakni kode palmar pada sampel BU xx dan AQ xx. BU xx memiliki kode palmar 11- dijelaskan bahwa 15 kode palmar memiliki 7.10.9.8.t.110.120.90.120.120 sedangkan kuantitas lebih dari satu sampel, maka AQ xx memiliki kode palmar 11- tabel 2 menjawab bahwa kode tersebut 7.10.9.8.t.120.120.110.120.120. Kode tidak memiliki kesamaan setelah kode pola palmar dikombinasikan dengan besaran sudut triradius. Modus data dengan anggota sampel B xy, Q xx, BQ xy, AJ xx, AL xx, AB xy, CD xx, CU xx, AA xx, BW xy, L xx, BU xx, dan AQ xx juga terbukti memiliki kode palmar yang berbeda. Besaran sudut palmar tersebut hanya memiliki dua perbedaan yakni pada titik t u (triradius ulnaris) dan t. besaran sudut triradius ulnaris pada sampel BU xx adalah 110 dan AQ xx sebesar 120. Besaran sudut triradius ulnaris mereka hanya berbeda 10. Pada titik t besaran sudut kedua sampel ini AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 50
hanya memiliki selisih 30. Kedua sampel ini juga memiliki kode pola palmar yang sama. Secara genetik setiap individu terbukti memiliki perbedaan. Sidik jari terbentuk dengan bantuan poligen, sehingga pada kode palmar ini juga terbukti setiap individu memiliki kode palmarnya sendiri. Kombinasi dari kode pola palmar dan besaran sudut triradius pada telapak tangan dapat membuktikan bahwa setiap individu itu berbeda. Analisis ini memberikan simpulan bahwa format kode palmar x.x.x.x.t.t u.t t.t.t.t dapat dijadikan alternatif bahan identifikasi. Analisis sidik jari yang sampai saat ini menjadi bahan identifikasi primer adalah ridge count pada phalanx distal (Purwanti, 2014). Setiap individu terbukti memiliki ridge count yang berbeda. Oleh sebab itu analisis pola palmar dan sudut ATD merupakan alternatif identifikasi jika phalanx distal tidak terbaca. Simpulan Penelitian ini menyimpulkan bahwa analisis pola palmar dan sudut ATD pada telapak tangan dapat dijadikan alternatif identifikasi individu. Pada penelitian ini terbukti bahwa kombinasi kode palmar yang terdiri dari kode pola palmar dan besaran sudut ATD memiliki perbedaan pada setiap anggota sampel. Perbedaan ini dapat menjadikan setiap individu terpisah dari individu lainnya. Saran Penelitian mengenai pola palmar masih jarang dilakukan. Penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya. Penelitian pada area palmar ini belum sempurna. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait pola palmar. Penelitian selanjutnya dapat mengkombinasikan antara pola palmar dan besaran sudut ATD dengan ruang populasi yang lebih besar. Penelitian selanjutnya dapat menjawab kemungkinan peluang munculnya kode palmar yang sama pada suatu populasi. Daftar Pustaka Abdussalam, (2014). Misteri kasus Ryan pembunuhan berantai (pembahasan dalam disiplin Sosiologi, Criminology. Ilmu Hukum, Sosial Ekonomi, Antropology, Psychology, dan Ilmu Kepolisian). Jakarta: PTIK. Abdussalam & Desasfuryanto, A., (2014). Buku pintar forensik (pembuktian ilmiah). Jakarta: PTIK Press. Idries, A. M. & Tjiptomarnoto, A. L., (2013). Penerapan kedokteran forensik dalam proses penyidikan. Jakarta: Sagung seto. Iriane, V. M., Sanjoto, P. & Loekito, R. M., (2003). Perbedaan bentuk lukisan sidik jari, ridge count, pola AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 51
palmar dan sudut A-T-D antara orang tua anak sumbing dengan orang tua anak normal di Timor Tengah selatan, Nusa Tenggara Timur. Majalah kedokteran UNIBRAW, Volume xix, pp. 1-4. Knussman, R., (1998). Anthropologie. Handbuch der vergleichende des menschen. Fischer Verlag: Stuttgart. Purwanti, S. H., (2014). Ilmu kedokteran forensik untuk kepentingan penyidikan. Jakarta: Rayyana Komunikasindo. Putri, C. E., Hidayat, B. & Susatio, E., (2008). Identifikasi biometric sidik jari dengan metode fractal. Jurnal teknologi informasi DINAMIK, Volume xiii, pp. 68-72. Siburian, J., Anggraieni, E. & Hayati, (2011). Analisis pola sidik jari tangan dan jumlah sulur serta sudut ATD penderita diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Daerah Jambi.. Jurnal FKIP Universitas Jambi, pp. 12-17. Triwani, (2003). Pemeriksaan dermatoglifi sebagai alat identifikasi dan diagnosis. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, pp.1-8. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 52