II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran menurut Soekamto dalam Trianto (2007:5) Joyce dalam Trianto (2007: 5) menjelaskan pula definisi model

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayu Pipit Fitriyani, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. antara objek dengan simbol (Hwang dkk., 2007). untuk merepresentasikan suatu fenomena disebut multiple representasi.

BAB I PENDAHUUAN. aspek organisasi atau pribadi (Djamarah, 2006). menyertai perubahan tersebut Ilmu kimia merupakan salah satu ilmu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Benyamin Bloom (dalam Sudjana 2011: 22-31), membagi hasil belajar. menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya

BAB I PENDAHULUAN. Adapun fungsi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih baik. Dari tidak tahu menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA berdasarkan National Education Standart (Asri

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ENDANG SARINI

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II KAJIAN TEORETIS. tersebut dapat menghasilkan suatu bentuk perubahan yang nampak pada diri siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,

1 Pendidikan Teknik Bangunan Universitas Sebelas Maret 2,3 Dosen Pendidikan Teknik Bangunan Universitas Sebelas Maret

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin dengan mengarahkan berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata kunci : Ability Grouping, Hasil belajar, Mekanika Teknik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jurnal belajar merupakan sebuah catatan harian mengenai proses

Hesti Yunitasari Universitas PGRI Yogyakarta

Kata kunci : Ability Grouping, Hasil belajar, Mekanika Teknik

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penelitian tindakan kelas ini diawali dengan wawancara dan observasi. awal, yaitu pembelajaran yang berlangsung secara alamiah, kemudian dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA. menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, dalam proses belajarmengajar,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian,

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHASISWA MELALUI DIRECT INSTRUCTIONAL PADA MATAKULIAH PENGANTAR AKUNTANSI

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Inovasi Pembelajaran untuk Pendidikan Berkemajuan FKIP Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 7 November 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF. Dr. Syamsurizal

BAB I PENDAHULUAN. terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN AFEKTIF SISWA MELALUI PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN HIDROKARBON KELAS X SMA PGRI PEKANBARU

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi adalah keterampilan untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Exclusive Penerapan model pembelajaran dapat memudahkan guru dalam merancang pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah kegiatan yang sistematis sehingga KBM terorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran, pendapat ini didukung oleh Sagala (2005: 175) yang mengemukakan bahwa: Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorgaisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai acuan dalam merancang kegiatan pembelajaran untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang kondusif agar tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Telah banyak dikembangkan model pembelajaran guna membantu Guru dalam menyajikan pembelajaran yang terstruktur, sistematis, dan menarik, salah satunya yaitu model pembelajaran Exclusive (Exploring, Clustering, Simulating, Valuing, and Evaluating).

6 Abdurrahman, dkk. (2012: 217) memaparkan bahwa model pembelajaran Exclusive dikembangkan berdasarkan kerangka model Sudiarta (Sudiarta, 2005) yaitu model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistimatis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik yang meliputi: 1) Rasional teoritik; landasan berfikir bagaimana hakikat peserta didik dapat belajar dengan baik, 2) sintaks; bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru, 3) prinsip interaksi; bagaimana guru memposisikan diri terhadap siswa, maupun sumber-sumber belajar, 4) sistem sosial; bagaimana cara pandang antar komponen dalam komunitas belajar, 5) sistem pendukung; bagaimana lingkungan belajar yang mendukung, 6) dampak pembelajaran; bagaimana hasil dan dampak pembelajaran yang diharapkan baik dampak instruksional (instructional effect) maupun dampak pengiring (nurturant effect), diharapkan menjadi salah satu solusi bagi peningkatan pemahaman sains anak-anak Indonesia. Model pembelajaran Exclusive berguna dalam mengkaji fakta atau fenomena yang ada di lingkungan sekitar dan terkait dengan pengalaman nyata siswa sehari-hari (Abdurrahman, dkk., 2012: 218). Model ini dikembangkan berbasis teori konstruktivisme, yaitu salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstrusi (bentukan) kita

7 sendiri. Model pembelajaran Exclusive juga dikembangkan berdasarkan teori metakognisi yang menitik beratkan pada pengetahuan kesadaran dan kendali atas proses. Model Exclusive memiliki sintaks utama yaitu Exploring, Clustering, Simulating, Valuing, and Evaluating, sintaks pembelajaran ini dapat diuraikan sebagai berikut: Fase 1: Exploring Setelah apersepsi dan memotivasi singkat mengenai tema yang akan dipelajari, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dimana masing-masing kelompok mempunyai tugas untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait dengan informasi rinci mengenai tema yang dipelajari. Setiap kelompok bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap anggotanya telah menguasai informasi. Fase 2: Clustering Setelah masing-masing kelompok mendapat informasi yang cukup bayak dalam waktu yang telah ditentukan, guru dan siswa mencari kesamaankesamaan informasi yang didapat pada langkah pertama untuk dibuat clustercluster informasi. Kemudian, dari cluster informasi yang terbentuk, dibentuk lagi kelompok-kelompok yang akan secara spesifik mendalami cluster informasi yang bersangkutan. Setelah cluster informasi terbentuk, guru dan siswa berdiskusi untuk mengkonfirmasi clustered data sebelum dilakukan simulasi. Misal, clustered data/ informasi tersebut dirumuskan menjadi langkah-langkah nyata yang disimulasikan.

8 Fase 3: Simulating Pada tahap ini siswa diajak untuk melakukan simulasi agar dapat memahami konsep dengan pengalaman secara langsung. Fase 4: Valuing Pada tahap ini melalui diskusi dan simulasi siswa diajak untuk memahami manfaat/ aplikasi konsep yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Fase 5: Evaluating Tahap yang terakhir adalah mengevaluasi jalannya keseluruhan proses pembelajaran sehingga memperoleh sejumlah rumusan rekomendasirekomendasi perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya. Dalam tahap ini jika dari hasil evaluasi masih ada hal-hal yang perlu digali lebih dalam, tahap exploring dapat dilakukan kembali dan begitu seterusnya seperti sebuah siklus. Gambar 2.1 Siklus Model Pembelajaran Exclusive

9 Model pembelajaran Exclusive menuntut siswa terlibat aktif, saling tukar pikiran, berkolaborasi, berkomunikasi, dan bersimulasi bersama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pada model ini guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan moderator saja dan yang berperan aktif adalah siswa, dengan kata lain pembelajaran ini berpusat pada siswa. Dampak instruksional dan dampak pengiring dari model pembelajaran Exclusive, seperti yang dijelaskan Abdurrahman, dkk. (2012: 221) yaitu dampak instruksional yang diperoleh siswa adalah memiliki kemampuan dalam mengkonstruksi pengatahuan, kemampuan pemecahan masalah, dan penguasaan materi pembelajaran baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta dampak pengiring yang diperoleh siswa adalah nilai-nilai positif dalam membangkitkan kesadaran akan pengetahuan yang relevan dan sikap kritis siswa dalam belajar. Dampak yang diperoleh siswa setelah diterapkan pembelajaran Exclusive di kelas tidak hanya dapat merubah dan meningkatkan kemampuan siswa dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor saja namun juga perubahan lainnya berupa bertambahnya nilai-nilai positif siswa dan sikap kritis dalam belajar, hal ini tentu merupakan tujuan dari belajar yang diharapkan baik siswa maupun guru. 2. Model Direct Instruction (DI) Model Direct Instruction (DI) menurut Setiawan (2010: 8) merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari

10 keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajar selangkah demi langkah. Model DI ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang sesuatu) dan pengetahuan deklaratif (pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu) yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi langkah. Ciri-ciri model DI menurut Trianto (2007: 29-30) yaitu: 1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada peserta didik termasuk prosedur penilaian belajar. 2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran. 3. System pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. Menurut Joyce & Weil (2000: 24) Model DI memiliki sintaks yang terdiri dari lima fase yaitu fase orientasi, fase presentasi atau demonstrasi, fase latihan terstruktur, fase latihan terbimbing dan fase latihan mandiri yang membutuhkan peran berbeda dari pengajar, kelima fase tersebut dijelaskan sebagai berikut: Fase 1: Orientasi Guru mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada siswa siswanya melalui rangkuman rencana pembelajaran dengan cara menuliskannya di papan tulis atau membacakannya. Guru berusaha menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimilikinya yang relevan dengan pokok bahasan yang dipelajari.

11 Fase 2: Presentasi atau demonstrasi Guru menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dalam langkah-langkah kecil, pemberian contoh-contoh konsep, pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas dapat mempermudah siswa memahami materi pelajaran. Fase 3: Latihan terstruktur Setelah presentasi dan demonstrasi siswa diberikan latihan-latihan awal mengenai materi ajar yang terkait dengan materi yang telah dipresentasikan dan didemonstrasikan secara bertahap. Pada fase ini, siswa juga dapat diikut sertakan dalam proses demonstrasi, sehingga semua siswa dapat menggunakan dengan baik. Jika diperlukan, guru dapat menjelaskan kembali hal-hal yang dianggap sulit atau belum dipahami siswa. Fase 4: Latihan terbimbing Siswa diberikan latihan-latihan yang harus dikerjakan. Pada latihan ini, siswa melakukan latihan, guru memonitoring dan memberikan arahan serta koreksi jika diperlukan. Pada fase ini, kegiatan yang tidak kalah penting mengecek pemahaman siswa dan memberikan umpan balik. Kegiatan ini merupakan aspek penting dalam pengajaran langsung karena tanpa mengetahui hasilnya, latihan tidak banyak memberikan manfaat pada pembelajaran. Fase 5: Latihan mandiri Memberikan latihan mandiri berupa pekerjaan rumah.

12 Model ini juga memiliki dampak intruksional dan dampak pengiring. Dampak instrusional yaitu dapat meningkatkan keterampilan dasar dan keterampilan akademik siswa, membangun minat dan menimbulkan rasa ingin tahu, dan merangsang siswa untuk berpikir cepat. Dampak pengiringnya yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kreativitas siswa, dan melalui kesuksesan serta respon balik positif dapat memperkaya penghargaan diri siswa. Model pembelajaran memiliki keunggulan dan kelemahan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi guru sebelum menggunakan sebuah model dalam merancang kegiatan belajar. Berikut ini adalah keunggulan dan kelemahan dari model DI (Sudrajat, 2011: 1). Keunggulan model DI, yaitu: 1. Guru dapat mengendalikan isi dan urutan materi pelajaran sehingga dapat mempertahankan fokus tujuan yang ingin dicapai. 2. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas kecil ataupun kelas besar. 3. Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang terstruktur. 4. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah. 5. Penggunaan waktu KBM yang efektif.

13 6. Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini. 7. Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian terkini. 8. Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat). 9. Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas tersebut. 10. Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif. 11. Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya. Kelemahan model DI, yaitu: 1. Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.

14 2. Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa. 3. Siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka. 4. Guru yang menjadi pusat kegiatan belajar, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat. 5. Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa. 6. Sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak perilaku komunikasi positif. 7. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.

15 8. Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan. 9. Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri. 10. Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham. 11. Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru. 3. Hasil Belajar Kegiatan belajar yang dilakukan siswa bertujuan untuk memperoleh suatu hasil tertentu yang biasa kita sebut sebagai hasil belajar. Hasil belajar merupakan suatu indikator berhasil atau tidaknya kegiatan belajar yang dilakukan. Pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Zain (2006: 121) yang mengatakan bahwa: Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

16 Sardiman juga menerangkan tentang pengertian belajar dalam pandangan teori konstruktivisme, yaitu: Belajar merupakan proses aktif dari si subjek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengertiannya menjadi berkembang. Teori kontruktivisme menerangkan lima prinsip atau ciri dalam belajar (Suparno, 1997 dalam Sardiman, 2007: 38), yaitu: a) Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. b) Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus. c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri. d) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. e) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang memengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari. Teori ini menjelaskan kepada guru bahwa siswa dalam belajar memiliki pengetahuan awal yang harus dibangun dan dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga dalam menyusun perencanaan pembelajaran harus didasari pada prinsip ini. Definisi belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya.

17 Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja baik di sekolah, di kelas, di jalanan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan sebelumnya (Hamalik, 2008: 154). Belajar dan pembelajaran sebagai suatu proses mengandung triangulasi atau hubungan erat tiga komponen yaitu: (1) Tujuan pembelajaran, (2) Kegiatan pembelajaran, (3) Hasil belajar. Sudjana (2009: 2) menggambarkan Triangulasi tersebut dalam diagram sebagai berikut. Gambar 2.2 Diagram Triangulasi Garis (a) menunjukan hubungan anatara tujuan pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Garis (b) menunjukan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan hasil belajar. Merupakan kegiatan penilaian untuk mengetahui keefektifan kegiatan pembelajaran dalam mencapai hasil belajar yang optimal.

18 Garis (c) menunjukan hubungan antara tujuan pembelajaran dengan hasil belajar, merupakan kegiatan penilaian yaitu suatu tidakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dapat dicapai atau dikuasai siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkan siswa setelah kegiatan pembelajaran. Sudjana menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2009: 22). Bloom (1956) (dalam Sardiman, 2007: 23-24) mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Sedangkan tingkatan-tingkatan dari ketiga ranah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: (a) pengetahuan atau ingatan (Knowledge), (b) pemahaman (Comprehension), (c) analisis (Analysis), (d) sintesis (Syntesis), (e) evaluasi (Evaluation), dan (f) aplikasi (Application). 2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek, yakni: (a) penerimaan (Receiving), (b) jawaban atau reaksi (Responding), (c) penilaian (Valuing), (d) organisasi (Organization) dan (e) karakteristik nilai (Characterization). 3. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, yaitu: (a) Initiatory level, (b) Pre-routine level, (c) Rountinized level.

19 Sardiman juga menjelaskan target jangkauan mengenai pencapaian level sebagaimana diajarkan di tiap-tiap ranah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, tidak harus mencapai level tertinggi. Hasil belajar dikatakan betul-betul baik jika memenuhi dua prinsip atau ciri (Sardiman, 2007: 49-50) sebagai berikut: a) Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Dalam hal ini guru akan senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang baik bagi para siswa yang akan menghadapi ujian. Kalau hasil pengajaran itu tidak tahan lama dan lekas menghilang, berarti hasil belajar itu tidak efektif. b) Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik. Pengetahuan hasil proses belajar-mengajar itu bagi siswa seolaholah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat memengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi dirinya. B. Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Exclusive (X 1 ) dan model DI (X 2 ), variabel terikatnya adalah hasil belajar model pembelajaran Exclusive (Y 1 ) dan hasil belajar model DI (Y 2 ). Dalam penelitian ini diukur hasil belajar berupa pretest dan posttest kedua kelas eksperimen. Kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui Perbedaan rata-rata hasil kedua kelas eksperimen menggunakan analisis uji Independent Sample T Test. Penelitian ini berasumsi bahwa model pembelajaran dapat berpengaruh dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran karena model pembelajaran

20 memiliki langkah-langkah kegiatan belajar yang tersusun secara sistematis sehingga jika guru menerapkan model pembelajaran dalam merencanakan KBM, guru dapat memanfaatkan jam pelajaran yang ada secara optimal dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Indikator ketercapaian tujuan pembelajaran ini tercermin dalam keberhasilan siswa memperoleh hasil belajar di atas KKM. Sebelum menerapkan model pembelajaran dalam merencanakan KBM, Guru harus memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam materi pembelajarannya, karena tidak semua model pembelajaran cocok dengan semua materi pembelajaran. Oleh karena itu sebelum menentukan model yang akan digunakan, Guru sebaiknya mengetahui ciri khas model pembelajaran dan kebutuhan materi pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sebagai acuan menyusun kegiatan pembelajaran harus dipertimbangkan dengan baik karena setiap model pembelajaran memiliki ciri khas, disesuaikan dengan kebutuhan ketercapaian tujuan pembelajaran pada materi pembelajaran. Indikator ketercapaian tujuan pembelajaran ini terinterprestasi dalam hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dalam penelitian ini diperoleh dengan menerapkan pretest di awal kegiatan pembelajaran untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan posttest sebagai hasil dari kegiatan belajar, kemudian dihitung skor N-gain, serta hasil belajar afektif dan psikomotor kedua kelas eksperimen lalu dibandingkan.

21 Agar memperoleh gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigma penelitian seperti berikut: Gambar 2.3 Diagram Kerangka Pemikiran Keterangan: X 1 X 2 Y 1 Y 2 = Model pembelajaran Exclusive = Model DI = Hasil belajar dengan model pembelajaran Exclusive = Hasil belajar dengan model DI C. Hipotesis Tindakan Hipotesis yang akan diuji yaitu: Hipotesis pertama Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar kognitif siswa antara model pembelajaran Exclusive dengan model DI Hipotesis kedua Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar afektif siswa antara model pembelajaran Exclusive dengan model DI

22 Hipotesis ketiga Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar psikomotor siswa antara model pembelajaran Exclusive dengan model DI