BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah permukaan tanah dan dinyatakan dalam ton per unit area. Komponen biomassa hutan sendiri terdiri dari biomassa hidup di atas dan di bawah permukaan tanah antara lain berupa pohon, semak belukar, semai, akar, epifit dan tumbuhan menjalar lainnya. Biomassa juga dapat berasal dari tanaman yang sudah mati seperti serasah kayu. Stok biomassa yang terdapat dalam tiap pohon atau tegakan hutan dapat berubahubah. Perubahan stok biomassa dapat dipengaruhi oleh waktu dan gangguan terhadap hutan baik secara alami maupun akibat kegiatan manusia. Dalam Supratman 1994, Kusmana (1992) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya stok biomassa dalam hutan, antara lain perbedaan iklim, umur, kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan juga kualitas tempat tumbuh. Khusus untuk hutan mangrove, Eong et al. (1983) yang dikutip dalam Hilmi (2003) menambahkan bahwa biomassa dan produktivitasnya dipengaruhi oleh salinitas, akumulasi kandungan sulfat dan kandungan toksik serta kondisi redoks tanah dan keterbatasan hara. Penelitian mengenai kandungan biomassa sudah banyak dilakukan di berbagai negara dengan kondisi iklim yang bervariasi. Brown dan Lugo (1982, 1984) dalam Brown (1997) telah melakukan dua pendekatan pendugaan biomassa total, baik untuk yang di atas maupun di bawah permukaan tanah. Penelitian dilakukan di hutan tropik dari dua sumber data yang berbeda. Cara pertama data dikumpulkan dari literatur total biomassa di hutan tropik yang ditentukan dengan pengukuran langsung pada sebuah plot (dengan pemanenan langsung atau dengan menggunakan persamaan regresi yang dihasilkan dari metode pemanenan langsung). Dihasilkan berat rata-rata total biomassa bagian atas untuk hutan tertutup 282 ton/ha (144-513 ton/ha) dan untuk hutan terbuka 55 ton/ha (28-82 ton/ha). Untuk analisis yang kedua digunakan data yang dilaporkan oleh tiap negara untuk setiap tipe hutan utama. Dihasilkan rata-rata total biomassa di atas
permukaan tanah (TAGB) sebesar 150 ton/ha untuk hutan tanpa gangguan dan 50 ton/ha untuk hutan terbuka. Pendugaan ini dihitung menggunakan konversi volume komersial kayu ke TAGB dengan rata-rata kerapatan kayu dan nilai Biomass Expansion Factor (BEF). Pendugaan biomassa yang didasarkan pada data inventarisasi volume hutan dapat dikembangkan ke pendugaan TAGB sebab data volume dari inventarisasi hutan lebih banyak tersedia dan secara umum telah dikumpulkan pada suatu luasan contoh area yang luas dengan menggunakan metode sampling yang telah direncanakan untuk menggambarkan populasi yang terbaik. Biomassa dari hutan memiliki variasi yang sangat besar. Dalam Tabel 1 dapat diamati perbedaan kandungan biomassa antara komponen-komponen pohon menurut penelitian Whitmore (1985) yang dikutip dari Adinugroho (2002). Tabel 1 Biomassa (berat kering ton/ha) beberapa tipe hutan hutan Biomassa (ton/ha) Hutan dan Lokasinya batang daun akar Sumber Riverine (Panama) 1163 11,3 12 Golley et al. (1975) Hutan Banco (Ivory Coast) 504 9 49 Huttel dan Bernhard Reversat (1975) Hutan Pasoh (malaysia) 467 8,2 - Kato et al (1978) Hutan Hujan (Brazil) 370 10 - Klinge (1972) Tropika lembab (Panama) 355 11,3 40 Golley et al. (1975) Mangrove (Panama) 259 3,5 10 Golley et al. (1975) Tropika Hujan (Thailand) 323 7,8 190 Kira et al (1964) Hutan Hujan san Carlos (Venezuela) 317 8,2 31 Jordan (1980) Musim selalu Hijau (Kamboja) 314 8,4 56 Hozumi et al (1969) Hutan Hujan (Columbia) 314 9 32 Las Salas (1978) Pegunungan rendah (Puerto Rico) 269 8,1 - Odum et al (1970) Premontane Basah (Panama) 258 10,5 71 Golley et al. (1975) Hutan Panas (Kamboja) 145 7,7 13 Hozumi et al (1969) Hutan Kering Gugur Daun (India) 73 5 19 Singh dan Misra (1978) Hutan Rawa (Kamboja) 11 2,1 21 Hozumi et al (1969) Sumber : Whitmore (1985) dikutip dalam Adinugroho (2002) Dalam penelitian ini, biomassa diukur menggunakan metode pemanenan individu tanaman yang kemudian digunakan untuk membangun sebuah persamaan untuk menduga biomassa secara tidak langsung. Metode pendugaan tidak langsung yang dimaksud adalah berdasarkan hubungan alometrik. Metode ini merupakan metode yang ditetapkan untuk menduga biomassa hutan dalam Kyoto Protokol (IPCC 2003). Untuk menduga besarnya stok biomassa suatu pohon ataupun tegakan dapat digunakan berbagai macam metode baik secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu metode pendugaan secara tidak langsung adalah melalui pendekatan data volume (data potensi hutan). Untuk mengestimasi besarnya biomassa dalam suatu tegakan hutan jika diketahui data volumenya dapat dicari melalui nilai Biomass Expansion Factor (BEF). Brown (1997) mendefinisikan Biomass expansion factor sebagai perbandingan antara total berat kering tanur setiap bagian pohon (di atas permukaan tanah) terhadap berat kering tanur bagian batang saja. Hubungan antara biomassa tebangan dan biomassa total pohon bervariasi dan bergantung pada tipe hutan, umur tegakan, dan cara pemanenan. (tebang pilih dan tebang habis atau tebang jalur) juga pemasaran hasil hutan (khususnya pemasaran kayu pulp/sisa log). Perbandingan TAGB terhadap biomass komersialnya yang dihasilkan dari beberapa penelitian berkisar antara 1,3-1,5 untuk hutan dengan umur masak tebang. Namun nilai perbandingan ini biasanya lebih kecil daripada faktor ekspansi (expansion factors) yang seharusnya digunakan untuk hutan yang ditebang (Snowdon et al. 2000). Dalam Tabel 2 dapat diamati beberapa nilai BEF yang dibedakan menurut tipe hutan dan sistem tebang. Tabel 2 Nilai BEF pada beberapa hutan dengan tipe hutan dan tipe tebangan yang berbeda BEF Tipe hutan Tipe tebangan kayu pulp bukan kayu pulp tebang pilih 1,3 1,8 Hutan dengan kelembaban tinggi tebang jalur 1,7 2,9 tebang pilih 1,3 2,2 Hutan dengan kelembaban rendah tebang jalur 2,0 5,0 Sumber : Snowdon et al. (2000) 2.2 Studi Mengenai Alometrik Biomassa Penyusunan model persamaan penaksiran biomassa dengan menggunakan teknik regresi dimaksudkan untuk mencari hubungan antar biomassa dengan peubah penaksiran yang diperoleh pada pengukuran biomassa sejumlah pohon. Jumlah pohon contoh untuk pembuatan model alometrik bervariasi. Belum ada pedoman yang pasti untuk menentukan jumlah pohon contoh yang memadai. Wiant et al (1977) seperti yang dikutip dalam Mikaelian dan Korzukhin (1997) dalam studinya menggunakan ukuran sampel masing-masing antara 19 22 pohon
untuk semua semua spesies. Dalam MacDicken (1997) menyebutkan bahwa tabel biomassa dapat disusun minimal menggunakan 30 pohon contoh terpilih untuk tiap spesies, bahkan untuk tujuan tertentu 12 pohon saja sudah memadai. Persamaan Alometrik dapat digunakan untuk mengestimasi stok biomassa pada vegetasi dengan jenis yang sama. Sekurang-kurangnya terdapat dua alasan yang membedakan persamaan-persamaan alometrik antara lain : 1. perbedaan struktur pohon 2. perbedaan ukuran pohon dengan kelas diameter pohon yang dikembangkan dalam persamaan alometriknya. Persamaan alometrik spesifik digunakan untuk pohon dengan jenis yang sama, memiliki kisaran ukuran yang tercakup dalam kelas ukuran persamaan tersebut dikembangkan dan spesifik pada lokasi tempat tumbuhnya. Persamaan alometrik tidak akurat digunakan apabila syarat di atas tidak terpenuhi (Snowdown et al. 2000). Penelitian mengenai persamaan alometrik penduga biomassa telah banyak dikembangkan oleh para ahli. Umumnya persamaan yang telah disusun tersebut adalah persamaan yang ditujukan untuk pohon-pohon hutan primer di daratan. Brown (1997) mengembangkan model persamaan penduga biomassa yang dikelompokan berdasarkan curah hujan. Persamaan yang dikembangkan ini menggunakan parameter diameter setinggi dada (1,3 m) dan tinggi total. Persamaan-persamaan ini dapat diamati dalam Tabel 3. Tabel 3 Model alometrik penduga biomassa pohon menurut perbedaan curah hujan lokasi Selang diameter pohon contoh (cm) Jumlah pohon contoh R 2 Tempat tumbuh (curah hujan,mm/tahun) Persamaan Alometrik Kering (<1500 mm) Y=0,139D 2,32 5-40 28 0,89 Y=42,69-12,8D+1,242D 2 5-148 170 0,84 Y=0,118D 2,53 5-148 170 0,97 Lembab (1500-4000mm) Y=0,092D 2,60 5-148 170 - Y21,3-6,95D+0,74D 2 4-112 169 0,92 Basah (>4000 mm) Y=0,037D 1,89 H 4-112 169 0,9 Sumber : Brown (1997) Keterangan : Y = biomassa pohon (kg/pohon) D = diameter setinggi dada/1,3 m (cm) H = tinggi (m)
Model alometrik biomassa pohon telah dikembangkan juga oleh Ogawa et al (1965) yang menghasilkan persamaan B batang = 0,0369(D 2 H) 0,9326 yang dapat digunakan untuk biomassa batang pada semua tipe hutan. Menurut Ogawa et al. (1965), penduga biomassa daun dapat menghasilkan kesalahan paling besar. Tersedia lebih dari 200 persamaan alometrik yang dapat digunakan untuk menduga besarnya biomassa setiap komponen yang tersebar di seluruh dunia. Hanya saja distribusi spasial dan cakupan spesiesnya masih sangat terbatas. Khusus di Indonesia persamaan penduga biomassa masih sangat terbatas. Pada Tabel 4 dapat diamati beberapa persamaan alometrik penduga biomassa yang disusun berdasarkan biomassa pohon-pohon di Indonesia. Tabel 4 Persamaan alometrik berbagai jenis vegetasi hutan No. Jenis Pohon Persamaaan Alometrik Sumber 1 Pohon bercabang B = 0.11 D 2.62 Ketterings, 2001 2 Pohon tak bercabang B = (/40) H D 2 Hairiah, 2002 3 Nekromas B = (/40) H D 2 Hairiah, 2002 5 Pisang B = 0.030 D 2.13 Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002 6 Sengon B = 0.0272 D 2.831 Sugiarto ; Van Noordwijk, 2002 7 Palm B = BA* H* Hairiah, 2000 8 Bambu B = 0.1312 D 2.278 Arifin, 2001 9 Mahoni B = 0,048D 2,68 Adinugroho, 2002 Sumber : Rahayu et al. (2004). Keterangan : B = Biomassa (kg pohon-1) H = tinggi tanaman (cm) = kerapatan kayu (Mg m-3, kg dm-3 atau g cm-3) D = diameter (cm) setinggi dada (1.3 m) BA = Basal Area (cm-2) Model penduga biomassa untuk jenis-jenis pohon yang hidup di hutan mangrove di Indonesia telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Jenis vegetasi mangrove yang telah tersedia persamaan penduga biomassa antara lain dari kelompok Rhizophora spp., Bruguiera spp. dan Avicennia spp. Rumus penduga ini dikembangkan oleh Kusmana (1996) dengan mengambil lokasi penelitian di Kalimantan Timur. Rumus penduga pada beberapa kelompok vegetasi mangrove ini dapat diamati dalam Tabel 5.
Tabel 5 Rumus penduga biomassa beberapa kelompok jenis mangrove di Kalimantan Timur Bagian Rumus biomassa tumbuhan Rhizophora spp. Bruguiera spp. Avicennia spp. Daun Batang Cabang Akar tunjang Ground root 5 1,610 x10 1, 253 w 3,1174 D w = 565,657(e 0,135D -1) w = 0,00818(D 2 H) 0,8067 4 2,901 x10 2, 697 w 0,76 D w = 13,2359(e 131 D-1) w = 0,2563(D 2 H) 0,8534 4 3,833 x10 3, 258 w 0,0047 D w = 1,697(e 0,179 D-1) 3 2,657 x10 3, 667 w 0,00129 D 3 1,034 x10 2, 668 w 0,0634 D w = 0,061D 2,619 Keterangan : w = Biomassa (kg), D = Diameter (cm), H = Tinggi total pohon (m) 2.3 Tinjauan Mengenai Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dan Ekosistemnya Pohon Nyirih atau disebut dengan Nyuru atapun Siri memiliki tinggi yang mencapai lebih dari 20 meter bahkan lebih. Daunnya berwarna hijau gelap, berbentuk elips dengan pangkal daun yang menyatu dengan batang. Bunga berukuran kecil dan berwarna putih susu hingga putih kehijauan. Buahnya berbentuk bulat dengan ukuran yang sangat besar yaitu diameter berkisar antara 15 20 cm, berwarna coklat kekuningan. Kulit batang pohon Nyirih berwarna merah coklat dengan permukaan yang licin. Beradaptasi terhadap substrat tempat tumbuh dengan akar papan yang berbentuk seperti pita yang memanjang dan menopang batang pohon (Bengen 2002). Jenis nyirih tidak termasuk dalam kelompok mangrove sejati (true mangrove). Jenis ini termasuk dalam flora mangrove minor yang tidak mampu membentuk tegakan murni sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam steuktur komunitas. Nyirih memiliki distribusi yang cukup besar dari Afrika Timur sampai ke Asia Tenggara. Nyirih banyak ditemukan pada daerah sungai dengan arah menuju ke daratan. Jika dibedakan menurut zonasinya, jenis nyirih terdapat pada zona B di belakang jenis Bakau (Rhizophora spp), Api-api (Avicennia spp.) dan tumu (Bruguiera spp.) yang tumbuh paling dekat dengan laut. Zona tempat tumbuh Nyirih adalah mulai dari bagian tengah sampai zona yang dekat dengan sungai. Meskipun demikian di beberapa negara seperti Srilanka dan Kenya, jenis ini ditemukan tumbuh dengan arah menuju ke arah laut.