KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

dokumen-dokumen yang mirip
SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

AWAN MAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN KAITANNYA DENGAN GANGGUAN GEOMAGNET

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK BADAI GEOMAGNET BESAR DALAM SIKLUS MATAHARI KE-22 DAN 23

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

Anwar Santoso, Mamat Ruhimat, Rasdewita Kesumaningrum, Siska Fillawati Pusat Sains Antariksa

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

Anwar Santoso Peneliti Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa Pusat Sains Antariksa, Lapan

IDENTIFIKASI KONDISI ANGIN SURYA (SOLAR WIND) UNTUK PREDIKSI BADAI GEOMAGNET

BAB III METODE PENELITIAN

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

ANALI5IS BADAI MAGNET BUMI PERIODIK

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

ANCAMAN BADAI MATAHARI

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

KESETARAAN KECEPATAN GELOMBANG KEJUT SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II DAN LONTARAN MASSA KORONA

ANALISIS PERUBAHAN VARIASI HARIAN KOMPONEN H PADA SAAT TERJADI BADAI MAGNET

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

Analisis Variasi Komponen H Geomagnet Pada Saat Badai Magnet

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya

ANALISIS DAMPAK FLARE TIPE X SEPTEMBER 2014 TERHADAP SISTEM NAVIGASI DAN POSISI BERBASIS SATELIT DARI PENGAMATAN GISTM KUPANG

PERAN DIMENSI FRAKTAL DALAM RISET GEOMAGSA

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage:http//

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

Diterima 11 Agustus 2017; Direvisi 10 Januari 2018; Disetujui 10 Januari 2018 ABSTRACT

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

Model Empiris Variasi Harian Komponen H Pola Hari Tenang. Habirun. Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Junjunan No.

PENGUAPAN KROMOSFER YANG TERKAIT DENGAN FLARE TANGGAL 13 MEI 2013 (CHROMOSPHERIC EVAPORATION RELATED TO THE MAY 13, 2013 FLARE)

PENENTUAN WAKTU ONSET SUDDEN COMMENCEMENT KOMPONEN H GEOMAGNET DI BIAK

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

Diterima: 28 April 2016; direvisi: 3 Juni 2016; disetujui: 14 Juni 2016 ABSTRACT

ANALISIS KONDISI ANTARIKSA DI ORBIT LAPAN A2 MENJELANG PUNCAK AKTIVITAS MATAHARI SIKLUS 24

PENGEMBANGAN SOFTWARE DETEKSI OTOMATIS SUDDEN COMMENCEMENT BADAI GEOMAGNET NEAR REAL TIME

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

PERBANDINGAN PERHITUNGAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG (175 4'BT; 17 6'LS)

Semburan Radio Tipe III Sebagai Indikator... (Suratno et al.)

KONDISI LINGKUNGAN ANTARIKSA Dl WILAYAH ORBIT SATELIT

TELAAH INDEKS K GEOMAGNET DI BIAK DAN TANGERANG

Nizam Ahmad 1 dan Neflia Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 6 Maret 2014; Disetujui 14 Mei 2014 ABSTRACT

Diterima 18 April 2016, Direvisi 23 Juni 2016, Disetujui 28 Juni 2016 ABSTRACT

STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA

STUDI KASUS KEMUNCULAN PULSA MAGNET PC1 DI STASIUN WATUKOSEK ( LS BT) PADA SAAT BADAI

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

IDENTIFIKASI MODEL INDEKS K GEOMAGNET BERDASARKAN SIFAT STOKASTIK

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

STUDI PERBANDINGAN DISTRIBUSI INDEKS K GEOMAGNET ANTARA STASIUN BIAK DENGAN MAGNETOMETER DIGITAL DAN STASIUN TANGERANG DENGAN MAGNETOMETER ANALOG

ANALISIS PENGARUH FLARE DAN CME TERHADAP INDEKS DST PASCA GERHANA BULAN TOTAL 8 OKTOBER 2014

Transkripsi:

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET Clara Y. Yatini, Suratno, Gunawan Admiranto, Nana Suryana Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id ABSTRACT We investigate the characteristics of geoeffective CMEs as the solar source of major geomagnetic storms in the period of 1996 2006. We found that the surface origin of CMEs is distributed asymmetrically in longitude. They are more likely originated from the western hemisphere than from eastern hemisphere, according to the interplanetary magnetic spiral. The time interval from the appearance of the CME and the occurrence of the geomagnetic disturbance is not depending on the initial speed of the CME. We also found that there is no preference for them to be fast CMEs or to be associated with flares. Furthermore, there is no simple solar manifestation to predict that an ongoing solar halo CME will cause a major geomagnetic storm since it also has to consider the interplanetary medium. ABSTRAK Dari hasil identifikasi terhadap lontaran masa korona (CME) yang mengakibatkan munculnya badai geomagnet yang kuat selama tahun 1996 sampai 2006 diperoleh bahwa CME tersebut terdistribusi secara asimetris di permukaan matahari, khususnya terhadap meridian matahari. CME ini lebih banyak yang berasal dari bagian barat matahari dari pada bagian timur, terkait dengan medan magnet antar planet yang melengkung. Waktu yang diperlukan oleh CME untuk sampai di bumi dan menyebabkan badai geomagnet tidak sepenuhnya bergantung pada kecepatan awal CME tersebut. Kecepatan CME dan keterkaitannya dengan flare juga tidak menentukan efektivitasnya dalam menimbulkan gangguan. Oleh sebab itu sangat sulit memprakirakan dampak CME terhadap bumi hanya dengan melihat peristiwa yang terjadi di matahari, karena medium antar planet juga harus dipertimbangkan. Kata kunci: CME, Badai geomagnet 1 PENDAHULUAN Perubahan aktivitas matahari yang terjadi secara tiba-tiba, yaitu perubahan radiasi yang besar dan lontaran massa yang sampai ke lingkungan bumi, menyebabkan gangguan pada magnetosfer, ionosfer, atmosfer, bahkan sampai ke permukaan bumi. Matahari juga merupakan sumber utama munculnya gangguan magnetosferik (yaitu badai geomagnet 47

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 2008:47-59 dan partikel energi tinggi), badai radiasi, dan semburan radiasi elektromagnet. Variasi angin surya dapat menyebabkan perubahan pada medan magnet bumi. Kadang-kadang angin surya ini dapat berupa sejumlah besar plasma yang didahului oleh gelombang kejut (shockwave). Matahari sering pula memancarkan sejumlah besar energi, misalnya dalam sinar X yang mempengaruhi atmosfer bumi. Pelepasan energi ini dapat juga mempercepat partikel-partikel atom (sebagian besar adalah proton). Untuk mengetahui aktivitas matahari yang berpengaruh pada bumi perlu dilakukan studi mengenai cuaca antariksa dan penyebabnya. Studi mengenai cuaca antariksa salah satunya adalah studi intensif pada fenomena matahari yang berdampak pada bumi dan fenomena antariksa yang terkait di dalamnya. Yang sangat berperan dalam studi ini adalah pengamatan terhadap CME dan flare secara terus menerus. Meskipun CME dan flare ini merupakan fenomena yang berbeda, keduanya seringkali terjadi secara simultan. Pengamatan terhadap kedua fenomena ini menunjukkan bahwa keduanya berkaitan dengan kejadian badai geomagnet dan radiasi di bumi sehingga merupakan faktor penting dalam membuat prakiraan cuaca antariksa dan peringatan dini. Aktivitas geomagnet yang diamati di bumi pada umumnya dikaitkan dengan kejadian CME di matahari dan gelombang kejut antar planet yang mengikutinya atau dengan aliran angin surya dengan kecepatan tinggi. Lontaran masa korona (CME) merupakan peristiwa terlontarnya plasma dan medan magnet dari matahari dalam jumlah besar yang seringkali berasosiasi dengan prominence atau flare. Materi ini menuju medium antar planet, dan bila mengarah ke bumi, akan mencapai bumi dalam 1 5 hari. CME ini dianggap sebagai penyebab terjadinya gangguan di ruang antar planet dan menyebabkan timbulnya badai geomagnet (misalnya Kahler, 1992; Webb et al., 2000). Akan tetapi tidak semua CME dapat menyebabkan munculnya badai geomagnet (Cane et al., 2000). Oleh sebab itu, untuk memahami keterkaitan antara matahari dan lingkungan bumi dan memprakirakan dampaknya pada bumi, maka perlu dilakukan studi yang lebih komprehensif terhadap fenomena di matahari yang berpengaruh terhadap bumi, terutama CME dan flare, dengan mengidentifikasi fenomena yang berkaitan dengan badai geomagnet yang didefinisikan dengan disturbance storm time index (Dst) -100 nt. 2 DATA DAN METODE Yang dianggap sebagai badai geomagnet kuat (major storm) adalah badai magnet dengan Dst - 100nT. Periode yang akan diteliti adalah badai geomagnet yang terjadi selama selang waktu tahun 1996 2006 (kira-kira satu siklus aktivitas matahari ke 23). Selama selang waktu ini ada 91 badai 48

geomagnet yang telah diidentifikasi. Data Dst diperoleh dari World Data Center for Geomagnetism Kyoto (http://www.ngdc.noaa.gov/wdc/datalists/ geomag_kyoto.html). Setelah memperoleh waktu munculnya badai geomagnet, maka untuk mengidentifikasi sumber di matahari yang menyebabkan munculnya gangguan geomagnet hal pertama yang dilakukan adalah mencari kandidat CME yang memungkinkan dalam selang waktu antara 15 120 jam sebelum terjadinya badai geomagnet. Kandidat CME dibatasi pada halo CME yang berasal dari permukaan matahari yang menghadap ke bumi (front-side halo CMEs), yang dianggap sebagai sumber gangguan geomagnet yang kuat (Zhang et al., 2003). Sedangkan Selang waktu 15 120 jam adalah perbedaan waktu antara mulainya CME sampai dengan Dst mencapai maksimum. Batas waktu 120 jam diambil dengan pertimbangan bahwa kecepatan angin surya terendah adalah sekitar 350 km/detik, sehingga apabila dengan kecepatan ini maka dapat mencapai bumi dalam waktu kira-kira 119 jam. Sedangkan batas bawah 15 jam diambil dari kecepatan CME yang terbesar yang pernah diamati, yaitu sebesar 2657 km/detik yang terjadi pada tanggal 4 November 2003. Adapun Brueckner et al. (1998) dan Cane et al. (2000) memberikan selang waktu sebesar 30 120 jam. Data CME diperoleh dari SOHO-LASCO CME catalog. Di samping kedua langkah tersebut, hal lain yang perlu dilihat adalah profil angin surya, yaitu kecepatan plasma, temperatur ion, dan kerapatan plasmanya untuk identifikasi yang lebih lengkap. Data profil angin surya diperoleh dari Solar Wind Experiment (WIND/SWE,), Massachusetts Institute of Technology (http://web.mit.edu/afs/athena/org/s/space/www/wind.html) dan Advanced Composition Explorer (ACE, http://www.srl.caltech.edu/ace/), sedangkan data daerah aktif dan flare yang berasosiasi dengan CME tersebut diperoleh dari National Geophysical Data Center (NGDC, http://www.ngdc.noaa. gov/stp/solar/). 3 HASIL Dengan menggunakan metode di atas, sampai saat ini telah diidentifikasi sumber gangguan di matahari dari 91 badai geomagnet yang kuat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 91 peristiwa tersebut, 55 di antaranya teridentifikasi disebabkan oleh ledakan CME di matahari, sementara yang lain disebabkan oleh adanya lubang korona atau penyebab lain yang tidak teridentifikasi. Dari CME yang meyebabkan badai tersebut dapat dipilah menjadi CME yang berdiri sendiri (single CME), dan beberapa CME (multiple CME) yang terjadi dalam waktu berdekatan. CME ini umumnya terjadi berkaitan dengan munculnya flare. Akan tetapi beberapa di antaranya terjadi tanpa disertai oleh flare. Berikut akan dijelaskan contoh dari identifikasi CME yang menunjukkan penyebabnya, yaitu berupa single CME, multiple CME, dan CME tanpa flare. 49

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 2008:47-59 3.1 Badai Geomagnet yang Disebabkan oleh Satu CME Pada bagian ini, sebagai contoh adalah badai geomagnet yang terjadi pada tanggal 15 Mei 1997, yang ditunjukkan dengan indeks Dst = -115 nt yang terjadi pada jam 13 UT. Indeks Kp yang ditunjukkan pada tanggal ini adalah 7 dengan Ap sebesar 111. Dalam selang waktu 15 120 jam sebelum badai ini diperoleh ada 2 buah halo CME yang ada di dalamnya, yaitu tanggal 11 Mei 1997 jam 20:25 dan 12 Mei 1997 jam 5:30 UT. CME yang pertama mempunyai kecepatan 245 km/detik, dan yang kedua kecepatannya 464 km/detik. Dengan melihat profil angin surya pada saat terjadinya gangguan geomagnet (Gambar 3-1) tampak bahwa gangguan geomagnet yang muncul diakibatkan oleh hanya satu CME (single CME) dan menunjukkan adanya shock front pada tanggal 15 Mei 1997 sekitar jam 1 UT. Oleh sebab itu dari dua CME yang merupakan kandidat di atas harus dipilih satu CME yang merupakan penyebab gangguan ini. Pada saat terjadinya badai, kecepatan angin surya pada shock front adalah sekitar 386 km/detik. Dengan kecepatan sebesar ini maka waktu yang ditempuh dari matahari untuk sampai ke bumi adalah sekitar 108 jam. Untuk CME yang pertama waktu tempuhnya adalah 170 jam, sedangkan CME yang kedua adalah 90 jam. Maka yang memenuhi kriteria ini adalah CME yang kedua, yaitu CME pada tanggal 12 Mei 1997 jam 05:30. Dengan hasil ini dapat diketahui bahwa selang waktu sejak terjadinya CME sampai dengan terjadinya gangguan di bumi adalah sekitar 85 jam. Penelusuran juga dilakukan terhadap flare yang berasosiasi dengan CME ini. Diperoleh bahwa flare yang terkait adalah flare dengan kelas C1.3 dengan posisi di N21 W08 dan di daerah aktif NOAA 8038. Citra dari SOHO EIT (Gambar 3-2) menunjukkan posisi CME tersebut. Gambar 3-1: Dari atas ke bawah: profil kecepatan plasma angin surya, temperatur ion, dan kerapatan plasma untuk selang waktu 13 16 Mei 1997 (Solar Wind Experiment, Massachusetts Institute of Technology) 50

Gambar 3-2: Citra SOHO EIT yang menunjukkan posisi CME tanggal 12 Mei 1997 di posisi N21 W08 di permukaan matahari (sumber: The SOHO Extreme ultraviolet Imaging Telescope, http://umbra. nascom.nasa.gov/eit/) 3.2 Badai yang Disebabkan oleh Beberapa CME Selain badai geomagnet yang disebabkan oleh satu CME, ada juga badai yang merupakan akibat dari CME yang terjadi berturutan (multiple CME). Contohnya adalah badai yang terjadi pada tanggal 4 Mei 1998 dengan Dst minimum sebesar -205 nt dengan indeks Kp=9 dan Ap=300 (sumber: World Data Center for Geomagnetism, Kyoto). Badai ini mencapai puncaknya pada jam 6 UT. Dari data CME yang terjadi sampai 5 hari sebelumnya, diperoleh adanya 3 kandidat halo CME, yaitu (i) Tanggal 1 Mei 1998 jam 23:40 UT dengan kecepatan rata-rata sebesar 585 km/detik, (ii) Tanggal 2 Mei 1998 pada jam 5:31 UT dengan kecepatan 542 km/detik, dan (iii) Tanggal 2 Mei 1998 jam 14:06 UT dengan kecepatan 938 km/detik. Profil angin surya diperlihatkan pada Gambar 3-3. Dengan memperkirakan kecepatannya, tampaknya ketiga halo CME ini memberikan dampak terhadap medan magnet bumi. Kemudian dapat ditentukan pula selang waktu (delay time) dari sejak munculnya CME sampai maksimum Dst, yaitu masing-masing 54.5, 48.5, dan 40 jam. Berdasarkan data yang diperoleh dari National Geophysical Data Center, flare yang berasosiasi dengan ketiga CME tersebut di atas adalah (i) Flare kelas M1.2 di daerah aktif NOAA 8210, posisi S18 W05, (ii) Flare kelas C5.4 di daerah aktif NOAA 8210, posisi S20 W07, dan (iii) Flare kelas X1.1 di daerah aktif NOAA 8210, posisi S15 W15. 51

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 2008:47-59 Gambar 3-3: Profil angin surya, yaitu masing-masing dari atas ke bawah: kecepatan, temperatur ion, dan kerapatan plasma, pada tanggal 2 5 Mei 1998 (sumber: Solar Wind Experiment). Pada tanggal 4 Mei 1998 (DOY:124) sekitar jam 3 UT terlihat adanya profil shock 3.3 Badai yang Terjadi Karena CME yang Tidak Disertai Flare Pada tanggal 9 November 1998 terjadi badai geomagnet yang besar dengan Dst minimum sebesar -142 nt dengan indeks Kp=7 dan Ap=111 (sumber: World Data Center for Geomagnetism, Kyoto). Badai ini mencapai puncaknya pada jam 18 UT. Dari data CME yang terjadi sampai 5 hari sebelumnya, diperoleh adanya 2 kandidat halo CME, yaitu (i) CME tanggal 5 November 1998 pada jam 20:44 UT dengan kecepatan rata-rata sebesar 1118 km/detik dan (ii) CME tanggal 7 November 1998 jam 6:32 UT dengan kecepatan 632 km/detik. Dengan memperkirakan waktu tempuhnya, tampaknya hanya ada 1 halo CME yang mengakibatkan badai medan magnet bumi tersebut, yaitu tanggal 7 November 1998 pada jam 6:32 UT. Berdasarkan data yang diperoleh dari National Geophysical Data Center, meskipun pada saat tersebut ada kenaikan sinar X tetapi tidak dilaporkan adanya flare optik. Dari 91 kejadian badai geomagnet yang dianalisis, ada 55 kejadian yang disebabkan oleh CME. Akan tetapi walaupun terkait dengan CME, dari 55 kejadian ini ada 17% yang tidak ada kaitannya dengan flare (lihat Tabel 3-1). 52

Untuk yang terkait dengan flare, tidak ada keterkaitan antara intensitas badai dengan intensitas kelas flare sinar X. Flare yang berasosiasi dengan CME dan badai geomagnet ini merupakan flare dengan kelas yang lemah sampai dengan kuat. Hasil ini sama dengan yang dikemukakan oleh Kumar dan Yadav (2003) yang mengatakan bahwa 85% flare Hα terkait dengan badai geomagnet, meskipun menyatakan juga bahwa intensitas badai tidak terkait dengan kelas flare. Tidak adanya flare sebagai penyebab badai geomagnet ini juga menegaskan bahwa CME tidak selalu terkait atau berasosiasi dengan flare. Tabel 3-1: PERSENTASE CME PENYEBAB BADAI GEOMAGNET YANG DISERTAI DAN TIDAK DISERTAI FLARE Tipe CME Disertai Flare Tanpa Flare Single CME 62% 13% Multiple CME 22% 4% Jumlah 84% 17% Gambar 3-4: Profil angin surya, yaitu masing-masing dari atas ke bawah: kecepatan, temperatur ion, kerapatan plasma, dan profil Bz pada tanggal 7-10 November1998 (sumber: Solar Wind Experiment). Pada tanggal 8 November 1998 (day of year: 312) sekitar jam 5 UT terlihat adanya profil shock 53

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 2008:47-59 4 ANALISIS Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa terdapat 55 peristiwa badai geomagnet yang diidentifikasi disebabkan oleh adanya CME, dan diketahui berasal dari daerah aktif sehingga dapat diketahui pula posisinya di hemisfer matahari. Dari 55 peristiwa ini, beberapa di antaranya terkait dengan sumber gangguan yang berasal dari beberapa CME, sehingga secara keseluruhan ada 62 CME yang dapat dianalisis. Berikut adalah hasil analisis terhadap CME yang teridentifikasi, yang meliputi posisinya di matahari, kecepatan, dan keterkaitannya dengan parameter geomagnet dan antarplanet yang lain. 4.1 Posisi Sumber Gangguan di Matahari Gambar 4-1 menggambarkan distribusi posisi sumber gangguan di matahari yang menyebabkan badai geomagnet kuat. Dari 62 CME yang terkait dengan badai geomagnet kuat dengan Dst -100 nt teridentifikasi bahwa sumber badai ini umumnya berasal dari bagian barat matahari, yaitu sekitar 77%. Ada 23 CME yang berasal dari posisi berada pada posisi Utara - Barat, 25 pada posisi Selatan - Barat. Sisanya 9 CME berada di posisi Utara - Timur dan 5 pada posisi S-E, inipun masih berdekatan di meridian N-S. Kondisi tersebut memperjelas bahwa CME yang berdampak pada medan magnet bumi berada di sekitar pusat meridian dan di hemisfer barat matahari. Hal ini terkait dengan medan magnet spiral di medium antar planet antara hemisfer barat matahari dengan bumi (Gambar 4-2). Lintasan partikel energetik yang berbentuk spiral ini dihasilkan oleh rotasi matahari yang membelokkan pola radial angin surya menjadi berbentuk spiral di bidang ekuator matahari. Rotasi matahari yang arahnya dari Timur ke Barat akan mengakibatkan bumi tidak terkoneksi dengan bagian pusat piringan matahari akan tetapi dengan bagian baratnya. Oleh sebab itu geoeffective CME lebih banyak berasal dari hemisfer barat matahari. Badai geomagnet dengan intensitas yang paling kuat (Dstnya paling kecil) diakibatkan oleh CME yang berasal dari dekat pusat meridian. Selain itu, meskipun sebagian besar sumber gangguan berasal dari bagian barat matahari, ada juga beberapa sumber gangguan yang berasal dari bagian timur matahari (23%). Dari Gambar 4-1 bagian tengah terlihat bahwa CME yang berasal dari bagian timur matahari mempunyai kecepatan awal yang besar. Ada kemungkinan bahwa plasma yang terlontar dari CME ini tidak mengikuti garis medan magnet, karena tekanan plasmanya lebih besar dari tekanan magnetik. Cane et al. (2000), dengan menggunakan data LASCO dari tahun 1996 sampai dengan 1999, menunjukkan bahwa persentase badai geomagnet pada rentang waktu tersebut (22 peristiwa badai) cukup kecil dibandingkan dengan jumlah CME yang terjadi pada rentang waktu yang sama (160 halo CME), walaupun lontaran massa yang diteliti terdistribusi merata pada bujur -40 sampai 40 derajat. 54

Gambar 4-1: Distribusi posisi CME di matahari yang menyebabkan timbulnya badai geomagnet yang kuat Gambar 4-2: Partikel energetik yang dilontarkan saat flare/cme akan mengikuti lintasan spiral dan akan mencapai bumi dalam beberapa hari, tergantung pada energi dan kecepatannya (Sumber: NASA s Cosmos, http://www.ase.tufts.edu/cosmos/) 55

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 2008:47-59 4.2 Waktu Transit dan Kecepatan Rata-Rata CME Yang dimaksud sebagai waktu transit di sini adalah waktu sejak munculnya CME sampai dengan minimum Dst yang terbesar. Dengan definisi ini maka plot yang diperoleh antara kecepatan CME dan waktu transit adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-3. Pada gambar ini terlihat sebaran yang cukup besar. Ini menunjukkan bahwa kecepatan CME tidak dapat dipergunakan untuk memprakirakan dengan tepat sampainya CME tersebut di bumi. Pada umumnya CME tidak mempunyai kecepatan yang konstan selama berada di medium antar planet. CME ini kadangkadang dipercepat atau diperlambat karena kondisi dari medium antar planet, bahkan kadang-kadang menghilang. Apabila ditengah perjalanannya di medium antar planet plasma dari CME ini tidak lenyap, maka makin besar kecepatan awal CME, maka kemungkinannya akan lebih cepat untuk menimbulkan gangguan di bumi. 120 Kecepatan CME dan Waktu Transit Waktu Transit (jam) 100 80 60 40 20 0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Kecepatan CME (km/detik) Gambar 4-3: Plot kecepatan CME yang mengakibatkan gangguan geomagnet yang kuat dengan waktu transitnya 4.3 Keterkaitan Antara Kecepatan CME Dengan Dst Gambar 4-4 menunjukkan sebaran yang cukup besar antara kecepatan CME dengan kuatnya gangguan geomagnet. Ini menunjukkan bahwa CME yang cepat belum tentu menghasilkan badai geomagnet yang kuat. Jadi, meskipun waktu transit dapat diperkirakan dari kecepatan awalnya, besarnya gangguan pada geomagnet belum tentu dapat diperkirakan. Yang menimbulkan gangguan geomagnet ternyata bisa CME yang cepat maupun yang lambat. Intensitas besar belum tentu karena CME yang cepat. 56

Dst dan Kecepatan CME 4000-500 -400-300 -200-100 0 Dst 3000 2000 1000 0 Kecepatan CME (km/detik) Gambar 4-4: Plot antara indeks gangguan geomagnet Dst dengan kecepatan dari CME 4.4 Keterkaitan Indeks Gangguan Geomagnet Dengan Medan Magnet Antar Planet Bz Gambar 4-5 menunjukan plot antara indeks badai geomagnet Dst (untuk Dst -100 nt) dengan kuat medan magnet antar planet arah selatan (Bz) untuk peristiwa-peristiwa badai magnet kuat yang telah diteliti. Hal ini sesuai dengan Burton et al. (1975) yang menyatakan bahwa geoefektivitas dari angin surya ditentukan secara umum oleh kecepatan angin surya tersebut dan medan magnet antar planet yang mengarah ke selatan. Dapat dilihat juga bahwa pada semua kejadian badai magnet kuat yang diteliti mempunyai medan magnet antar planet yang mengarah ke selatan. Dst dan Bz -500-450 -400-350 -300-250 -200-150 -100 y = 0.1124x - 3.3324 R 2 = 0.5329 0.00-10.00-20.00-30.00-40.00-50.00-60.00-70.00 Bz Dst -80.00 Gambar 4-5: Plot antara indeks badai geomagnet Dst dengan medan magnet antar planet Bz 57

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 2008:47-59 4.5 Keterkaitan Indeks Gangguan Geomagnet Dengan Kecepatan Angin Surya Gambar 4-6 memperlihatkan plot antara kecepatan angin surya pada saat badai geomagnet dengan intensitas badai. Kedua parameter in tidak mempunyai keterkaitan yang erat. Walaupun pada beberapa kejadian, angin surya dengan kecepatan yang tinggi dapat menimbulkan gangguan geomagnet dengan intensitas yang kuat. Akan tetapi tidak ada hubungan yang lebih jelas antara keduanya. Seperti yang dikatakan oleh Burton et al. (1975), bahwa efektivitas angin surya dalam menyebabkan gangguan geomagnet tidak hanya tergantung pada kecepatan, akan tetapi juga pada medan magnet antar planet yang mengarah ke selatan. Kecepatan Angin Surya dan Dst 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0-500 -400-300 -200-100 0 Dst (nt) Gambar 4-6: Plot antara intensitas gangguan geomagnet (Dst) dengan kecepatan angin surya Kecepatan AnginSurya (km/detik) 5 KESIMPULAN Hasil yang telah diperoleh dalam mengidentifikasi sumber badai geomagnet yang kuat menunjukkan bahwa badai geomagnet umumnya disebabkan oleh munculnya CME di matahari. Posisi CME yang menyebabkan badai ini umumnya terletak di bagian barat matahari. Hal ini disebabkan oleh melengkungnya medan magnet karena rotasi matahari, sehingga sumber gangguan yang kemungkinan besar mengenai bumi berasal dari sisi barat. Sedangkan gangguan yang berasal dari bagian timur bisa disebabkan oleh tekanan plasma yang berasal dari CME sangat kuat, sehingga melebihi tekanan medan magnet. Akibatnya gerakan plasma tidak mengikuti garis medan magnet. CME penyebab gangguan geomagnet yang kuat ini, setelah terlontar dari matahari membutuhkan waktu antara 15 hingga 120 jam untuk sampai ke bumi. Selang waktu ini umumnya bergantung pada kecepatan awal CME tersebut. Akan tetapi kecepatan awal CME ini tidak terkait dengan besar gangguan yang ditimbulkannya. Ini terlihat dari tidak adanya korelasi yang baik antara kecepatan awal CME 58

dengan indeks geomagnet Dst. Demikian juga tidak adanya keterkaitan antara kecepatan angin surya dengan intensitas gangguan. Keterkaitan yang erat tampak pada komponen medan magnet arah selatan (Bz). Semua badai geomagnet yang diteliti di atas mempunyai komponen medan magnet yang mengarah ke selatan. Selain itu berdasarkan plot yang telah dibuat amplitudo kuat medan magnet arah selatan ini tampaknya berkaitan dengan kuat gangguan medan magnet (Dst) yang muncul, dalam arti bahwa geoefektivitas dari CME juga ditentukan oleh kuat medan magnet antar planet yang mengarah ke selatan. Oleh sebab itu dalam memprakirakan dampak aktivitas matahari (khususnya CME), baik waktu maupun intensitasnya, tidak dapat semata-mata hanya melihat parameter yang ada di matahari, karena ternyata medium antar planet juga mempunyai peran penting dalam menentukan intensitas gangguan pada geomagnet. DAFTAR RUJUKAN Brueckner, G.E.; Howard, L.A.; Koomen, M.J.; Korendyke, C.M.; Michels, D.J.; Moses, J.D.; Socker, D.G.; Dere, K.P.; Lamy, P.L.; Llebaria, A.; Bout, M.V.; Schwenn, R.; Simnett, G.M.; Bedford, D.K.; Eyless, C.J.; 1998. Geophys. Res. Lett. 25, 3019. Burton, R.K.; McPherron, R.L.; Russel, C.T.,1975. J. Geophys. Res. 80, 4204. Cane, H.V.; Richardson, I.G.; St. Cyr, O.C., 2000. Geophys. Res. Lett. 27, 3591. Kahler, S.W., 1992. Annu. Rev. Astron. Astrophys. 30, 113. Kumar, S., Yadav, M.P., 2003. Proc. of 28 th International Cosmic Ray Conference, Universal Academy Press Inc, 3665. Webb, D.F.; Cliver, E.W.; Crooker, N.U.; St.Cyr, O.C.; Thompson, B.J., 2000. J. Geophys. Res. 105, 7491. Zhang, J.; Dere, K.P.; Howard, R.A.; Bothmer, V., 2003. Astrophys. J. 582, 520. 59