Peran Hipersensitivitas Makanan pada Dermatitis Atopik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi

Alergi Makanan pada Bayi dan Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ALERGI SUSU SAPI

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN ALERGI MAKANAN DI KLINIK ALERGI R. S. IMMANUEL PERIODE APRIL 2002 SAMPAI DENGAN MARET 2003

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Kelamin Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya Periode 16 Juni. 2. Pada 6 orang pasien yang memiliki riwayat Rinitis Alergi,

PREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN KADAR IgE SPESIFIK DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata kunci: dermatitis atopik, uji tusuk kulit, alergen.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. gambaran dermatitis atopik pada anak usia 0 7 tahun yang terpapar. diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit alergi pada bayi paling sering

PENGOBATAN DINI ANAK ATOPI

- Asma pada Anak. Arwin AP Akib. Patogenesis

Alergi merupakan masalah penting yang. Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata laksana Alergi Susu Sapi. Sjawitri P Siregar, Munasir Zakiudin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

Descriptive Study on Skin Prick Test in Allergy Clinic Immanuel Hospital Bandung Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

Prevalensi penyakit alergi dilaporkan meningkat,

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Royong I Surabaya terhadap 75 anak umur 2-14 tahun sejak 8 Juni-9 Agtustus

Open Oral Food Challenge pada Pasien Dewasa dengan Riwayat Alergi Makanan Terhadap Daging Ayam

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INTERLEUKIN-31 SERUM PADA DERMATITIS ATOPIK ANAK SERUM OF INTERLEUKIN-31 IN PAEDIATRIC ATOPIC DERMATITIS

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

PROFIL PENDERITA ALERGI DENGAN HASIL SKIN PRICK TEST TDR POSITIF DI POLIKLINIK ALERGI-IMUNOLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

Profil Kadar IgE Spesifik Kacang Tanah Pada Dermatitis Atopik

ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TINGKAT KEJADIAN DERMATITIS ATOPI PADA BALITA DI RSUD DR. SOEDJATI PURWODADI

HUBUNGAN ANTARA ATOPI DENGAN RIWAYAT PENYAKIT ALERGI DALAM KELUARGA DAN MANIFESTASI PENYAKIT ALERGI PADA BALITA

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

GAMBARAN SENSITIVITAS TERHADAP ALERGEN MAKANAN

.130 Alergi Makanan dan Alergi Susu Sapi. Pencapaian kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RIWAYAT ATOPI PADA PASIEN DENGAN KELUHAN GATAL DI POLI PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI

BAB 3. METODA PENELITIAN. Tenggorok sub bagian Alergi dan Imunologi. Waktu penelitian : tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan di Indonesia tepatnya Jakarta pusat didapatkan 25.5% anak yang

Validitas Hasil Pemeriksaan Skin Prick Test terhadap Imunoglobulin E RAST Tungau Debu Rumah dan Debu Rumah pada Dermatitis Atopik

LAMPIRAN 1. Biaya Penelitian 1. Alergen / pemeriksaan Rp ,- 2. Transportasi Rp ,- 3. Fotokopi dll Rp

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 3. METODOLOGI. Uji klinis acak tersamar tunggal untuk membandingkan efek vitamin

1. Personil Penelitian 1. Ketua penelitian Nama : dr. Mardiana Hasibuan Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK- USU/RSHAM

Gambaran Klinis Fixed Drug Eruption pada Anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

KARAKTERISTIK PENDERITA DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Transkripsi:

Sari Pediatri, Vol. 4, No. 1, Juni 2002: 7-12 Peran Hipersensitivitas Makanan pada Dermatitis Atopik D. Takumansang-Sondakh Patogenesis hipersensitivitas makanan terhadap dermatitis atopik telah mengalami perubahan pada akhir abad ini. Peran hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh Ig E dalam patogenesis dermatitis atopik telah banyak diperdebatkan. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui peran hipersensitivitas makanan pada kasus dermatitis atopik dan untuk mengetahui apakah uji tusuk kulit bermanfaat untuk diagnosis reaksi hipersensitivitas. Telah dilakukan penelitian prospektif pada seluruh pasien dermatitis atopik yang dirawat di RSUP Manado selama periode Januari 1998 sampai Desember 1999. Subyek penelitian ini ialah pasien dermatitis atopik yang berusia 4 bulan 12 tahun yang bersedia untuk melakukan uji tantangan. Data yang dikumpulkan meliputi anamnesis, uji tusuk kulit (skin prick test), dan eliminasi makanan yang dicurigai. Analisis data menggunakan distribusi frekuensi. Tiga puluh pasien memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 15 laki-laki dan 15 perempuan. Enam belas pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan yang dicurigai dan 16 penderita disertai penyakit alergi lain. Lima belas pasien mempunyai riwayat atopi pada salah satu orang tua, 3 pasien lainnya riwayat atopi ditemukan pada kedua orang tua. Pada uji tantangan makanan ditemukan 19 pasien mempunyai manifestasi alergi yang dicetuskan oleh makanan, yaitu berturutturut 40%, 53% dan 40% oleh telur, ikan dan udang. Uji tusuk kulit yang terdiri atas 20 jenis alergen makanan dilakukan pada semua pasien yang berumur diatas 2 tahun dengan hasil 12 anak di antaranya memberikan hasil positif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hipersensitivitas makanan berperan dalam patogenesis dermatitis atopik pada beberapa anak. Diagnosis dan pengaturan diit yang tepat dapat memperbaiki gejala klinik yang timbul. Kata kunci: hipersensitivitas makanan, dermatitis atopik, uji tantangan makanan, uji tusuk kulit. D ermatitis atopik dapat terjadi pada semua kelompok umur, mulai dari masa bayi hingga masa kanak-kanak. Gangguan kulit ditandai oleh distribusi yang khas, pruritus yang hebat, eritema, papulovesikular, dengan episode relaps yang berlangsung kronis, dan Alamat korespondensi: Dr. D. Takumansang-Sondakh, SpA. Kepala Subbagian Alergi Imunologi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/Rumah Sakit Umum Pusat Manado. Jl. Raya Tanawangko, Manado 95263. Telp. 0431-821652. Fax. 0431-859091. e-mail: ikarsup@telkom.net sering berhubungan dengan asma dan/atau rinitis. 1 Peranan hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh Ig E dalam patogenesis dermatitis atopik didasarkan kepada penelitian yang menunjukkan sekitar _ anak dengan dermatitis atopik mempunyai riwayat keluarga atopik, dan 50 80% di antaranya rinitis alergi atau asma. 2 Peneliti lain mendapatkan bahwa pada 80% anak dengan dermatitis atopik terjadi peningkatan kadar Ig E serum, 3 dan sebagian besar anak-anak tersebut menunjukkan uji tusuk kulit positif dan uji radioalergosorbent (RAST) positif terhadap berbagai alergen makanan dan inhalan. 4 Patogenesis hipersensitivitas makanan dengan 7

manifestasi dermatitis atopik telah mengalami perubahan pada akhir abad ini. Pada penelitian terakhir, sekitar sepertiga anak memperlihatkan hubungan hipersensitivitas makanan dengan gejala kulit. 1,5 Kurang lebih 60% dari pasien ini memberikan reaksi positif terhadap double blind placebo controlled food challenge (DBPCFC) terhadap salah satu alergen makanan yang diujikan. Pada penelitian Sampson 6 terbukti ada hubungan antara hipersensitivitas makanan yang timbul segera dengan pemunculan gejala kulit pada beberapa anak pasien dermatitis atopik. Empat belas dari 26 anak dalam penelitian tersebut menderita eritema kulit dan pruritus yang timbul segera setelah pemaparan antigen makanan melalui DBPCFC. 7-10 Tujuan penelitian ini untuk menentukan apakah hipersensitivitas makanan yang timbul segera berperan dalam patogenesis dermatitis atopik pada populasi anak, dan apakah uji tusuk kulit bermanfaat untuk diagnosis reaksi hipersensitivitas pada penderita ini. Bahan dan Cara Populasi penelitian adalah 30 pasien dermatitis atopik yang dirawat di RSUP Manado selama periode Januari 1998 sampai Desember 1999. Semua subyek penelitian mempunyai riwayat dermatitis atopik yang ditandai dengan pruritus yang relaps/kronik, dermatitis non infeksi dengan morfologi dan distribusi yang khas menurut kriteria Hanifin dan Lobitz. 3 Sebagian besar pasien mendapat terapi steroid topikal, antihistamin atau steroid sistemik. Eksema disebut berat jika ditemukan pada seluruh tubuh atau memerlukan perawatan rumah sakit; eksema sedang jika terdapat pada bagian tubuh tertentu (lokal) dan memerlukan pemakaian salep kortikosteroid yang cukup lama; dan eksema ringan jika tidak memerlukan salep kortikosteroid atau hanya diperlukan selama 1-3 hari. 9,11 Subyek dinyatakan menderita suatu episode obstruksi bronkus hanya bila diagnosis dibuat oleh dokter, dan 3 atau lebih episode obstruksi bronkus dianggap sebagai asma. Rinitis dianggap sebagai suatu alergi jika muncul paling kurang 2 kali setelah pemaparan terhadap alergen tertentu. Reaksi yang positif terhadap pemaparan dengan suatu alergen ditetapkan dengan adanya reaksi yang nyata dalam jangka waktu satu jam setelah pemaparan. Uji tusuk kulit dilakukan pada permukaan volar lengan bawah pada semua anak menggunakan 20 alergen makanan yang berbeda. Diberikan ekstrak baku dari Donee-Hollister dengan kadar 1:20 (berat/ volume) dengan teknik tusuk; dicatat rerata diameter eritema dan indurasi yang timbul. Reaksi dianggap positif bila diameter indurasi 3 mm dibandingkan kontrol. 12 Bila hanya 1 bahan makanan yang dicurigai, dilakukan diit eliminasi dengan penghindaran terhadap makanan tersebut. Jika dengan penghindaran terhadap satu atau beberapa jenis makanan dalam diit tidak berhasil mengurangi gejala, maka dilakukan diit eliminasi selama 3 minggu, kemudian dilanjutkan dengan provokasi terhadap makanan yang dicurigai. Bila gejala tetap muncul walaupun sudah dilakukan diit eliminasi, berarti gejala yang timbul bukan disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap makanan tersebut. Hasil Penelitian Umur subyek berkisar antara 4 bulan - 12 tahun, terdiri atas 15 anak laki-laki dan 15 anak perempuan (Tabel 1). Tabel 1. Distribusi umur dan jenis kelamin anak dengan dermatitis atopik Umur (tahun) Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan 0 2-2 1 2 7 9 2 4 4 8 5 10 4 4 8 > 10 3-3 Jumlah 15 15 30 Riwayat atopi dalam keluarga (rinitis alergika, asma, dermatitis atopik) ditemukan pada 18 kasus. Riwayat atopi pada salah satu orang tua ditemukan pada 15 kasus, sedang pada 3 kasus didapatkan riwayat atopi pada kedua orang tuanya (Tabel 2). Selain menderita dermatitis atopik, dari penelitian ini didapatkan pula 6 anak menderita asma, 4 anak dengan riwayat rinitis alergika, 4 anak dengan rinitis alergika dan asma, 1 anak dengan urtikaria, dan yang lain dengan asma dan urtikaria. Pada 14 anak tidak ditemukan adanya riwayat 8

Tabel 2. Riwayat atopi dalam keluarga pada anak dengan dermatitis atopik Riwayat atopi Umur (tahun) 0 1 2 5 10 >10 Total Satu orang tua 1 3 4 6 1 15 Kedua orang tua - 1 1-1 3 Tidak ada 1 4 2 2 3 12 Jumlah 2 8 7 8 5 30 penyakit alergi lainnya. (Tabel 3) Uji tusuk kulit tidak dilakukan pada 11 bayi dan anak yang berusia < 2 tahun. Dari 19 anak yang dilakukan uji tusuk kulit, 12 di antaranya memberikan terlihat paling banyak berupa makula eritematus difus atau rash menyerupai morbili dan pruritus. Sebelas bahan makanan memberikan hasil positif pada uji tantangan dan/atau didapatkan pada riwayat Tabel 3. Riwayat penyakit alergi lain pada 30 anak dengan dermatitis atopik Riwayat penyakit Umur (tahun) alergi lain 0 1 2 5 10 > 10 Total Asma - 2 1 2 1 6 Rinitis - - 1 1 2 4 Asma dan rinitis - - 1 1 2 4 Urtikaria 1 - - - - 1 Asma dan Urtikaria - - 1 - - 1 Tidak ada 2 5 3 4-14 Jumlah 3 7 7 8 5 30 reaksi positif, dan jenis makanan yang paling sering memberikan reaksi positif adalah telur, diikuti dengan udang dan ikan(tabel 4) Hasil yang sama antara uji tantangan makanan dan uji tusuk kulit ditemukan pada 5 dari 19 kasus. Reaksi terhadap uji tantangan ini biasanya terjadi 4 6 jam sesudah pemaparan alergen makanan, dan tidak ada reaksi lambat yang bermakna. Gejala kulit yang Tabel 4. Uji tusuk kulit pada 19 kasus dermatitis atopik Alergen makanan Reaksi Positif* Telur 6 Udang 4 Ikan 3 Coklat 3 Kacang 2 Ketam 2 Buah 2 Susu 1 Gandum 1 Ayam 1 Daging babi 1 Daging sapi - * Satu orang dapat memberikan hasil positif pada >1 alergen penyakit. Tujuh pasien memberikan reaksi positif terhadap 1 jenis makanan, 4 pasien bereaksi positif terhadap 2 jenis makanan, 3 pasien terhadap 3 jenis makanan, dan 5 pasien terhadap 4 jenis makanan atau lebih. Pada 8 anak gejala yang timbul dicetuskan oleh telur, 10 anak oleh ikan, dan 8 anak lainnya oleh udang. Diskusi Tanda klinis yang menunjukkan peran hipersensitivitas makanan pada dermatitis atopik masih dalam perdebatan, tetapi terjadi peningkatan kejadian yang menunjukkan adanya peran mekanisme hipersensitivitas yang diperantarai oleh Ig E (IgE mediated hypersensitivity). Sampson dan Mc Caskill 6,14 menunjukkan bahwa makanan mempunyai peran patogenik pada beberapa anak dengan dermatitis atopik. Sebagian besar (60%) anak memberikan reaksi yang positif pada uji tantangan makanan.(tabel 5) 15 Engman dkk. (1936) 6,15 mengemukakan bahwa paparan makanan berperan penting terhadap eksaserbasi dermatitis atopik. Mereka pernah merawat 9

Tabel 5. Uji tantangan positif pada anak dengan dermatitis atopik Jenis Makanan Umur (tahun) 0 1 2-5 10 > 10 Total Telur - 2 4 1 1 8 Ikan - 3 3 3 1 10 Udang - - 3 4 1 8 Ketam - - 2 2-4 Telur dan ikan 1 1 - - - 2 Ayam - - 1 - - 1 seorang anak dengan hipersensitivitas terhadap gandum sehingga anak tersebut diberi diit bebas gandum sampai kelainan kulitnya sembuh. Setelah kelainan kulit sembuh anak tersebut diperbolehkan mengkonsumsi gandum kembali, akibatnya terjadi gejala yang berat dan timbul lesi tipikal dermatitis atopik. Hal ini menunjukkan bahwa makanan dapat menyebabkan eksaserbasi dermatitis. Lesi yang timbul biasanya merupakan hasil reaksi hipersensitivitas makanan tipe cepat yang diperantarai oleh IgE dengan adanya rash pruritik setelah pemaparan allergen, disertai dengan likenifikasi dan perubahan kulit yang khas pada dermatitis atopik. 16 Mekanisme timbulnya gejala kulit akibat reaksi makanan yang merugikan adalah respons IgE fase lambat. Dua sampai empat jam setelah paparan alergen akan terjadi akumulasi neutrofil dan eosinofil yang progresif yang mencapai konsentrasi maksimum dalam 6-8 jam, dan akan tampak kelainan kulit berupa pruritus dan makula eritematus atau suatu rash yang menyerupai morbili. Pendapat lain menyatakan bahwa ada mediator lain yang dilepaskan pada reaksi hipersensitivitas IgE seperti sel mast, derivat prostaglandin dan lekotrien atau eosinofil, major basic protein, yang juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada kulit. 6,17 Seorang anak (khususnya berumur < 7 tahun) dengan dermatitis atopik yang tidak memberi respons terhadap pengobatan rutin (steroid topikal, antihistamin dan steroid sistemik) mempunyai kemungkinan 50% menderita hipersensitivitas makanan. 7 Akhir-akhir ini beberapa peneliti mengemukakan bahwa anak dengan dermatitis atopik, biasanya juga alergi terhadap sejumlah besar alergen makanan. Pernyataan ini didasarkan pada gambaran klinis, hasil uji kulit atau RAST, atau eliminasi dan provokasi makanan. Penelitian ini menyokong pendapat tersebut, seperti tampak pada hasil penelitian ini yang menunjukkan sebagian besar pasien mempunyai hasil uji tusuk kulit yang positif terhadap sejumlah alergen makanan dan memberikan reaksi positif pada uji tantangan makanan, serta 5 dari 19 pasien yang positif pada uji tantangan makanan (oral food challenges) juga menunjukkan hasil uji tusuk kulit yang positif terhadap makanan yang sama. Sebagian besar para ahli setuju bahwa dalam mendiagnosis adanya hipersensitivitas makanan pada pasien dengan dermatitis atopik harus dimulai dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisis yang langsung untuk membedakan apakah kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh hipersensitivitas makanan atau oleh karena reaksi makanan yang merugikan. Uji kulit dan uji in vitro terhadap antigen spesifik IgE biasanya digunakan untuk mendukung diagnosis klinis. Konfirmasi diagnosis dapat juga dengan melakukan eliminasi dan provokasi makanan yang dicurigai. 6,18 Sebelum uji tantangan makanan dimulai, penting bagi pasien untuk mempertahankan diit yang biasa selama 1-2 minggu. Selama jangka waktu tersebut orang tua mencatat setiap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, dan reaksi yang muncul. Jika makanan yang dicurigai sebagai penyebab hanya sedikit, eliminasi makanan dengan mengurangi atau menghindari makanan tersebut. Jika dengan pengurangan atau pembatasan satu atau beberapa makanan tidak berhasil mengurangi gejala, atau jika terdapat beberapa jenis makanan yang dicurigai, atau jika gejala tersebut tidak disebabkan oleh makanan tersebut, maka perlu diberikan diit eliminasi yang sederhana dan terbatas. Eliminasi diit yang berat, khususnya pada anak-anak hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek. Eliminasi diit pada bayi di bawah usia 3 bulan ialah dengan substitusi susu dan eliminasi diit ibu; bayi umur 3-6 bulan dengan substitusi susu dan sereal / beras; bayi umur 6 bulan 10

sampai usia 2 tahun dengan substitusi susu, sereal, buah-buahan tertentu, telur, coklat dan kacang. Gejala yang tetap mucul pada pasien yang sudah menjalani eliminasi diit menunjukkan bahwa gejala tersebut tidak disebabkan oleh makanan 19-21 Jika gejala berkurang dengan eliminasi diit, uji provokasi dapat dimulai 3 minggu kemudian. Meskipun prosedur ini tampaknya rumit dan lama, cara ini merupakan uji yang langsung. Beberapa teknik in vivo dan in vitro telah digunakan untuk mendiagnosis alergi makanan yaitu uji kulit, RAST dan ELISA. Uji tusuk kulit merupakan uji yang paling baik pada alergi makanan yang diperantarai oleh IgE, tetapi hanya menyokong adanya alergi makanan dengan beberapa pengecualian. Pertama, sensitivitas yang diperantarai oleh IgE terhadap sejumlah buah-buahan dan sayur-sayuran sering kali tidak terdeteksi karena labilnya alergen yang berperan di dalam bahan-bahan tersebut. 5,8 Kedua, anak berumur di bawah 1 tahun dapat menderita alergi makanan yang diperantarai oleh IgE tanpa disertai hasil uji tusuk kulit yang positif, sedang anak berumur kurang dari 2 tahun dapat mempunyai gejala yang lebih ringan, yang mungkin disebabkan oleh kurangnya reaktivitas kulit. Ketiga, anak dapat mempunyai hasil uji kulit positif tanpa adanya alergi makanan (positive palsu), atau dapat menderita alergi makanan dengan hasil uji kulit negatif (negative palsu). 5 Radio allergo sorbent test (RAST) dan uji in vitro lainnya seperti ELISA kurang sensitif dibandingkan uji tusuk kulit. 1,5 Suatu penelitian yang membandingkan Phadeba RAST dengan DBPCFC, menemukan bahwa uji tusuk kulit dan RAST mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang mirip, yaitu skor Phadeba 3 atau lebih dianggap positif. Uji tantangan makanan (double blind food challenge) dapat digunakan untuk mendiagnosis intoleransi makanan jika terdapat korelasi antara makanan spesifik dengan gejala yang tidak jelas. Uji ini tidak perlu dilakukan jika dari anamnesis, pemeriksaan fisis, uji kulit dan studi terhadap diit dalam makanan, sudah dapat ditegakkan diagnosis. Meskipun DBPCFC memberikan hasil yang cukup spesifik untuk diagnosis reaksi makanan yang merugikan, uji ini kurang praktis untuk penggunaan klinis. 6,20,21 Pada anak yang tidak terbukti adanya alergi makanan perlu dipikirkan faktor-faktor lain seperti temperatur, stres, paparan dengan debu binatang dan/ atau debu rumah, serta alergen pollen, dan faktorfaktor lain yang belum diketahui. Kesimpulan Pada sejumlah anak dengan hipersensitivitas makanan terdapat suatu patogenesis yang menimbulkan dermatitis atopik. Hipersensitivitas terhadap makanan ini biasanya terbatas pada satu atau dua allergen, dan dapat hilang setelah beberapa tahun. Eliminasi diit yang baik tidak boleh mengaburkan efek buruk makanan. Anak yang telah didiagnosis hipersensitif terhadap makanan tertentu dan diberikan pembatasan diit menunjukkan adanya perbaikan dalam gambaran klinis. Uji tusuk kulit dapat membantu dalam menetapkan diagnosis alergi makanan, tetapi perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya positive palsu atau negative palsu. Daftar Pustaka 1. Charman C. Clinical evidence: atopic eczema. BMJ 1999; 318:1600-4. 2. Werfel T, Wedi B, Wittmann M, Breuer K, Gutzmer R, Petering H dkk,. Atopic dermatitis-trigger factors and pathophysiology. Allergy Clin Immunol Int 2001; 13(3); diakses dari http://www.acii.net. 3. Eigenmann PA, Sicherer SH, Borkowski TA, Cohen BA, Sampson HA. Prevalence of IgE mediated food allergy among children with atopic dermatitis. Pediatrics 1998; 101:p.e8. 4. de Waard-van der Spek FB, Elst EF, Mulder PG, Munte K, Devillers AC, Oranje AP. Diagnostic tests in children with atopic dermatitis and food allergy. Allergy 1998; 53:1087-91. 5. Sicherer SH, Sampson HA. Food hypersensitivity and atopic dermatitis: pathophysiology, epidemiology, diagnosis and management. J Allergy Clin Immunol 1999; 104:S114-22. 6. Sampson HA. Food hypersensitivity and diitary management in atopic dermatitis. Pediatr Dermatol 1992; 9:376-9. 7. Resano A, Crespo E, Fernandes BM, Sanz ML, Oehling A. Atopic dermatitis and food allergy. J Investig Allergo Clin Immunol 1998; 8:271-6. 8. Burks AW. Atopic dermatitis and suspected food allergies. J Paedtr. 1992; 121:S64-71. 9. Burks AW, James JM, Hiegel A, Wilson G, Wheeler JG, Jones SM, Zuerlein N. Atopic dermatitis and food hypersensitivity reactions. J Paediatr 1998; 132:132-6. 10. Ferguson A. Definitions and diagnosis of food intolerance and food allergy: Consensus and controversy. J Pediart 1992; 121:S7-11. 11. Bindslev-Jensen C. ABC of allergies: food allergy. BMJ 1998; 316:1299. 12. Ortolani C, Ispano M, Pastorello EA. Comparison of results of skin prick test (with fresh foods and commercial food extracts) and RAST in 100 patients with oral allergy syndrome. J Allergy Clin Immunol 1989; 83:683-90. 11

13. Salob SP, Atherton DJ. Prevalence of respiratory symptoms in children with atopic dermatitis attending pediatric dermatology clinics. Pediatrics 1993; 91:8-12. 14. Sampson HA. Role of immediate food hypersensitivity in the pathogenesis of atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol 1993; 71:473-80. 15. Sampson HA. Comparison of results of skin test, RAST, and double blind placebo controlled food challenge in children with atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol 1984; 74:26-32. 16. Li XM, Kleiner G, Huang CK, Soter NA, Sampson HA. Murine model of atopic dermatitis associated with food hypersensitivity. J Allergy Clin Immunol 2001; 107:693-702. 17. Sampson HA, Mc Caskill CC. Food hypersensitivity and atopic dermatitis: evaluation of 113 patients. J Paediatr 1985; 107:669-75. 18. Sigurs N, Hattevig G, Kjellman B. Maternal avoidance of egg, cow s milk and fish during lactation: effect on allergic manifestations, skin prick test and specific IgE antibodies in children at age 4 years. Pediatrics 1992; 89:735-9. 19. Niggemann B, Sielaff B, Beyer K, Binder C, Wahn U. Outcome of double-blind placebo-controlled food-challenge tests in 107 children with atopic dermatitis. Clin Exp Allergy 1999; 29:91-6. 20. Roehr CC, Reibel S, Ziegert M. Atopy patch tests, together with determination of specific IgE levels, reduce the need for oral food challenges in children with atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol 2001; 107:548-53. 21. Siccer SH, Morrow EH, Sampson HA. Dose response in double blind, placebo controlled oral food challenges in children with atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol 2000; 105:582-6. 12