BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepeda motor saat ini menjadi super booming, dan menjadi alat angkut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi pribadi khususnya sepeda motor guna mempercepat dan

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI INTENSI PERILAKU MELAWAN ARAH ARUS JALAN RAYA DI JATINANGOR PADA PENGENDARA OJEK SEPEDA MOTOR DI JATINANGOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STUDI MENGENAI INTENSI SAFETY RIDING BEHAVIOR PADA MAHASISWA MENGENDARA MOTOR DI UNIVERSITAS PADJADJARAN DESTYA FINIARTY ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. transportasi. Menurut Morlok (1991) transportasi adalah suatu proses pergerakan atau

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. sepeda motor yang tidak memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi). Kurangnya

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan yang segara diselesaikan oleh individu, sehingga seseorang

BAB I PENDAHULUAN. hukum(rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atika Permata Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan mudah. Hal ini berpengaruh terhadap pergeseran kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, nyaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penggemar sepeda motor gede (moge) jumlahnya semakin bertambah dengan seiringnya

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

2016 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN COPING STRATEGY PADA PENGEMUDI MOBIL PRIBADI DI KOTA BANDUNG

EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN HELM SNI TERHADAP TINGKAT KETAATAN MASYARAKAT DALAM HUBUNGANNYA DENGAN FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT PENGENDALI SOSIAL

Studi Mengengenai Intensi dan Determinan Intensi Perilaku Berkendara Pada Anak dan Remaja di Kecamatan Coblong Bandung

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. dengan Kampus, sekolah, dan rumah sakit.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS:

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas PERTEMUAN 9 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

terbanyak keempat didunia, menurut Akbar (2015), jumlah penduduk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lalu lintas dan angkutan jalan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menggambarkan budaya bangsa. Kalau buruk cara kita berlalu lintas maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tingkat angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia sudah pada taraf yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Yuda Rizky, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di sekitar jalan raya, sehingga undang-undang ini memiliki fungsi hukum sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1,24 juta jiwa meninggal dunia dan sekitar 50 juta jiwa mengalami luka berat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam

BAB I PENDAHULUAN. yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia

Kontribusi Determinan Intensi terhadap Intensi Berhenti Mengkonsumsi Minuman Beralkohol pada Anggota Klub Mobil X di Kota Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan. lintas melalui rekayasa dan upaya lain adalah keselamatan berlalu lintas. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. Aman dalam berkendara, bukanlah sebuah slogan sebuah instansi

BAB I PENDAHULUAN. pembelian kendaraan bermotor yang tinggi. motor meningkat setiap tahunnya di berbagai daerah.

SEPEDA MOTOR: PERAN DAN TANTANGAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu yang cepat. Banyaknya kebutuhan dan aktivitas menjadi dasar perilaku berpindah tempat tersebut. Hal ini membuat individu membutuhkan alat transportasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Transportasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang penting. Tanpa transportasi manusia dapat terhambat dalam melakukan aktivitasnya. Dengan kebutuhan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, tidak dipungkiri penggunaan alat transportasi pun semakin meningkat. Baik kendaraan beroda dua maupun beroda empat. Saat ini motor dan mobil merupakan sarana transportasi yang paling diminati oleh individu untuk berkendara. Pengguna kedua kendaraan tersebut setiap tahunnya semakin meningkat angka pemakaiannya. Data statistik dari setiap tahun menunjukkan bahwa pengguna kendaraan roda empat atau mobil semakin meningkat di kota besar, khususnya di kota Bandung yang meningkat pemakaiannyadari 10 sampai 15 persen per tahun (Dinas perhubungan kota Bandung, 2012) Menggunakan kendaraan roda empat atau mobil memang memiliki beberapa keuntungan, seperti tidak terkena polusi secara langsung, terhindar dari cahaya matahari maupun hujan dan tidak perlu bersusah payah untuk mengantri atau menunggu angkutan umum. Selain itu juga, saat ini terdapat mobil dengan harga yang terjangkau dan mudah cara pembayaran dengan menggunakan kredit atau 1

2 cicilan, sehingga memudahkan seseorang untuk membeli mobil.namun, dibalik keuntungan menggunakan mobil, meningkatnya jumlah pengguna mobil juga menimbulkan banyak permasalahan seperti persoalan keamanan, ketertiban, kelancaran, tindak pidana pencurian dan keselamatan lalu lintas. Saat ini, pengendara mobil bukan hanya individu yang cukup usia, namun banyak di kalangan remaja dan masih berusia di bawah 17 tahun sudah menjadi pengendara mobil. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya para siswa atau pelajar SMP dan SMA yang sudah membawa kendaraan untuk pergi ke sekolah. Hal ini terlihat dari lahan parkir sekolah yang padat berjajar mobil dari para siswa sekolah. Selain itu pula, banyaknya remaja atau siswa sekolah yang menjadi anggota club atau komunitas mobil, dengan memodifikasi mobil mereka untuk memperlihatkan kepada teman-temannya di sekolah bahwa mereka memiliki mobil yang bagus dan menjadi bahan pembicaraan. Menurut National Young Driver Survey (Ginsburg, 2008), kebanyakan para remaja di Amerika menganggap bahwa diri mereka sudah berpengalaman dalam mengendarai mobil karena mereka sudah memiliki lisensi dari latihan mengemudi. Di Indonesia, kebanyakan para remaja yang sudah mahir mengendarai mobil namun belum memiliki SIM, mereka sudah merasa percaya diri untuk mengemudikan mobil ke jalan raya. Namun pada kenyataannya, pengendara remaja sebenarnya memiliki kesadaran yang masih rendah terhadap keselamatan berkendara serta masih minimnya pengalaman mengemudikan mobil. Sedangkan ketika seorang pengendara mengendarai kendaraan di jalan raya, mereka dituntut menyadari dan mengutamakan keselamatan serta cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Seperti halnya saat berkendara, para pengemudi

3 harus bisa untuk mengendalikan laju kecepatan mobil, mengambil keputusan secara cepat untuk mengendalikan setir, menambah atau mengurangi kecepatan, serta melakukan pengereman (http://drive.web.id/). Dengan melihat kondisi jalan raya yang dinamis, dibutuhkan ketepatan dalam membuat keputusan saat mengemudi. Berkaitan dengan kesadaran keselamatan dalam berkendara, Ye & Pickrell (2008) menyatakan bahwa bahwa pada usia remaja (16-24 tahun) kesadaran dalam menggunakan safety belt masih rendah dibandingkan dengan individu di usia lebih dewasa. Menurut penelitian National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) dalam Handbook of Traffic Psychology (2011), lebih dari 1-3 kasus kecelakaan di jalan raya Amerika disebabkan oleh pengemudi remaja laki-laki yang berusia 15-20 tahun karena mengebut di jalan. Selain itu menurut data dari dosomething.org, sebuah organisasi dan komunitas remaja, terdapat beberapa fakta kasus kecelakaan yang melibatkan remaja di Amerika Serikat, yaitu remaja usia 16 tahun lebih sering mengalami kecelakaan saat menyetir dibanding usia lain dan satistik menunjukkan, jumlah remaja usia 16 sampai 17 tahun yang mengalami kecelakaan saat menyetir cenderung meningkat. (dosomething.org, 2012) Di Indonesia, terdapat kasus kecelakaan yang tergolong berat, dimana seorang remaja berusia 13 tahun mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi yang berakhir dengan kecelakaan dan mengakibatkan 7 orang korban meninggal dunia. Di Kota Bandung sendiri menurut Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Kabupaten Bandung, kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Bandung dalam sehari mencapai rata-rata dua kecelakaan. Kecelakaan umumnya didominasi pelajar dan karyawan

4 dengan mayoritas pelajar dan karyawan dengan persentase mencapai 75 persen. Menurut data, kecelakaann yang terjadi bermula dari pelanggaran lalu lintas, hubungannya berbanding lurus antara pelanggaran dan kecelakaan. Selain itu dikatakan pula pelanggaran lalu lintas didominasi oleh pelajar, mulai dari SMP hingga SMA yang usianya belum memenuhi persyaratan untuk mendapatkan SIM. (Edupost.com) Melihat data tersebut, seharusnya seorang remaja memang belum diperbolehkan untuk mengemudikan mobil karena mereka masih belum cukup matang secara emosi, salah satunya pengambilan keputusan yang belum matang dan bisa berkontribusi pada kecelakaan (Handbook of Traffic Psychology, 2011). Selain itu pula, gangguan yang berasal dari penumpang atau hal-hal yang dapat mengganggu dalam mengemudi merupakan masalah bagi pengemudi remaja. Menurut Ginsburg (2008) para remaja menyadari akan resiko mengenai gangguan atau hal-hal yang dapat mendistraksi mereka saat menyetir mobil, meskipun mereka tidak mampu untuk mengurangi resiko dari gangguan tersebut. Gangguan tersebut bisa berupa menelfon, SMS, dan penumpang. Menurut perkirakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di tahun 2030 kecelakaan jalan raya menjadi penyebab terbesar ketiga kematian, tepat dibawah penyakit jantung dan depresi. WHO mencatat bahwa 1 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya di jalan raya akibat kecelakaan. Sementara itu, jutaan orang lainnya mengalami luka parah dan cacat fisik akibat kecelakaan. Khususnya dialami oleh anak-anak dan remaja, baik itu sebagai pengendara maupun penumpang. Dengan beberapa data diatas, tidak dipungkiri kecelakan yang

5 diakibatkan oleh pengendara remaja ikut berkontribusi dalam meningkatnya korban kecelakaan di jalan raya. Meskipun dampak buruk dari mengemudi mobil telah jelas terlihat di usia remaja, namun masih saja banyak pengendara roda empat atau mobil dari kalangan usia remaja khususnya dibawah usia 17 tahun dan belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Di Indonesia sendiri khususnya di kota besar seperti Bandung, tidak jarang ditemukan para remaja yang sudah mengendarai kendaraan roda empat atau mobil untuk pergi ke sekolah. Kebanyakan dari mereka masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Terdapat beberapa alasan mengapa para remaja mengambil keputusan untuk mengendarai mobil untuk pergi ke sekolah, seperti adanya keinginan untuk diakui oleh teman-temannya, adanya rasa bangga dan merasa sudah dewasa dengan mengendarai kendaraan atau mobil ke sekolah. Fenomena ini terjadi di SMA Z di Bandung, yang merupakan salah satu sekolah favorit di kota Bandung. Banyak para siswanya yang membawa kendaran, baik motor ataupun mobil, yang terlihat dari lahan parkir sekolah yang selalu penuh. Namun diantara ke dua jenis kendaraan tersebut, mobil lah yang paling mendominasi lahan parkir. Berdasarkan wawancara kepada beberapa siswa di SMA Z di Bandung, didapatkan informasi mengenai alasan para siswa mengendarai mobil. Pertama, mereka menggambarkan perilaku mengendarai mobil tanpa memiliki SIM sebagai perilaku yang akan mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif terhadap dirinya, yaitu dengan mengendarai mobil dapat meringankan mereka untuk pergi ke sekolah, terhindarnya dari faktor cuaca yang tidak menentu, dan lebih nyaman

6 ketika berpergian dengan mengendarai mobil. Selain itu juga terdapat pandangan dari siswa yang belum mengendarai mobil, ada yang beranggapan mengendarai mobil ketika belum memiliki SIM akan mendatangkan konsekuensi yang negatif, yaitu akan terkena tilang oleh polisi dan mereka menganggap hal tersebut merupakan suatu hal yang melanggar peraturan. Namun di sisi lain terdapat pula pandangan dari siswa yang belum mengendarai mobil mengenai perilaku mengendarai mobil belum memiliki SIM sebagai perilaku yang akan mendatangkan konsekuensi positif. Mereka menganggap hal tersebut merupakan hal yang wajar untuk dilakukan. Kedua, adanya pengaruh teman sepermainan (peer) yang juga mengendarai mobil ke sekolah dan adanya rasa ingin diakui dan dilihat oleh teman-teman dalam kelompoknya. Ketiga, para siswa juga merasa mereka memiliki kemampuan untuk mengendarai mobil walaupun mereka belum memiliki SIM. Ada juga siswa yang tidak mendapat larangan untuk mengendarai mobil ke sekolah oleh orangtua mereka walaupun sekolah telah menerapkan peraturan mengenai larangan untuk membawa kendaraan. Selain itu juga, didapatkan hasil informasi mengenai beberapa murid-murid yang mengendarai mobil ke sekolah, tekadang berhadapan dengan masalah yang terkait perilaku dan tanggung jawab dalam berkendara. Mereka hanya sekedar mengendarai namun belum mampu menunjukkan sikap bertangung jawab saat melakukan kesalahandalam berkendara. Seperti saat salah satu siswa menabrak pejalan kaki, korban mencari siswa tersebut ke sekolah dan mengeluhkan tentang sikap siswa yang tidak menunjukkan itikad baik kepada korban. Dengan kejadian tersebut, pihak sekolah sebenarnya menginginkan dapat memberlakukan aturan

7 untuk melarang siswa mengendarai mobil ke sekolah, agar tercipta kondisi yang lebih kondusif di sekolah. Perilaku yang salah dalam berkendara yang dilakukan oleh remaja juga banyak di temukan di kota Bandung, seperti kelompok atau komunitas mobil. Kebanyakan dari kelompok ini bergabung untuk tujuan memacu mobil dengan kecepatan yang amat tinggi (mengebut). Didapatkan data wawancara dengan salah satu remaja yang tergabung dalam komunitas mobil. Ia mulai mengendarai mobil sejak SMP dan mulai masuk dalam komunitas tersebut saat ia duduk di kelas 2 SMA. Di komunitas ini ia kerap kali mengendarai mobil dengan kecepatan yanag amat tinggi dengan berlomba untuk menjadi yang mampu mengendarai mobil paling cepat di komunitas tersebut. Ia merasa lebih puas dan merasa bangga karena dapat melakukan hal tersebut dengan baik tanpa terjadinya kecelakaan. Selain itu juga dengan ia berhasil melakukan hal tersebut, ia juga merasa diakui kehebatannya oleh teman-temannya. Kebanyakan dari mereka sudah mengendarai mobil semenjak kelas 2 di semester pertama ketika usia mereka masih 16 tahun. Dilihat dari usia mereka yang kurang dari 17 tahun, mereka seharusnya tidak diperbolehkan untuk membawa kendaraan ber-roda empat. Menurut Pasal 77 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan, wajib memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan. Untuk memperoleh SIM, seseorang harus berusia minimal 17 tahun. Melihat dari isi pasal dengan tindakan mereka mengendarai mobil, mereka sudah melanggar pidana dalam berlalu-lintas. Berdasarkan hasil wawancara,

8 mereka mengerti bahwa terdapat resiko ketika mereka tidak memiliki SIM, namun hal tersebut mereka abaikan karena mereka beranggapan bahwa jika tetap patuh dan tidak melanggar peraturan lalu lintas maka tidak akan terjadi masalah apapun. Perilaku mengendarai kendaran beroda empat atau mobil pada siswa yang masih berusia kurang dari 17 tahun, berawal dari niat mereka yang kemudian memunculkan perilaku untuk mengendarai mobil ke sekolah. Niat sendiri dalam psikologi disebut dengan intensi. Secara definisi, intensi adalah kemungkinan subyektif individu untuk melakukan tingkah laku tertentu (Ajzen, 1975). Melihat fenomena yang terjadi di lingkungan SMA Z, siswa yang masih duduk di kelas 1, merasa ingin juga mengendarai mobil ke sekolah, karena melihat senior mereka yang banyak mengendarai mobil ke sekolah. Namun ada pula yang beranggapan bahwa dengan mengendarai mobil ke sekolah akan lebih terlihat mandiri karena tidak perlu lagi di antar jemput oleh orang tua mereka. Selain itu, alasan mereka ingin mengendarai mobil ke sekolah adalah karena keinginan mereka sendiri untuk terlihat lebih keren di depan teman-teman mereka. Dengan melihat perbedaan niat mereka untuk mengendarai mobil ke sekolah, hal tersebut menjadi dasar alasan untuk meneliti mengenai intensi perilaku pengendara remaja yang masih bersekolah dan faktor-faktor pembentuknya, dikarenakan intensi dipengaruho oleh kontribusi determinan pembentuknya dan merupakan suatu kecenderungan untuk berperilaku yang paling dekat dengan perilaku itu sendiri. Maka dari masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui Pengaruh Determinan Intensi Terhadap Intensi Mengendarai Mobil Pada Remaja Tanpa Memiliki SIM di SMA Z Bandung.

9 1.2 Identifikasi Masalah Pada umumnya, individu yang sudah berusia dewasa diperbolehkan untuk mengendarai kendaraan, seperti halnya kendaraan beroda empat atau mobil. Hal ini di karenakan individu yang telah berusia dewasa dianggap sudah matang dan mampu mengendalikan kondisi emosinya. Selain itu pula, ketika individu mengendarai kendaraan di jalan raya, membutuhkan ketepatan dalam mengambil keputusan, seperti saat mengendalikan kecepatan mobil, melihat rambu-rambu lalu lintas, dan ketika berhadapan dengan mobil lain. Maka dari itu dibutuhkan suatu pengalaman dalam mengendarai mobil serta skill yang harus dikuasai dalam mengemudikan mobil. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Surat Izin Mengemudi (SIM). Seseorang yang sudah berusia 17 tahun, sudah bisa dan legal mengendarai mobil ke jalan raya. Namun, kini alat transportasi seperti mobil, tidak hanya digunakan oleh individu yang sudah cukup umur. Para remaja yang masih bersekolah dan berusia dibawah 17 tahun sudah mengendarai kendaraan beroda empat atau mobil dan motor untuk pergi ke sekolah. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena mereka seharusnya belum diperbolehkan untuk mengendarai kendaraan. Dilihat dari sisi usia yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan SIM, selain itu pula aspek psikologis mereka yang belum matang, seperti dalam mengambil keputusan, emosi yang masih labil, presepsi resiko mereka yang rendah, dan kesadaran akan keselematan diri dalam mengendarai mobil masih rendah (Handbook of Traffic Psychology, 2011). Selain itu juga, melihat kondisi jalan raya saat ini banyak para pengendara yang mengemudikan kendaraan meraka tidak sesuai tata tertib berkendaraan, seperti menyalip kendaraan dengan tidak melihat kondisi jalan

10 raya, menerobos lampu merah, dan semakin banyaknya jumlah kendaraan baik kendaraan beroda dua atau beroda empat, yang membuat jalan raya semakin padat dan rawan kecelakaan. Dari data diatas mengenai rentannya seorang remaja dalam mengemudikan mobil, banyaknya remaja pengendara mobil ternyata diikuti pula oleh dampak yang terjadi. Di Jawa Barat, angka kasus kecelakaan di jalan raya, meningkat tiap tahunnya dan ternyata kasus tersebut di dominasi oleh pengendara yang masih berusia remaja. Hal ini terlihat dengan meningkatnya angka kecelakaan di jalan raya oleh pengemudi remaja, baik pengemudi mobil dan motor. Fenomena pada remaja yang berusia dibawah 17 tahun dan sudah mengendarai mobil, terjadi di SMA Z di Bandung yang merupakan salah satu sekolah favorit di Bandung. Di lingkungan sekolah tersebut para siswanya banyak yang mengendarai kendaran, khususnya kendaraan beroda empat atau mobil. Hal ini terlihat dari halaman parkir sekolah yang penuh berjajar dengan mobil-mobil para siswanya. Melihat usia mereka yang masih berusia di bawah 17 tahun, seharusnya mereka tidak diperbolehkan untuk mengendarai mobil, terlebih mereka belum memiliki SIM. Selain itu, mereka belum memiliki tanggung jawab saat mengemudikan mobil di jalan raya. Seperti halnya ketika mereka menabrak atau menyenggol kendaraan lain di jalan raya, seharusnya mereka bertanggung jawab pada supir mobil atau motor yang mereka tabrak, tetapi mereka lebih memilih pergi dan tidak menyelesaikan masalah yang telah mereka lakukan. Dengan melihat perilaku para remaja tersebut yang belum memiliki cukup umur untuk mengendarai mobil, khususnya dalam lingkungan sekolah SMA Z, terdapat perbedaan niat mereka untuk memunculkan perilaku mengendarai mobil.

11 Terlebih dengan melihat lingkungan sekolah yang kebanyakan dari siswanya mengendarai kendaraan mobil, hal ini bisa memunculkan niat yang pada akhirnya dapat memunculkan perilaku pada siswa khususnya yang berusia dibawah 17 tahun untuk mengendarai mobil ke sekolah. Niat dalam psikologi sendiri disebut dengan intensi Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) menurut Ajzen intensi adalah kemungkinan subyektif individu untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi dapat memberikan prediksi terhadap perilaku yang dalam penelitian ini adalah perilaku mengendarai mobil tanpa memiliki SIM dengan cara mengukur kekuatan intensi dan determinan-determinan pembentuknya. Faktor-faktor pembentuk intensi mengendarai mobil tanpa memiliki SIM (sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap kontrol) serta mendapatkan gambaran intensi mengendarai mobil tanpa memiliki SIM pada siswa di SMA Z Bandung. Terdapat beberapa alasan para siswa di sekolah tersbut untuk mengendarai mobil. Siswa beranggapan bahwa dengan mengendarai mobil ke sekolah akan memberikan konsekuensi yang positif terhadap dirinya dan banyak keuntungan yang didapat ketika mereka mengendarai mobil walaupun mereka belum memiliki SIM. Ada juga siswa yang masih belum terpikir untuk mengendarai mobil walaupun di lingkungan sekolah. Penyebab dari keduanya pun masih belum diketahui, karena terdapat siswa yang memiliki sikap yang positif dan negatif. Hal ini berkaitan dengan determinan yang pertama, yakni bagaimana seseorang dalam menyikapi suatu perilaku. Terdapat pula siswa yang mengendarai mobil ke sekolah dikarenakan mengikuti lingkungan sekolah dan melihat teman sepermainan (peer) yang

12 kebanyakan dari mereka membawa kendaraan ke sekolah. Hal ini berkaitan dengan bagaimana significant person mempengaruhi tingkah laku seseorang. Alasan selanjutnya para siswa juga tidak merasa mendapat larangan mengendarai mobil ke sekolah, baik dari orangtua maupun lingkungan sekolah, walaupun mereka masih berusia kurang dari 17 tahun dan tidak memiliki SIM. Hal ini terkait dengan dengan determinan ketiga yaitu bagaimana seseorang mengontrol perilakunya. Para siswa di SMA Z yang berusia kurang dari 17 tahun dan belum mengendarai mobil ke sekolah, juga mempunyai keinginan untuk mengendarai mobil ke sekolah, karena melihat banyaknya senior dan teman-teman mereka yang mengendarai mobil. Namun ada pula diantara mereka yang belum diperbolehkan membawa mobil ke sekolah oleh orangtua mereka karena belum memiliki SIM. Dengan melihat alasan-alasan di atas, dapat memunculkan niat para siswa untuk mengendarai mobil. Maka dari itu, penelitian ini difokuskan untuk mendapatkan data dan mengkaji tentang intensi siswa SMA Z di Bandung yang berusia kurang dari 17 tahun untuk mengendarai mobil ke sekolah, serta faktor yang mempengaruhi intensi yaitu sikap terhadap perilaku,norma subyektif dan persepsi kontrol. Berdasarkan penjelasan diatas, maka identifikasi masalah yang ada di dalampenelitian ini adalah, Bagaimana gambaran intensi remaja yang mengendarai mobil tanpa memiliki SIM di SMA Z Bandung dilihat dari faktor pembentuk intensi, yaitu sikap, norma subyektif dan kontrol tingkah laku?

13 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: Mengetahui dari ke tiga determinan intensi, yaitu perceived behavior conttrol, subjective norms, dan attitude toward behavior yang paling berkontribusi pada perilaku mengendarai mobil pada siswa yang belum memiliki SIM. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan untuk pengembangan ilmu bidang psikologi, khususnya dalam psikologi sosial dan pengembangan untuk kajian psikologi lalu lintas dan memberikan kesempatan peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai traffic psychology. 1.4.2 Kegunaan Praktis Adapun kegunaan praktis dari penelitian ini adalah : a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi data bagi pihak pihak terkait seperti polisi untuk memberikan penyuluhan atau sosialisasi kepada para orangtua dari remaja yang sudah menyetir dan hendak mengendarai kendaraan, khususnya mobil. b. Hasil dari peneilitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan terhadap sekolah terkait, untuk dapat mencegah pengendara-pengendara remaja yang membawa kendaran mobil ke sekolah yang belum memiliki SIM, yaitu dengan memperketat kembali aturan untuk tidak memperbolehkan para siswanya untuk mengendarai mobil ke sekolah.