EVALUASI KINERJA DARI SISTEM PENGENDALIAN LALULINTAS KAWASAN PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL DENGAN BANYAK FASE DAN PERGERAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni

Penanganan umum simpang tak bersinyal

KOORDINASI SIMPANG BERSINYAL PADA SIMPANG KENTUNGAN-SIMPANG MONJALI YOGYAKARTA

APLIKASI KOORDINASI SIMPANG BERLAMPU DENGAN PROGRAM TRANSYT 12: STUDI KASUS JALAN R. E. MARTADINATA

BAB I PENDAHULUAN. bergerak bersamaan. Persimpangan pun menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan

PERBANDINGAN ANTARA PENGATURAN WAKTU ADAPTIVE DAN WAKTU TETAP DALAM PENGOPERASIAN ATCS DI DATI II KOTAMADYA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

Studi Perbandingan Tundaan Pada Persimpangan Bersinyal Terkoordinasi antara PTV Vissim 6 dan Transyt 12

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

OPTIMASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL BERHIMPIT (STUDI KASUS SIMPANG DR. RAJIMAN LAWEYAN, SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pelajar sekaligus kota wisata. Identitas sebagai kota pelajar tercermin dari

ANALISIS KINERJA DAN ALTERNATIF PENGATURAN SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jalan Sunset Road-Jalan Nakula-Jalan Dewi Sri di Kabupaten Badung)

SIMULASI MANAJEMEN LALULINTAS UNTUK MENGURANGI KEMACETAN DI JALAN JEMURSARI DAN RAYA KENDANGSARI

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

ANALISA KOORDINASI SINYAL ANTAR SIMPANG (Studi kasus : Jl. Jamin Ginting Jl. Pattimura Jl. Mongonsidi)

COMPARISON BETWEEN ADAPTIVE AND FIXED TIME MODES OF SCATS OPERATION ALONG CIPAGANTI CORRIDOR IN BANDUNG

Kajian Kapasitas Jalan dan Derajat Kejenuhan Lalu-Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas (

PROYEK AKHIR EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA SIMPANG EMPAT JL. URIP SUMOHARJO JL. RAYA DARMO JL. PANDEGILING SURABAYA

ANALISA DAN KOORDINASI SINYAL JALAN DIPONEGORO SURABAYA

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

KAJIAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL BUNDARAN KECIL DAN SIMPANG TAMBUN BUNGAI DI PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

PEMANFAATAN KAMERA CCTV SEBAGAI ALAT BANTU TRAFFIC SURVEY BIDANG : TRAFFIC ENGINEERING. Ressi Dyah Adriani NPP

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

STUDI ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL JALAN ACEH JALAN BANDA BANDUNG

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

SIMULASI MANAJEMEN LALULINTAS PADA KAWASAN JALAN RAYA NGINDEN DAN JALAN NGAGEL JAYA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JL. KUPANG INDAH JL. RAYA KUPANG JAYA JL. DUKUH KUPANG UTARA 1 SURABAYA

PERENCANAAN SIMPANG BERSINYAL PADA SIMPANG CIUNG WANARA DI KABUPATEN GIANYAR

EVALUASI PENERAPAN BELOK KIRI LANGSUNG PADA SINMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS SIMPANG TIGA SUPRIYADI)

SIMULASI MANAJEMEN LALU LINTAS UNTUK MENINGKATKAN KINERJA JARINGAN JALAN RAYA JEMURSARI DAN JALAN MARGOREJO INDAH

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA JALAN KALIGARANG JALAN KELUD RAYA JALAN BENDUNGAN RAYA

EVALUASI PENGENDALIAN LALU LINTAS DENGAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) E10

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT TREM DI JALAN RAYA DARMO SURABAYA

TINJAUAN EFEKTIFITAS PELAYANAN LAMPU PENGATUR LALULINTAS PADA PERSIMPANGAN PAAL DUA MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG

Mulai. Studi pustaka. Observasi awal. Proposal disetujui. Survei pendahuluan. Pelaksanaan survei dan pengumpulan data Rekapitulasi data

MANAJEMEN LALU LINTAS SATU ARAH KAWASAN TIMUR SEMARANG. Agus Darmawan, Angga Ajie Permana, Supriyono *), Eko Yulipriyono

BAB V ANALISIS DATA. Gambar 5. 1 Kondisi Geometrik Simpang

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN INDEKS PELAYANAN JALAN DALAM MENENTUKAN TINGKAT PELAYANAN JALAN

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS

SEBARAN POSISI SEPEDA MOTOR DI JALUR JALAN PADA BERBAGAI KONDISI ARUS LALULINTAS

MANAJEMEN LALU LINTAS DI SEKITAR PERSIMPANGAN JL. PASARMINGGU - JL. KALIBATA - JL. DUREN TIGA JL. PANCORAN TIMUR DI JAKARTA

Kata kunci: Bangkitan Pergerakan, Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan.

KAJIAN PENANGGULANGAN KECELAKAAN PADA SIMPANG HARMONI, JAKARTA PUSAT

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

STUDI KINERJA RUAS DAN PERSIMPANGAN DI KAWASAN LAPANGAN KAREBOSI PADA JLN. JEND. SUDIRMAN DI KOTA MAKASSAR

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

PANJANG ANTRIAN KENDARAAN PADA SIMPANG IR. H. JUANDA- DIPATIUKUR BERDASARKAN MKJI 1997 ABSTRAK

PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI KEMACETAN DI DAERAH PERKOTAAN

Analisa Kinerja Simpang Bersinyal Pingit Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi

BAB III LANDASAN TEORI

SIMULASI MANAJEMEN LALULINTAS UNTUK MENGURANGI KEMACETAN DI JALAN JEMURSARI DAN RAYA KENDANGSARI

SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENERAPAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) DENGAN PEMBANGUNAN BUSLANE PARSIAL PADA KORIDOR UTARA-SELATAN KOTA SURABAYA

ARUS JENUH DAN PANJANG ANTRIAN PADA SIMPANG BERSINYAL ANGKATAN 66 KOTA PALEMBANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sebelum memulai penelitian perlu dibuat langkah-langkah penelitian, dimana langkah- langkah penelitian tersebut adalah:

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : JLN. RAYA KARANGLO JLN. PERUSAHAAN KOTA MALANG)

KATA PENGANTAR. penyusunan tugas akhir ini dengan judul Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KINERJA LALU LINTAS JALAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL EMPAT LENGAN PATUNG KUDA PAAL DUA MANADO. Johanis E. Lolong ABSTRAK

ANALISA KINERJA LALU LINTAS AKIBAT DAMPAK DARI PROYEK PEMBANGUNAN PERUMAHAN STUDI KASUS PADA PROYEK PERUMAHAN BANANA PARK RESIDENCE SIDOARJO

TUGAS AKHIR. ANALISA KARAKTERISTIK KONFLIK LALU LINTAS PADA SIMPANG TAK BERSINYAL TIGA KAKI (studi kasus pada Jalan RC Veteran)

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.5, April 2013 ( ) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki.

simpang. Pada sistem transportasi jalan dikenal tiga macam simpang yaitu pertemuan sebidang, pertemuan jalan tak sebidang, dan kombinasi keduanya.

KAJIAN DAMPAK PEMBANGUNAN SPBU TERHADAP DAMPAK LALU LINTAS (Studi Kasus : SPBU Pejompongan Jakarta) Abstrak

PERBANDINGAN PENGUKURAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN PROGRAM aasidra 2.0 dan MKJI 1997 (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN PAAL 2 MANADO)

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.1, November 2012 (16-21)

BAB I PENDAHULUAN. Sleman DIY. Simpang ini menghubungkan kota Jogjakarta dengan kota-kota lain di

BAB I PENDAHULUAN. volume lalu lintas tinggi. Lalu lintas lancar dan teratur dapat menunjukkan bahwa

EVALUASI KINERJA SIMPANG SIYONOHARJO, TANPA DAN DENGAN LAMPU LALULINTAS BERDASARKAN METODE MKJI 1997

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL DI KOTA SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KAJI (Studi Kasus : Ruas Jalan Ngagel Jaya Selatan )

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Kontrol lalu lintas..., Endang Widjajanti, FT UI., 2009.

KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER

ANALISA KOORDINASI SINYAL ANTAR SIMPANG M E I M A N Z E G A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROGRAM PERHITUNGAN PERSIMPANGAN BERSINYAL BERDASARKAN MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA 1997

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN

PERBANDINGAN NILAI ARUS JENUH PADA PENDEKAT SIMPANG DENGAN DAN TANPA RUANG HENTI KHUSUS

PEMODELAN LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI KASUS SIMPANG PINGIT

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

Transkripsi:

EVALUASI KINERJA DARI SISTEM PENGENDALIAN LALULINTAS KAWASAN PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL DENGAN BANYAK FASE DAN PERGERAKAN A. Caroline Sutandi Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141, Indonesia Fax: +62 22 2033692, caroline@home.unpar.ac.id Abstrak Sistem Pengendalian Lalulintas Kawasan atau Area Traffic Control Systems (ATCS) sudah banyak dikenal sebagai salah satu sistem untuk mengurangi kemacetan lalulintas di daerah perkotaan. Tetapi penerapannya di kota-kota besar di negara berkembang perlu perhatian khusus karena pada umumnya jaringan jalan berpola grid di kota-kota tersebut hanya terdapat di pusat kota. Lebih lanjut, jarak antar persimpangan, jumlah kaki persimpangan dan jumlah lajur tiap arah bervariasi antara satu persimpangan dengan persimpangan lainnya, sehingga terdapat jumlah fase dan jumlah pergerakan (movement) yang sangat bervariasi pada persimpanganpersimpangan tersebut. Tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi kinerja dari sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan-persimpangan dengan banyak fase dan pergerakan (lebih dari 10 pergerakan). Selain itu, juga untuk memberikan rekomendasi mengenai bagaimana meningkatkan kinerja lalulintas di tengah masalah-masalah transportasi yang ada sekarang sebagai kendala. Studi kasus dilakukan pada jaringan jalan di Bandung, dimana SCATS (Sydney Coordinated Adaptive Traffic Control Systems) telah diterapkan sejak bulan Juni tahun 1997. AIMSUN (Advanced Interactive Microscopic Simulation for Urban and Un-urban Network) microsimulator digunakan untuk mengevaluasi ATCS selama jam sibuk dan tidak sibuk. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa jumlah fase dan pergerakan yang lebih tinggi akan cenderung mengurangi arus lalulintas yang keluar dari persimpangan (throughput) dan meningkatkan kemacetan lalulintas di persimpangan tersebut. Oleh karena itu direkomendasikan untuk membatasi jumlah pergerakan pada persimpangan tersebut. Dengan menggunakan AIMSUN microsimulator, hasil perbandingan antara menerapkan dan tidak menerapkan pembatasan jumlah pergerakan pada persimpangan menunjukkan bahwa throughput meningkat tajam sebesar 78%, terutama selama jam sibuk pagi dan sore, dan rata-rata antrian dan antrian maksimum menurun tajam antara 55%-67%. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan ATCS pada persimpangan-persimpangan dengan banyak fase dan pergerakan adalah tidak efektif. Hasil studi ini tidak hanya bermanfaat bagi kota Bandung, tetapi juga dapat bermanfaat bagi kota-kota besar lain di Indonesia dan di negara berkembang lain yang memiliki kondisi-kondisi lalulintas setempat yang serupa. Kata-kata kunci: Sistem pengendalian lalulintas kawasan, persimpangan bersinyal dengan banyak fase dan pergerakan, daerah perkotaan PENDAHULUAN Kemacetan lalulintas yang terus meningkat merupakan masalah yang serius di kotakota besar di dunia. Masalah ini menjadi lebih kompleks di negara-negara berkembang karena kota-kota besar berkembang lebih pesat dari kota-kota besar di negara maju. Ratarata pertumbuhan penduduk tahunan di negara berkembang diperkirakan sekitar 5 persen, sedangkan di negara maju hanya sekitar 0,7 persen saja (Sinha, 2000). Sistem Pengendalian Lalulintas Kawasan atau Area Traffic Control Systems (ATCS) adalah salah satu teknologi Intelligent Transportation Systems yang telah banyak diterapkan dengan tujuan mengurangi masalah-masalah kemacetan lalulintas di kota-kota besar di negara berkembang (US DOT, 2000, ITS Australia, 1999). Walaupun demikian, penerapan ATCS di negara-negara berkembang perlu mendapat perhatian khusus karena Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni 2007: 1-12 1

selain perkembangannya yang pesat, kondisi jaringan jalannyapun spesifik. Jaringan jalan di kota-kota besar tersebut pada umumnya berpola grid hanya di pusat kota saja. Lebih lanjut, jarak antar persimpangan, jumlah kaki persimpangan dan jumlah lajur tiap arah bervariasi antara satu persimpangan dengan persimpangan lainnya, sehingga terdapat jumlah fase dan jumlah pergerakan (movement) yang sangat bervariasi pada persimpanganpersimpangan tersebut. Tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi kinerja dari sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan-persimpangan bersinyal (selanjutnya disebut persimpangan) dengan banyak fase dan pergerakan (lebih dari 10 pergerakan). Selain itu, juga untuk memberikan rekomendasi mengenai bagaimana meningkatkan kinerja lalulintas di tengah masalah-masalah transportasi yang ada sekarang sebagai kendala. Studi kasus dilakukan pada jaringan jalan di Bandung, dengan SCATS (Sydney Coordinated Adaptive Traffic Control Systems) telah diterapkan sejak bulan Juni tahun 1997 (AWA Plessey, 1996). AIMSUN (Advanced Interactive Microscopic Simulation for Urban and Un-urban Network) microsimulator digunakan untuk mengevaluasi ATCS selama jam sibuk pagi (7:00-8:00), jam tidak sibuk (10:00-11:00), dan jam sibuk sore (16:30-17:30). Hasil studi ini tidak hanya bermanfaat bagi kota Bandung, tetapi juga dapat bermanfaat bagi kota-kota besar lain di Indonesia dan di negara berkembang lain yang memiliki kondisi-kondisi lalulintas setempat yang serupa. PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN LALU LINTAS KAWASAN DI NEGARA BERKEMBANG Sistem pengendalian lalulintas kawasan sudah banyak dikenal sebagai salah satu sistem yang digunakan untuk mengurangi kemacetan lalulintas di daerah perkotaan. Sistem ini juga efektif dalam mengkoordinasi sinyal pengatur lalulintas (traffic light) untuk mengurangi tundaan (delay), perhentian (stops), dan konsumsi bahan bakar (Luk, 1992) serta memaksimalkan arus lalulintas yang keluar dari persimpangan (throughput), sebagai respon atas kebutuhan lalulintas saat itu (Giannakodakis, 1995) dan meningkatkan keselamatan (PATH, ITS DSS, 2005). Sydney Co-ordinated Adaptive Traffic System (SCATS) Sydney Co-ordinated Adaptive Traffic System (SCATS) adalah sistem pengendalian lalulintas kawasan yang banyak digunakan di kota-kota besar di Asia, Australia, dan Amerika Utara (PATH, ITS, 2005). SCATS dibuat oleh Department of Main Roads di New South Wales, Australia. Sistem pengendalian yang dinamis dan adaptif ini dapat mengakomodasi perubahan-perubahan kondisi lalulintas dengan menggunakan real time data dari sejumlah sumber yang berbeda seperti road detector di stop line, kamera video (CCTV), dan tombol pejalan kaki (pedestrian push button). Sistem ini juga selalu memperbaharui waktu siklus (cycle time), perubahan fase (phase split) di tiap persimpangan dan melakukan koordinasi dengan persimpangan-persimpangan yang berdekatan dalam jaringan jalan tersebut untuk memenuhi variasi perubahan sesuai dengan demand untuk meningkatkan arus lalulintas (US DOT, 2005). SCATS adalah sistem yang sekarang diterapkan di Bandung dan merupakan pokok bahasan dalam studi ini. Kondisi-kondisi Lokal Jaringan Jalan Penerapan SCATS di negara-negara berkembang memerlukan perhatian khusus, karena kota-kota besar di negara-negara berkembang menghadapi masalah-masalah 2 Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni 2007: 1-12

transportasi yang lebih kompleks daripada kota-kota besar di negara maju (Sinha, 2000). Kota-kota di negara berkembang mempunyai kepadatan jaringan jalan yang rendah, yaitu hanya 6 persen sampai 11 persen dari luas total kota, sedangkan kepadatan jaringan jalan di kota-kota besar di negara maju, seperti London, Paris, dan New York, adalah 20 persen sampai 25 persen (Morichi, 2005). Infrastruktur jalan yang terbatas ini harus melayani penduduk kota dengan kepadatan yang tinggi dan melayani kendaraan dengan pertumbuhan tahunan yang tinggi (Sutandi dan Dia, 2005a). Pengelola jalan menyadari bahwa penerapan Intelligent Transportation Systems diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan kapasitas dari jaringan jalan yang ada. Untuk menghasilkan kinerja lalulintas yang baik, penerapan SCATS di negara berkembang harus mempertimbangkan kondisi-kondisi lokal yang umum terjadi. Beberapa contoh kondisi-kondisi lokal ini adalah pola jaringan jalan yang tidak teratur, pola jaringan jalan grid hanya terdapat di pusat kota, banyaknya tipe persimpangan dengan tiga, empat, dan lima kaki persimpangan, bervariasinya jumlah lajur dan lebar lajur tiap arah, bervariasinya jumlah fase dan pergerakan tiap persimpangan, kegiatan parkir dekat persimpangan, gangguan samping yang tinggi karena kegiatan pedagang kaki lima dan kegiatan parkir di badan jalan, dan pengaturan penggunaan lahan yang tidak tertib. Dengan kondisi geometrik, kondisi lalulintas, dan perilaku pengendara yang ada, maka persimpangan dengan banyak fase dan pergerakan akan mengurangi throughput dan meningkatkan kemacetan lalulintas, karena jumlah fase dan pergerakan yang banyak memerlukan waktu yang banyak pula untuk kembali pada fase dan pergerakan yang sama untuk menghasilkan throughput selama perioda hijau. Dalam kondisi seperti ini, sangatlah penting untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan jenis ini. Jika sistem pengendalian lalulintas kawasan tidak dapat meningkatkan kinerja lalulintas, misalnya meningkatkan throughput dan mengurangi antrian di persimpangan, atau mengurangi waktu tempuh pada koridor yang berkaitan, maka penerapan sistem canggih pada persimpangan seperti ini tidak efektif. Oleh karena itu, lebih baik persimpangan ini tetap dikendalikan oleh sistem pengendalian lalulintas fixed time, jika penerapan sistem canggih ini masih dalam tahap perencanaan. Lebih lanjut, penetapan persimpangan mana saja yang akan dikoordinasi oleh sistem pengendalian lalulintas kawasan akan lebih efisien dan pengeluaran dana yang tidak perlu dapat dihindari. Di sisi lain, jika sistem canggih ini sudah diterapkan, maka rekomendasi mengenai bagaimana meningkatkan kinerja lalulintas dapat diusulkan. PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data dilakukan pada semua persimpangan dengan koordinasi SCATS, pada sejumlah jalan di Bandung, selama jam sibuk pagi (7:00-8:00), jam tidak sibuk (10:00-11:00), dan jam sibuk sore (16:30-17:30). Semua persimpangan yang diamati tersebut dibagi menjadi dua region, yaitu Region Utara dan Region Selatan. Pada saat ini SCATS mengendalikan 117 persimpangan dari 135 persimpangan yang ada. Persimpangan yang tercakup dalam studi ini adalah sebanyak 90 persimpangan dengan koordinasi SCATS, sedangkan 27 persimpangan lainnya dalam keadaan flashing yellow signal karena perubahan peraturan arus lalulintas. Data lapangan yang dikumpulkan mencakup data throughput, fase, arah pergerakan (turning movement), dan waktu siklus di setiap persimpangan, antrian pada persimpangan dengan fasilitas CCTV, dan waktu tempuh pada koridor-koridor terkait. Data yang diperoleh dari SCATS direkam setiap 15 menit termasuk data throughput di setiap loop Evaluasi kinerja dari sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan bersinyal (A. Caroline Sutandi) 3

detector pada setiap persimpangan dan data antrian pada persimpangan-persimpangan dengan fasilitas CCTV. Data yang detail dalam jumlah besar ini dikumpulkan dua kali dalam waktu yang berbeda. Set data pertama digunakan untuk membuat dan mengkalibrasi model simulasi lalulintas mikro (microscopic traffic simulation model) dan data set kedua digunakan untuk memvalidasi model tersebut. AIMSUN MICROSIMULATOR GETRAM (the Generic Environment for Traffic Analysis and Modelling) digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan dengan banyak fase dan pergerakan. GETRAM terdiri atas TEDI (traffic editor) untuk membuat model simulasi jaringan jalan Bandung dan AIMSUN untuk membuat model simulasi lalulintas mikro Bandung (TSS, 2004a, TSS, 2004b). Sebelumnya, model simulasi lalulintas mikro Bandung selama jam sibuk pagi, jam tidak sibuk, dan jam sibuk sore, telah dikalibrasi dan divalidasi dengan menggunakan GETRAM. Lebih lanjut, sejumlah uji statistika, seperti Paired T-test, Two Sample T-test, Analisis Regresi, Analisis Varians, dan Analisis Korelasi (Mason, Robert L. et al., 2003, Montgomery, Douglas C., and Runger, George C., 2003, Ott, R. Lyman, and Longnecker, Michael, 2001) telah dilakukan untuk menentukan kemampuan atau keandalan model simulasi mikro ini untuk menggambarkan kondisi lalulintas yang ada. Berdasarkan hasil analisis terhadap kelima metode statistika tersebut, semua model kalibrasi dan model validasi selama jam sibuk dan jam tidak sibuk menghasilkan kondisi-kondisi lalulintas dengan tingkat kepercayaan yang dapat diterima (α = 0,01 dan α = 0,05). Oleh karena itu, semua model benar-benar dapat diterima sebagai simulasi yang signifikan dan valid dari kondisi-kondisi lalulintas nyata di lapangan (Sutandi and Dia, 2005a, 2005b). Modelmodel yang telah divalidasi ini kemudian akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja sistem pengendalian lalulintas kawasan SCATS pada persimpangan dengan banyak fase dan pergerakan. EVALUASI KINERJA Dengan menggunakan model simulasi lalulintas mikro Bandung yang telah divalidasi, gambaran throughput dibagi dengan kapasitas pada tiap kaki persimpangan, berdasarkan jumlah fase (2-5 fase) dan pergerakan (6-15 pergerakan), seperti disajikan pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 3. Throughput/kapasitas pada kaki persimpangan di jaringan jalan Bandung selama jam sibuk pagi Throughput/kapasitas (%) 150.00 100.00 50.00 0.00 0 50 100 150 200 250 300 Nomor kaki persimpangan Linear () Gambar 1 Throughput/Kapasitas pada Kaki Persimpangan di Bandung Selama Jam Sibuk Pagi 4 Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni 2007: 1-12

Throughput/kapasitas pada kaki persimpangan di jaringan jalan Bandung selama jam tidak sibuk Throughput/kapasitas (%) 150.00 100.00 50.00 0.00 0 50 100 150 200 250 300 Nomor kaki persimpangan Linear () Gambar 2 Throughput/Kapasitas pada Kaki Persimpangan di Bandung Selama Jam Tidak Sibuk Throughput/kapasitas pada kaki persimpangan di jaringan jalan Bandung selama jam sibuk sore Throughput/kapasitas (%) 150.00 100.00 50.00 0.00 0 50 100 150 200 250 300 Nomor kaki persimpangan Linear () Gambar 3 Throughput/Kapasitas pada Kaki Persimpangan di Bandung Selama Jam Sibuk Sore Throughput sendiri tidak dapat digunakan untuk membandingkan besarnya arus lalulintas di persimpangan dengan jumlah fase dan pergerakan yang bervariasi, karena besarnya throughput pada setiap persimpangan bergantung pada jumlah kaki persimpangan, jumlah lajur tiap arah, dan lebar lajurnya. Oleh karena itu, kapasitas masing-masing kaki persimpangan digunakan untuk membagi throughput pada kaki persimpangan yang bersangkutan. Dapat dilihat pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 3 bahwa throughput/ kapasitas cenderung menurun tajam dengan meningkatnya jumlah fase dan pergerakan pada persimpangan. Rasio volume terhadap kapasitas (v/c ratio) dari jalan utama dan jalan minor pada semua persimpangan di Bandung disajikan pada Gambar 4 sampai dengan Gambar 9. Gambar-gambar ini menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah fase dan pergerakan akan meningkatkan pula rasio v/c pada persimpangan. Rasio v/c adalah salah satu indikator kinerja lalulintas untuk menunjukkan kemacetan lalulintas. 2.000 v/c 1.500 1.000 0.500 0.000 0 20 40 60 80 100 Nomor persimpangan Linear () Gambar 4 Rasio v/c Jalan Utama pada Persimpangan di Bandung Selama Jam Sibuk Pagi Evaluasi kinerja dari sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan bersinyal (A. Caroline Sutandi) 5

2.000 v/c 1.500 1.000 0.500 0.000 0 20 40 60 80 100 Nomor persimpangan Linear () Gambar 5 Rasio v/c Jalan Minor pada Persimpangan di Bandung Selama Jam Sibuk Pagi 2.000 v/c 1.500 1.000 0.500 0.000 0 20 40 60 80 100 Nomor Persimpangan Linear () Gambar 6 Rasio v/c Jalan Utama pada Persimpangan di Bandung Selama Jam Tidak Sibuk 2.000 v/c 1.500 1.000 0.500 0.000 0 20 40 60 80 100 Nomor persimpangan Linear () Gambar 7 Rasio v/c Jalan Minor pada Persimpangan di Bandung Selama Jam Tidak Sibuk REKOMENDASI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA LALU LINTAS Meningkatnya jumlah fase dan pergerakan pada persimpangan akan menurunkan throughput dan meningkatkan kemacetan lalulintas di persimpangan tersebut. Berdasarkan kedua kondisi ini, maka direkomendasikan untuk membatasi jumlah pergerakan pada persimpangan. Pembatasan jumlah pergerakan akan juga mengurangi jumlah fase pada persimpangan. Pergerakan dari jalan dengan hirarki yang lebih rendah ke jalan yang hirarkinya lebih tinggi tidak diijinkan, tetapi pergerakan dari jalan yang hirarkinya lebih 6 Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni 2007: 1-12

tinggi ke jalan yang lebih rendah hirarkinya diperbolehkan. Jalan H. Juanda di Bandung, dengan 6 persimpangan sepanjang jalannya, diambil sebagai contoh kasus. Peta lokasi Jalan H. Juanda dapat dilihat pada Gambar 10. Direkomendasikan bahwa jumlah fase dan pergerakan pada persimpangan 95, Jalan H. Juanda Sulanjana (Nomoar 95) dibatasi, yaitu pergerakan dari Jalan Sulanjana (jalan lokal) menuju Jalan H. Juanda (jalan kolektor) dilarang, tetapi pergerakan dari Jalan H.Juanda ke jalan Sulanjana diizinkan. 2.000 v/c 1.500 1.000 0.500 0.000 0 20 40 60 80 100 Nomor Persimpangan Linear () Gambar 8 Rasio v/c Jalan Utama pada Persimpangan di Bandung Selama Jam Sibuk Sore 2.000 v/c 1.500 1.000 0.500 0.000 0 20 40 60 80 100 Nomor persimpangan Linear () Gambar 9 Rasio v/c Jalan Minor pada Persimpangan di Bandung Selama Jam Sibuk Sore 93 94 22 95 96 64 Gambar 10 Jalan H. Juanda dengan Enam Persimpangan Bersinyal di Bandung Evaluasi kinerja dari sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan bersinyal (A. Caroline Sutandi) 7

Persimpangan Jalan H. Juanda Sulanjana dipilih karena alasan-alasan berikut: a. persimpanan terdapat di tengah panjang Jalan H. Juanda; b. persimpangan memiliki banyak pergerakan (12 pergerakan); c. persimpangan beberapa jalan masuk menuju Jalan H. Juanda; d. persimpangan ini merupakan persimpangan antara jalan lokal (Jalan Sulanjana) dan jalan kolektor (Jalan H. Juanda); dan e. persimpangan antara dua jalan dengan hirarki yang berbeda cenderung menimbulkan kemacetan. Tabel 1 Jumlah Fase dan Pergerakan pada Persimpangan-Persimpangan di Jalan H. Juanda PERSIMPANGAN jumlah jumlah Jml. Nomor Nama fase pergerakan hirarki jalan 1 93 Dipati Ukur - Siliwangi 3 12 jalan kolektor - jalan kolektor 2 94 H. Juanda - Ganeca 3 6 jalan kolektor - jalan lokal 3 22 H. Juanda - Dipati Ukur 3 15 jalan kolektor - jalan arteri 4 95 H. Juanda - Sulanjana 4 12 jalan kolektor - jalan lokal 5 96 Ranggagading - Tirtayasa 2 8 jalan kolektor - jalan lokal 6 64 Merdeka - RE. Martadinata 3 8 jalan kolektor - jalan kolektor Persimpangan antara Jalan H. Juanda Dipati Ukur (Nomor 22) tidak direkomendasikan karena persimpangan ini adalah persimpangan antara jalan kolektor (Jalan H. Juanda) dengan jalan arteri yang hirarkinya lebih tinggi. Keadaan sekarang dan rekomendasi perubahan jumlah fase dan pergerakan untuk persimpangan H. Juanda Sulanjana disajikan pada Gambar 11. Pembatasan jumlah fase dan pergerakan akan meningkatkan throughput dan mengurangi antrian di persimpangan tersebut. Pembatasan ini juga akan mengurangi kemacetan lalulintas di Jalan H. Juanda (jalan kolektor), sebagai jalan yang hirarkinya lebih tinggi, karena tidak ada arus lalulintas masuk dari Jalan Sulanjana (jalan lokal). Keadaan Sekarang Persimpangan 95. H. Juanda - Sulanjana Rekomendasi Persimpangan 95. H. Juanda - Sulanjana Fase: Fase: A. B. C. D. A. B. Gambar 11 Keadaan Sekarang dan Rekomendasi Jumlah Fase dan Pergerakan pada Persimpangan 95 8 Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni 2007: 1-12

Dengan menggunakan model simulasi lalulintas mikro Bandung yang telah divalidasi, perbedaan (dalam %) ukuran kinerja lalulintas di persimpangan H.Juanda Sulanjana (Nomor 95), antara mengoperasikan model dengan dan tanpa pembatasan jumlah fase dan pergerakan, disajikan pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4. Ukuran kinerja lalulintas yang digunakan adalah throughput dan antrian di persimpangan, dan kepadatan, kecepatan, waktu tempuh, waktu tundaan, waktu berhenti, dan angka henti (number of stops) pada koridor yang terkait. Hasil-hasil pada Tabel 2 sampai dengan Tabel 4 menunjukkan bahwa membatasi atau mengurangi jumlah fase dan pergerakan pada persimpangan mempengaruhi kinerja SCATS. Pengaruhnya terhadap kinerja lalulintas adalah sebagai berikut. a. Throughput ditemukan meningkat tajam, yaitu 78% (408 kend/jam). Lebih detail, pembatasan atau penurunan jumlah fase dan pergerakan ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan throughput, terutama selama jam sibuk pagi (128%) dan sore (134%). b. Antrian rata-rata dan antrian maksimum menurun tajam, yaitu antara 55% dan 67% (57-58 kend/jam). c. Pada koridor H. Juanda untuk pergerakan dari selatan ke utara, pada umumnya kinerja lalulintas membaik. d. Pada koridor H. Juanda untuk pergerakan dari utara ke selatan pengaruh penurunan jumlah fase dan pergerakan tidak signifikan. Kepadatan menurun 1,75%, kecepatan menurun 2,54% (1,08 km/jam), waktu tempuh bertambah 6,94% (1 detik), waktu tundaan bertambah 18,46% (1 detik), waktu berhenti bertambah 24,61% (2 detik), dan angka henti meningkat 34,39%. Tabel 2 Perbedaan Throughput dan Perbedaan Antrian pada Persimpangan Dengan dan Tanpa Pembatasan Fase dan Pergerakan PERSIMPANGAN v/c Perbedaan Throughpu t (%) Perbedaan Antrian (ql) (%) major minor jam sibuk jam tidak jam sibuk rata-rata jam sibuk pagi jam tidak sibuk jam sibuk sore rata-rata Jml. Nomor Nama road road pagi sibuk sore mean ql max ql mean ql max ql mean ql max ql mean ql max ql 1 95 H. Juanda - Sulanjana 1.369 1.369 128.45-27.41 133.71 78.25-60.93-52.7-60.93-49.63-78.27-61.81-66.71-54.71 Tabel 3 Perbedaan Kepadatan, Perbedaan Kecepatan, dan Perbedaan Waktu Tempuh pada Koridor Terkait Dengan dan Tanpa Pembatasan Fase dan Pergerakan Persimpangan 95. H. Juanda - Sulanjana Perbedaan Kepadatan (%) Perbedaan Kecepatan (%) Perbedaan Waktu Tempuh (%) Jml. Koridor jam sibuk jam tidak jam sibuk rata-rata jam sibuk jam tidak jam sibuk rata-rata jam sibuk jam tidak jam sibuk rata-rata pagi sibuk sore pagi sibuk sore pagi sibuk sore 1 H. Juanda North to South -33.69 27.69 0.48-1.75 3.12-12.00 1.25-2.54-33.95 25.82 28.94 6.94 2 H. Juanda South to North -10.44-24.04-41.47-25.32 3.58-7.68 5.06 3.21 4.04-12.12-19.80-9.29 Tabel 4 Perbedaan Waktu Tunda, Perbedaan Waktu Berhenti, dan Perbedaan Jumlah Berhenti pada Koridor Terkait Dengan dan Tanpa Pembatasan Fase dan Pergerakan Persimpangan 95. H. Juanda - Sulanjana Perbedaan Waktu Tundaan (%) Perbedaan Waktu Berhenti (%) Perbedaan Jumlah Berhenti (%) Jml. Koridor jam sibuk jam tidak jam sibuk rata-rata jam sibuk jam tidak jam sibuk rata-rata jam sibuk jam tidak jam sibuk rata-rata pagi sibuk sore pagi sibuk sore pagi sibuk sore 1 H. Juanda North to South -46.37 53.70 48.04 18.46-49.78 67.41 56.20 24.61-2.60 55.49 50.29 34.39 2 H. Juanda South to North 6.91-23.38-29.14-15.20 11.65-25.64-32.35-15.45 84.17-18.75-11.76 17.88 Evaluasi kinerja dari sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan bersinyal (A. Caroline Sutandi) 9

KESIMPULAN Studi ini mengevaluasi kinerja sistem pengendalin lalulintas kawasan pada persimpangan dengan banyak fase dan pergerakan. AIMSUN microsimulator digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja sistem ini. Hasil-hasil evaluasi yang dihasilkan menunjukkan bahwa penerapan sistem ini di persimpangan dengan banyak fase dan pergerakan tidak efektif. Hasil-hasil lain menunjukkan bahwa pembatasan jumlah fase dan pergerakan pada persimpangan yang diteliti meningkatkan throughput dan menurunkan antrian secara signifikan, sedangkan pengaruhnya terhadap koridor terkait tidak signifikan. Oleh karena itu, pembatasan jumlah fase dan pergerakan pada persimpangan sangat direkomendasikan untuk meningkatkan kinerja sistem pengendalian lalulintas kawasan seperti SCATS. Walaupun demikian, pemilihan persimpangan yang direkomendasikan untuk dikurangi jumlah fase dan pergerakannya harus benar-benar diperhatikan. Hasil studi ini tidak hanya bermanfaat bagi kota Bandung, tetapi juga dapat bermanfaat bagi kota-kota besar lain, di Indonesia dan di negara berkembang lain yang memiliki kondisikondisi lalulintas setempat yang serupa. DAFTAR PUSTAKA AWA Plessey.1996. Bandung Area Traffic Control, Final System Design. Directorate General of Land Transport, Ministry of Communications, Government of Republic of Indonesia. Giannakodakis, G. 1995. The Strategic Application of Intelligent Transport Systems ITS. Technical Note, Road and Transport Research, Volume 4, no. 4, pp. 56-63. ITS Australia. 2005. Intelligent Transportation System Australia, [online] available from http://www.its-australia.com.au/ Luk, JYK. 1992. Queue Management and Monitoring in Urban Traffic Control Systems. Working Document no. WD TE 92/002, Australian Road Research Boards. Mason, Robert L., Gunst, Richard F., Hess, James L. 2003. Statistical Design and Analysis of Experiments with Applications of Engineering and Science, 2 nd edition. New Jersey: John Willey and Sons Hoboken. Montgomery, Douglas C., Runger, George C. 2003. Applied Statistics and Probability for Engineers, 3 rd edition. John Wiley and Sons, Inc. Morichi, Shigeru. 2005. Long-term Strategy for Transport System in Asian Megacities. The 6 th Eastern Asia Society for Transportation Studies International Conference in Bangkok, Thailand, September 2005, journals pp. 1 21, K-WING 6F, 2-1. Kojimachi 5 chome. Chiyoda-ku, Tokyo, 102-0083, Japan. Ott, R. Lyman, Longnecker, Michael. 2001. An Introduction to Statistical Methods and Data Analysis. 5 th edition, Duxbury 511 Forest Lodge Road Pacific Grove, CA 93950, USA. PATH, ITS. 2005. The Intelligent Transportation Systems Decision Support System Web site [online] available from http://www.path.berkeley.edu/ Signal Control System. Sinha, Kumares C. 2000. Can Technologies Cure Transportation Ills? Sixth International Conference on Application of Advance Technology in Transportation Engineering Singapore. 10 Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni 2007: 1-12

Sutandi., A. Caroline, Dia, Hussein. 2005a. Performance Evaluation of An Advance Traffic Control Systems in A Developing Country. The 6 th Eastern Asia Society for Transportation Studies International Conference in Bangkok, Thailand, September 2005, proceedings pp. 1572 1584, 345, K-WING 6F, 2-1, Kojimachi 5 chome, Chiyoda-ku, Tokyo, 102-0083, Japan. Sutandi., A. Caroline, Dia, Hussein, December. 2005b. Evaluation of the Impacts of Traffic Signal Control Parameters on Network Performance. The 27 th Conference of the Australian Institutes of Transport Research, proceedings, December 2005, Queensland University of Technology, Brisbane, Australia. TSS. 2004a. Transport Simulation Systems. Available from http://www.tss-bcn.com. TSS (2004b). GETRAM Manual. Open Traffic Simulation Environment, February 2004, available from http://www.aimsun.com/v4.2/manual.zip. U.S. Department of Transportation. 2005. Benefit of Integrated Technologies and The National ITS Architecture [online] available from http://www.its.dot.gov/its_overview. Evaluasi kinerja dari sistem pengendalian lalulintas kawasan pada persimpangan bersinyal (A. Caroline Sutandi) 11

12 Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni 2007: 1-12