II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam satuan gram, atau dalam kalori. Oleh karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomassa diukur berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gr per m2 atau ton per ha (Brown, 1997). Penilaian biomassa penting untuk berbagai tujuan (Parresol, 1999;. Zheng et al, 2004), yaitu untuk penggunaan sumber daya dan pengelolaan lingkungan. Pada tujuan penggunaan sumberdaya, dilakukan untuk mengetahui banyaknya bahan bakar kayu yang tersedia untuk digunakan dan mengetahui banyaknya biomassa yang tersedia pada satu waktu tertentu. Sedangkan pada tujuan dalam pengelolaan lingkungan, penilaian biomassa adalah penting untuk menilai produktivitas dan keberlanjutan hutan. Biomassa juga merupakan indikator penting dalam penyerapan karbon, sehingga dapat diketahui berapa banyak biomassa yang hilang atau terakumulasi dari waktu ke waktu. Beberapa istilah biomassa disebutkan dalam Clark (1979), sebagai berikut: Biomassa hutan (Forest biomass ) adalah keseluruhan volume makhluk hidup dari semua species pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak dan vegetasi yang lain. Pohon secara lengkap (Complete tree) berisikan keseluruhan komponen dari suatu pohon termasuk akar, tunggul /tunggak, batang, cabang dan daun-daun. Tunggul dan akar (Stump and roots) mengacu kepada tunggul, dengan ketinggian tertentu yang ditetapkan oleh praktek-praktek setempat dan keseluruhan akar. Untuk pertimbangan kepraktisan, akar dengan diameter yang lebih kecil dari daiameter minimum yang ditetapkan sering dikesampingkan. Batang di atas tunggul (Tree above stump) merupakan seluruh komponen pohon kecuali akar dan tunggul. Dalam kegiatan forest biomass inventories, pengukuran sering dikatakan bahwa biomassa di atas tunggul/tunggak ditetapkan sebagai biomassa pohon secara lengkap.

2 4 Batang (stem) adalah komponan pohon mulai di atas tunggul hingga ke pucuk dengan mengecualikan cabang dan daun. Batang komersial adalah komponen pohon di atas tunggul dengen diameter minimal tertentu. Tajuk pohon (Stem topwood) adalah bagian dari batang dari diameter ujung minimal tertentu hingga ke pucuk, bagian ini sering merupakan komponen utama dari sisa pembalakan. Cabang (branches) semua dahan dan ranting kecuali daun. Dedaunan (foliage) semua duri-diri, daun, bunga dan buah. Dalam inventarisasi karbon hutan, ada 4 tampungan karbon yang diperhitungkan. Keempat tampungan karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah (Sutaryo, 2009). Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan, termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah. Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organic mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan. Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut.

3 Citra Landsat Teknologi Penginderaan Jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seriseri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6 dan terakhir adalah Landsat 7 yang diorbitkan bulan Maret 1998, merupakan bentuk baru dari Landsat 6 yang gagal mengorbit. Kemampuan spektral dari Landsat-TM, ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik ETM+ Landsat No. Jenis Data Keterangan 1.Ketinggian orbit 705 km 2.Sifat orbit Selaras matahari (sun synchronous) 3.Cakupan satuan citra 185 x 185 km2 4.Resolusi temporal 16 hari 5.Resolusi spektral µm : saluran satu µm : saluran dua µm : saluran tiga µm : saluran empat µm : saluran lima µm : saluran enam µm : saluran tujuh 6.Resolusi spasial Saluran 1-5 dan 7 : 30x 30 m² Saluran 6 : 120 x 120 m² 7.Resolusi radiometrik 8 bit Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997) Resolusi spektral merupakan fungsi dari panjang gelombang yang digunakan dalam perekaman objek. TM memiliki tujuh saluran spektral yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 2.

4 6 Tabel 2. Band-band pada Landsat-TM dan Kegunaannya Saluran Spektral Kegunaan 1. Biru Peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah dan vegetasi. 2. Hijau Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil. Pengamatan ini dumaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan penilaian kesuburan. 3. Merah Saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan non-vegetasi. 4. Inframerah dekat 5. Inframerah pendek 6. Inframerah thermal 7. Inframerah pendek Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1997 Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. Penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah. Pemisah formasi batuan Saluran inframerah termal bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisah kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas. Ciri Spektral Air, Tanah, dan Tanaman Agar dapat mengembangkan potensi data spektral Penginderaan Jauh untuk pemantauan suatu objek di permukaan bumi, diperlukan pemahaman tentang ciri spektral tanaman, tanah dan air, dihubungkan dengan sifat fisik, biologi dan agronominya. Ciri Spektral Air Ciri reflektansi air dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kedalaman dan kekeruhan (kandungan bahan organik dan anorganik). Ciri khas reflektansi air adalah terjadinya penyerapan sinar pada spektrum infra merah dan pemantulan secara transmisi maksimum pada spektrum biru dan hijau. Air dalam keadaan jernih pada umumnya tidak lagi memantulkan sinar pada panjang gelombang lebih besar dari 0,75 µm (Lillesand dan Kiefer, 1987). Adanya reflektansi oleh air pada spektrum infra merah disebabkan karena pengaruh kekeruhan, kekeruhan ini juga mempengaruhi reflektansi pada spektrum tampak mata (visible). Air

5 7 berlumpur (keruh) mempunyai reflektansi yang lebih besar dibandingkan air yang jernih dan dalam. Konsentrasi klorofil di dalam air akan meningkatkan reflektansi pada spektrum hijau dan infra merah dekat. Ciri Spektral Tanah Hampir semua jenis tanah menunjukan reflektansi yang menaik pada selang panjang gelombang 0,40-2,20 µm, dan setelah itu akan menurun. Sifat-sifat yang dominan dalam menentukan reflektansi tanah adalah komposisi kandungan mineral, bahan organik dan kelembaban, sedangkan tekstur (ukuran partikel) dan struktur (agregat) menentukan kekasaran permukaan dan efek bayangan yang terjadi di atas permukaan tanah yang kemudian mempengaruhi reflektansi tanah. Agregat kasar dengan bentuk yang tidak teratur akan membentuk permukaan yang tidak rata dan ruang antar agregat yang banyak. Keadaan ini menyebabkan banyak sinar terserap sehingga reflektansinya menurun. Gambar 1. Kurva Karakteristik Reflektan dari Objek Tanah, Air, Vegetasi serta posisi Band Spektral Sensor beberapa Jenis Satelit Ciri Spektral Tanaman Ada tiga faktor yang menentukan ciri reflektansi tajuk tanaman, yaitu sifat optik dari masing-masing komponen tajuk, morfologi tajuk dan arah pandang dan penyinaran. Hibungan antara sifat agronomi dan ciri spektral tanaman terutama ditentukan oleh geometri tajuk dan sifat optik komponen tajuk. Ukuran yang

6 8 digunakan untuk menyatakan sifat geometri tajuk adalah indeks luas daun, persentase penutupan tanah dan biomassa. Morfologi tajuk, yaitu susunan geometri daun di dalam ruang bervariasi dengan berubahnya sifat agronomi tanaman (seperti fase pertumbuhan dan indeks luas saun), persentase penutupan tanah, waktu tanam, populasi tanaman, jarak baris, spesies tanaman, sudut datang sinar, sudut pandang dan arah angin. Banyak faktor pembatas yang berakibat berkurangnya luas tajuk jika dilihat secara vertikal. Berkurangnya luas tajuk mengakibatkan meningkatnya sumbangan komponen yang terdapat di bawah tanaman (tanah, air, tanaman lain atau bayangan) terhadap reflektansi spektral pada satuan luas tersebut. Arah baris tanaman juga mempengaruhi tingkat bayangan Pengukuran Biomassa di Lapang Biomassa pohon merupakan fungsi dari volume kayu, (yakni diperoleh dari diameter dan tinggi) dan kerapatan kayu (berat kering dalam setiap unit volume kayu segar). Kerapatan bervariasi sesuai dengan spesies, cara hidup, dan faktor lingkungan seperti topografi dan kemiringan lahan. Biomassa pohon dapat dihitung dengan metode langsung (pemanenan destruktif) atau metode tidak langsung (model allometrik). Model allometrik diketahui dengan mengukur variabel diameter at breast height (DBH), tinggi total dan kerapatan kayu. Banyak studi menggunakan model allometrik dalam pendugaan biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass/abg) karena pemanenan pohon bersifat merusak dan membutuhkan biaya yang besar (Vieira et al., 2008). Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (a) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ; (b) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (c) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (d) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error) yang

7 9 signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Heiskanen, 2006; Australian Greenhouse Office, 1999). a. Sampling dengan pemanenan Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya. Pengukuran dengan metode ini untuk mengukur biomassa hutan dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area cuplikan atau melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan persamaan alometrik. Meskipun metode ini terhitung akurat untuk menghitung biomass pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal dan sangat memakan waktu. Prosedur umum untuk membuat estimasi berat dari individu masingmasing pohon yang menjadi bagian dalam pemanenan biomassa (destructive sampling) adalah sebagai berikut: (Hitchcock and McDonnell, 1979): Tebang pohon dan pisahkan material yang ada sesuai dengan komponen dari pohon tersebut. Bagi dan timbang setiap komponen bagian-demi bagian. Ambil subsample dari masing-masing komponen. Tentukan volume dari sub sample dengan metode penenggelaman dalam air atau metode lainnya (optional). Keringkan dengan oven dan timbang masing-masing sub sample. Tetapkan total berat kering dari masing-masing bagian. Terapkan faktor kepadatan berat basah dan berat kering untuk setiap komponen. Jumlahkan berat masing-masing komponen menjadi berat keseluruhan pohon. Berat basah keseluruhan pohon dan komponen-komponennya dapat dibagi atau dibedakan dengan cara ini atau melalui cara sampling. Membagi berdasarkan kadar air dan berat kering umumya memerlukan proses laboratorium. Metode untuk mengestimasikan berat dan volume semak dan vegetasi lain mengandung prinsip yang sama dengan pengukuran untuk pohon. Variabel bebas untuk fungsi (persamaan) berat kering dalam beberapa kasus dapat pula disamakan seperti tinggi dan densitas vegetasi.

8 10 a. Sampling tanpa pemanenan Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa. b. Pendugaan melalui Penginderaan Jauh. Penggunaan teknologi Penginderaan Jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Kendala yang umumnya adalah karena teknologi ini relatif mahal dan secara teknis membutuhkan keahlian tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh pelaksana proyek. Metode ini juga kurang efektif pada daearah aliran sungai, pedesaan atau wanatani (agroforestry) yang berupa mosaik dari berbagai penggunaan lahan dengan persil berukuran kecil (beberapa ha saja). Hasil pengideraan jauh dengan resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relatif homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil Pengideraan Jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar. c. Pembuatan model Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamatan insitu atau Penginderaan Jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sample plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa (Australian Greenhouse Office, 1999). Plot Pengamatan pada Hutan Primer, Hutan Sekunder, Perkebunan, dan Kebun Campuran. Plot pengukuran dibuat berdasarkan pertimbangan keterwakilan penutupan lahan dan kualitas citra serta aksesibilitas di lapangan. Bentuk plot berupa jalur berpetak dengan ukuran 20 m x 100 m dan setiap petak berukuran 20 m x 20 m

9 11 Tahapan pembuatan plot ialah sebagai berikut: 1) Ditentukan titik awal jalur pengamatan (titik merah pada Gambar 2) lalu diberi patok. Patok dapat berupa pohon atau jatuhan ranting didirikan dan diberi tanda (diikat dengan tali rafia warna cerah). Koordinat titik awal jalur pengamatan ditentukan dengan menggunakan GPS. 2) Ditentukan arah jalur (azimuth) pengamatan menggunakan kompas. Jika lokasi pengamatan berlereng maka azimuth tegak lurus lereng (ke arah puncak), jika lokasi pengamatan datar atau agak datar azimuth tegak lurus dengan sungai atau jalan. 3) Ditarik tali tambang sepanjang 20 meter sebagai searah azimuth yang membagi petak menjadi dua bagian simetris. Batas 20 meter diberi tanda (diikat dengan tali rafia). Koordinat batas 20 meter tersebut ditentukan menggunakan GPS. 4) Ditarik tali tambang atau rafia sepanjang 10 meter ke arah kanan dan kiri (90 0 dan dari arah jalur). Kemudian diberi patok batas 10 meter kanan dan kirinya. Dibatasi petak ukuran 1 m x 1m seperti yang disajikan pada Gambar 2, untuk pengamatan biomassa tumbuhan bawah. Gambar 2. Plot pengukuran Biomassa di Hutan Primer, Hutan Sekunder, Perkebunan, dan Kebun campuran. Setelah plot selesai dibuat maka dilakukan pengamatan vegetasi penutup lahan dengan langkah-langkah sebagai berikut: - Pohon-pohon dengan diameter setinggi dada 5 cm diberi nomor dengan menggunakan label yang dituliskan nomor pohon. - Masing-masing pohon tersebut diukur diameter setinggi dada (cm), tinggi total (m), dan tinggi bebas cabang (m).

10 12 - Pada plot tumbuhan bawah (1 m x 1 m), diamati dan dihitung jumlah individu tanaman tiap jenis per plot pengamatan. Kemudian dibabat/dipanen habis seluas plot tersebut dan ditimbang menggunakan timbangan. Sebanyak 250 gram dari tumbuhan bawah yang dibabat tersebut dimasukkan ke dalam plastik untuk dibawa. - Langkah-langkah nomor 1 s.d 3 dilakukan juga pada plot-plot selanjutnya sampai dengan 5 plot (panjang jalur 100 m). Mangrove Pembuatan plot pengamatan mangrove dengan ukuran petak 10 m x 10 m sebanyak 5 petak (jalur petak sampai dengan 50 m) seperti yang disajikan pada Gambar 3. Tahapan pembuatan plot pada mangrove sama seperti pada pembuatan plot hutan sekunder, hutan primer, perkebunan dan kebun campuran pada tahap 1 sampai 3. Namun batas pemberian patok sebesar 10 meter kanan dan kirinya. Gambar 3. Plot pengukuran biomassa di mangrove Semak Belukar, Tegalan, Sawah, dan Rawa plot pengamatan dengan ukuran petak 1 m x 1 m sebanyak 5 petak (jalur petak sampai dengan 50 m) seperti yang disajikan pada Gambar 4. Tahapan pembuatan plot ialah sebagai berikut: Gambar 4. Plot pengukuran biomassa di Semak Belukar, Tegalan, Sawah, dan Rawa. Tahapan pembuatan plot pada mangrove sama seperti pada pembuatan plot hutan sekunder, hutan primer, perkebunan dan kebun campuran pada tahap 1 sampai 3. Pada tahap selanjutnya, Pada plot 1 m x 1 m, diamati dan dihitung

11 13 jumlah individu tanaman tiap jenis per plot pengamatan atau dapat pula dilihat jarak tanam tiap tanaman. Kemudian dipanen tiap jenis tanaman dalam plot tersebut dan ditimbang menggunakan timbangan. Berat biomassa per plot 1 m 2 ialah jumlah tanaman (rumpun) dalam 1 m 2 dikalikan berat 1 tanaman (rumpun) pewakil. Analisis Data Biomassa Pohon Biomasa pohon (dalam berat kering) dihitung menggunakan persamaan alometrik berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah (dalam cm), dan/atau tinggi pohon, berat jenis kayu, dan lain-lain sesuai dengan persamaan allometrik yang akan digunakan. Tabel 3 berisi daftar sebagian persamaan alometrik yang tersedia dan digunakan dalam mengestimasi biomassa pada berbagai jenis vegetasi. Tabel 3. Persamaan Alometrik pada Penghitungan Biomassa Pohon. Jenis pohon Persamaan Alometrik Sumber Pohon-pohon bercabang B = 0,11 ρ D 2,62 Ketterings, 2001 Pohon tidak bercabang B = ( /40) ρ H D 2 Hairiah, 2002 Nekromas (pohon mati) B = ( /40) ρ H D 2 Hairiah, 2002 Kopi B = 0,281 H D 2,06 Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002 Pisang B = 0,030 H D 2,13 Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002 Sengon B = 0,0272 H D 2,811 Sugiarto, 2002; Van Noordwijk, 2002 Palm B = BA*H* ρ Hairiah, 2000 Keterangan: B H = berat kering (kg pohon) = tinggi tanaman (cm) ρ = kerapatan kayu (Mg m 3 ), kg dm 3 atau g cm 3 D = diameter (cm) setinggi dada (1,3 m) BA = basal area (cm 2 ) Dari berat kering komponen penyimpan karbon dalam suatu luasan tertentu kemudian dikonversi ke nilai karbonnya dengan perhitungan sebagai berikut: Karbon biomasa = Total berat kering * 0.46

12 Indeks Vegetasi Hubungan antara respon spektral pada spekturm sinar tampak dan infra merah dengan kerapatan vegetasi dapat dijelaskan dengan suatu indeks yang disebut indeks vegetasi (Huete, 1998). Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara band merah dan NIR yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi ( Lillesand dan Kiefer, 1994). Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang diterapkan terhadap citra (biasanya multispektral), untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, leaf area index (LAI), kosentrasi klorofil. Secara praktis, indek vegetasi merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa band sekaligus dan menghasilkan citra baru yang lebih representatif dalam menyajikan fenomena vegetasi (Danoedoro, 1996). Indeks vegetasi merupakan persentase pemantulan radiasi matahari oleh permukaan daun yang berkorelasi dengan konsentrasi klorofil. Banyaknya konsentrasi yang dikandung oleh suatu permukaan vegetasi, khususnya daun menunjukan tingkat kehijauan vegetasi tersebut (Carolita, 1995). Schowengerdt (1997) menyebutkan, bentuk sederhana dari indeks vegetasi adalah ratio antara kanal near-infrared dan kanal red, ratio tersebut disebut ratio vegetation index (RVI) dengan kisaran nilai 0 sampai tak terhingga. Jika vegetasi sehat nilai akan tinggi, begitu pula sebaliknya. NDVI dapat digunakan untuk mengukur kondisi relatif vegetasi, hal ini memungkinkan untuk dapat digunakan dalam menghitung dan memprediksi biomassa, leaf area index (LAI), photosynthetically active radiation (PAR) yang diserap oleh vegetasi (Sader et al. 1998). Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1, dimana nilai 0 sering digunakan (diasumsikan) sebagai batas pixel yang bervegetasi dan non vegetasi. Nilai yang mewakili vegetasi pada rentanng 0,1 hingga 0,7, diatas nilai ini menggambarkan tingkat kesehatan tutupan vegetasi (Wahyunto et al., 2006). Indeks vegetasi TNDVI adalah akar kuadrat dari NDVI. TNDVI memiliki koefisien variabel yang lebih tinggi dibandingkan NDVI. Rumus TNDVI selalu

13 15 bernilai positif. TNDVI menunjukan hubungan antara jumlah biomassa hijau yang ditemukan dalam sebuah pixel (Senseman et al., 1996) Estimasi Biomassa dengan Pendekatan Indeks Vegetasi Hubungan antara indeks vegetasi NDVI dan data hasil pengukuran lapangan mampu memberikan informasi tentang biomassa vegetasi (Brown, 1996). Estimasi biomassa melalui citra Landsat dengan pendekatan indeks vegetasi NDVI, TNDVI, RVI, TRVI dan DVI mampu menggambarkan hubungan antara nilai spektral dengan biomassa pada areal hutan tanaman industri. Namun dari kelima indeks vegetasi tersebut hanya indeks vegetasi TNDVI dan NDVI memiliki korelasi yang lebih tinggi dengan biomassa dibandingkan indeks vegetasi RVI, TRVI dan DVI yang dinilai dari besarnya nilai R dari persamaan yang dihasilkan yaitu sebesar 89%, sehingga indeks vegetasi TNDVI dan NDVI merupakan indeks vegetasi yang paling baik digunakan untuk mengestimasi biomassa (Orientasari, 2005). (Ardiansyah et al., 2005) menjelaskan bahwa hubungan antara indeks vegetasi NDVI dengan biomassa tegakan bersifat non-linear dan berdasarkan nilai koefisien determinasinya untuk kedua tegakan Acacia mangium dan crassicarpa dengan nilai R² 0.8. Budi (2000) memperoleh model hubungan terbaik antara biomassa dengan indeks vegetasi pada beberapa indeks vegetasi untuk menduga biomassa mangrove pada citra Landsat adalah model hubungan antara biomassa dan infrared index. Nilai infrared index lebih mampu menerangkan biomassa mangrove Segara Anakan, Cilacap dibandingkan nilai indeks NDVI dan IM (Indeks Mangrove).

MELINDA RAKHMAWATI A

MELINDA RAKHMAWATI A i PEMANFAATAN CITRA LANDSAT UNTUK ESTIMASI BIOMASSA ATAS PERMUKAAN DARI BERBAGAI PENUTUPAN LAHAN DENGAN PENDEKATAN INDEKS VEGETASI (STUDI KASUS KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT) MELINDA RAKHMAWATI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis adalah sistem berbasis komputer yang terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. Tujuan Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan Jarak Jauh Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis

Lebih terperinci

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? Mengukur jumlah C tersimpan di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT Tujuan: Mahasiswa dapat mengidentifikasi objek yang ada pada citra landsat Mahasiswa dapat mendelineasi hasil interpretasi citra landsat secara teliti Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011 di beberapa penutupan lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Gambar 1). Pengolahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan,

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan, TINJAUAN PUSTAKA Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu: 1. Bagian hidup

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah

Lebih terperinci

RIZKY ANDIANTO NRP

RIZKY ANDIANTO NRP ANALISA INDEKS VEGETASI UNTUK IDENTIFIKASI TINGKAT KERAPATAN VEGETASI HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN CITRA AIRBORNE HYPERSPECTRAL HYMAP ( Studi kasus : Daerah Hutan Gambut Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi pohon pelindung di jalan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi pohon pelindung di jalan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi pohon pelindung di jalan arteri primer

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Hutan Penelitian (Central Kalimantan Peatland Project)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 16 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan pertanaman karet Bojong Datar Banten perkebunan PTPN VIII Kabupaten Pandeglang Banten yang dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Tanaman kelapa sawit awalnya

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN POTENSI KARBON DI KAWASAN HUTAN PENGELOLAAN OLEH MASYARAKAT SECARA LESTARI DAN BERKELANJUTAN

PENGHITUNGAN POTENSI KARBON DI KAWASAN HUTAN PENGELOLAAN OLEH MASYARAKAT SECARA LESTARI DAN BERKELANJUTAN PENGHITUNGAN POTENSI KARBON DI KAWASAN HUTAN PENGELOLAAN OLEH MASYARAKAT SECARA LESTARI DAN BERKELANJUTAN Forest Watch Indonesia, Tahun 009 Forest Watch Indonesia Forest Watch Indonesia Forest Watch Indonesia

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan. (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO 2

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan. (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO 2 TINJAUAN PUSTAKA Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan Pengukuran biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah permukaan dari pepohonan, semak, palem, anakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA Oleh : AUFA IMILIYANA (1508100020) Dosen Pembimbing: Mukhammad Muryono, S.Si.,M.Si. Drs. Hery Purnobasuki,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka data analisis mengunakan statistik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 Januari 2016 dan pada

BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka data analisis mengunakan statistik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 Januari 2016 dan pada 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantiatif sebagaimana menurut Suryana (2010) penelitian deskriptif bertujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan. Masalah yang sering timbul adalah

Lebih terperinci

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU ESTIMATION OF THE CARBON POTENTIAL IN THE ABOVE GROUND AT ARBEROTUM AREA OF RIAU UNIVERSITY Ricky Pratama 1, Evi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap

Lebih terperinci