BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. 1.1 Latar belakang PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis

UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Sistem administrasi kependudukan merupakan sub sistem dari sistem

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS NONFISIK DANA PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang No 23 Tahun 2006 administrasi kependudukan. untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Karimun berubah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pesat. Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 1

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU

BAB III PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TERHADAP MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PEMBUATAN KARTU KELUARGA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010

LAPORAN PENERAPAN DAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) TAHUN 2014 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA BANDA ACEH

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 36 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 861 TAHUN 2011 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N

URUSAN WAJIB KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu di era globalisasi saat ini sangat maju, hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

KATA PENGANTAR. Muara Beliti, 2014 Kepala Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Musi Rawas

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012

BAB VII STRATEGI DAN PROGRAM PENINGKATAN PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI KABUPATEN BOGOR

TENTANG BUPATI PATI,

EFEKTIVITAS PELAYANAN PUBLIK DALAM BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH

KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KAB.MUSI RAWAS, H. RUDI IRAWAN,S.Sos,M.Si Pembina Utama Muda NIP

KATA PENGANTAR. Terempa, 18 Februari 2015 a.n. KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL SEKRETARIS HERYANA, SE NIP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR : 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pertimbangan keuangan daerah dan pusat, serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II PROGRAM KERJA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

11. URUSAN KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

. PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

rangkaa standar minimal menyeluruh untuk berdasarkan Nomor Kepulauan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 177 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN

1. Pendahuluan. 2. Tinjauan Pustaka

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Transkripsi:

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam fungsi pelayanan publik, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Fungsi pelayanan masyarakat berkaitan erat dengan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan salah satunya adalah administrasi kependudukan (Sianturi, 2004). Berkaitan bidang kependudukan, Indonesia saat ini adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang terkendali dan berkualitas akan sangat mendukung pembangunan berkelanjutan di tanah air. Namun, apabila jumlah penduduk yang besar tersebut diiringi dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan kualitas penduduk yang kurang memadai, kondisi tersebut akan sangat tidak kondusif dan berpotensi bagi makin terpuruknya status sosial dan ekonomi masyarakat dan menyulitkan upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Untuk itu, upaya pengendalian penduduk merupakan suatu keharusan, yaitu melalui pengelolaan kependudukan secara cermat, sehingga tertib administrasi kependudukan dapat menjadi bahan untuk perencanaan pembangunan (Amin, 2009). Dalam Program Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 2009 disebutkan bahwa kebijakan pembangunan kependudukan diarahkan pada upaya untuk menata kebijakan administrasi kependudukan. Tujuan program ini adalah untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak hak penduduk. Misalnya, untuk memperoleh hak dasar dalam perlindungan hukum dan rasa aman, tertib administrasi penduduk, serta tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat. Selain itu, tujuan program ini juga diorientasikan pada reformasi pelayanan registrasi penduduk dan peran serta masyarakat, dengan memperhatikan perencanaan dan pelaksanaan

21 pembangunan yang berkelanjutan, serta mendorong pelayanan publik yang lebih baik (RPJMN 2004-2009, Bappenas, 2004). Pada dasarnya setiap penduduk berhak mendapatkan perlindungan hukum, sementara itu dalam mewujudkan perlindungan terhadap penduduknya, Negara wajib mendata serinci mungkin setiap kejadian yang dialami penduduknya. Dengan demikian, setiap saat negara dapat memantau penduduknya baik dari sisi keberadaan, seperti terkait dengan aspek demografi dan geografi maupun personal status atau hak-hak sipil seperti kelahiran, agama, perkawinan, kewarganegaraan, pertanahan dan sebagainya. Namun untuk mewujudkan hak-hak sipil itu secara baik, masih dijumpai banyak persoalan yang menghambat. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi kendala utama. Pertama, aspek hukum dan kelembagaan dimana masih ditemukan diskriminasi kewarganegaraan. Kedua, kendala geografis dimana sebaran penduduk Indonesia menempati wilayah yang sangat luas dengan budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam sehingga dapat menimbulkan kesulitan tersendiri. Ketiga, terbatasnya sumber daya manusia dan infrastruktur yang dimiliki. Saat ini ada 440 Kabupaten/Kota pendaftaran penduduk dan catatan sipil wajib dilayani oleh Dinas/Badan/Kantor atau Bagian Pemerintahan Kabupaten/Kota (Sasmito & Asgart, 2006). Pengaturan terhadap administrasi kependudukan merupakan masalah yang kompleks mengingat bahwa aspek ini melibatkan banyak instansi dan banyak kepentingan. Di Indonesia satu instansi yang menjadi leading sector dalam bidang administrasi kependudukan adalah Departemen Dalam Negeri. Kebijakan departemen inilah yang merepresentasikan kebijakan administrasi kependudukan di Indonesia, sedangkan implementasi kebijakan ini dapat dilihat dari praktik penyelenggaraan administrasi kependudukan di Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang merupakan instansi yang di bawah kewenangan pengaturan Departemen Dalam Negeri. Pada tahun 2006, Pemerintah mengarahkan pengelolaan administrasi kependudukan melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

22 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain (Pasal 1 butir (1)). Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, setiap penduduk berhak memperoleh dokumen kependudukan, seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Nomor Induk Kependudukan (NIK), Surat Keterangan Kependudukan (pindah, datang, kelahiran, dan kematian), Akta Pencatatan Sipil, dan lain-lain. Penduduk juga berhak memperoleh pelayanan yang sama (tidak ada perlakuan yang bersifat diskriminatif) dalam hal pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Di samping itu, penduduk berhak memperoleh ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana. Di pihak lain, tiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Dari beberapa jenis dokumen kependudukan, bagi masyarakat KTP adalah merupakan dokumen paling vital karena umumnya menjadi dokumen persyaratan untuk mengurus berbagai keperluan, seperti membuat kartu keluarga, paspor, perizinan, mengurus surat keterangan tidak mampu, mengurus dokumen pernikahan, melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan, dan lainnya. Perkembangan beberapa tahun terakhir, peran KTP juga makin vital karena diperlukan jika ingin mendapat bantuan dari berbagai program penanggulangan krisis/kemiskinan, seperti Raskin (Beras untuk Masyarakat Miskin) atau BLT (Bantuan Langsung Tunai). Bahkan pada tahun-tahun terakhir KTP juga telah memasuki ranah politik karena dianggap sebagai bukti dukungan bagi seorang calon kepala daerah dari jalur independen (non partai) dalam Pemilihan Langsung

23 Kepala Daerah (Pilkada) atau pencalonan sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pemilu. Sedemikian vitalnya KTP (maupun dokumen kependudukan lainnya) sehingga pelayanan administrasi kependudukan ini dapat dianggap sebagai salah satu pelayanan publik dasar (seperti halnya pelayanan kesehatan dan pendidikan) yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan tersebut. Terlebih, jenis pelayanan ini merupakan kewenangan pemerintah sepenuhnya karena memang tidak dimungkinkan ada alternatif lain yang dapat digunakan masyarakat seperti pada pelayanan kesehatan dan pendidikan (Pattinasarany dan Kusuma, 2008) Merujuk Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan administrasi kependudukan dengan kewenangan meliputi : 1. Pembentukan instansi pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang administrasi kependudukan. 2. Pengaturan teknis penyelenggaraan administrasi kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundangan. 3. Pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan administrasi kependudukan. 4. Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang administrasi kependudukan. 5. Penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan. 6. Pengelolaan dan penyajian data kependudukan berskala kabupaten/kota. Sejalan dengan arah penyelenggaraan administrasi kependudukan, maka pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagai sub-sub sistem pilar dari administrasi kependudukan perlu ditata dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan manfaat dalam perbaikan pemerintahan dan pembangunan. Pengelolaan pendaftaran penduduk merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dimana dalam pelaksanaanya diawali dari desa/kelurahan selaku ujung tombak pendaftaran penduduk. Dalam pelayanan tersebut perlu dilakukan

24 dengan benar dan cepat agar penduduk merasa mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Dalam prakteknya, meskipun terbitnya Undang-undang tersebut memberikan suasana yang kondusif dalam bidang administrasi kependudukan, implementasinya di lapangan masih banyak ditemui banyak permasalahan, terutama di tingkat daerah. Mengingat kondisi demografis, sosial, ekonomi, politik dan tipologi setiap daerah yang berbeda - beda. Implementasi kebijakan administrasi kependudukan tersebut dipengaruhi oleh aspek landasan hukum, aspek kelembagaan dan sumber daya manusia, aspek penerapan teknologi dan sistem pelayanan, aspek registrasi, aspek demografis (kesadaran masyarakat) dan aspek pengolahan data penduduk (Insani, 2008). Kabupaten Bogor merupakan salah satu hinterland di bagian Selatan kota Jakarta dengan jumlah penduduk yang cukup besar yaitu sebanyak 4.302.974 jiwa pada tahun 2008 (Pendataan Keluarga Kabupaten Bogor, 2008). Hal ini mendukung pesatnya perkembangan sektor industri dan perumahan di wilayah Kabupaten Bogor. Arus migrasi akibat pertambahan dan perpindahan penduduk yang mencari lapangan pekerjaan dan tempat tinggal dapat menimbulkan dampak negatif terhadap administrasi kependudukan di Kabupaten Bogor, terutama mengenai kepemilikan KK atau KTP ganda. Sehingga hal tersebut dapat membawa pengaruh yang cukup besar terhadap kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik dan ketertiban penduduk itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya suatu penataan administrasi kependudukan yang dapat menunjang terciptanya suatu kondisi tertib dan tentram sebagai salah satu syarat atau titik sentral yang sangat dibutuhkan di dalam setiap perencanaan pelaksanaan kegiatan pembangunan baik oleh instansi pemerintah maupun swasta di Kabupaten Bogor. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor adalah salah satu unsur Pemerintah Kabupaten Bogor yang mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasar asas otonomi di bidang kependudukan dan pencatatan sipil serta tugas pembantuan. Dalam mewujudkan tertib administrasi kependudukan melalui peningkatan pelayanan kependudukan dan peningkatan data base kependudukan, Dinas Kependudukan

25 dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor berusaha terus secara konsisten untuk meningkatkan sistem administrasi dan pelayanan dalam bidang kependudukan dengan menindaklanjuti Undang undang No. 23 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 melalui diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bogor No.9 Tahun 2009, tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah kajian tentang bagaimana strategi peningkatan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten Bogor. 1.2 Perumusan Masalah Tuntutan masyarakat terhadap peningkatan pelayanan di semua lini yang dilakukan oleh birokrat semakin terbuka. Masyarakat berharap pelayanan dalam pembuatan KTP misalnya dapat dilakukan dengan cepat, tepat dan mudah serta murah. Tidak sesuainya pelayanan administrasi kependudukan yang diberikan oleh pemerintah dengan harapan masyarakat menjadi salah satu penyebab keengganan masyarakat untuk membuat dokumen kependudukan, karena pelayanan yang terjadi selama ini masih bercirikan berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan. Apalagi dengan diterapkannya Undang undang No. 23 Tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006, akan semakin sulit bagi penduduk yang kurang mampu untuk mendapatkan hak pencatatan sipil. Sejalan dengan amanat Undang-undang, untuk meningkatkan kualitas pelayanan administrasi kependudukan, pemerintah daerah diharuskan menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dalam rangka menciptakan sistem pengenal tunggal, berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sistem ini akan menghasilkan data penduduk yang dinamis dan mutakhir. Pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan di Kabupaten Bogor masih dilakukan dengan manual dan semielektronik karena belum tersedianya fasilitas komunikasi data di wilayah - wilayah tertentu. Di satu sisi, penggunaan sistem SIAK dengan semielektronik ini akan mewujudkan data penduduk yang dinamis, akurat dan mutakhir, akan tetapi ternyata disisi lain

26 mengakibatkan waktu pembuatan KTP/KK yang lebih lama, karena data penduduk tidak dapat diakses secara langsung, harus disinkronkan terlebih dahulu antara data di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten yang dilakukan secara periodik dan berjenjang. Pelayanan akan lebih cepat dan mudah apabila SIAK on line segera dilaksanakan, karena data penduduk akan mudah di akses baik di tingkat desa, kecamatan atau langsung ke tingkat kabupaten. Untuk mewujudkan SIAK on line, ternyata banyak kendala yang dihadapi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor antara lain keterbatasan anggaran, karena masing-masing SKPD tidak dapat melebihi plot anggaran yang telah ditentukan, sedangkan penyelenggaraan SIAK on line butuh biaya yang cukup besar. Selain itu sering bergantinya pimpinan akibat adanya mutasi menyebabkan kurang konsistennya sistem yang harus dilaksanakan, sehingga kegiatan yang sudah berjalan tidak berlanjut dan mulai dari awal lagi. Dengan banyaknya kendala yang dihadapi pemerintah dan masyarakat dalam sistem pelayanan administrasi penduduk, menyebabkan masih jauhnya kepemilikan KTP/KK dan Akta Catatan Sipil di Kabupaten untuk mencapai 100 persen, yaitu baru mencapai 1.931.046 orang (68,23 %) yang memiliki KTP dan memiliki Kartu Keluarga sebanyak 788.126 Kepala Keluarga (63,91 %), seperti dijelaskan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kepemilikan KTP dan KK di Kabupaten Bogor Tahun 2009 Jenis Dokumen Wajib KTP/KK Sudah Memiliki Persentase (%) KTP 2.830.011 1.931.046 68,23 KK 1.233.174 788.126 63,91 Sumber : Disduk & Capil Kab. Bogor, 2010 Untuk kepemilikan akta catatan sipil, belum ada pendataan mengenai kepemilikan penduduk terhadap akta catatan sipil, khususnya akta kelahiran, oleh karena itu sulit untuk didapatkan data yang valid dan akurat. Hal ini juga merupakan salah satu kelemahan yang dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor dalam hal penyediaan data penduduk. Akan tetapi, sebagai gambaran secara umum dapat dilihat data kepemilikan akta kelahiran pada Rencana Strategis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

27 Kabupaten Bogor 2009-2013, bahwa yang memiliki akta kelahiran pada tahun 2008 adalah sebanyak 835.507 orang. Data ini didapatkan berdasarkan hasil Pendataan Keluarga pada Tahun 2005 mengenai kepemilikan akta kelahiran di Kabupaten Bogor ditambah jumlah akta kelahiran yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 baik kelahiran dibawah 18 tahun dan diatas 18 tahun, berarti data tersebut tidak termasuk penduduk Kabupaten Bogor yang memiliki akta kelahiran di luar Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah kelahiran di Kabupaten Bogor berdasarkan hasil Pendataan Keluarga oleh BKKBN tahun 2004 2008 adalah sebanyak 357.158 orang, sehingga kepemilikan akta kelahiran di Kabupaten Bogor dari jumlah kelahiran tahun 2004-2008 adalah sebanyak 233,9 persen. Ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Kepemilikan Akta Kelahiran di Kabupaten Bogor Tahun 2009 Jenis Dokumen Kelahiran Tahun Sudah Memiliki Persentase (%) 2004-2008 Akta Kelahiran 357.158 835.507 233,9 Sumber : Diolah dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor,2008 dan BKKBN, 2009 Dari data tersebut terlihat bahwa masih banyak penduduk Kabupaten Bogor yang belum terlayani dalam pengurusan KTP dan KK, hal ini berarti bahwa masih banyak penduduk di Kabupaten Bogor yang belum tercatat dan terdata sebagai penduduk di Kabupaten Bogor, terutama bagi masyarakat di pelosok - pelosok desa. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang cukup besar bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor karena dengan sistem pelayanan yang dilaksanakan selama ini ternyata tidak mampu memenuhi hak dasar sebagian penduduknya untuk memiliki dokumen kependudukan. Oleh karena itu, untuk mengetahui kondisi di lapangan, pertanyaan kajian yang pertama adalah Bagaimana pelaksanaan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor sehubungan dengan diterbitkannya UU No.23 Tahun 2006 dan PP No. 37 Tahun 2007?

28 Luasnya wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kendala pelaksanaan pelayanan administrasi kependudukan di Kabupaten Bogor, dengan jarak tempuh yang jauh menuju tempat pelayanan di tingkat Kabupaten, menyebabkan proses pembuatan administrasi kependudukan menjadi lebih mahal dengan adanya beban transportasi yang harus dikeluarkan oleh pembuat dokumen (makelar) dan proses penyelesaian yang lebih lama apabila terdapat kekurangan dalam persyaratan yang harus dilampirkan karena konsumen harus bolak balik untuk memenuhi persyaratan tersebut. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 23 Tahun 2006 dalam pelaksanaan administrasi penduduk, hal ini membawa perubahan yang cukup banyak terhadap sistem pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil baik prosedur, persyaratan maupun biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengevaluasi dan mengetahui bagaimana kepuasan masyarakat terhadap sistem pelayanan yang sedang berlangsung maka diperlukan analisis berupa persepsi masyarakat sebagai konsumen. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pertanyaan spesifik kajian yang kedua adalah Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap sistem pelayanan pendaftaran penduduk khususnya pelayanan KTP dan KK pada tingkat Kecamatan dan Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor? Terwujudnya administrasi kependudukan yang tertib Tahun 2013 adalah merupakan visi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berlandaskan pada aturan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, yaitu sesuai dengan PP No. 37 Tahun 2007 dan memberikan pelayanan terbaik, bermutu dan berkualitas kepada masyarakat. Untuk mendukung terlaksananya visi tersebut, maka pertanyaan spesifik kajian yang terakhir adalah Bagaimana strategi dan rumusan program yang tepat, efisien dan efektif untuk meningkatkan pelaksanaan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten Bogor?.

29 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari kajian pembangunan daerah yang berjudul Strategi Peningkatan Pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Bogor ini adalah untuk : 1. Menganalisis pelaksanaan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan diterbitkannya UU No. 23 Tahun 2006 dan PP No. 37 Tahun 2007. 2. Menganalisis persepsi masyarakat sebagai konsumen terhadap sistem pelayanan pendaftaran penduduk khususnya pelayanan KTP dan KK pada tingkat kecamatan dan Akta Catatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor. 3. Merumuskan strategi dan program yang tepat, efisien dan efektif untuk meningkatkan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten Bogor. 1. 4. Manfaat Kajian 1. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor dalam hal peningkatan Administrasi Kependudukan baik pelayanan maupun sistem informasi / data base kependudukannya menuju pelayanan prima dan mewujudkan good governance. 2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil kajian diharapkan dapat dgunakan sebagai referensi tambahan, khususnya berkenaan dengan peningkatan administrasi kependudukan di Pemerintah Daerah.