STUDI PEMBANGUNAN PLTA MUARA JULOI 284 MW KABUPATEN MURUNG RAYA UNTUK MENGATASI KRISIS LISTRIK DI KALIMANTAN TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI PEMBANGUNAN PLTA PUMP STORAGE SEMARANG 2x300 MW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI SEMARANG

STUDI PEMBANGUNAN PLTA KOLAKA 2 X 1000 KW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA

Satria Duta Ninggar

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah

STUDI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI (PLTP) DI JAILOLO UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI MALUKU UTARA

STUDI PEMBANGUNAN PLTU KAMBANG 2x100 MW DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL DI SUMATERA BARAT

STUDI PEMBANGUNAN PLTU TANAH GROGOT 2X7 MW DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR DAN PENGARUH TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL KALIMANTAN TIMUR

STUDI PENGEMBANGAN SERTA PENYUSUNAN RENCANA ENERGI DAN KELISTRIKAN DAERAH DENGAN MEMANFAATKAN POTENSI ENERGI DAERAH DI KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Dalam Kaitannya Dengan Krisis Energi Kalimantan Tengah

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

Permasalahan. - Kapasitas terpasang 7,10 MW - Daya mampu 4,92 MW - Beban puncak 31,75 MW - Defisit daya listrik 26,83 MW - BPP sebesar Rp. 1.

PEMBANGUNAN PEMBANGKIT PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 3 x 7 MW SEBAGAI PROGRAM MW TAHAP KEDUA PT. PLN DI KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

penerangan dan juga proses produksi yang melibatkan barang-barang elektronik dan alatalat/mesin

STUDI PERENCANAAN PLTP 2X2,5 MW UNTUK KETENAGALISTRIKAN DI LEMBATA NUSA TENGGARA TIMUR

Studi Pembangunan PLTU Sumbawa Barat 2x7 MW Untuk Memenuhi Kebutuhan Energi Listrik Di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat

STUDI PEMBANGUNAN PLTP RANTAU DADAP 2X110 MW, SUMATERA SELATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL SUMATERA SELATAN

STUDI PEMBANGUNAN PLTU TAKALAR 300 MW DI SULAWESI SELATAN DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS, EKONOMI DAN LINGKUNGAN.

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

STUDI PEMBANGUNAN PLTGU SENORO 2 X 120 MW DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL DI SULAWESI TENGAH

I Putu Surya Atmaja. Proceeding Seminar Tugas Akhir

Oleh: Bayu Permana Indra

BIAYA MODAL/ CAPITAL COST BIAYA TETAP (O & M)

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

Sigit Khurniawan ( )

Tahap II Proyeksi Peningkatan Rasio Elektrifikasi 80%

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai

STUDI PEMBANGUNAN PLTU KAMBANG 2x100 MW dan PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL di SUMATERA BARAT

STUDI PENGARUH PEMBANGUNAN PLTP PATUHA 3X60 MW KEC.RANCABALI KAB

Tabel 3.1 Jumlah Pelanggan, dan Listrik Terjual di Propinsi Jawa Tengah Tahun

STUDI PEMBANGUNAN PLTP GUCI 1 X55MW JAWA TENGAH BERDASARKAN ASPEK TEKNIS, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

y = a 0 + a 1 x 1 + a 2 x 2 + E ETS t = ERT t + EK t + EP t + EIS t

Firdauz Riyanda Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111

Fira Nafiri ( )

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

Oleh : Tinton Harjono. Dosen Pembimbing Ir. Syariffuddin Mahmudsyah, M. Eng Ir. Teguh Yuwono

STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PLTU BATUBARA ASAM ASAM UNIT DALAM RANGKA INTERKONEKSI KALIMANTAN - JAWA

STUDI PENGARUH PEMBANGUNAN PLTP RAWA DANO 110 MW TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL BANTEN

Dengan dibangunnya PLTU Batubara Minahasa 2 x 55

STUDI PENGARUH PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) 50 MW DI CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL JAWA BARAT

STUDI PERENCANAAN PLTP 2X2,5MW UNTUK KETENAGALISTRIKAN DI LEMBATA, NUSA TENGGARA TIMUR. Cherian Adi Purnanta

Indra Permata Kusuma. Proceeding Seminar Tugas Akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi cakupan Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Tengah

Nur Rosyalinda Hidayati ( ) Ir. Syariffudin Mahmudsyah, M. Eng Ir. Teguh Yuwono

STRUKTUR HARGA PLTMH. Gery Baldi, Hasan Maksum, Charles Lambok, Hari Soekarno

Oleh : Pressa Perdana S.S Dosen Pembimbing Ir. Syarifuddin Mahmudsyah, M.Eng - Ir. Teguh Yuwonoi -

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT.PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

STUDI PEMBANGUNAN PLTP GUCI 1 X 55 MW JAWA TENGAH BERDASARKAN ASPEK TEKNIS, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN.

STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR

STUDI PEMBANGUNAN PLTP GUNUNG TALANG 36 MW SOLOK, SUMATERA BARAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL SUMATERA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

Dosen Pembimbing Ir. Syariffuddin Mahmudsyah, M. Eng Ir. Teguh Yuwono

ANALISIS PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK MINIHIDRO MOBUYA 3X1000 KW DI SULAWESI UTARA

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

1 Universitas Indonesia

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW DI MELAK KALIMANTAN TIMUR SEBAGAI PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS KELISTRIKAN DI INDONESIA TIMUR

STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PLTP IJEN BAERKAITAN DENGAN TARIF LISTRIK REGIONAL JAWA TIMUR

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Rimba Arif Rusmana 1) 1) Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111,

STUDI PEMANFAATAN TINJA GAJAH UNTUK GENERATOR LISTRIK BIOGAS DI BALI SAFARI & MARINE PARK KABUPATEN GIANYAR - BALI

STUDI PENGARUH PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) 50 MW DI CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL JAWA BARAT

Jurusan Teknik Elektro FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember

: PT P T PL P N N (P

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

STUDI PRAKIRAAN POTENSI PLTA PUMPED STORAGE DANAU SIDIHONI KABUPATEN SAMOSIR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI

Kata Kunci : PLTMH, Sudut Nozzle, Debit Air, Torsi, Efisiensi

Studi Perencanaan PLTMH 1x12 kw sebagai Desa Mandiri Energi di Desa Karangsewu, Cisewu, Garut, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.

EVALUASI KEBUTUHAN PEMENUHAN ENERGI DAN KETENAGALISTRIKAN DI RIAU DARATAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SEKTORAL EKONOMI ENERGI

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VII ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL

Latar Belakang. Permasalahan. Tujuan

MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1) Pertambahan jumlah penduduk yang makin tinggi. 2) Perkembangan yang cukup pesat di sektor jasa dan industri

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ALTERNATIF PENGADAAN BATU PECAH DI KABUPATEN KAPUAS DITINJAU DARI ASPEK FINANSIAL

Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB II DASAR TEORI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR PUMPED STORAGE. Pembangkit Listrik Tenaga Pompa (Pumped Storage) adalah sebuah tipe

Transkripsi:

STUDI PEMBANGUNAN PLTA MUARA JULOI 284 MW KABUPATEN MURUNG RAYA UNTUK MENGATASI KRISIS LISTRIK DI KALIMANTAN TENGAH Robi Fajerin Darmawan Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111 Email : robifajerin@gmail.com Abstrak : Kebutuhan akan energi listrik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat seharihari. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan di bidang perekonomian, teknologi, industri dan informasi maka kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tentu harus diimbangi dengan ketersediaan pasokan tenaga listrik yang mencukupi. Pada kenyataannya penyediaan tenaga listrik di Indonesia dirasakan masih belum cukup, hal ini terbukti masih sering terjadinya pemadaman listrik secara bergilir hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kebutuhan akan sarana dan prasarana guna menampung debit air hujan di Kalimantan Tengah sangat penting. Hal ini dapat mengurangi bencana banjir yang sering melanda sekitar daerah aliran sungai yang ada di Kalimantan Tengah. Pada Tugas Akhir ini akan membahas pembangunan PLTA Muara Juloi 284 MW dengan parameter yang akan dianalisis antara lain adalah aspek teknis, ekonomi, sosial, lingkungan dan ketersediaan energi. Sehingga kebutuhan energi listrik di Kalimantan Tengah dapat terpenuhi dengan baik serta dapat membantu pemerintah daerah guna menanggulangi banjir. Kata kunci : Banjir, PLTA Muara Juloi, technoeconomic-environment. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu komoditas yang sangat penting dan terus berkembang di era globalisasi. Tidak hanya sebagai pendorong pembangunan daerah dalam mewujudkan kesejahteraan, namun juga sebagai salah satu pendorong perekonomian Indonesia. Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang tinggi, tidak diimbangi oleh pengembangan di sisi penyediaan tenaga listrik. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan listrik. Di berbagai wilayah Indonesia masih banyak daerah yang mengalami krisis daya terutama daerahdaerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Khusus di wilayah Kalimantan Tengah dimana kondisi krisis daya dan tingginya biaya produksi menjadi kendala utama yang perlu segera dicari solusinya. Kalimantan Tengah merupakan wilayah yang memiliki tingkat pertumbuhan beban yang tinggi dengan rasio elektrifikasi sebesar (56,2 %) dan persentase desa berlistrik sebesar (37,83 %). Berdasarkan data tersebut Kalimantan Tengah mampu mengindikasikan besarnya peluang sekaligus tantangan investasi di sektor ketenagalistrikan. Krisis energi listrik berkepanjangan yang melanda sistem interkoneksi Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah (Kalselteng) sampai saat ini mengalami defisit hingga 35 megawatt (MW). Salah satu kabupaten di Kalselteng yang mengalami masalah tersebut adalah Kabupaten Murung Raya. Pemadaman bergilir tercatat rutin terjadi di Kabupaten Murung Raya. Hal ini tentunya sangat merugikan masyarakat dan para investor yang telah ada maupun yang akan berinvestasi di Kabupaten Murung Raya. Oleh karena itu, masalah penyediaan pasokan listrik merupakan hal penting yang harus dipecahkan oleh PT. PLN (Persero) Distributor Kalselteng, pemerintah daerah serta masyarakat Kabupaten Murung Raya. PT. PLN (Persero) juga harus berusaha untuk mengurangi pemakaian bahan bakar minyak untuk pembangkit yang ada, yaitu dengan mulai menggalakkan penggunaan potensi selain bahan bakar minyak untuk proses pembangkitan seperti air, batu bara, maupun panas bumi. Hal ini disebabkan karena penggunan bahan bakar minyak dirasa sudah tidak ekonomis lagi, karena harganya yang terus mengalami kenaikan. Kebijakan pemerintah dalam diversifikasi dan konservasi energi mendorong kita untuk melakukan studi tentang ketenagalistrikan pada PLTA Muara Juloi 284 MW di Kabupaten Murung Raya demi memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Kalselteng khususnya Kabupaten Murung Raya. Dengan adanya Pembangunan PLTA Muara Juloi 284 MW di Kabupaten Murung Raya, diharapkan dapat mengatasi pertambahan beban di Kabupaten tersebut dan wilayah sekitarnya. Selain itu diharapkan waduk yang ada dapat untuk menampung debit air yang berlebihan di Kabupaten Murung Raya dan sepanjang aliran sungai Muara Juloi sehingga dapat mencegah bencana banjir. 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pembangkit Listrik Tenaga Air merupakan suatu pembangkitan energi listrik dengan mengubah energi potensial air menjadi energi mekanik oleh turbin dan diubah lagi oleh generator menjadi energi listrik dengan memanfaatkan ketinggian dan kecepatan aliran air. 2.2 Proses Produksi Pembangkit Listrik Tenaga Air Cara kerja Pembangkit ini adalah dengan menggerakkan turbin-turbin sebagai alat merubah enegi mekanik menjadi energi listrik. Selama tingkat penggerakan turbin-turbin, aliran air dari tempat yang tinggi masuk kedalam power house lalu kemudian masuk ke kolam penampung bawah. Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 1

pembangkitan dan harga energi. Metode perhitungan yang digunakan adalah metoda perhitungan biaya pembangkitan tahunan, terdiri dari tiga komponen biaya, yaitu: 1. Biaya investasi modal (capital cost) 2. Biaya bahan bakar (fuel cost) 3. Biaya operasi dan perawatan (O&M cost) Gambar 2.5: Alur Kerja Hydro Powerplant Dasar-dasar pengaturan terdiri dari dua kolam, satu pada lokasi yang tinggi dan lainnya pada lokasi yang rendah dengan menempatkan turbin di bawah rumah stasiun pembangkit di tengah-tengah. Air yang mengalir dari kolam pada lokasi yang lebih tinggi dari rumah pembangkit akan dialirkan ke kolam yang lebih rendah. 2.3 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik 2.3.1 Regresi Linier Berganda Dalam Metode Regresi diperlukan faktor yang akan dijadikan acuan dalam perhitungan. Dalam peramalan kebutuhan energi listrik faktor-faktor yang dipakai adalah sebagai berikut : 1. Energi terjual 2. Pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga 3. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang bisnis 4. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang industri 5. Pertumbuhan jumlah pelanggan publik 6. Pertumbuhan jumlah penduduk 7. Peningkatan PDRB suatu wilayah 2.3.2 Model Peramalan dengan DKL 3.01 Model yang digunakan dalam metode DKL 3.01 untuk menyusun perkiraan adalah model sektoral. Perkiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan tenaga listrik pada tingkat wilayah/distribusi. Metodologi yang digunakan pada model sektoral adalah metode gabungan antara kecenderungan, ekonometri dan analitis. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan menjadi empat sektor yaitu : 1. Sektor Rumah Tangga 2. Sektor Bisnis 3. Sektor Publik 4. Sektor Industri 2.4 Ekonomi Pembangkit Tiap pembangkit listrik mempunyai harga energi listrik yang berbeda-beda yang besarnya bervariasi tergantung pada biaya pembangunan, perawatan dan biaya operasi dari pembangkit listrik tersebut. Tinjauan opsi energi dari aspek ekonomi pada pembahasan ini didasarkan atas biaya modal pembangkitan yang dikeluarkan dalam pemanfaatan energi alternatif menjadi energi listrik, yaitu biaya 2.5 Analisa Investasi Sebelum suatu pembangunan dilaksanakan perlu dilakukan analisa dari investasi tersebut sehingga akan diketahui kelayakan suatu pembangunan dilihat dari sisi ekonomi investasi. Ada beberapa metode penilaian pembangunan investasi, yaitu 1 : A. Net Present Value (NPV) Jika nilai NVP positif, maka investasi layak dilaksanakan dan jika nilai NVP bernilai negatif investasi tidak layak dilaksanakan. B. Internal Rate of Return (IRR) Pembangunan layak diterima apabila IRR lebih besar dari suku bunga di bank dan tidak layak dilaksanakan apabila nilai IRR lebih kecil atau sama dengan suku bunga. C. Bennefit Cost Ratio Benefit Cost Ratio adalah persentase pertumbuhan keuntungan selama setahun, yang dapat dicari berdasarkan keuntungan pada tahun tersebut. Bennefit (tahun t) BCR..(2.59) Investasi D. Payback Periode Payback periode adalah lama waktu yang dibutuhkan agar nilai investasi yang diinvestasikan dapat kembali dengan utuh. investment Cost PP..(2.60) anual CIF 3. KONDISI KELISTRIKAN KALIMANTAN TENGAH Tabel 3.1: Pelanggan Tenaga Listrik Jenis Rumah Pelanggan Tangga Industri Bisnis Publik Jumlah 1999 150.253 139 13.127 6.107 169.626 2000 163.975 126 13.894 5.801 183.796 2001 166.667 122 14.041 6.554 187.384 2002 173.908 119 14.600 6.599 195.226 2003 182.065 115 15.158 7.120 204.458 2004 280.366 132 14.905 9.397 304.800 2005 199.667 103 17.137 8.135 225.046 2006 207.241 107 18.200 8.740 234.288 2007 214.423 109 19.019 9.353 242.904 2008 216.585 144 19.398 9.578 245.705 2009 239.801 126 19.964 10.202 270.093 1 Westton, J. Fred, dan Copeland, Thomas E., Manajemen Keuangan, Edisi Kedelapan, Alih Bahasa Jaka Wasana dan Kirbrandoko, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1992. Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 2

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah pelanggan listrik di Kalimantan Tengah terus mengalami kenaikan, hal ini disebabkan bertambahnya jumlah penduduk di Kalimantan Tengah. Kenaikan ini disebabkan oleh rumah tangga, gedung perkantoran dan jalan-jalan yang memerlukan penerangan. Berikut ini tabel jumlah tenaga listrik yang terjual tahun 1999-2009 wilayah Kalimantan Tengah. Tabel 3.2: Besar Tenaga Listrik Terjual pada Pelanggan dan Kelompok Pelanggan di Kalimantan Tengah Tahun 1999-2009 (GWh) Jenis Rumah Pelanggan Tangga Industri Bisnis Publik Jumlah 1999 160,43 17,43 35,26 20,40 233,52 2000 190,55 14,76 43,32 21,76 270,40 2001 204,02 14,28 42,29 23,17 283,77 2002 203,23 14,61 43,71 24,09 285,64 2003 211,16 17,17 48,08 25,42 301,83 2004 254,67 47,19 65,82 65,28 402,36 2005 239,63 21,05 58,67 30,94 350,29 2006 257,49 20,58 66,99 34,49 379,55 2007 284,19 24,96 79,86 40,85 429,86 2008 307,73 20,61 91,47 43,83 463,64 2009 311,35 89,14 27,29 48,41 476,19 4. ANALISIS PEMBANGUNAN PLTA MUARA JULOI 284 MW DI KABUPATEN MURUNG RAYA 4.1 Kebutuhan Pelanggan Saat ini Dari tahun ke tahun jumlah pelanggan dan kebutuhan listrik di wilayah Kalimantan Tengah mengalami peningkatan seperti pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 diatas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan jumlah pelanggan dari tahun ke tahun untuk sektor rumah tangga sebesar 3,4% dan daya meningkat menjadi 5,2%. Pada sektor industri jumlahnya meningkat 1,83% dan daya tersambung meningkat 14,3%. Pada sektor bisnis jumlahnya meningkat 4,3 % dan daya tersambung meningkat 6,7%. Pada sektor publik jumlahnya meningkat 6,55% dan daya tersambung meningkat 10,8%. Dengan peningkatan beban puncak pada tahun 1999 sampai 2008 rata-rata sebesar 11,74% sedangkan daya mampu pembangkit yang ada hanya 60,72 MW. 4.2 Analisa Debit, Head dan Daya PLTA Perencanaan pembangunan PLTA Muara Juloi 284 MW di Desa Muara Juloi dengan memanfaatkan Sungai Juloi yang berasal dari sungai utama yaitu Sungai Barito. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sebesar 7.793 km 2, rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2600 mm/tahun dan debit air rata-rata sungai mencapai 605,9 3 /sec. Sedangkan beda ketinggian yang diambil adalah 70m. Sehingga akan menghasilkan daya seperti perhitungan berikut: Dari data yang diperoleh yaitu: Debit air (Q) = 517 m 3 /s (dibawah debit rerata) Ketinggian (H) = 70 m Gravitasi (g) = 9,81 Effisiensi (η) = 0,8 Maka akan diperoleh daya yang terbangkitkan dapat dihitung menggunakan rumus 2.15: P = Q x H x g x η P = 517 x 70 x 9,81 x 0,8 P = 284.019 kw P = 284 MW Energi Listrik per tahun: Energi Listrik = P x jam operasi x faktor kapasitas Energi Listrik = 284 x 8760 x 0,8 Energi Listrik = 1.990.272 MWh = 1.990,27 GWh / tahun Untuk ukuran pipa yang digunakan dapat dihitung: Luas pipa = Flowrate / Kecepatan Bila diasumsikan kecepatan di pertahankan konstan pada 10 mph atau sama dengan 4,47 m/s maka dapat dihitung: Luas pipa = 517 / 4,47 = 115,66 m 2 Jari-jari Pipa Diameter Pipa = 4,29 m = 8,58 m Gambar 4.1: Turbine chart Dengan menggunakan chart seperti diatas, dengan parameter yang digunakan yaitu: Flowrate (m 3 /s) Head (m) Maka dapat ditentukan bahwa pada PLTA Muara Juloi 284 MW dipakai turbin jenis Francis Turbine. 4.3 Peramalan Beban dengan Regresi Linier Berganda Tabel 4.1: Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan Kalimantan Tengah (GWh) Tahun Rumah Tangga Bisnis Industri Publik Total 2010 325,9 94,88 28,39 51,21 500,38 2011 340,46 100,63 29,49 54 524,58 2012 355,01 106,37 30,58 56,79 548,75 2013 369,56 112,12 31,68 59,6 572,96 2014 384,12 117,86 32,78 62,39 597,15 2015 398,67 123,61 33,87 65,19 621,34 2016 413,22 129,35 34,97 67,99 645,53 2017 427,78 135,09 36,06 70,78 669,71 2018 442,33 140,84 37,16 73,58 693,91 2019 456,88 146,58 38,25 76,38 718,09 2020 471,43 152,33 39,35 79,17 742,28 2021 485,99 158,07 40,45 81,97 766,48 2022 500,54 163,81 41,54 84,77 790,66 2023 515,09 169,56 42,64 87,57 814,86 2024 529,65 175,3 43,74 90,36 839,05 2025 544,2 181,05 44,83 93,16 863,24 2026 558,75 186,79 45,93 95,96 887,43 2027 573,31 192,54 47,02 98,75 911,62 2028 587,86 198,28 48,12 101,55 935,81 2029 602,41 204,02 49,22 104,35 960 2030 616,97 209,77 50,31 107,14 984,19 2031 631,52 215,51 51,41 109,94 1008,38 2032 646,07 221,26 52,5 112,74 1032,57 Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 3

Tahun Rumah Tangga Bisnis Industri Publik Total 2033 660,62 227 53,6 115,53 1056,76 2034 675,18 232,75 54,7 118,33 1080,95 2035 689,73 238,49 55,79 121,13 1105,14 4.4 Analisis Peramalan dengan Metode DKL 3.01 Tabel 4.2: Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan Kalimantan Tengah (GWh) Tahun Rumah Tangga Bisnis Industri Publik Total 2010 396,44 89,19 27,29 53,53 566,45 2011 429,79 94,93 28,39 56,62 609,74 2012 464,37 100,68 29,49 59,71 654,26 2013 500,26 106,43 30,59 62,79 700,07 2014 537,31 112,18 31,69 65,89 747,08 2015 575,58 117,93 32,79 68,98 795,28 2016 615,16 123,68 33,88 72,08 844,79 2017 655,89 129,42 34,98 75,17 895,47 2018 697,93 135,16 36,07 78,26 947,43 2019 741,09 140,92 37,17 81,35 1000,54 2020 785,57 146,66 38,26 84,48 1054,95 2021 831,18 152,42 39,36 87,54 1110,49 2022 877,99 158,15 40,46 90,63 1167,24 2023 926,02 163,9 41,55 93,73 1225,20 2024 975,39 169,65 42,65 96,82 1284,52 2025 1025,97 175,39 43,75 99,91 1345,03 2026 1042,82 180,19 45,50 103,24 1371,76 2027 1084,18 185,78 46,71 106,37 1423,04 2028 1125,54 191,37 47,91 109,50 1474,33 2029 1166,89 196,96 49,12 112,63 1525,61 2030 1208,25 202,55 50,33 115,76 1576,89 2031 1249,61 208,14 51,53 118,89 1628,18 2032 1290,97 213,73 52,74 122,03 1679,46 2033 1332,33 219,31 53,94 125,16 1730,75 2034 1373,69 224,90 55,15 128,29 1782,03 2035 1415,04 230,49 56,36 131,42 1833,32 Tabel 4.3: Perbandingan Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Antara Regresi Linier Berganda, DKL 3.01 dan RPTL (GWh) Tahun Regresi DKL RPTL 2010 500,38 566,45 532 2011 524,58 609,74 538 2012 548,75 654,26 589 2013 572,96 700,07 644 2014 597,15 747,08 703 2015 621,34 795,28 769 2016 645,53 844,79 840 2017 669,71 895,47 915 2018 693,91 947,43 994 2019 718,09 1000,54 1078 2020 742,28 1054,95 1169 2021 766,48 1110,49 1192 2022 790,66 1167,24 1258 2023 814,86 1225,20 1324 2024 839,05 1284,52 1389 2025 863,24 1345,03 1455 2026 887,43 1371,76 1521 2027 911,62 1423,04 1587 2028 935,81 1474,33 1653 2029 959,99 1525,61 1718 2030 984,19 1576,89 1785 2031 1008,38 1628,18 1850 2032 1032,57 1679,46 1916 2033 1056,76 1730,75 1982 2034 1080,95 1782,03 2048 2035 1105,14 1833,32 2114 Dari hasil peramalan di atas pertumbuhan total konsumsi energi listrik dengan menggunakan metode regresi sebesar 2,24 %, sedangkan dengan menggunakan metode DKL 3.01 pertumbuhan total konsumsi energi listrik adalah 2,88 %. Sedangkan total konsumsi energi listrik pada tahun 2035 dengan menggunakan metode regresi sebesar 1105,14 Gwh dan dengan metode DKL sebesar 1833,32 Gwh. Menurut perhitungan PT. PLN (Persero) yaitu sebesar 2114 Gwh. 4.5 Neraca Daya Kalimantan Tengah Dengan asumsi PLTA Muara Juloi 284 MW Kabupaten Murung Raya selesai dibangunnya pada tahun 2011 maka secara otomatis neraca daya Kalimantan Tengah juga mengalami perubahan, yaitu pada bagian daya mampu mulai tahun 2011 seperti pada berikut ini. Tabel 4.4: Proyeksi Neraca Daya Kalimantan Tengah dengan Penambahan PLTA Muara Juloi 284 MW Tahun Daya Mampu (MW) Beban Puncak (MW) Selisih (MW) Reserve Margin Keterangan 2009 60,72 51,29 9,43 1.183856 defisit 2010 60,72 52,09 8,63 1.165674 defisit 2011 284 52,88 231.12 5.370651 surplus 2012 284 53,68 230.32 5.290611 surplus 2013 284 54,47 229.53 5.213879 surplus 2014 284 55,27 228.73 5.138411 surplus 2015 284 56,07 227.93 5.065097 surplus 2016 284 56,86 227.14 4.994724 surplus 2017 284 57,66 226.34 4.925425 surplus 2018 284 58,46 225.54 4.858023 surplus 2019 284 59,25 224.75 4.793249 surplus 2020 284 60,05 223.95 4.729392 surplus 2021 284 60,84 223.16 4.667982 surplus 2022 284 61,64 222.36 4.607398 surplus 2023 284 62,44 221.56 4.548366 surplus 2024 284 63,23 220.77 4.491539 surplus 2025 284 64,03 219.97 4.435421 surplus 2026 284 64,83 219,18 4,381026 surplus 2027 284 65,62 218,38 4,327871 surplus 2028 284 66,42 217,58 4,275991 surplus 2029 284 67,21 216,79 4,225340 surplus 2030 284 68,01 215,99 4,175875 surplus 2031 284 68,81 215,19 4,127554 surplus 2032 284 69,60 214,39 4,080339 surplus 2033 284 70,39 213,60 4,034192 surplus 2034 284 71,19 212,81 3,989077 surplus 2035 284 71,99 212,01 3,944960 surplus Pada tabel diatas yang dikatakan defisit oleh PLN adalah: Daya Mampu Reverse Margin Beban Puncak Dimana: Reserve Margin < 1,2 termasuk defisit Reverse Margin > 1,2 termasuk surplus 4.6 Analisis Ekonomi Pembangkit Listrik 4.6.1 Perhitungan Biaya Pembangkitan Energi listrik Pada pembangunan PLTA Muara Juloi 284 MW. Maka diambil asumsi secara umum bahwa akan dibangun PLTA dengan dengan kapasitas total 284 MW, dengan faktor kapasitas 80 % dan memiliki umur pembangkit 25 tahun. Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 4

4.6.1.1 Perhitungan Biaya Modal Pembangkit Perhitungan Biaya Pembangunan Biaya pembangunan adalah sebesar: 9 Capital Investment Cost 0,36 x 10 USD Biaya Pembangunan 3 Installed Capacity 284 x 10 kw = 1268 US$ / kw Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kwh/tahun) Dengan daya terpasang 284 MW dan faktor kapasitas 80 % maka Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kwh/tahun) = Daya Terpasang x Faktor Kapasitas x 8760 = 284 MW x 0,8 x 8760 = 1.990.272.000 kwh/tahun Jadi biaya modal / Capital Cost (CC) adalah sebagai berikut: Capital Cost Biaya pembangunan x kapasitas Pembangkit x CRF Jumlah Pembangkit an NetoTenaga Listrik Untuk suku bunga i = 6 % 1268x284.000x0,078 CC 0,01411 USD / kwh 1,411cent / kwh 1.990.272.000 Untuk suku bunga i = 9 % 1268x284.000x0,102 CC 0,01845 USD / kwh 1,845 cent / kwh 1.990.272.000 Untuk suku bunga i = 12 % 1268x284.000x0,127 CC 0,02297 USD / kwh 2,297 cent / kwh 1.990.272.000 4.6.1.2 Perhitungan Biaya Operasi Dan Perawatan Biaya operasi dan perawatan PLTA terdiri dari beberapa komponen antara lain biaya operasional, biaya pemeliharaan pembangkit listrik dan biaya pemeliharaan lapangan, yang tertera pada tabel dibawah in : Tabel 4.5: Biaya Operasi dan Pemeliharaan Jenis Data Operation cost/kwh Maintenance cost/kwh OM = 0,4 + 0,3 = 0,7 cent/kwh Nilai 4,05 mills (0,4 cent) 2,62 mills (0,3 cent) 4.6.2 Perhitungan Biaya Pembangkitan Total Berdasarkan beberapa biaya diatas, maka persamaan biaya pembangkitan total dalam pembangkitan tahunan dapat dinyatakan sebagai berikut: TC = CC + FC + OM Tabel 4.6: Biaya Pembangkitan Energi Listrik Perhitungan Suku Bunga 6 % 9 % 12% Biaya Pembangunan (US$/kW) 1268 1268 1268 Umur Operasi (Tahun) 25 25 25 Kapasitas (MW) 284 284 284 Biaya Bahan Bakar (US$/kWh) 0 0 0 B. O & M (US$ / kwh) 0.007 0.007 0.007 Biaya Modal (US$ / kwh) 0.01411 0.01845 0.02297 Total Cost (US$ / kwh) 0.02111 0.02545 0.02997 Investasi (jutaus$) 360 360 360 4.7 Analisa Investasi Pembangkit 4.7.1 Net Present Value Metode Net Present Value (NPV) ini menghitung jumlah nilai sekarang dengan menggunakan Discount Rate tertentu dan kemudian membandingkannya dengan investasi awal (Initial Invesment) dan selisihnya disebut NPV. Apabila NPV tersebut positif, maka usulan investasi tersebut diterima dan apabila negatif maka usulan investasi tersebut ditolak. Setelah pembangkit beroperasi 25 tahun, maka NPV untuk suku bunga 6 % ditunjukkan seperti berikut: Tabel 4.7: Analisis NPV Harga Jual ( US$ / kwh ) Suku Bunga 0,07 0,08 6% 545.878.087 787.580.468 9% 211.152 824 396.872.568 12% -15.65.656 132.622.509 4.7.2 Internal Rate of Return (IRR) Suatu usulan pembangunan investasi diterima jika IRR lebih tinggi dari biaya modal/tingkat suku bunga, dan usulan pembangunan investasi ditolak jika IRR lebih rendah atau sama dengan biaya modal/tingkat suku bunga. Tabel 4.8: Analisis IRR Harga Listrik Internal Rate of Return % (USD/Kw) i = 6 % i = 9 % i = 12 % 0,07 19 % 15 % 11 % 0,08 24 % 20 % 17 % Dari hasil perhitungan internal rate of return dan NPV, maka dapat dianalisis bahwa pembangunan ini layak untuk dilaksanakan apabila : Menggunakan suku bunga 6 % dengan harga listrik US$ 0.07/kWh atau lebih. Menggunakan suku bunga 9 % dengan harga listrik US$ 0.07/kWh atau lebih. Menggunakan suku bunga 12 % dengan harga listrik US$ 0.08/kWh. 4.7.3 Bennefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio adalah persentase pertumbuhan keuntungan selama setahun, yang dapat dicari berdasarkan keuntungan pada tahun tersebut. Tabel 4.9: Analisis BCR Harga Listrik BCR ( % ) (USD/Kw) i = 6 % i = 9 % i = 12 % 0,07 0,20 0,17 0,14 0,08 0,25 0,22 0,19 4.7.4 Payback Periode Payback periode adalah lama waktu yang dibutuhkan agar nilai investasi yang dinvestasikan dapat kembali dengan utuh. Tabel 4.10: Analisis Payback Periode Harga Listrik Payback Periode (Tahun) (USD/Kw) i = 6 % i = 9 % i = 12 % 0,07 5 6 7 0,08 4 5 5 Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 5

4.8 Perhitungan Daya Beli Masyarakat Kemampuan konsumsi masyarakat akan energi listrik sangat menentukan seberapa besar harga jual listrik nantinya yang mampu dibayar. Biaya pembangkitan total dengan tingkat suku bunga (i) akan menjadi acuan untuk menentukan harga jual listrik. Besarnya biaya pembangkit total akan dibandingkan dengan harga energi listrik yang dapat dikonsumsi masyarakat. Untuk mengetahui seberapa besar daya beli energi listrik masyarakat Kalimantan Tengah, digunakan data kelistrikan dan kependudukan Propinsi Kalimantan Tengah sebagai acuan dalam analisis. Pengeluaran per kapita = Rp 624.790,00/kapita Diasumsikan 1 rumah tangga ada 4 anggota keluarga sehingga didapat : Pengeluaran Rumah Tangga = 4 x Rp 624.790,00/kapita = Rp 2.499.160,00 Sedangkan pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi energi listrik rata-rata adalah 10%. Maka pengeluaran rumah tangga untuk energi listrik adalah Rp. 249.916,00. Dengan sambungan daya pelanggan pada 900 VA maka dengan asumsi power faktor 0,8 didapat sambungan daya dalam watt adalah : 900 VA x 0,8 = 0,72 kw Dengan faktor beban 96,10 %, maka konsumsi listrik dalam 1 bulan didapat : kwh/bulan = 0,72 kwx30(hari)x24 (jam)xload Factor = 0,72 kwx30(hari)x24(jam)x0,9610 = 498,18 kwh/bulan Dengan biaya beban sebesar Rp. 20.000 (sesuai Peraturan Mentri ESDM No: 07 tahun 2010 mengenai Tarif Dasar Listrik) dan tarif TDL rumah tangga untuk wilayah Propinsi Kalimantan Tengah adalah 605 seperti pada tabel dibawah : Tabel 4.11: Harga Jual Listrik per Sektor Maka didapat biaya sebesar = 498,18 kwh x Rp. 605 = Rp. 301.398,90 Dengan harga pembangkitan total pada suku bunga: - i = 6 % sebesar Rp. 211,10 /kwh - i = 9 % sebesar Rp. 254,50 /kwh ataupun, - i = 12 % sebesar Rp. 299,70 /kwh Harga jual listrik PLTA Muara Juloi menunjukkan masih di bawah daya beli masyarakat. Energi listrik merupakan tolak ukur bagi perkembangan dan kemajuan teknologi suatu daerah. 4.9 Analisis Aspek Sosial Kalimantan Tengah Indeks pembangunan manusia merupakan indikator strategis yang banyak digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program manusia secara menyeluruh disuatu wilayah, sehingga dapat dilihat perkembangan kesejahteraan penduduk di wilayah dari tahun ke tahun dan perbandingan dengan wilayah lainnya. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Pada Tahun 2008 IPM di Kalimantan Tengah mempunyai rata-rata 73.49 dan pengeluaran perkapita mencapai rata-rata 624.79. Dari acuan ini maka dapat disusun bagan dari IPM dan pengeluaran perkapita di Propinsi Kalimantan Tengah. Tabel 4.12: Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah Tahun 2008 No Kabupaten / Kota Pengeluaran per Kapita (Rp 1.000) IPM Reduksi Shortfall 1 Kotawaringin Barat 621.20 72.14 0.68 2 Kotawaringin Timur 626.25 72.90 0.74 3 Kapuas 627.60 72.58 1.27 4 Barito Selatan 625.50 72.56 0.57 5 Barito Utara 622.80 74.12 0.68 6 Sukamara 626.30 70.65 0.67 7 Lamandau 628.62 71.54 2.19 8 Seruyan 620.20 71.62 0.64 9 Katingan 623.70 71.59 0.16 10 Pulang Pisau 626.60 70.10 0.76 11 Gunung Mas 622.40 72.40 0.45 12 Barito Timur 620.20 71.66 0.31 13 Murung Raya 627.50 71.62 0.06 14 Palangka Raya 631.00 77.47 1.77 Rata-Rata 624.79 73.49 0.37 4.10 Analisa Aspek Lingkungan Dengan penjumlahan biaya beban sebesar Rp. 20.000 didapat total biaya sebesar Rp. 321.398,90. Maka daya beli listrik rumah tangga diperoleh dari perbandingan antara total biaya energi listrik dengan pengeluaran untuk energi listrik, kemudian dikalikan dengan rata-rata tarif dasar listrik di Propinsi Kalimantan Tengah, maka: Rp.249.916,00 Rp.605 Rp.470,44 / kwh Rp.321.398,90 (Gambar 4.2: Grafik Emisi Gas dari Berbagai Jenis Pembangkit Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6

Dari gambar grafik diatas untuk pembangkit dengan bahan bakar air tidak memiliki emisi. Jika Pembangunan PLTA Muara Juloi 284 MW tidak menghasilkan karbon kredit maka mendapat uang sebesar 0,5 cent/kwh. Karena PLTA memiliki 0kg/KWh dengan ambang batas rata-rata 728 kg/kwh, maka CDM yang di dapat adalah sebagai berikut: 728 0 CDM 0,5cent 728 0,5cent 0,005$ US Rp50,00 4.11 Analisis Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) di Propinsi Kalimantan Tengah dihitung dengan merinci per pembangkit seperti pada tabel dibawah ini, dimana BPP per pembangkit terlampir, maka perhitungannya sebagai berikut : Tabel 4.13: BPP di Kalteng Sebelum PLTA Muara Juloi Masuk Pembangkit Di Kalimantan Tengah PLTD Total Kapasitas (MW) 60,72 60,72 BPP (Rp/kWh) 2.610 2.610 Tabel 4.14: BPP di Kalteng Setelah PLTA Muara Juloi Masuk Pembangkit Di Kalimantan Tengah PLTA Total Kapasitas (MW) 284 284 BPP (Rp/kWh) 211,1 211,1 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1. Dilihat dari kondisi eksisting ketenaga listrikan di Kalimantan Tengah dapat disimpulkan mengalami defisit 35 MW sehingga pembangkit yang ada sekarang belum mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ketenaga listrikan ditahun tahun mendatang. Sementara itu ketersediaan energi di Kalimantan Tengah sangat melimpah terutama untuk energi air yang mencapai 1300 MW. 2. Dilihat dari aspek teknis dengan jumlah debit air sebesar 605,9 m 3 /sec dan ketinggian sebesar 70 meter maka daya yang dapat dibangkitkan sebesar 284 MW. Sedangkan dari segi peralatan dan bangunan, PLTA ini tidak membutuhkan peralatan khusus karena peralatan yang digunakan merupakan peralatan standar PLTA pada umumnya. 3. Dengan peningkatan beban puncak pada tahun 1999 sampai 2009 rata-rata sebesar 11,74% sedangkan daya mampu pembangkit yang ada hanya 60,72 MW. Dari hasil peramalan baik dengan metode regresi dengan maupun dengan metode DKL3.01 dapat diketahui bahwa kebutuhan akan energi listrik di Kalimantan Tengah dalam jangka pendek yaitu sampai tahun 2025 terus mengalami peningkatan. Dengan penambahan PLTA dengan kapasitas daya sebesar 284 MW maka kebutuhan energi listrik di Kalimantan Tengah dapat tercukupi. 4. a). Dilihat dari aspek ekonomi dengan total investasi sebesar 3.6 trilliun rupiah dengan suku bunga 6%, kemungkinan keuntungan akan didapat pada tahun ke 5 atau ke 6 setelah pembangkit ini beroperasi dengan rata rata keuntungan 0.20% per tahun. Dari perhitungan kelayakan investasi tampak bahwa pada kombinasi suku bunga 6 %, 9 % dan 12 % dengan harga jual listrik 0,07 US$/kWh maupun 0,08 US$/kWh, maka nilai NPV-nya positif, hal ini berarti investasi untuk PLTA ini layak. b). Dilihat dari aspek sosial Propinsi Kalimantan Tengah mempunyai rata-rata IPM sebesar 73,49 dan pengeluaran perkapita sebesar 624,79. Dari data-data tersebut maka Propinsi Kalimantan Tengah berpotensi untuk mengalami pembangunan di berbagai sektor dan untuk mencapai peningkatan rasio elektrifikasi maka harus dibangun pembangkit baru. c). Dilihat dari aspek lingkungan PLTA merupakan pembangkit listrik yang relatif bersih dibandingkan PLTU, PLTG, PLTGU, PLTD. Hal ini disebabkan PLTA hanya mengkonversi energi air menjadi energi gerak untuk memutar turbin sehingga menghasilkan tenaga listrik. 5. Pengaruh pembangunan PLTA Muara Juloi terhadap kelistrikan Kalimantan Tengah ialah terpenuhinya kekurangan energi listrik yang terjadi pada beberapa tahun terakhir. Sedangkan dengan adanya PLTA ini biaya produksi energy listrik yang semula Rp.2.610 menjadi Rp.2l1,11 dengan pergantian jenis pembangkit, yaitu dari PLTD menjadi PLTA. 5.2 Saran 1. Perlunya segera dilakukan upaya-upaya efisiensi dalam penyediaan tenaga listrik di Kalimantan Tengah seperti salah satunya PLTA Muara Juloi di Kabupaten Murung Raya agar dapat membantu menekan biaya pokok penyediaan tenaga listrik dan mencapai tingkat keuangan yang diinginkan. 2. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan energi terbarukan untuk pembangkit listrik sehingga didapatkan alternatif untuk diversifikasi dan mendapatkan harga energi yang lebih kompetitif untuk jangka panjang. 3. Strategi pembangunan pembangkit di kalimantan Tengah haruslah mengutamakan pembangkit yang memanfaatkan energi dengan efisien, ekonomis, serta ramah lingkungan. DAFTAR PUSTAKA 1. Marsudi, Djiteng, Pembangkitan Energi Listrik, Erlangga. 2005. 2. Kadir, Abdul, 1995. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. 3. Mahmudsyah, Syarifuddin, Ir. M.Eng., Kenaikan Harga BBM dan Problematikanya, Serta Diversivikasi Energi Menghadapi Era Pengurangan Subsidi BBM, Seminar, ITS- Surabaya, 24 April 2002 Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 7

4. Muslim, Supari, Pembangkit Tenaga Listrik, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2008. 5...,Sumber daya air untuk listrik di Kalimantan Tengah, URL:http:// freevynou.blogspot.com 6....,Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2008, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah, 2008. 7....,2009. Statistik PLN, URL:http://www.pln.co.id 8....,2009. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, URL: http://www.kalteng.go.id 9....,2009. Pemerintah Kabupaten Murung Raya, URL: http://www.kabmurungraya.go.id 10....,2009. Rencana Penyediaan Tenaga Listrik (RPTL) 2010-2019, PT. PLN (Persero) Wilayah Kalselteng, 2009. 11....,2010. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2010-2019, PT. PLN (Persero), 2010. BIOGRAFI PENULIS Penulis dilahirkan di Sidoarjo - Jawa Timur pada 13 Nopember 1987 dengan nama lengkap Robi Fajerin Darmawan, dilahirkan sebagai putra ketiga dari tiga bersaudara oleh pasangan M. Sudarmadji dan Siswati yang bertempat tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepeluh Nopember Surabaya dengan NRP : 2206 100 045 Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 8