BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

STUDI KASUS: SITE BAWEAN AREA, JAWA TIMUR

BAB 3 PENGOLAHAN DATA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT (PRE-ENGINEERING ROUTE SURVEY)

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III MULTIBEAM SIMRAD EM Tinjauan Umum Multibeam Echosounder (MBES) SIMRAD EM 3002

BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I. I.1

STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB 2 TEORI DASAR Maksud dan tujuan pelaksanaan survei lokasi Maksud dan tujuan utama dari pelaksanaan survei lokasi bagi anjungan minyak lepas

BAB II SISTEM MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES)

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test

PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER PADA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT

APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES) UNTUK KEPERLUAN BATIMETRIK

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

SURVEI HIDROGRAFI UNTUK KAJIAN ALKI DI PERAIRAN LAUT JAWA

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM)

BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

3. METODOLOGI PENELITIAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Gambar Garis Jalur Rencana Pipa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

PEMETAAN BATIMETRI UNTUK PERENCANAAN PENGERUKAN KOLAM PELABUHAN BENOA, BALI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Jurnal Geodesi Undip Januari2014

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Geodesi Undip April 2016

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME

BAB IV PENGOLAHAN DATA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN ANYER, BANTEN MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES)

LATIHAN GPS SUNGAI TIGO. Di Ambil dari Berbagai Sumber

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

Gambar 8. Lokasi penelitian

TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI

BAB III METODE PENELITIAN

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ketentuan International Hydrographic Organisation (IHO) Standards

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

BAB III PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

STUDI KELAYAKAN RENCANA LOKASI PELETAKAN JACK-UP DRILLING RIG MENGGUNAKAN HASIL PENCITRAAN SIDE SCAN SONAR

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

Transkripsi:

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Survei Lokasi 3.1.1 Lokasi Geografis dan Garis Survei Lokasi dari area survei berada di sekitar Pulau Bawean, Jawa Timur. gambar 3.1 memperlihatkan lokasi dari area survei di peta. Area dari survei lokasi berada di sekitar Pulau Bawean Area, dengan jumlah jalur survei 63 buah. Gambar 3.2 memperlihatkan area total survei beserta jalur-jalur surveinya. Pada gambar 3.2 juga terdapat garis survei yang direncanakan serta lokasi dari Atlas-1 dan Appraisal Location. Titik Atlas-1 merupakan lokasi dari pengeboran minyak serta lokasi dimana anjungan minyak lepas pantai akan diletakkan, dan titik Appraisal Location merupakan lokasi dari sumur yang akan digunakan untuk menentukan sifat-sifat fisis, jumlah, serta jumlah maksimum produksi dari cadangan minyak atau gas yang terdapat di lokasi tersebut. Sumur Appraisal Location digali terlebih dahulu sebagai tahap eksplorasi, dan kemudian digunakan sebagai sampel untuk menentukan apakah titik Atlas-1 dapat mulai dieksploitasi atau tidak. Gambar 3.1 Lokasi Area Survei Bawean Area 35

3.1.2 Spesifikasi survei Gambar 3.2 Garis survei lokasi yang direncanakan 3.1.2.1 Parameter geodetik Semua data kedalaman batimetri yang didapat selama survei telah direduksi oleh LAT (Lowest Astronomical Tide) yang diakuisisi menggunakan tide gauge yang diletakkan di koordinat UTM area 49S (X=635682 m, Y=9332759 m) pada tanggal 18 November 2011 pukul 21.10 hingga 24 November 2011 pukul 18.20 dengan interval 10 menit. Tabel 3.1 menjelaskan datum horizontal dan datum vertikal yang digunakan selama proyek berlangsung. Mengenai nilai koreksi kedalaman dari survei lokasi survei tersebut, nilai dari LAT di area survei adalah 0.96m dibawah permukaan MSL. 36

Tabel 3.1 Datum horizontal No Parameter Nilai/jenis 1. Spheroid WGS 84 2. Datum WGS 84 3. Semi major axis datum (a) 6 378 137.000 4. Semi minor axis datum (b) 6 356 752.314 5. e² 0.006 694 380 6. 1/f 298.257 223 6 7. Proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) 8. Zona 49 South 9. Unit koordinat Meter 10. Meridian pusat 111 E 11. False Latitude 00.0 12. False Easting 500 000.0m 13. False Northing 10 000 000.0m 14. Faktor skala 0.9996 3.1.2.2 Jenis alat yang digunakan Mengingat survei lokasi menbutuhkan alat-alat survei yang cukup lengkap, maka digunakanlah kapal MV Baruna Jaya VIII yang memiliki spek alat terpasang seperti pada tabel 3.2. Alat-alat tersebut diletakkan sesuai dengan offset kapal yang ditentukan sebelumnya dan dihitung pada dok kering. 37

Tabel 3.2 Jenis alat survei yang digunakan No Alat Jenis 1. Positioning System CNAV DGPS& Starfix 2. Singlebeam Echosounder Simrad EA 500 3. Multibeam Echosounder Simrad EM 3002 4. Gyro compass TSS Meridian Surveior Gyro Compass 5. USBL system Sonardyne Ranger 6. Sub-bottom Profilers Data Sonic 4x4 Pinger Coda DA 2000 Acquisition Software 7. Digital Recorder TTS 2 Recording System 8. Side Scan Sonar C-MAX Side Scan Sonar System 9. Streamer/Gun TTS Streamer 1200m, 96 channel 3.1.3 Offset kapal MV Baruna Jaya VIII Lokasi dari masing-masing alat yang dipasang pada kapal yang dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan untuk offset dari alat-alat tersebut dapat dilihat pada gambar 3.3. Offset dapat digunakan untuk menentukan posisi teliti dari tiap bacaan alat pada MV Baruna Jaya VIII. 38

Gambar 3.3 Offset MV Baruna Jaya VIII 3.1.4 Sound Velocity Profile (SVP) Kalibrasi SVP akan diaplikasikan baik untuk data MBES maupun SBES. Data kecepatan rambat akustik tersebut dilakukan di area survei pada tanggal 18 November 2011 pukul 13.15-13.30 diatas kapal MV Baruna Jaya VIII. Pada data SVP ini terdapat dua buah data, yaitu data downward dan upward. Data downward merupakan data kecepatan rambat akustik pada saat sinyal menuju ke dasar laut dan upward adalah sebaliknya. Dari pengamatan tersebut, dapat ditentukan bahwa kecepatan rambat akustik rata-rata di lokasi survei adalah 1543,448 m/detik dan kedalaman di dasar laut adalah 1543,540 m/detik. Gambar 3.4 memperlihatkan grafik kecepatan rambat akustik downward dan upward yang didapatkan dari SVP di lokasi survei. 39

Kedalaman (m) 0.00 Kecepatan Rambat (m/detik) 1540.00 1542.00 1544.00 1546.00 1548.00 1550.00 10.00 20.00 30.00 Downward Upward 40.00 50.00 60.00 70.00 Gambar 3.4 Grafik Sound Velocity Profile 3.2 Kalibrasi Multibeam Echosounder 3.2.1 Area kalibrasi (Patch Area) Area kalibrasi kapal dilakukan di area berlokasi di luar area seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.5. Koordinat dari area kalibrasi tersebut adalah 6 0 03 55.97 S, 112 0 13 19.24 E. Pertimbangan dalam pemilihan lokasi ini adalah pada lokasi tersebut terdapat area yang relatif landai untuk kalibrasi SBES dan MBES serta memiliki objek-objek dasar laut seperti lubang-lubang dasar laut yang dapat digunakan untuk kalibrasi SSS. 40

Gambar 3.5 Area kalibrasi Pada area tersebut, akan dibentuk 2 jalur kalibrasi, dimana pada kedua jalur tersebut dilakukan di titik-titik yang sama dan dijalankan bolak balik. Keterangan dari jenis kegiatan, arah, kecepatan, dan keadaan dasar laut untuk masing-masing jalur dapat dilihat pada tabel 3.3. 41

Tabel 3.3 Keterangan kegiatan pada area kalibrasi No Pasangan Jalur Arah Kecepatan Keadaan dasar laut Jenis kalibrasi 1 Jalur 1 184 0 4 knot Jalur 1 4 0 4 knot 2 Jalur 1 184 0 4 knot Jalur 1 4 0 4 knot 3 Jalur 1 184 0 4 knot Jalur 2 184 0 4 knot 4 Jalur 1 4 0 4 knot Jalur 2 4 0 4.5 knots Rata Landai Landai Landai Roll Test Pitch Test Yaw Test Latency Test 3.2.2 Kalibrasi pitch, roll, yaw, time latency, dan sound velocity Program QINSy digunakan untuk mengakuisisi data dan memproses seluruh kalibrasi MBES dan tidak menjadi fokus dalam tugas akhir ini, sehingga hanya akan diberikan fase dari pencitraan MBES sebelum dan sesudah kalibrasi. Koreksi-koreksi tersebut akan diaplikasikan sebelum data MBES diolah menjadi modekl kontur digital sehingga data-data yang akan dibentuk model kontur digitalnya merupakan data-data yang valid. 42

1. Kalibrasi Pitch Gambar 3.6 dan 3.7 menggambarkan kondisi dari pitch kapal sebelum dan sesudah dikoreksi. Pembenaran data pitch sebesar -0,86 dilakukan untuk semua data MBES yang akan diakuisisi pada survei. Gambar 3.6 Keadaan Pitch MBES sebelum dikalibrasi Gambar 3.7 Keadaan Pitch MBES setelah dikalibrasi 43

2. Kalibrasi Roll Gambar 3.8 dan 3.9 menggambarkan kondisi dari roll kapal sebelum dan sesudah dikoreksi.. Koreksi data roll sebesar 1,73 dilakukan untuk semua data MBES yang akan diakuisisi pada survei. Gambar 3.8 Keadaan Roll MBES sebelum dikalibrasi Gambar 3.9 Keadaan Roll MBES setelah dikalibrasi 44

3. Kalibrasi Yaw Gambar 3.10 dan 3.11 menggambarkan kondisi dari yaw kapal sebelum dan sesudah dikoreksi. Pembenaran data yaw sebesar -7,42 dilakukan untuk semua data MBES yang akan diakuisisi pada survei. Gambar 3.10 Keadaan Yaw MBES sebelum dikalibrasi Gambar 3.11 Keadaan Yaw MBES setelah dikalibrasi 45

4. Kalibrasi Time Latency Keadaan time latency pada MBES sebelum dikalibrasi tidak memiliki kesalahan. Sinkronisasi 1 pps (point per second) bekerja dengan baik dan dapat dilihat pada gambar 3.12. Gambar 3.12 Keadaan time latency dari kapal sebelum dikalibrasi 3.3 Kalibrasi Singlebeam Echosounder 3.3.1 Kalibrasi Heave SBES hanya membutuhkan data heave yang diperoleh dari alat MRU yang juga digunakan untuk mengkalibrasi MBES. Data heave tersebut langsung dicatat bersamaan dengan waktu pemancaran sinyal akustik SBES EA 500, sehingga data tersebut langsung mereduksi bacaan dari SBES. 3.3.2 Kalibrasi draf statis Kalibrasi draf statis dilakukan pada tanggal 11 Februari 2010 pukul 09.30 di Pelabuhan Muara Karang.Pada MV Baruna Jaya VIII, SBES terpasang di lunas kapal sehingga hanya dilakukan pengukuran draf kapal untuk mendapatkan offset vertikal seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.13. 46

Gambar 3.13 Draft dasar laut dari MV Baruna Jaya VIII B (Jarak antara hand rail dengan transduser SBES) Cport (Jarak antara hand rail dengan permukaan laut di sisi kiri kapal) = 11.00 m = 7.41 m Cstbd (Jarak antara hand rail dengan permukaan laut di sisi kanan kapal) = 6.87 m Draught stbd (besar draft kapal di sisi kanan kapal) Draught port (besar draft kapal di sisi kiri kapal) Draught mean(besar draft kapal rata rata) = 4.13 m = 3.59 m = 3.86 m 3.4 Kalibrasi DGPS dan Gyrocompass Pada tanggal 9 November 2011 dilakukan verifikasi posisi dari alat navigasi DGPS dan Gyrocompass di daerah Muara Baru, Pluit, Jakarta. Prosedur survei dilakukan dengan menggunakan stasiun survei MB-1 (X=699192.687, Y=9325922.151), MB-2 (X=699233.527,Y=9325790.040), dan juga MB-3 (X=699205.554, Y=9325949.659). Gambaran dari kegiatan kalibrasi ini dapat dilihat pada gambar 3.14 dibawah ini. 47

Verifikasi DGPS dan Kalibrasi DGPS Muara Baru, Pluit-Jakarta MB-2 MB-3 MB-1 C-Nav DGPS Referensi haluan Gyrocompass Gyrocompass Starfix DGPS MB-1 : Titik obeservasi DGPS MB-2 : Titik obeservasi DGPS Gambar 3.14 Verifikasi DGPS dan kalibrasi Gyrocompass Hasil dari verifikasi DGPS C-NAV 2050 dan Starfix serta kalibrasi gyrocompass dapat dilihat pada tabel 3.4.pada kalibrasi Gyrocompass, banyaknya pengukuran yang dilakukan menggunakan Electronic Total Station (ETS) adalah sebanyak 20 kali dan kemudian dirata-ratakan. 48

Tabel 3.4 Hasil verifikasi DGPS dan kalibrasi Gyrocompass C-Nav 2050 DGPS STARFIX DGPS TSS Meridian Perbedaan koordinat DGPS terhitung (H) dan observasi (O) Easting Northing Rataan H-O Std Dev H-O Rataan H-O Std Dev H-O -0.06 0.04-0.14 0.06 Perbedaan koordinat DGPS terhitung (H) dan observasi (O) Easting Northing Rataan H-O Std Dev H-O Rataan H-O Std Dev H-O -0.13 0.02 0.08 0.01 Perbedaan Gyrocompass terhitung (H) dan observasi (O) Std Dev H-O Rataan H-O 0.30-0.17 3.5 Kalibrasi Side Scan Sonar Kalibrasi pada SSS akan difokuskan pada USBL dan kalibrasi pembacaan area. Pada survei kali ini yang kalibrasi akan dilakukan hanya pada sistem USBL yang digunakannya saja. Untuk jenis USBL Sonardyne Ranger, sistem ini menggunakan iusbl (inverted USBL) yang pada prinsipnya menempatkan transceiver USBL di alat yang akan di tow, sehingga data posisi dinamis yang akan didapatkan pun memiliki tingkat kesalahan baik dari keadaan alam maupun noise yang rendah. 3.6 Pengolahan data Multibeam Echosonder Proses pengolahan data MBES dilakukan menggunakan program QINSy 2008. Langkah-langkah pengerjaan dalam program akan dijelaskan lebih lanjut pada lampiran. Diagram dimulai dari penggunaan data yang telah dikalibrasi hingga menjadi gambar yang dapat digunakan sebagai peta dapat dilihat pada gambar 3.15. Untuk hasil akhir dari pengolahan data tersebut dan juga area yang akan digunakan untuk kajian dapat dilihat pada gambar 3.16. 49

DATABASE MBES FILTERING DTM FILE SVP DATA PROCESSOR TIDE DATA PROCESSOR VALIDATOR MBES RAW IMAGE QLOUD SOUNDING GRID UTILITY ERASING MBES FINAL IMAGE Gambar 3.15 Diagram pengolahan data MBES Gambar 3.16 Hasil pengolahan data MBES dan area kajian MBES 50

3.7 Pengolahan data Singlebeam Echosounder Pada pengolahan data SBES, data yang diinginkan adalah data x, y, dan z dari lokasi yang telah ditentukan. Gambar 3.17 memperlihatkan interpretasi data SBES pada program Qloud, dimana program tersebut secara otomatis menginterpolasi titik titik tersebut sehingga berbentuk garis untuk setiap jalurnya. Data yang digunakan pada Global Mapper v.11 adalah data ASCII points dari gambar SBES tersebut. Gambar 3.17 Interpretasi data SBES pada Qloud 3.8 Pengolahan data Side Scan Sonar Pengolahan data SSS akan dilakukan menggunakan program CODA DA 2000. Karena pengolahan data SSS bukan menjadi fokus utama, maka akan langsung digunakan data gambar dalam bentuk TIFF dari interpretasi SSS di seluruh lokasi survei. Selanjutnya gambar tersebut akan digeoreferensikan dan digabungkan dengan data SBES. Gambar 3.18 memperlihatkan hasil pengolahan data SSS di lokasi survei. 51

Gambar 3.18 Hasil pengolahan data SSS 3.9 Penggabungan data Singlebeam Echosounder dengan Side Scan Sonar Pada tahap ini akan digabungkan data kedalaman dari SBES dengan visualisasi permukaan dasar laut dari SSS menggunakan program Global Mapper v.11. Dikarenakan kedua data tersebut memiliki koordinat yang bereferensi sama, maka pada tahap ini kedua data tersebut akan langsung digabungkan tanpa ada transformasi koordinat terlebih dahulu. Hasil yang didapat dari penggabungan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.19. Gambar tersebut memiliki luasan yang sama dengan luas area kajian MBES sehingga dapat dibandingkan secara langsung. 52

Gambar 3.19 Area kajian SBES -SSS 53