Manggaro, November 2011 Vol.12 No.2:43-48 INSIDENSI PENYAKIT BUSUK BUAH (Phythopthora palmivora BULT.) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI SENTRA PRODUKSI KAKAO KABUPATEN PASAMAN BARAT Yenny Liswarni 1) 1) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakutas Pertanian, Universitas Andalas Kampus Limau Manis Padang 25163 ABSTRACT Research on the incidence of fruit rot disease (Phythophthora palmivora Bult.) the cocoa plantation in the production centers in West Pasaman been done in April until August 2011. Research was conducted to determine the percentage and intensity of fruit rot disease of cocoa caused by P. palmivora in several locations in western Pasaman district. This study was conducted in the form of survey to observe directly the affected cocoa fruit rot on the ground by using stratified random sampling ( stratified random sampling). In West Pasaman set four districts by land area and the largest production of cocoa. The results showed that fruit rot disease P. palmivora attacks the whole plant samples at eight different locations. The percentage of infected fruit and intensity of attacks was highest among B fruit (fruit length 15-20 cm) is the percentage of fruits attacked by 28.10% to 25.27% the intensity of the attacks contained in jorong Padang Utara and the lowest in group A fruit (fruit length 10-15 cm) with a percentage of 05.08% of fruit affected by the intensity of the attack at 04.67% in jorong Kampung Alang. Key words: insidensi, fruit rot disease, Phythophthora palmivora, cocoa PENDAHULUAN Salah satu faktor utama yang menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas tanaman kakao adalah adanya serangan hama dan penyakit. Penyakit yang sangat penting pada tanaman kakao yang disebabkan oleh jamur adalah penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phythopthora palmivora Bulttotrochum. Penyakit busuk buah merupakan penyakit yang sangat merugikan karena secara langsung menyerang buah, sehingga dapat menurunkan produktivitas dan sekaligus menurunkan kualitas biji yang dihasilkan. Penyakit ini bersifat cosmopolit atau terdapat hampir di seluruh areal perkebunan tanaman kakao di seluruh dunia. Kerugian akan lebih besar jika kondisi lingkungan cocok (kondusif) untuk perkembangan jamur ini dan penanganan yang dilakukan tidak efektif (Manti, 2009). Seluruh bagian tanaman kakao dapat terinfeksi oleh patogen tersebut mulai dari akar, batang, bunga, buah dan daun. Namun kerugian yang sangat tinggi jika serangan terjadi pada buah. Survei yang dilakukan di Jawa menunjukkan bahwa serangan penyakit busuk buah dapat menurunkan hasil sekitar 26 56 % (Pawirosoemardjo & Purwantara, 1992). Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh P. palmivora menunjukkan gejala serangan berupa adanya busuk hitam kecoklatan yang dimulai dari pangkal buah kemudian menyebar hampir menutupi seluruh permukaan buah dengan warna abu-abu keputih-putihan. Warna ini merupakan kenampakan dari hifa atau miselium dari jamur ini yang terdapat pada permukaan kulit buah. Perkembangan busuk pada buah cukup cepat, sehingga dalam waktu beberapa hari seluruh permukaan dan isi buah menjadi busuk keseluruhan. Gejala busuk biasanya lebih banyak pada buah yang dewasa. Apabila buah dibuka maka akan terlihat daging buah telah membusuk dan berwarna hitam serta biji menjadi rusak. Jamur ini mempunyai miselium dan hifa yang tidak bersepta, mempunyai cabang yang banyak dan kaku (Manti, 2009). Serangan penyakit busuk buah P. palmivora tidak hanya terlihat pada buah yang dewasa tetapi juga terlihat pada buah muda. Jika serangan terjadi pada buah dewasa, buah masih bisa dipanen tetapi mutu dan hasilnya kurang bagus, sedangkan jika serangan terjadi pada buah muda maka buah tidak dapat berkembang (Sastri, 2008). Informasi mengenai tingkat serangan penyakit busuk buah kakao ini dapat dijadikan landasan dasar dan membantu dalam perencanaan pengendalian penyakit busuk buah kakao di lapangan. Penyakit busuk buah P. palmivora merupakan penyakit utama pada pertanaman kakao di seluruh Negara termasuk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase dan intensitas serangan penyakit busuk buah tanaman kakao yang disebabkan oleh P. palmivora di beberapa lokasi di kabupaten Pasaman Barat. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di areal sentra produksi kakao Kabupaten Pasaman Barat dan Laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang dari April sampai Juli 2011. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survey dengan mengamati secara langsung tanaman kakao yang terserang busuk buah di lapangan
Manggaro, November 2011 Vol.12 No.2:43-48 44 dengan menggunakan metode pengambilan sampel secara acak bertingkat ( Stratified Random Sampling). Dari Kabupaten Pasaman Barat ditetapkan empat kecamatan berdasarkan luas lahan dan produksi terbesar kakao yaitu Kecamatan Koto Balingka, Kecamatan Ranah Batahan, Kecamatan Sungai Beremas, dan Kecamatan Talamau. Dari masing-masing kecamatan di ambil satu Kenagarian dan dari kenagarian di ambil satu jorong/desa yang kemudian dari tiap desa diambil satu areal pertanaman kakao milik petani/masyarakat dengan luas lahan minimal 1 ha. Pengambilan tanaman sample dilakukan secara acak diagonal seperti huruf X sebanyak 20 batang sample. a. Persiapan Penelitian Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan persiapan penelitian yang mencakup studi perpustakaan, penyusunan kuisioner dan survei pendahuluan. Survei pendahuluan dilakukan berupa peninjauan lokasi penelitian dan pengambilan sample buah kakao yang terserang busuk buah dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi untuk memastikan jamur penyebabnya menggunakan literatur yang ada. b. Di Laboratorium Buah kakao yang terserang penyakit busuk buah diperoleh dari lahan kemudian dibawa ke laboratorium untuk diisolasi menggunakan metode moist chamber dengan menyertakan jaringan yang sehat dan yang sakit (buah belum busuk seluruhnya). Buah yang terserang dipotong-potong dengan ukuran 1 cm 2 (0,5 cm yang sakit dan 0,5 cm yang sehat), kemudian disterilisasi permukaan dengan direndam kedalam aquadest, kemudian alkohol 70%, dan aquadest kembali. Setelah itu dikering anginkan dan kemudian diletakan dalam petri plastik yang telah dialasi 3 lapis kertas saring yang telah dilembabkan, kemudian diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu kamar. Setelah 2 hari, bahagian jamur yang tumbuh dipindahkan ke petri kaca yang telah diberi media PDA agar diperoleh biakan murni. Setelah biakan murni didapat, kemudian lakukan identifikasi jamur dengan mengamati morfologi secara makroskopik meliputi warna dan bentuk koloni, sedangkan untuk pengamatan mikroskopik meliputi bentuk dan warna sporangium, ukuran sporangium, warna dari hifa dan bentuk klamidospora dengan menggunakan mikroskop, kemudian bandingkan dengan literatur yang ada. Pengamatan patogen juga dilakukan secara langsung yakni dengan mengambil bagian dari jamur yang terlihat pada permukaan kulit buah kakao dengan cara mengikis bagian tersebut kemudian diletakkan pada objek glass dan ditetesi laktofenol lalu diamati menggunakan mikroskop. c. Di Lapangan Kegiatan yang dilakukan di lapangan yaitu wawancara terhadap petani berdasarkan kuisioner yang telah disusun sebelumnya. Setelah itu melihat kondisi lahan kakao serta tanaman lain yang ada di sekitar lahan. Kemudian dilakukan pengamatan secara langsung terhadap tanaman kakao yang sudah berbuah. Lalu kumpulkan data dengan menghitung seluruh buah yang sehat maupun yang sakit sehingga didapatkan persentase tanaman terserang, persentase buah terserang, dan intensitas buah terserang. Pengamatan dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval waktu 7 hari. Pengambilan tanaman sample dilakukan secara acak diagonal seperti huruf X sebanyak 20 batang sample dari setiap lahan. 4. Pengamatan a. Di Laboratorium Pengamatan terhadap koloni jamur yang tumbuh pada media PDA dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makrokospis meliputi warna koloni dan bentuk koloni, sedangkan untuk mikroskopis meliputi bentuk dan warna sporangium, warna hifa, ukuran sporangium dan bentuk klamidospora. Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk foto. b. Di Lapangan Pengamatan yang dilakukan di lapangan terhadap tanaman kakao adalah dengan menghitung tanaman dan buah kakao yang ada pada tanaman sampel, baik yang terserang maupun tidak terserang. b.1. Persentase tanaman terserang Pengamatan dilakukan pada semua tanaman sample dengan interval 7 hari selama 1 bulan (4 kali pengamatan). Pers entase tanaman yang terserang dihitung dengan rumus: Pt = m/m x 100% Pt = persentase tanaman terserang (%) m = jumlah tanaman yang terserang M = jumlah seluruh tanaman yang diamati b.2. Persentase buah terserang Penghitungan buah dilakukan dengan menghitung keseluruhan buah yang ada pada tanaman sampel dan buah yang terserang busuk buah dikelompokkan berdasarkan besarnya gejala yang terdapat pada masing-masing buah guna memudahkan dalam menghitung intensitas buah terserang. Interval waktu pengamatan juga 7 hari sebanyak 4 kali. Persentase buah terserang dapat dihitung dengan rumus: Pb = a/b x 100% Pb = persentase buah terserang (%) a = jumlah buah yang terserang b = jumlah buah keseluruhan
45 Manggaro, November 2011 Vol.12 No.2:43-48 b.3. Intensitas tanaman terserang Penghitungan intensitas terserang dilakukan pada setiap lahan kakao dengan menghitung persentase buah terserang setelah itu tanaman dikelompokkan berdasarkan persentase serangannya menggunakan skala yang ada. Intensitas tanaman terserang dapat dihitung dengan menggunakan rumus: (Ai x Bi) it = -------------------- x 100 % W x Q it = intensitas tanaman terserang (%) Ai = jumlah tanaman pada serangan tertentu Bi = skala pada serangan tertentu W = jumlah seluruh tanaman yang diamati Q = nilai skala tertinggi Table 1. Skala Skala serangan penyakit busuk buah per tanaman Persentase buah terserang (%) Keterangan 0 0 Sehat 1 1-5 Ringan 2 6-20 Sedang 3 >20 Berat Sumber : modifikasi Lukito, 2008 b.4. Intensitas buah terserang Setelah dilakukan penghitungan seluruh buah dan pengelompokkan buah yang terserang berdasarkan besar serangannya pada setiap buah, maka dihitung intensitas buah terserang dengan rumus dan skala yang ada. Intensitas buah yang terserang dapat dihitung dengan cara : (ni x si) I = ------------- x 100% N x S I = intensitas buah terserang (%) ni= jumlah buah pada serangan tertentu si = skala pada serangan tertentu N= jumlah seluruh buah yang diamati S = nilai skala yang tertinggi Tabel 2. Skala serangan penyakit busuk buah pada kakao Skala Besarnya gejala pada Keterangan buah (%) 0 0 Sehat 1 1-5 Ringan 2 6-20 Sedang 3 >20 Berat Sumber : modifikasi Lukito, 2008. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi pertanaman kakao dan gejala serangan busuk buah di lapangan Pengamatan terhadap kondisi pertanaman kakao di sentra produksi kakao Kabupaten Pasaman Barat diperoleh hasil bahwa proses budidaya kakao yang dilakukan oleh petani kakao di jorong Silaping dan Kp Padang Utara masih jauh dari proses budidaya kakao yang baik. Penyebabnya adalah minimnya kegiatan budidaya yang dilakukan seperti pemupukan, pemangkasan, sanitasi lahan, pengendalian hama dan penyakit serta pengendalian gulma, sedangkan pertanaman kakao di Air Balam dan Kampuang Alang menunjukkan kondisi yang lebih baik. Kegiatan budidaya seperti pemangkasan, pemupukan, pembersihan lahan, pengendalian hama dan penyakit serta pengendalian gulma lebih rutin dilakukan. Kegiatan budidaya tersebut akan sangat mempengaruhi terhadap tingkat serangan hama dan penyakit tanaman kakao. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase buah terserang di jorong Silaping dan Kp Padang Utara lebih besar dibandingkan jorong Air Balam dan Kampuang Alang. Persentase tanaman terserang Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada tanaman sampel di seluruh lahan di empat kejorongan diperoleh hasil bahwa tanaman kakao yang terserang penyakit busuk buah P. palmivora sebanyak 100% atau tanaman sampel terserang seluruhnya dengan jumlah buah terserang berbeda tiap tanaman. Tingkat serangan pada buah bervariasi tergantung ukuran buah (Gambar 1) dan juga varietas tanaman kakao yang ditanam, mulai dari serangan ringan, sedang dan berat. A B C Gambar 1. Serangan penyakit busuk buah P. Palmivora pada beberapa fase perkembangan dan ukuran panjang buah kakao (A = 10-15 cm, B = >15-20 cm, C = >20 cm).
Manggaro, November 2011 Vol.12 No.2:43-48 46 Gambar 2. Gambar 3. Tingkat serangan penyakit busuk buah kakao [ A = sehat (0 %), B = ringan ( >0 5 %), C = sedang (>5 20 %), D = Berat ( >20 %) B D A Mikroskopik dari jamur P. palmivora (perbesararan 40x). A = Sporangium, B = Papilla, C = Sporangiofor, D = Hifa, E = Klamidospora Persentase buah terserang Persentase buah yang terserang dihitung pada setiap kelompok buah dan setiap kali pengamatan dilakukan. Dari empat data hasil yang diperoleh dari setiap pengamatan dirata-ratakan untukmendapatkan data akhir dari persentase buah terserang. Data akhir hasil pengamatan yang telah delapan lokasi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. E C Tabel 3. Persentase buah terserang penyakit busuk buah P. palmivora di sentra produksi kakao kabupaten Pasaman Barat Kejorongan Lahan Persentase serangan kelompok buah (%) A B C Air Balam 1 14.79 18.03 6.71 2 25.54 13.37 10.02 Silaping 1 07.19 16.93 07.91 2 14.60 10.60 10.62 Kp. Padang 1 25.41 28.10 25.17 Utara Kampuang Alang Intensitas serangan 2 17.30 22.47 15.72 1 05.08 05.88 07.60 2 07.23 14.50 15.45 Pada saat penghitungan persentase buah terserang, buah yang bergejala dikelompokkan berdasarkan skala yang telah ada pada setiap kelompok buah. Data intensitas serangan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Intensitas serangan penyakit busuk buah P. palmivora di sentra produksi kakao kabupaten Pasaman Barat Kejorongan Lahan Kelompok buah (%) A B C Air Balam 1 13.69 16.93 06.07 2 24.53 11.90 10.02 Silaping 1 06.53 15.23 06.29 2 14.24 10.00 08.95 Kp. Padang 1 23.39 25.27 19.33 Utara Kampuang Alang 2 17.02 18.74 15.72 1 04.67 05.57 06.42 2 6.64 10.55 13.10 Laju perkembangan penyakit busuk buah Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan setiap hari pada buah yang terserang yang ditandai, maka dapat dilihat perkembangan gejala busuk pada Tabel 5. Tabel 5. Pengamatan laju perkembangan serangan busuk buah kakao di beberapa Kejorongan Kabupaten Pasaman Barat Luas gejala serangan pada hari Kejorongan ke- (%) 1 2 3 4 5 6 7 Air Balam 25 40 75 90 100 - - Silaping 25 40 75 90 100 - - Kp Padang 25 50 85 100 - - - Utara Kampuang Alang 25 50 85 100 - - -
47 Manggaro, November 2011 Vol.12 No.2:43-48 A B C D Gambar 4. Perkembangan gejala busuk pada buah kakao akibat jamur P. palmivora (A : Hari 1= 20-25%), (B : Hari 2 = 40-50%), (C : Hari 3 = 75-80%), (D : Hari 4 = 100%) Pembahasan Identifikasi terhadap jamur yang terdapat pada buah kakao yang busuk adalah jamur P.palmivora Bult. Hal ini berdasarkan dari hasil pengamatan mikroskopik jamur dimana ciri khusus dari spesies jamur ini berupa sporangium yang berbentuk seperti buah pear dengan papilla yang jelas, klamidospora bulat dan berdinding agak tebal, serta mempunyai hifa yang berwarna transparan. Menurut Purwantara (2006) bahwa spesies Phytophthora yang menyebabkan penyakit pada kakao di Indonesia adalah P. palmivora. Semangun (200 0) menyatakan bahwa sporangium dari jamur P. palmivora berbentuk seperti buah pear, mempunyai papila dan pedisel yang jelas, zoospora bulat dan klamidospora bulat terminal. Hasil pengamatan menunjukan bahwa semua lahan yang menjadi sampel penelitian terserang P. palmivora. Penyakit busuk buah menyerang tanaman kakao mulai dari buah yang masih muda (pentil) sampai buah yang siap dipanen. Jika buah yang terserang adalah buah muda, maka buah kakao tidak akan dapat berkembang atau telah membusuk sebelum menjadi buah dewasa, sedangkan jika yang terserang adalah buah yang telah dewasa atau hampir masak, maka buah masih dapat di panen namun kualitas biji tidak baik. Menurut Balai Penelitian Teknologi Pertanian Lampung (2008) penyakit busuk buah P. palmivora bisa menyerang semua stadia buah, baik buah pentil maupun buah yang telah besar bahkan buah yang sudah masak Persentase buah terserang terbesar terjadi pada kelompok buah B yaitu pada buah dengan panjang 15-20 cm. Pada fase ini buah kakao akan mengalami masa pematangan buah. Menurut PPKKI ( 2008) penyakit busuk buah menyerang seluruh stadia buah, mulai dari buah yang masih sangat muda hingga buah yang sudah hampir panen. Namun, persentase serangan tertinggi terjadi pada buah yang berada pada fase pembentukan biji sampai fase pematangan buah. Lokasi penelitian mempunyai kondisi lingkungan dan iklim yang hampir sesuai untuk perkembangan jamur sehingga menyebabkan tingkat serangan menjadi tinggi. Dari data curah hujan yang diperoleh menunjukkan bahwa hampir di semua lokasi penelitian mempunyai curah hujan yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap kelembaban dan temperatur pada permukaan buah menjadi rendah. Menurut Cook (1978) pada temperatur 27,5 sampai 30 o C pertumbuhan jamur P. palmivora sangat cepat. Ditambahkan oleh Purwantara (1990) bahw a faktor yang berperan untuk terjadinya infeksi adalah kebasahan permukaan buah kakao dan kelembaban nisbi udara (RH) yang tinggi sekitar 95 %. Besarnya persentase buah kakao yang terserang P. palmivora terjadi akibat proses perkembangan dan penyebaran penyakit yang cepat. Di lapangan terdapat beberapa serangga dan hama seperti semut, tikus dan tupai yang dapat membantu penyebaran penyakit ini. Evans (1973) menyatakan bahwa binatang dapat menyebarkan penyakit ke tempat yang lebih tinggi dan lebih jauh karena binatang lebih mudah berpindah. Salah satu jenis binatang yang paling berperan dalam penyebaran penyakit busuk buah kakao adalah semut. Kegiatan budidaya seperti pemangkasan, pemupukan dan sanitasi lahan yang jarang dilakukan berakibat buruk pada tanaman kakao. Pemangkasan yang jarang dilakukan menyebabkan tanaman kakao menjadi rimbun atau bercabang terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan lahan menjadi gelap dan akan mempengaruhi iklim mikro tanaman maupun kelembaban menjadi lebih tinggi. Menurut Siregar et al. (2007) kelembaban yang tinggi akan membantu pembentukan spora dan meningkatkan infeksi. Infeksi akan terjadi jika di permukaan buah terdapat lapisan air yang berasal dari air hujan atau air pengembunan dari dalam buah. Percikan air hujan akan membantu penyebaran spora, di samping itu kondisi ini akan meningkatkan kelembaban kebun. Kondisi pertanaman dan sekitar kebun sangat mempengaruhi keberhasilan proses pengendalian penyakit busuk buah. Mulai dari banyaknya serasah di sekitar tanaman, buah terserang yang masih tergantung pada batang tanaman, tanaman lain yang merupakan kisaran inang dari patogen tersebut, serta kurangnya tindakan budidaya tanaman sehat yang menyebabkan iklim mikro sekitar tanaman menjadi lebih lembab menyebabkan sulitnya memutuskan
Manggaro, November 2011 Vol.12 No.2:43-48 48 mata rantai dari perkembangan jamur P. palmivora tersebut. Menurut Bowers et al. (2001) jamur ini mampu bertahan hidup sebagai miselium dan klamidospora (spora resisten yang berdinding tebal) pada material tanaman yang terinfeksi seperti akar, kanker batang, buah-buah mumi, atau di dalam tanah. Patogen dapat bertahan hidup di dalam tanah dan sisa-sisa tanaman selama beberapa tahun, atau di dalam tanah selama paling sedikit 10 bulan Usaha penanggulangan penyakit tidak hanya memperhatikan patogennya saja, tetapi juga lingkungan dan tanaman inangnya. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit tersebut. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah keadaan lingkungan, misalnya curah hujan,kelembaban, dan suhu. Keadaan lingkungan tersebut dapat dimanipulasi melalui praktek-praktek budidaya (kultur teknik) untuk menghambat laju perkembangan penyakit. Penanggulangan suatu penyakit juga dapat dilakukan dengan memadukan beberapa komponen teknologi yang sesuai. Hali ini untuk mengurangi kegagalan dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Menurut Kraus & Soberanis (2001) cit Deberdt et al. (2008) pengendalian biologi yang dikombinasi dengan kultur teknis memberikan hasil pengendalian yang lebih baik dibandingkan dengan jika aplikasi tunggal agens biologi atau kultur teknis sendiri. Fulton (1989) menyarankan untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao adalah melengkapi program aplikasi fungisida dengan paket program praktek budidaya (kultur teknis) seperti pemangkasan, pengendalian gulma, drainase, membuka buah yang terinfeksi sesering mungkin, dan sanitasi pohon secara kontinyu. Penanganan serangan penyakit dapat dilakukan dengan memadukan beberapa teknik pengendalian yang sesuai. Tujuannya untuk mengurangi kegagalan dan kelestarian lingkungan. Panen sering telah banyak dipraktekkan dan ternyata efektif mengurangi serangan hama dan penyakit terutama busuk buah. Beding et al. (2002) menyatakan penggunaan paket teknologi pemangkasan + panen sering + penggunaan insektisida pada tanaman kakao memberikan hasil yang positif terhadap peningkatan pembentukan buah dan penekanan serangan PBK dan penyakit busuk buah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penyakit busuk buah P. palmivora menyerang seluruh tanaman sampel di delapan lokasi berbeda. Persentase buah terserang dan intensitas serangan tertinggi terjadi pada kelompok buah B (panjang buah 15-20 cm) yaitu persentase buah terserang sebesar 28.10% dengan intensitas serangan 25.27% terdapat di jorong Kp Padang Utara dan yang terendah pada kelompok buah A (panjang buah 10-15 cm) dengan persentase buah terserang sebesar 05.08% dengan intensitas serangan sebesar 04.67% di jorong Kampuang Alang. Perkembangan gejala penyakit berlangsung antara 4-5 hari dari serangan awal hingga seluruh permukaan buah menjadi busuk. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyakit busuk buah pada buah kakao yang berukuran 10-15 cm (kelompok buah B) karena dalam penelitian yang telah dilakukan pada fase inilah buah kakao banyak terserang. Penelitian mengenai teknik pengendalian yang tepat dan efisien serta diharapkan ramah lingkungan juga perlu dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Beding PA, Alimuddin, Kanro MZ. 2002. Tanggapan Petani terhadap PHT Hama Penggerek Buah dan Penyakit Busuk Buah Kakao di Kabupaten Sorong. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 18(3): 100-107. Bowers JH, Bailey BA, Hebbar PK, Sanogo S, Lumsden RD. 2001. The impact of plant diseases on world chocolate production. Online. Plant Health Progress doi:10.1094/php-2001-0709-01-rv. Evans HC. 1973. Tent Building Ant Species as Vectors of P. Palmivora. Report cocoa research Institute. Manti I. 2009. Jenis dan Tingkat Serangan Penyakit Busuk Buah Kakao di Kabupaten Padang Pariaman. http//sumbar.litbang. deptan.go.id/ind/index.[16 Juni 2009]. Pawirosoemardjo S, Purwantara A. 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora pada buah kakao dan batang pada beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan, 60 (2), 67-72. Purwantara, A. 1990. Pengaruh beberapa unsur cuaca terhadap infeksi P.palmivora pada buah kakao. Menara Perkebunan (3): 78-83. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PPKI). 2008. Budidaya Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka Sastri. 2008. Tingkat serangan penyakit busuk buah (Phythopthora palmivora Bult) pada tanaman kakao (Theobroma cacao L) di sentra produksi kakao Kabupaten Padang Pariaman. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. 25 hal Semangun H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia (revisi). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. 80 hal. Siregar THS, Slamet R, Laeli N. 1988. Budidaya, pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. Jakarta.