GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai

S. Code. Istiarto JTSL FT UGM 2

Jembatan Kereta Api BH 474 Sungai Comal Lintas Semarang- Cirebon Permasalahan erosi lokal di sekitar pilar jembatan

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

BAB I PENDAHULUAN. Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Jembatan Srandakan. Penurunan Pilar Jembatan akibat Degradasi Dasar Sungai dan Erosi Lokal

BAB III LANDASAN TEORI

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE VLUGHTER DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai terancam

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V RENCANA PENANGANAN

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase)

Pengendalian Banjir Sungai

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mengenalkan kepada Peserta beberapa contoh bangunan irigasi, khususnya bangunan sadap, bangunan pembawa, serta bangunan pembagi.

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Pembagian Ruas Lokasi Penelitian

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I-1

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas

BAB 1 KATA PENGANTAR

Gambar 1.1. Dinding penahan tanah geofoam

I. PENDAHULUAN. Pada perencanaan pembangunan sebuah pondasi harus diperhatikan beberapa

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Studi Pengendalian Banjir Sungai Kalidawir Tulungagung

Penggalian dengan menggunakan metode kerja yang menjamin stabilitas kemiringan lereng samping dan tidak membahayakan

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

Stabilitas lereng (lanjutan)

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami kegagalan yang mengakibatkan runtuhnya struktur groundsill di bagian tengah bentang sepanjang lebih kurang 31 m. Saat itu, sisa groundsill yang masih berdiri sekitar 154 m dari panjang bentang groundsill 185 m. Itu pun, sebagian groundsill yang masih berdiri berada dalam posisi miring ke arah hilir. Upaya penanganan kerusakan groundsill tampak sudah dilakukan dengan segera untuk merehabilitasi groundsill dan memfungsikannya sebagai pengaman Jembatan Kretek. Tanpa groundsill, dasar sungai akan mengalami degradasi (penurunan) yang pada gilirannya akan membahayakan kekuatan fondasi dan pilar sebagai penopang jembatan di atasnya. Saat ini, rehabilitasi belum selesai dikerjakan dan groundsill belum menutup seluruh lebar sungai. Apabila groundsill belum berfungsi kembali secara penuh saat musim hujan, maka tidak ada pengaman jembatan terhadap ancaman degradasi dasar sungai. Padahal ancaman tersebut membesar manakala terjadi banjir. Alih- alih mengamankan jembatan, bagian groundsill yang masih terbuka akan sangat rentan terhadap erosi, yang pada gilirannya akan membahayakan struktur groundsill itu sendiri. Tulisan ini mencoba memberikan gambaran mengenai urgensi rehabilitasi groundsill pengaman Jembatan Kretek secara menyeluruh ditinjau dari sudut pandang teknik hidraulik. GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK PERISTIWA 25 JUNI 2007 Groundsill pengaman Jembatan Kretek dibangun pada 2003 oleh Bidang Bina Marga pada Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi DIY. Groundsill berada lebih kurang 100 m di hilir Jembatan Kretek dan dimaksudkan sebagai pengaman pilar jembatan terhadap ancaman degradasi dasar sungai. Gambaran situasi di lokasi Groundsill Kretek disajikan pada Gambar 1. Pada 25 Juni 2007, debit aliran sungai meningkat dan groundsill tidak mampu menahan beban tekanan akibat aliran tersebut. Sebagian bentang groundsill di bagian tengah, sepanjang 31 m 1 Dr. Ir. Istiarto, M.Eng., ahli hidraulika, anggota Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Cabang Yogyakarta (072059), anggota Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (9309005), dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM. Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 1

roboh. Akibatnya, terjadi pemusatan aliran di bagian ini dengan kecepatan aliran yang besar. Hal ini memicu terjadinya degradasi dasar sungai yang cukup besar dalam waktu singkat. Akibat selanjutnya, fondasi/pilar jembatan tersingkap, bagian yang tertanam berkurang, dan daya topang fondasi dan pilar jembatan mengecil. Gambar 2 menunjukkan situasi groundsill sebelum dan setelah mengalami kegagalan yang terjadi pada 25 Juni 2007. Gambar 3 menunjukkan dengan jelas fondasi/pilar jembatan yang tersingkap lebih kurang 3 m segera setelah sebagian bentang groundsill roboh. Tanpa groundsill, dasar sungai akan rentan terhadap degradasi yang akan menyebabkan semakin tersingkapnya fondasi sehingga bagian yang tertanam berkurang dan daya topang pilar jembatan mengecil. Apabila degradasi dasar sungai tidak dicegah, pilar jembatan akan semakin tersingkap. Ditambah dengan ancaman erosi lokal di sekitar pilar, daya dukung fondasi dan pilar dalam menopang jembatan akan melemah dan membahayakan keamanan struktur jembatan. Peristiwa seperti ini pernah terjadi di Jembatan Srandakan Yogyakarta pada 2001. Akibat kegagalan fungsi fondasi dan pilar jembatan yang dipicu oleh degradasi dasar sungai dan erosi lokal di sekitar pilar, tiga bentang Jembatan Srandakan turun. Gambar 1: Lokasi groundsill pengaman Jembatan Kretek. ±31 m Gambar 2: Groundsill pengaman Jembatan Kretek sebelum (gambar kiri) dan sesudah (gambar kanan) kerusakan yang terjadi pada 25 Juni 2007. Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 2

dasar sungai semula ±3 m Gambar 3: Pilar Jembatan Kretek tersingkap lebih kurang 3 m akibat degradasi dasar sungai yang terjadi segera setelah kerusakan groundsill pada 25 Juni 2007. STRUKTUR GROUNDSILL Groundsill pengaman Jembatan Kretek terdiri dari dua baris sheet pile beton pratekan mutu K700 dengan jarak antar sheet pile 2 m dan panjang bentang 185 m. Elevasi muka sheet pile baris hulu lebih tinggi satu meter dari elevasi muka sheet pile baris hilir. Ujung groundsill kanan dan kiri (masing- masing sepanjang 5 m) dibuat lebih tinggi satu meter terhadap muka groundsill di bagian tengah. Sheet pile yang digunakan mempunyai panjang 7 m, dipancang sedalam lebih kurang 6 m. Bagian tengah groundsill antara kedua baris sheet pile diisi bronjong sedalam 1 m di bawah muka tanah asli. Struktur Groundsill Kretek disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Gambar 4: Potongan memanjang struktur asli groundsill pengaman Jembatan Kretek. Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 3

Gambar 5: Potongan melintang struktur asli groundsill pengaman Jembatan Kretek. Dalam kasanah teknik sungai, groundsill adalah bangunan melintang sungai untuk keperluan stabilisasi dasar sungai dari ancaman erosi atau degradasi. Umumnya, ambang atau mercu groundsill berada di atau dekat dasar sungai. Berbeda dengan bendung, yang juga merupakan bangunan melintang sungai, groundsill tidak dimaksudkan untuk membendung aliran atau menaikkan muka air. Karena mercu yang berada di dekat dasar sungai, maka tidak ada terjunan melalui mercu groundsill. Dengan demikian, groundsill pada umumnya tidak perlu dilengkapi dengan bangunan pemecah energi aliran di sisi hilirnya. Beberapa contoh groundsill seperti ini ada di S. Code Yogyakarta seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6: Beberapa contoh groundsill yang ada di S. Code Yogyakarta. Fungsi groundsill dalam menstabilkan dasar sungai dicapai dengan prinsip pencegahan degradasi dasar sungai dan mempertahankan elevasi dasar sungai setaraf mercu groundsill. Dalam beberapa kasus yang jarang ditemui, ada groundsill yang dibangun dengan posisi mercu jauh di atas dasar sungai. Groundsill semacam ini ditujukan untuk menaikkan dasar sungai, misalnya ke posisi semula sebelum terjadinya degradasi dasar sungai. Ilustrasi groundsill pada umumnya dan groundsill bermercu tinggi disajikan pada Gambar 7. Groundsill Srandakan merupakan contoh groundsill yang dibangun dengan tujuan seperti ini (Gambar 8). Karena posisi mercu yang tinggi, aliran air yang melewati mercu groundsill memiliki energi yang besar sehingga harus diredam agar tidak mengerosi dasar sungai di hilir groundsill. Hal ini dilakukan Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 4

antara lain dengan penempatan lantai beton di hilir groundsill. Apabila energi aliran tidak diredam, maka erosi yang terjadi di hilir groundsill akan membahayakan struktur groundsill karena dapat menyebabkan badan groundsill mengguling, runtuh, atau roboh. dasar sungai awal dasar sungai akhir dasar sungai awal dasar sungai degradasi dasar sungai akhir Gambar 7: Profil groundsill pada umumnya (gambar atas) dan groundsill tinggi (gambar bawah). Gambar 8: Groundsill Srandakan sebagai contoh groundsill tinggi. REHABILITASI GROUNDSILL KRETEK URGENSI REHABILITASI Seperti telah dipaparkan di awal tulisan ini, robohnya sejumlah sheet pile groundsill pengaman Jembatan Kretek memicu degradasi dasar sungai yang sangat cepat sehingga fondasi/pilar Jembatan Kretek tersingkap lebih kurang 3 m. Untuk mencegah degradasi dasar sungai lebih lanjut dan mengamankan pilar jembatan, rehabilitasi groundsill sangat mendesak untuk dilaksanakan. Urgensi rehabilitasi groundsill dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu: 1) pemberian perlindungan segera kepada pilar jembatan terhadap ancaman degradasi dasar sungai, 2) pencegahan kerusakan lebih lanjut pada struktur groundsill yang masih berdiri, 3) pengendalian aliran sungai untuk mencegah potensi serangan pada tebing, khususnya tebing kiri. Pemberian perlindungan yang segera kepada pilar jembatan diperlukan mengingat terbukanya sebagian bentang groundsill mengakibatkan pemusatan aliran sungai di bagian yang terbuka. Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 5

Kecepatan aliran meningkat tajam dibandingkan saat groundsill masih utuh. Semula, aliran sungai melewati mercu groundsill (lebar mercu sekitar 173 m) dan karena efek pembendungan aliran oleh groundsill, kecepatan aliran kecil. Setelah terbukanya sebagian bentang groundsill (lebar bagian terbuka 31 m), debit yang sama akan memiliki kecepatan aliran yang jauh lebih besar. Peningkatan kecepatan aliran berakibat langsung pada peningkatan risiko degradasi dasar sungai. Pencegahan kerusakan lebih lanjut pada struktur groundsill yang masih berdiri penting segera dilakukan. Kerusakan ini dapat meluas, khususnya di bagian groundsill yang secara struktural melemah namun masih berdiri, serta di ujung groundsill yang terbuka. Bagian groundsill yang secara struktural melemah akan rawan roboh. Demikian pula bagian ujung groundsill yang terbuka, yang menjadi alur utama sungai, rawan terhadap gerusan di dasar sungai. Jika bagian- bagian tersebut roboh, akan menarik bagian groundsill di dekatnya. Kerusakan groundsill menjadi lebih parah. Rehabilitasi groundsill dengan segera diperlukan pula untuk mengendalikan aliran sungai, khususnya pada saat debit besar (selama musim hujan). Dengan terpusatnya aliran melalui bagian groundsill yang terbuka, terjadi penyempitan tampang aliran. Selain terjadi peningkatan kecepatan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, timbul pula risiko serangan gerusan ke arah tebing. Potensi ini tampak nyata di tebing kiri (selatan). Suatu kebetulan, alur sungai di sisi hulu groundsill berada di dekat tebing kiri. Hal ini menambah kerawanan tebing kiri. UPAYA REHABILITASI YANG TELAH DILAKUKAN Langkah yang cepat untuk menangani kerusakan groundsill pengaman Jembatan Kretek tampak telah dilakukan. Perbaikan dilakukan dengan perkuatan struktur dengan pemancangan sheet pile baja di sisi hilir sheet pile lama serta penempatan lantai hilir. Sheet pile baja ditambahkan di sisi hilir bagian groundsill yang mengalami kerusakan. Dengan cara ini, seluruh bentang groundsill akan menutup. Aliran akan terbentung dan degradasi dasar sungai berhenti, bahkan sedimen diharapkan akan mengisi alur sungai di hulu groundsill sehingga dasar sungai naik sampai mercu groundsill. Dengan demikian, groundsill akan berfungsi kembali untuk mengamankan pilar Jembatan Kretek terhadap ancaman degradasi dasar sungai. Penambahan lantai hilir, yang tidak ada pada groundsill asli, merupakan langkah yang tepat. Pada keadaan dasar sungai dan saat ini, mercu groundsill pengaman Jembatan Kretek berada 4 m di atas dasar sungai. Oleh karena itu, diperlukan peredaman energi kinetik aliran yang melewati mercu. Lantai hilir juga berfungsi sebagai lantai rayapan untuk mencegah terjadinya piping. Piping adalah fenomena terbawanya butir material dasar sungai bersama- sama aliran seepage melalui bawah groundsill. Hal ini mengancam stabilitas sheet pile. Gambar 9 menunjukkan sheet pile baja dan lantai hilir saat pelaksanaan rehabilitasi groundsill. Pelaksanaan rehabilitasi groundsill, dengan pertimbangan ketersediaan dana, dapat dilakukan dengan cara pentahapan. Langkah pentahapan ini juga dipilih dalam pelaksanaan rehabilitas groundsill pengaman Jembatan Kretek. Satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pentahapan adalah pertimbangan aspek teknik hidraulika, selain aspek ketersediaan dana, harus menjadi hal yang utama. Dalam setiap pentahapan, aliran di sungai tentulah akan terusik dan bereaksi terhadap keberadaan atau penambahan struktur baru. Sebagai contoh, perpindahan alur sungai Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 6

yang sangat mungkin terjadi selama pelaksanaan. Perubahan ini haruslah dijaga agar tidak terlalu membahayakan atau memicu terjadinya gerusan di dasar, tebing, atau juga di bagian struktur yang telah selesai dikerjakan. lantai hilir Gambar 9: Rehabilitasi groundsill pengaman Jembatan Kretek yang menunjukkan penambahan sheet pile baja di sisi hilir sheet pile beton lama (gambar kiri) dan lantai hilir beton (gambar kanan). Sampai saat ini, rehabilitasi belum selesai dikerjakan. Rehabilitasi bagian bentang groundsill di sisi kiri belum dilaksanakan. Bagian ini merupakan tempat alur aliran sungai. Pelaksanaan rehabilitasi di bagian ini menuntut kehati- hatian mengingat keharusan untuk mengalihkan aliran selama pelaksanaan rehabilitasi. Satu hal yang perlu diantisipasi adalah potensi berubahnya arah aliran ke arah tebing kiri yang dapat menyebabkan gerusan tebing. PENUNTASAN REHABILITASI Dalam upaya rehabilitasi groundsill pengaman Jembatan Kretek, perlu diperhatikan bahwa rehabilitasi harus dilaksanakan sampai seluruh bentang groundsill. Adalah berbahaya untuk membiarkan sebagian bentang dalam posisi lemah dan bahkan terbuka. Saat rehabilitasi selesai dilaksanakan di seluruh bentang, aliran sungai akan seluruhnya melalui mercu groundsill. Nantinya, dasar sungai di hulu groundsill akan naik mendekati mercu sehingga dasar sungai di tempat ini diharapkan merata di seluruh lebar sungai. Dengan demikian, aliran pun akan terbagi secara merata di sepanjang bentang mercu groundsill. Beban gaya- gaya aliran akan didukung secara merata oleh seluruh groundsill. Sebaliknya, apabila ada bagian yang belum selesai dikerjakan maka bagian tersebut menjadi titik rawan. Apalagi, apabila ada bagian yang terbuka dan debit aliran yang besar datang, maka timbul potensi kerusakan yang cukup besar seperti dipaparkan pada paragraf di bawah ini. Sebagai ilustrasi, andaikata terjadi penghentian pelaksanaan rehabilitasi dengan menyisakan sebagian bentang di sisi kiri belum diperkuat dan aliran melalui suatu bagian yang terbuka seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Dalam keadaan seperti itu, setidaknya ada 3 ancaman kerusakan, yaitu gerusan di ujung struktur groundsill baru (A), gerusan di ujung struktur groundsill lama (B), dan gerusan tebing kiri (C). Pada saat aliran dengan debit besar datang, aliran akan terpusat di bagian yang terbuka. Seperti telah dipaparkan sebelumnya pada tulisan ini, akan terjadi peningkatan kecepatan aliran yang sangat besar di bagian terbuka tersebut. Aliran ini memiliki energi yang besar untuk menggerus Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 7

dasar sungai. Terjadi degradasi dasar sungai di bentang yang terbuka dan erosi/gerusan lokal di bagian ujung- ujung sheet pile maupun lantai hilir di A. Kombinasi degradasi dasar sungai dan erosi lokal tersebut akan dengan mudah memicu robohnya sheet pile di A dan patahnya lantai hilir di A, yang nota bene merupakan struktur baru. Hal yang sama seperti di atas terjadi pada sheet pile di B; sheet pile di lokasi ini akan dengan mudah roboh. Apalagi, sheet pile di bagian ini belum diperkuat, sehingga seluruh sheet pile rawan roboh. Robohnya sheet pile di ujung B akan menarik sheet pile lainnya mengingat deret sheet pile disatukan dengan cap di bagian atas. Gerusan tebing di C sangat berisiko terjadi. Akibat aliran yang dominan di bagian kiri ini, sangat mungkin terjadi gerusan di tebing C. Gerusan dapat diawali di ujung hulu perkuatan tebing (sayap), di ujung hilir perkuatan tebing, maupun di dasar sungai. Apabila aliran sungai telah menggerus tebing di belakang perkuatan C, maka perkuatan tebing akan sangat mudah roboh dan tebing menjadi rawan runtuh. C A 1 B 2 3 4 AWLR Arah Aliran 1. Pekerjaan Bronjong 2. Lantai Olakan 3. Steel Sheet Pile Uk 12m x 0,4m 4. Timbunan Tanah Pilihan pada bagian hulu groundsill Gambar 10: Skenario rehabilitasi groundsill pengaman Jembatan Kretek yang menyisakan sebagian bentang sisi kiri belum diperkuat dan sebagian terbuka. Dari paparan di atas dapat pula disimpulkan bahwa groundsill, untuk dapat berfungsi sebagai pencegah degradasi dasar sungai, haruslah selesai seluruhnya. Apabila hanya sebagian yang dibangun, apalagi jika ada bagian yang masih terbuka, maka groundsill belum dapat berfungsi seperti seharusnya dan bahkan timbul risiko kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu, pentahapan pelaksanaan tidak menghilangkan nilai kesatuan konstruksi dari bangunan groundsill sebagai struktur pencegah degradasi dasar sungai dan pelindung jembatan. PENUTUP Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 8

Dari paparan dalam tulisan ini, tampak bahwa dari sisi teknik hidraulik penuntasan rehabilitasi groundsill merupakan suatu keharusan. Membiarkan sebagian groundsill dalam posisi lemah dan terbuka sampai datangnya debit besar pada musim hujan bukanlah pilihan tindakan yang tepat. Tidak hanya belum menghilangkan ancaman degradasi dasar sungai yang akan membahayakan Jembatan Kretek, ketidak- tuntasan rehabilitasi dapat memicu kerusakan groundsill lebih lanjut. Bahkan bagian yang telah direhabilitasi pun berisiko mengalami kerusakan. Pilihan ini mengandung risiko kerugian yang lebih besar, baik terhadap biaya rehabilitasi yang telah dilaksanakan maupun kerugian akibat kerusakan tambahan yang terjadi. Oleh karena itu, penuntasan rehabilitasi merupakan tindakan terbaik yang harus dilakukan. - o0o- Istiarto, JTSL FT UGM, Juli 2008 9