BAB III PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI"

Transkripsi

1 BAB III PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI 3.1. Perencanaan Survei Lokasi Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan yang tepat di masa yang akan datang melalui serangkaian pilihan-pilihan. Serangkaian pilihan-pilihan yang dimaksud disini adalah penetapan tujuan, pemilihan metode, pemilihan instrumen, serta arah tindakan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan serta disesuaikan dengan biaya yang akan dikeluarkan.. Dalam proses perencanaan yang pertama harus diperhatikan adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada pelaksanaan survei, faktor pengaruh tersebut antara lain : Faktor pengaruh lapangan; yaitu keadaan variasi medan dan liputan daerah yang akan disurvei akan mempengaruhi pemilihan metode survei yang digunakan, keadaan sarana dan prasarana umum akan berpangaruh pada mobilisasi-demobilisasi, akomodasi, serta kegiatan operasional kerja. Faktor kondisi instansi pelaksana; yaitu keadaan cadangan keuangan perusahaan, kondisi peralatan siap pakai/jadwal pemakaian peralatan, kondisi personil (jumlah dan keakhlian). State of the art; yaitu instrumen dan metode yang umum digunakan saat ini. Kondisi alam di wilayah laut berbeda dengan di wilayah darat, dinamika air laut memberi kontribusi kendala pada pelaksanaan survei yang mengharuskan pelaksanaan survei di laut sedikit berbeda dengan survei di darat. Survei di laut memerlukan peralatan dan teknik pengukuran yang lebih rumit tetapi harus tetap menghasilkan data yang memenuhi standar ketelitian yang dibutuhkan. Dengan keadaan tersebut, sebelum pelaksanaan survei lokasi untuk peletakan anjungan eksplorasi minyak lepas pantai diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang supaya pada pelaksanaan survei di lapangan berjalan dengan lancar dan menghasilkan data yang baik. Tahap perencanaan survei lokasi terdiri atas 3 kegiatan yaitu : 13

2 a. Persiapan Administrasi Persiapan administrasi ditujukan untuk memperlancar jalannya pelaksanaan survei di lapangan, persiapan administrasi meliputi : Menyiapkan surat tugas dari instansi/perusahaan pemberi pekerjaan. Menyiapkan surat izin (security clearance) dari instansi pemerintah yang berwenang. Koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan pekerjaan survei. Menyusun tim survei. Menyusun jadwal mobilisasi-demobilisasi tim serta jadwal kegiatan survei di lapangan. b. Perencanaan Teknis Perencanaan teknis dimaksudkan untuk menyesuaikan metode serta instrumen yang akan digunakan dengan kondisi lapangan serta memberi gambaran tentang pelaksanaan survei di lapangan supaya dapat menjamin bahwa pelaksanaan survei berlangsung secara efektif dan efisien. Perencanaan teknis meliputi kegiatan : Mempersiapkan dan menyusun personil serta peralatan; yaitu menyangkut kesiapan serta kualifikasi keakhlian personil yang akan melaksanakan survei dan pemeriksaan kelengkapan dan kelayakan peralatan yang akan digunakan. Mengumpulkan data-data sekunder; yaitu mengumpulkan data-data penunjang survei seperti peta-peta untuk pembuatan peta kerja, data iklim serta cuaca lokasi survei, literatur atau laporan hasil penelitian yang sesuai dengan survei yang akan dilaksanakan. Mempersiapkan peta kerja; yaitu pembuatan peta kerja untuk pelaksanaan survei lokasi berdasarkan standar yang telah ditentukan untuk kebutuhan kerekayasaan. Peta kerja mencakup : rencana penyebaran titik kerangka dasar horisontal, rencana survei batimetri, rencana survei geofisika, rencana pengamatan pasut, dan rencana pengamatan meteorologi dan oseanografi. Mempersiapkan ROS (Rencana Operasional Survei); yaitu mempersiapkan waktu pengukuran, jenis pengukuran, metode pengukuran, dan sebagainya. 14

3 c. Survei pendahuluan Survei pendahuluan dimaksudkan untuk melihat secara visual mengenai keadaan di lapangan yang sebenarnya sebelum pelaksanaan survei dilakukan. Survei pendahuluan meliputi kegiatan antara lain : Melihat kondisi dan situasi lokasi survei seperti ketersediaan jaringan listrik, sarana transportasi, akomodasi, logistik, serta adat istiadat masyarakat setempat. Pengidentifikasian titik-titik ikat yang ada di lapangan untuk keperluan pengikatan dan kontrol survei. Pengdentifikasian lokasi yang akan dijadikan pemasangan BM titik-titik ikat yang baru, lokasi penempatan statsiun referensi, serta lokasi penempatan statsiun pasut. Menyiapkan basecamp yang akan dijadikan sebagai pusat koordinasi pengumpulan data lapangan, pra-pengolahan data, serta kontrol kegiatan yang telah dilaksanakan, sedang dilaksanakan, dan yang akan dilaksanakan. Menyiapkan sarana transportasi untuk kegiatan survei, dalam hal ini pelaksanaan survei terkonsentrasi di laut maka diperlukan kapal serta logistik penunjangnya. Pemilihan jenis kapal survei merupakan hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi kapasitas kerja di lapangan, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan jenis kapal yang akan digunakan dalam survei adalah : kestabilan dalam berlayar di laut, daya tampung kapal, keandalan dari mesin dan sistem kelistrikan kapal, kemampuan beroperasi selama 24 jam, fasilitas serta ukuran laboratorium pengolahan data survei, ukuran dek/kabin, level noise dari mesin kapal, fasilitas penjangkaran untuk laut dalam, serta keakhlian dari kru kapal. Dari hasil survei pendahuluan tersebut diharapkan dapat menyempurnakan rencana kerja yang telah dibuat sebelumnya, serta mendapatkan data-data tambahan serta material penunjang survei. 15

4 3.2. Pelaksanaan Survei Lokasi Pelaksanaan pekerjaan survei di lapangan dapat dilakukan setelah seluruh perencanaan dan persiapan awal selesai dilakukan, pelaksanaan survei mengikuti rencana teknis yang telah disusun pada peta kerja dengan menggunakan metode dan peralatan yang umum digunakan dalam survei di lepas pantai Penentuan Posisi di Laut a. Kerangka Dasar Geodetik Kemajuan teknologi pemetaan dan penentuan posisi memberi banyak manfaat pada penentuan posisi suatu obyek di laut, tersedianya teknologi penentuan posisi yang berbasis satelit memberikan efisiensi dan fleksibilitas pada aktifitas penentuan posisi. NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System) atau biasa disebut GPS adalah sistem satelit navigasi yang memungkinkan untuk memberikan posisi suatu oyek yang berada di permukaan bumi. Penggunaan GPS dalam penentuan posisi relatif tidak terpengaruh dengan kondisi topografis dan pantai sekitar daerah survei lokasi, dan jarak kawasan survei lokasi dari pantai/daratan, jika dibandingkan dengan penggunaan metode optik maupun elektronik yang memiliki keterbatasan dalam jangkauan jarak. Daerah lautan umumnya adalah daerah yang terbuka ruang pandangnya ke luar angkasa, maka penggunaan GPS di laut pada umumnya dapat berjalan efektif dan efisien. Dalam penggunaan datum, posisi yang ditentukan oleh GPS akan mengacu pada suatu datum global WGS-1984 (World Geodetic System-1984), ini berarti setiap posisi yang diberikan oleh GPS akan selalu mengacu pada datum yang sama tidak tergantung pada lokasi dari daerah survei laut yang dilaksanakan. Ellipsoid yang digunakan dalam WGS-1984 adalah GRS-1980 (Geodetic Reference System- 1980) yang memiliki parameter-parameter : Setengah sumbu panjang (jari-jari ekuator a) = ,000 m. Setengah sumbu pendek (jari-jari kutub b) = ,3142 m Eksentrisitas (e 2 ) = 0, Koefisien pegepengan (1/f) = 298,

5 Di Indonesia proyeksi peta yang digunakan untuk peta laut adalah proyeksi UTM. Proyeksi transverse mercator merupakan proyeksi silinder-transversal-konform, yaitu menggunakan bidang proyeksi silinder dengan sumbu simetri bidang proyeksi tegak lurus dengan sumbu ellipsoid (transverse) dan tidak terjadi distorsi sudut/bentuk, dimana area di sekitar meridian yang bersinggungan dengan silinder mempunyai distorsi yang minimum. Proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) khusus dipakai di seluruh dunia dengan menggunakan meridian pusat standar setiap 6 0. Gambar 3.1 Sistem Proyeksi Transverse Mercator Karakteristik dari proyeksi UTM antara lain : Wilayah penggunaan meliputi 84 0 LU sampai dengan 80 0 LS. Koordinat proyeksi ditetapkan sumbu-x sebagai proyeksi lintang nol (ekuator) dan sumbu-y sebagai proyeksi dari meridian sentral di setiap zona yang disebut dengan sistem koordinat yang mengacu pada titik nol sejati. Koordinat proyeksi UTM dinyatakan terhadap titik nol semu, konsep ini digunakan supaya tidak ada koordinat yang berharga negatif. Koordinat X semu = X sejati m. Koordinat Y semu = Y sejati m, untuk belahan bumi bagian selatan. Faktor skala di meridian sentral = 0,9996. b. Metode Penentuan Posisi di Laut Penentuan posisi horisontal titik-titik fiks perum pada saat ini (survei di lepas pantai) umumnya menggunakan sistem GPS diferensial, metode ini digunakan untuk penentuan posisi diferensial kinematik secara real-time menggunakan data fase ataupun pseudorange. Sistem ini umumnya digunakan untuk penentuan posisi obyek- 17

6 obyek yang bergerak, dalam kasus penentuan posisi di lingkungan laut umumnya obyek yang akan ditentukan posisinya (kapal survei) selalu bergerak. Sistem RTK (Real Time Kinematic) digunakan untuk penentuan posisi real time secara diferensial menggunakan data fase, satu receiver GPS ditempatkan pada basestation (statsiun referensi) dan satu receiver pada rover-station (kapal survei). Implementasi dari tuntutan real time-nya statsiun referensi harus mengirimkan data fase dan pseudorange-nya ke kapal survei dengan menggunakan sistem komunikasi data tertentu seperti divisualisasikan gambar 3.2. Gambar 3.2 Penentuan posisi titik fiks perum dengan metode RTK, dimana statsiun referensi mengirim data koreksi ukuran menggunakan satelit komunikasi (misal : Inmarsat) ke kapal survei Survei Batimetri a. Metodologi Pemeruman Untuk mengukur kedalaman digunakan ehcosounder atau alat perum gema yang memanfaatkan gelombang akustik. Echosounder terdiri atas dua jenis yaitu singlebeam echosounder dan multi-beam echosounder. Single-beam echosounder digunakan untuk mendapatkan profil kedalaman yang kontinyu sepanjang lajur perum dengan ketelitian yang cukup baik. Echosounder memanfaatkan prinsip pengukuran jarak dengan menggunakan gelombang akustik yang dipancarkan oleh tranduser. Tranduser merupakan bagian dari sistem echosounder, alat ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik (membangkitkan gelombang akustik) dan sebaliknya. Gelombang akustik 18

7 tersebut lalu dirambatkan pada medium air dengan kecepatan rambat yang relatif diketahui, dan sampai pada dasar perairan lalu dipantulkan kembali ke tranduser seperti divisualisasikan gambar 3.3. Gambar 3.3 Cara kerja alat perum gema (single-beam echosounder) Prinsip yang digunakan adalah dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk suatu gelombang akustik merambat dari tranduser ke dasar laut dan dipantulkan kembali, waktu yang diukur adalah selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali ( t), sehingga jarak dasar laut relatif terhadap tranduser (D) dapat diperoleh melalui formula : D = ½ ( t. V R ) dengan ; t : Waktu tempuh sinyal (s) V R : Kecepatan rata-rata gelombang akustik pada medium air (m/s) Multi-beam echosounder digunakan untuk mendapatkan gambaran relief dasar laut dalam arah melintang dari jalur survei, sehingga dengan menggabungkan data yang diperoleh dari hasil pemeruman dengan menggunakan single-beam echosounder didapatkan gambaran relief dasar laut yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Prinsip kerja multi-beam echosounder hampir sama dengan single-beam echosounder hanya yang membedakannya adalah jumlah pancaran (beam) gelombang akustiknya lebih dari satu sehingga dapat menjangkau area di antara 2 lajur survei (area melintang) seperti divisualisasikan gambar

8 Gambar 3.4 Cara kerja alat perum gema (multi-beam echosounder) dalam mengirim pulsa gelombang dengan jumlah yang besar dalam satu kali pemancaran pulsa (ping) b. Cara Pengukuran Pengukuran kedalaman dilakukan pada lajur perum dan titik-titik yang telah ditentukan. Lajur-lajur pemeruman dibagi atas seksi-seksi sesuai dengan luas wilayah laut yang akan dipetakan. Pemeruman silang harus dilakukan untuk memeriksa ketelitian posisi dan ketelitian kedalaman, dengan jarak antar lajur perum silang umumnya tidak melebihi 10 kali jarak antar lajur perum utama. Selain dilakukan pengukuran kedalaman juga dilakukan penentuan posisi titik-titik fiks perum dan pencatatan waktu saat pengukuran untuk keperluan reduksi kedalaman hasil pengukuran terhadap pasut. Pencatatan waktu dan penentuan posisi dilakukan secara simultan dengan pengukuran kedalaman.. Dalam pengukuran kedalaman dengan alat perum gema tidak lepas dari berbagai kesalahan, sehingga harus dilakukan koreksi terhadap hasil ukuran. Koreksi yng harus dilakukan adalah : Salah sistematik alat Peralatan sounding sistem digital umunya telah minimal dari kesalahan ini, karena kesalahan sistematik tersebut umumnya bersumber dari bagian mekanis peralatan dalam menterjemahkan sinyal kedalaman dalam bentuk grafis seperti misalnya 20

9 ketidak tepatan kecepatan penggulungan keras perekaman/echogram dan pergerakan jarum pencetakan. Kesalahan ini dapat dideteksi dengan melakukan kalibrasi untuk kemudian diset kembali ke nilai sebenarnya dalam proses kalibrasi alat. Koreksi kecepatan bunyi Kecepatan gelombang bunyi berkaitan dengan media yang dilaluinya, juga dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, dan masa jenis media yang dilaluinya. Salah satu metode pemberian koreksi ini adalah model matematika dari Wilson (dengan anggapan tekanan hidrostatik linier dengan kedalaman air laut) dapat digunakan sebagai dasar pemberian koreksi : V = t t t 3 + ( t) (S 35) d dengan ; t : Suhu ( C ) P : Tekanan udara ( Kg / Cm 3 ) S : Salinitas ( 0 / 00 ) d : Kedalaman ( m ) Untuk memenuhi pengukuran kedalaman yang teliti (umumnya di perairan dangkal), alat perum gema menyediakan tombol pengatur kecepatan gelombang suara (tombol pengatur kecepatan stilus). Kesalahan ini juga dapat dikoreksi dengan melakukan koreksi bar check, bar check terbuat dari lempeng logam berbentuk lingkaran atau segi empat yang digantungkan pada tali atau rantai berskala yang diletakan di bawah tranduser. Tali atau rantai berskala tersebut dipakai sebagai pembanding hasil pengukuran dengan echosounder, pembandingan pengukuran kedalaman dilakukan untuk setiap perubahan kedalaman mulai dari kedalaman 0 m hingga kedalaman maksimum yang akan diperum dengan interval 1 m. dari kedalaman maksimum, bar check ditarik kembali dengan interval 1 m hingga kembali pada kedudukan 1 m di bawah tranduser. Kalibrasi dengan bar check harus dilakukan sebelum dan sesudah pemeruman pada satu sesi atau satu hari pengukuran. Hasil pengukuran dengan bar check dibandingkan dengan skala bacaan kertas perum, yang menghasilkan table kalibrasi pemeruman. Tabel kalibrasi tersebut dipakai untuk memberi koreksi pada hasil pengukuran kedalaman, hasil pengukuran 21

10 kedalaman yang telah dikoreksi dengan kalibrasi menggunakan bar check dapat dianggap terbebas dari sumber kesalahan alat perum gema. Pada saat pengamatan bar check, dilakukan penyetelan kecepatan gelombang suara, maka koreksi kecepatan gelombang suara tidak perlu lagi diberikan pada data ukuran kedalaman, dengan catatan hal ini hanya berlaku sampai kedalaman maksimum bar check (efektif sampai dengan ± 10 m). Draft Tranduser Yaitu perubahan kedalaman transduser yang terjadi apabila kapal sedang bergerak maju, perubahan tersebut adalah : Settlement, yaitu perubahan yang disebabkan oleh semakin turunnya perahu bila bergerak maju. Squate, yaitu perubahan yang disebabkan oleh turunnya buritan perahu pada saat bergerak maju sedangkan haluan kapal terangkat, sehingga dengan meletakan transducer ditengah antara buritan dengan haluan kapal maka kesalahan tersebut dapat diperkecil. Kedua kesalahan tersebut sulit sekali diamati dengan peralatan yang sederhana, solusinya adalah tranduser ditempatkan dibagian tengah kapal dan perlu dihindari pengukuran pada saat gelombang besar. Untuk menghindari offset posisi, penempatan receiver GPS diletakan tepat di atas posisi transduser Pencitraan Dasar Laut a. Metodologi Pencitraan Untuk mendapatkan citra dasar laut digunakan alat yang dinamakan side scan sonar. Sistem side scan sonar terdiri atas instrumen perekam dan tranduser dual chanel (towfish), towfish ditarik di bawah permukaan laut oleh kapal survei dengan menggunakan kabel. Tranduser memancarkan gelombang akustik ke dalam medium air dan gelombang tersebut memindai (scanning) permukaan dasar laut. Pantulan gelombang akustik dari dasar laut atau obyek lainnya yang terdapat di dasar laut diterima oleh hidropon yang terdapat dalam sistem tranduser, proyeksi dari 22

11 permukaan dasar laut tersebut lalu direkam dalam bentuk citra, proses pencitraan dengan side scan sonar divisualisasikan gambar 3.5. Gambar 3.5 Pencitraan permukaan dasar laut dengan side scan sonar b. Cara Pengukuran Pencitraan dilakukan dengan mengikuti lajur pemeruman, dan biasanya pencitraan dilakukan secara simultan dengan pemeruman. Saat pencitraan berlangsung, gelombang-gelombang akustik dipancarkan dengan selang pemancaran dan panjang gelombang tertantu, pemancarannya disesuaikan dengan lebar/jangkauan pencitraan yang dipilih. Jangkauan pencitraan adalah radius yang dicapai oleh setiap gelombang yang dipancarkan, dengan menggunakan peralatan side scan sonar yang umum dipakai sekarang jangkauan pencitraan bisa mencapai radius 7 kali kedalaman laut tempat dilakukannya pencitraan. Kecepatan kapal ketika bekerja diatur dan disesuaikan dengan panjang bentangan kabel & tali yang menghela towfish, pemberat towfish, jenis penekan (depressor), dan kedalaman rencana. Umumnya pada alat side scan sonar dilengkapi dengan diagram-diagram yang dapat digunakan untuk merencanakan kecepatan kapal berdasarkan panjang kabel yang digunakan, panjang kabel & tali penghela towfish tidak kurang dari 3 kali panjang kapal, untuk mencegah terjadinya interferensi transmisi gelombang yang berasal dari kapal. Kedudukan towfish harus selalu dikontrol supaya towfish tidak berotasi pada sumbunya serta ketinggian towfish dari dasar laut diusahakan konstan. Pada saat survei, kapal tidak boleh berhenti secara mendadak yang memungkinkan towfish kandas di dasar laut, dan jika melakukan manuver (berbelok) harus dengan jari-jari putaran yang besar. 23

12 3.2.4 Survei Seismik a. Metodologi Survei Seismik Sistem instrumen seismik terdiri atas sumber energi pemancar gelombang seismik, receiver (hidropon), dan perekam refleksi gelombang seismik. Keberhasilan akuisisi data seismik tergantung pada jenis sumber energi yang dipilih/digunakan, sumber energi seismik tersebut dibagi menjadi 2 yaitu sumber energi vibrator dan sumber energi impulsif. Sumber energi vibrator merupakan sumber energi dengan durasi beberapa detik dengan panjang sinyal input bervariasi, gelombang outputnya berupa gelombang sinusoidal. Sedang sumber impulsif adalah sumber energi seismik dengan transfer energinya terjadi secara cepat dan suara yang dihasilkan sangat kuat, singkat, dan tajam. Gelombang-gelombang pantul dari setiap lapisan bumi di bawah dasar laut diterima oleh hidropon, hidropon ini merespon terhadap perubahan tekanan, hal ini akan menghasilkan beda potensial output. Karena output dari hidropon tersebut sangat lemah dan juga berlangsung dalam waktu yang sangat singkat maka sinyal ini harus diperkuat oleh amplifier. Amplifier ini dilengkapi dengan filter untuk meredam frekuensi yang tidak diinginkan (Sanny, 2004). b. Cara Pengukuran Metode survei seismik dilakukan dengan dua cara yaitu sub-bottom profiling dan hires seismic. Sub Bottom Profiling Sub-bottom profiling dilakukan untuk menentuan ketebalan dan struktur lapisan tanah dasar laut sampai dengan kedalaman minimal 3 m pada lokasi survei. Pengidentifikasian dilakukan dengan sub-bottom profiler, yang memancarkan gelombang seismik dengan frekuensi yang tinggi sehingga dapat memberikan gambaran struktur lapisan tanah dasar laut.dengan resolusi yang tinggi. Refleksi gelombang seismik dari lapisan dasar laut diterima oleh hidrofon. 24

13 Pengukuran menggunakan sub-bottom profiler dilakukan sepanjang rute survei batimetri dan mencakup seluruh area survei. Sub-bottom profiler ditarik di bawah permukaan laut oleh kapal dengan menggunakan kabel, kecepatan kapal ketika bekerja diatur dan disesuaikan dengan panjang bentangan kabel & tali yang menghela towfish, pemberat towfish dan jenis penekan (depressor) yang diberikan, dan kedalaman rencana. Panjang kabel & tali penghela towfish tidak kurang dari 3 kali panjang kapal, untuk mencegah terjadinya interferensi transmisi gelombang yang berasal dari kapal. Kedudukan towfish harus selalu dikontrol supaya towfish tidak berotasi pada sumbunya serta ketinggian towfish dari dasar laut diusahakan konstan., pengukuran dengan sub-bottom profiler divisualisasikan gambar 3.6. Gambar 3.6 Operasional sub-bottom profiling dengan sebuah tranduser (towfish) yang memancarkan gelombang seismik dan pantulannya diterima kembali oleh sebuah hidrofon. Hi-res Seismic Hi-res seismic dilakukan untuk memperoleh gambaran lapisan tanah dasar laut sampai dengan kedalaman beberapa ratus meter, prinsip pengukuran dengan hi-res seismic hampir sama dengan sub-bottom profiler yang berbeda adalah frekuensi gelombang seismik yang digunakan adalah frekuensi yang rendah supaya jangkauan penetrasi gelombang seismiknya lebih dalam, dan untuk meningkatkan resolusinya jumlah hidropon yang digunakan untuk menerima refleksi gelombang seismik lebih dari satu (multi channel seismic) seperti divisualisasikan gambar

14 Gambar 3.7 Operasional hi-res seismic dengan satu tranduser (towfish) yang memancarkan gelombang seismik dan pantulannya diterima oleh beberapa hidrofon yang ditarik oleh streamer. Survei hi-res seismic dilakukan sepanjang rute survei batimetri dan mencakup seluruh area survei Survei Magnetik a. Metodologi Survei Magnetik Alat yang digunakan untuk pendeteksian material logam di dasar laut adalah magnetometer, alat ini akan melakukan sistem pemindaian (scanning) berdasarkan prinsip kerja medan magnet. Pada magnetometer jenis flux-gate untuk menghasilkan medan magnet sepasang logam dililiti oleh kumparan yang dialiri arus listrik sehingga logam tersebut bermuatan magnet, ketika magnetometer memindai material yang mengandung intensitas magnetik, medan magnet yang terdapat pada magnetometer terganggu oleh adanya intensitas magnetik yang berasal dari material yang berada di dasar laut. Gangguan medan magnet tersebut dikonversi kembali menjadi arus listrik dan besarnya perubahan arus listrik akibat gangguan tersebut dideteksi dengan voltmeter seperti divisualisasikan gambar

15 Gambar 3.8 Prinsip kerja magnetometer jenis flux-gate yang mendeteksi induksi magnet dari luar berupa perubahan arus yang dideteksi oleh voltmeter ( Selain dengan menggunakan magnetometer jenis flux-gate, pengukuran intensitas magnetik juga dapat dilakukan dengan menggunakan proton precession magnetometer, alkali vapour magnetometer yang memiliki keakuratan lebih baik daripada jenis flux-gate magnetometer. b. Cara Pengukuran Survei dilakukan dengan mengikuti jalur survei batimetri dan mencakup seluruh area survei. Magnetometer ditarik dibawah permukaan air oleh kapal dengan menggunakan kabel, kedalaman towfish diatur sesuai kedalaman laut, untuk itu data batimetri dapat digunakan sebagai acuan. Kecepatan kapal ketika bekerja diatur dan disesuaikan dengan panjang bentangan kabel & tali yang menghela towfish, pemberat towfish dan jenis penekan (depressor). Panjang kabel & tali penghela towfish tidak kurang dari 3 kali panjang kapal, untuk mencegah terjadinya interferensi transmisi gelombang yang berasal dari kapal. Kedudukan towfish harus selalu dikontrol supaya towfish tidak berotasi pada sumbunya serta ketinggian towfish dari dasar laut diusahakan konstan. 27

16 3.2.6 Survei Geoteknik Pengambilan sampel sedimen dan tanah dasar laut dibedakan berdasarkan kedalaman laut, dimana pada laut dangkal digunakan Grab Sampler sedangkan pada laut dalam menggunakan Piston Gravity Core. Mekanisme piston gravity core yaitu dengan cara dijatuhkan ke dasar laut sehingga menembus lapisan tanah dasar laut, lapisan tanah tergerus dan masuk kedalam lubang piston. Sedimen yang terangkat berasal dari ketebalan lapisan dasar laut dan diharapkan dapat menjelaskan tegangan geser, dan ketebalan lumpur yang mengambang dari sedimen yang diamati Pengamatan Pasut a. Metodologi Pengamatan Pasut Metode yang paling sederhana dalam mengamati pasut adalah dengan menggunakan palem atau rambu pengamat pasut, pada palem terdapat tanda-tanda skala bacaan dalam satuan desimeter. Pengamat mengamati tinggi muka air laut relatif terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai dengan skala bacaan yang tertera pada palem dan dicatat pada formulir pengamatan pasut. Tinggi palem disesuaikan dengan karakter tunggang pasut pada wilayah yang diamati pola pasutnya. Selain dengan metode manual seperti diatas ada pula cara mekanik yaitu dengan menggunakan tide gauge, gerakan naik dan turunnya air laut dideteksi dengan sebuah pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Kawat baja tersebut digulungkan pada suatu silinder penggulung, sebuah sistem mekanik melakukan peredaman dan konversi gerakan silinder penggulung kawat baja dari ke arah vertikal menjadi ke arah horisontal. Gerakan horisontal bolak-balik tersebut disambungkan pada sebuah pena yang menggoreskan tinta pada gulungan kertas perekam data yang digulungkan pada silinder. Pelampung diletakkan pada pipa dalam sistem bejana untuk mereduksi gerak muka laut sesaat karena angin atau gelombang seperti divisualisasikan gambar

17 Gambar 3.9 Prinsip pengamatan pasut dengan tide gauge yang mendeteksi perubahan tinggi muka air melalui sebuah pelampung yang dihubungkan dengan pipa sebagai jalan masuk air laut. b. Cara Pengukuran Pengamatan pasut dilakukan dengan mengambil sampel data tinggi muka air laut pada suatu selang (periode) waktu tertentu. Idealnya, pengamatan pasut dilakukan selama selang waktu keseluruhan periodisasi benda-benda langit yang mempengaruhi terjadinya pasut telah kembali pada posisi semula. Pengamatan pasut untuk keperluan reduksi kedalaman dilakukan terus menerus pada saat pemeruman dilakukan. Lama pengamatan pasut untuk penentuan bidang referensi kedalaman dilakukan 15 atau 29 piantan (1 piantan = 25 jam), dengan interval pengamatan maksimal 30 menit, atau jika perubahan ketinggian air berjalan dengan cepat dan tunggang airnya besar, interval pengamatan bisa lebih dirapatkan. c. Pengikatan Statsiun Pasut Ketinggian suatu obyek di darat atau kedalaman suatu titik di laut ditentukan secara relatif terhadap suatu bidang yang disepakati sebagai referensi tinggi atau datum vertikal. Pengukuran kerangka dasar vertikal dimaksudkan untuk mendapatkan ketinggian titik-titik kerangka dasar horisontal yang akan digunakan untuk mengikatkan kedudukan MSL (Mean Sea Level) dan CD (Chart Datum) dari hasil pengamatan pasut, sehingga kedudukan atau ketinggian relatif MSL dan CD terhadap titik-titik tetap di darat dapat diketahui. Metode pengukuran yang digunakan adalah pengukuran sipat datar, pengukuran beda 29

18 tinggi dengan menggunakan waterpass dilakukan pergi-pulang untuk untuk memperoleh beda tinggi antara nol palem (statsiun pasut) dengan titik-titik referensi seperti divisualisasikan gambar 3.9. Gambar 3.10 Skema pengikatan statsiun pasut dengan pengukuran beda tinggi antara statsiun pasut dengan BM Pengamatan Sifat Fisik Air Laut Pengamatan sifat fisik air laut dilakukan dengan menggunakan peralatan antara lain : Water Sampler, alat ini digunakan untuk pengamatan suhu dan salinitas air laut dengan cara pengambilan contoh (sampel) air laut pada kedalaman tertentu. Temperatur dan salinitas profiler, yaitu alat pencatat langsung suhu dan salinitas yang bekerja dengan sensor elektronik yang mengukur suhu dan salinitas di sepanjang kolom kedalaman. 30

19 3.2.9 Pengamatan Arus a. Metodologi Pengamatan Arus Pengukuran arus bisa dilakukan dengan instrumen mekanik dan instrumen akustik, pada metode mekanik digunakan alat pengukur arus yang disebut current meter. Prinsip kerja alat ini adalah secara mekanik, gerakan badan air memutar balingbaling yang dihubungkan dengan sebuah roda gigi, pada roda gigi ini terdapat penghitung (counter) dan pencatat waktu (timer) yang merekam jumlah putaran baling-baling untuk setiap satuan waktu. Jumlah putaran persatuan waktu yang dicatat dari alat ini kemudian dikonversi ke kecepatan arus dalam satuan meter per detik (m/s). Metode akustik merupakan metode yang umum digunakan saat ini untuk mengukur arus, pada alat akustik (ADCP) gelombang dipancarkan melalui tranduser dan merambat sepanjang kolom air. Pada suatu lapisan air yang diukur kecepatan arusnya gelombang dipantulkan kembali menuju tranduser oleh partikel sedimen dan plankton yang bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan gerakan air. Karena adanya gerak relatif pemantul gelombang terhadap alat ukur akustik, maka gelombang yang diterima akan mengalami perubahan frekuensi. Perubahan frekuensi ini sebanding dengan perbedaan kecepatan antara alat ukur arus akustik dengan lapisan air yang diukur arusnya. b. Cara Pengukuran Teknik pengukuran arus dapat dilakukan dengan pendekatan Lagrangian atau Eulerian. Pendekatan Lagrangian dilakukan dengan pengamatan gerakan massa air permukaan dalam rentang waktu tertentu, sedangkan pendekatan Eulerian dilakukan dengan pengamatan kekuatan dan arah arus pada suatu posisi tertentu di suatu kolom air sebagai fungsi dari waktu Pengamatan Gelombang Parameter yang diukur adalah tinggi gelombang, perioda, panjang gelombang, serta cepat rambat gelombang. Pengukuran dilaksanakan selama survei lapangan 31

20 berlangsung, alat yang digunakan adalah instrumen pencatat gelombang otomatis yang menggunakan frekuensi gelombang akustik. Prinsip kerjanya hampir sama dengan alat pengukur arus secara akustik, instrumen ini secara otomatis mencatat gelombang setiap jam sekali dengan mencatat variasi muka air selama terus menerus dengan interval waktu tertentu, dari catatan perubahan tinggi muka air ini kemudian dihitung tinggi dan perioda gelombang rata-rata serta periode gelombang signifikannya Pengamatan Meteorologi Pengamatan meteorologi meliputi pengamatan suhu udara, tekanan udara, kelembaban, serta angin a. Pengamatan Suhu Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang diukur dengan termometer, pengukuran suhu udara biasanya diukur dengan menggunakan termometer air raksa. Frekuensi dan waktu pengamatan dapat dilakukan per jam dengan lama pengamatan 3-8 jam untuk mendapatkan suhu harian rata-rata. b. Pengamatan Tekanan Udara Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan oleh udara pada setiap bidang datar permukaan bumi seluas 1 cm 2, tekanan udara berkurang menurut ketinggian, semakin tinggi suatu tempat semakin rendah tekanannya. Besarnya tekanan udara diukur dengan menggunakan barometer ataupun barograf. c. Pengamatan Kelembaban Udara Yang dimaksud dengan kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung di dalam udara, kelembaban biasanya diukur dengan menggunakan higrometer. d. Pengamatan Angin Pengamatan yang dilakukan adalah dengan mengukur arah serta kecepatan angin, untuk menentukan arah angin digunakan sebuah panah dengan pelat pengarah, 32

21 pergerakan pelat pengarah ini dihubungkan dengan lingkaran arah angin yang menunjukan arah angin tersebut seperti pada pembacaan skala kompas. Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer, prinsip kerja alat ini adalah secara mekanik, gerakan udara memutar baling-baling yang dihubungkan dengan sebuah roda gigi, pada roda gigi ini terdapat penghitung (counter) dan pencatat waktu (timer) yang merekam jumlah putaran baling-baling untuk setiap satuan waktu. Jumlah putaran persatuan waktu yang dicatat dari alat ini kemudian dikonversi ke kecepatan angin dalam satuan meter per detik (m/sec). Contoh anemometer dvisualisasikan gambar Gambar 3.11 Anemometer 33

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman)

Lebih terperinci

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI II.1. Survey Bathimetri Survei Bathimetri dapat didefinisikan sebagai pekerjaan pengumpulan data menggunakan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul ) BAB 4 ANALISIS 4.1. Penyajian Data Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan kajian dan menganalisis sistem penentuan posisi ROV dan bagaimana aplikasinya

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survey hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga spesifikasi pekerjaan. Setiap pekerjaan

Lebih terperinci

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air.

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. SONAR Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. Cara Kerja Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah

Lebih terperinci

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI 1. Perhitungan Ketelitian Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan pemeruman selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik tertentu

Lebih terperinci

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA By : I PUTU PRIA DHARMA APRILIA TARMAN ZAINUDDIN ERNIS LUKMAN ARIF ROHMAN YUDITH OCTORA SARI ARIF MIRZA Content : Latar Belakang Tujuan Kondisi Geografis Indonesia Metode

Lebih terperinci

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME 3.1 Pendahuluan Survei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu suatu proses pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR Pengolahan data side scan sonar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap real-time processing dan kemudian dilanjutkan dengan tahap post-processing. Tujuan realtime

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan

Lebih terperinci

SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI (Contoh Kasus Lapangan Matindok-Sulawesi Tengah) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Oleh Irvan

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009] BAB III REALISASI DAN HASIL SURVEI 3.1 Rencana dan Pelaksanaan Survei Survei dilakukan selama dua tahap, yaitu tahap I adalah survei batimetri untuk menentukan Foot Of Slope (FOS) dengan menggunakan kapal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Survei batimetri merupakan proses untuk mendapatkan data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, termasuk lokasi obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN 3.1 Pendahuluan Pada kegiatan verifikasi posisi pipa bawah laut pasca pemasangan ini akan digunakan sebagai data untuk melihat posisi aktual dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari2014

Jurnal Geodesi Undip Januari2014 Survei Bathimetri Untuk Pengecekan Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal Ahmad Hidayat, Bambang Sudarsono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI No Klaster Unit Kompetensi Kode Unit Judul Unit Elemen Persyaratan Dasar Metode Uji Durasi Biaya Uji 1 Operator Utama M.711000.015.01 Mengamati Pasut Laut

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI

TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 2 Desember 2014: 165-170 TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI (Surveying Technology for Coastal Mapping) Imam Mudita Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Lebih terperinci

SK SNI M Standar Nasional Indonesia METODE PENGUKURAN BATHIMETRI MENGGUNAKAN ALAT PERUM GEMA BSN. Badan Standardisasi Nasional

SK SNI M Standar Nasional Indonesia METODE PENGUKURAN BATHIMETRI MENGGUNAKAN ALAT PERUM GEMA BSN. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia METODE PENGUKURAN BATHIMETRI MENGGUNAKAN ALAT PERUM GEMA ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional BSN DAFTAR ISI Daftar isi... i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1 Maksud dan Tujuan...

Lebih terperinci

Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri

Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri Standar Nasional Indonesia SNI 8283:2016 Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) N. Oktaviani 1, J. Ananto 2, B. J. Zakaria 3, L. R. Saputra 4, M. Fatimah

Lebih terperinci

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Survei Lokasi 3.1.1 Lokasi Geografis dan Garis Survei Lokasi dari area survei berada di sekitar Pulau Bawean, Jawa Timur. gambar 3.1 memperlihatkan lokasi dari area

Lebih terperinci

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survei hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:

BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]: BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasang Surut Laut Pasut laut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa dan luar

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 APLIKASI ECHOSOUNDER HI-TARGET HD 370 UNTUK PEMERUMAN DI PERAIRAN DANGKAL (STUDI KASUS : PERAIRAN SEMARANG) Muhammad Al Kautsar 1), Bandi Sasmito, S.T., M.T. 2), Ir. Hani ah 3) 1) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) 2.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang adalah energi getar yang merambat. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinusoidal. Selain radiasi elektromagnetik,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 213 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN JENIS DAN TARIF ATAS

Lebih terperinci

Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang

Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang http://scholarworks.uno.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1012&context=oceanwaves UNIVERSITAS GADJAH MADA Pengukuran Gelombang Metode Pengukuran 1. alat-alat ukur berada

Lebih terperinci

PETA LOKASI LAPANGAN MATINDOK-SULAWESI TENGAH LAMPIRAN A

PETA LOKASI LAPANGAN MATINDOK-SULAWESI TENGAH LAMPIRAN A DAFTAR PUSTAKA Adil, Irdam. (2007). Komunikasi Pribadi. Djunarsjah, E. (2001). Standar Survei (Baru) dalam Survei Hidrografi (SP-44 IHO tahun 1998). Forum Ilmiah Tahunan ISI. Surabaya. Djunarsjah, E. (2005).

Lebih terperinci

Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04

Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04 Fandhi Nugraha K D411 13 313 Teknik Elektro Makalah Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04 Universitas Hasanuddin Makassar 2015/2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan teknologi saat ini sangat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum Seperti yang telah dijelaskan dalam Latar Belakang, pipa bawah laut diperlukan untuk keperluan pendistribusian minyak dan gas. Untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR Maksud dan tujuan pelaksanaan survei lokasi Maksud dan tujuan utama dari pelaksanaan survei lokasi bagi anjungan minyak lepas

BAB 2 TEORI DASAR Maksud dan tujuan pelaksanaan survei lokasi Maksud dan tujuan utama dari pelaksanaan survei lokasi bagi anjungan minyak lepas BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Survei Lokasi Anjungan Minyak Lepas Pantai Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada instalasi anjungan minyak lepas pantai, terdapat banyak prasyarat yang harus dipenuhi, Salah

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik.

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik. 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisitik dari data hasil rekaman seismik refleksi saluran tunggal. Adapun metode penelitian

Lebih terperinci

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com)

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com) Arus Geostropik Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar

Lebih terperinci

MENGENAL DIRECT READING ACOUSTIC DOPPLER CURRENT PROFILER. oleh. Edikusmanto, Bonita N. Ersan, Dharma Arief 1 )

MENGENAL DIRECT READING ACOUSTIC DOPPLER CURRENT PROFILER. oleh. Edikusmanto, Bonita N. Ersan, Dharma Arief 1 ) Oseana, Volume XXI, Nomor 3, 1996 : 1-11 ISSN 0216-1877 MENGENAL DIRECT READING ACOUSTIC DOPPLER CURRENT PROFILER oleh Edikusmanto, Bonita N. Ersan, Dharma Arief 1 ) ABSTRACT INTRODUCTION TO DIRECT READING

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedimen merupakan unsur pembentuk dasar perairan. Interaksi antara arus dengan dasar perairan berpengaruh terhadap laju angkutan sedimen. Laju angkutan sedimen tersebut

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

Pertanyaan Final (rebutan)

Pertanyaan Final (rebutan) Pertanyaan Final (rebutan) 1. Seseorang menjatuhkan diri dari atas atap sebuah gedung bertingkat yang cukup tinggi sambil menggenggam sebuah pensil. Setelah jatuh selama 2 sekon orang itu terkejut karena

Lebih terperinci

BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO

BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO 3.1 Real-Time Processing pada SonarPro Real-time processing dilakukan selama pencitraan berlangsung dengan melakukan

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Laut dan Metode Pengukurannya Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Bagan Alir Pengerjaan Tugas Akhir Proses pengerjaan Tugas Akhir dilakukan dengan langkah pengerjaan secara garis besar dijelaskan seperti gambar flowchart dibawah ini : Mulai

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA HASIL SURVEI

BAB IV PENGOLAHAN DATA HASIL SURVEI BAB IV PENGOLAHAN DATA HASIL SURVEI Setelah tahap pelaksanaan survei di lapangan, tahap selanjutnya adalah pengolahan data hasil survei untuk mendapatkan parameter-parameter definitif yang dibutuhkan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pekerjaan pemasangan pipa bawah laut dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu Pre- Lay Survey, Pipeline Installation, As Laid Survey [Lekkerkekerk,et al.

Lebih terperinci

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH P. Ika Wahyuningrum AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH Suatu teknologi pendeteksian obyek dibawah air dengan menggunakan instrumen akustik yang memanfaatkan suara dengan gelombang tertentu Secara

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116 o 59 56.4 117 o 8 31.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari lingkungan atau benda diluar sistem sensor. Input rangsangan

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari lingkungan atau benda diluar sistem sensor. Input rangsangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sensor merupakan suatu alat yang dapat menerima sinyal atau rangsangan yang berasal dari lingkungan atau benda diluar sistem sensor. Input rangsangan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan arus informasi yang semakin transparan, serta perubahan-perubahan dinamis yang tidak dapat dielakkan

Lebih terperinci

Fisika UMPTN Tahun 1986

Fisika UMPTN Tahun 1986 Fisika UMPTN Tahun 986 UMPTN-86-0 Sebuah benda dengan massa kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari, m. Jika

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Gelombang - - GELOMBANG - GELOMBANG ------------------------------- 1 Gelombang Gelombang Berjalan

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut: Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121 SBMPTN 017 Fisika Soal SBMPTN 017 - Fisika - Kode Soal 11 Halaman 1 01. 5 Ketinggian (m) 0 15 10 5 0 0 1 3 5 6 Waktu (s) Sebuah batu dilempar ke atas dengan kecepatan awal tertentu. Posisi batu setiap

Lebih terperinci

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang Standar Nasional Indonesia Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata... Pendahuluan... 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama dua hari, yaitu pada 19-20 November 2008 di perairan Aceh, Lhokseumawe (Gambar 3). Sesuai

Lebih terperinci

drimbajoe.wordpress.com

drimbajoe.wordpress.com 1. Suatu bidang berbentuk segi empat setelah diukur dengan menggunakan alat ukur yang berbeda, diperoleh panjang 5,45 cm, lebar 6,2 cm, maka luas pelat tersebut menurut aturan penulisan angka penting adalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei dan pemetaan dasar laut telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi akan sumber daya

Lebih terperinci

By. Y. Morsa Said RAMBE

By. Y. Morsa Said RAMBE By. Y. Morsa Said RAMBE Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinatkoordinat yang bersangkutan merepresentasikan titik-titik. Jenis sistem koordinat:

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010 PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 200 Mata Pelajaran : Fisika Kelas : XII IPA Alokasi Waktu : 20 menit

Lebih terperinci

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA Proyeksi Peta dan Skala Peta 1. Pengertian Proyeksi peta ialah cara pemindahan lintang/ bujur yang terdapat pada lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Ada beberapa ketentuan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi Pengertian Geofisika Geofisika: bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi melalui kaidah atau

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar! Pilihlah Jawaban yang Paling Tepat! Pilihlah jawaban yang benar!. Sebuah pelat logam diukur menggunakan mikrometer sekrup. Hasilnya ditampilkan pada gambar berikut. Tebal pelat logam... mm. 0,08 0.,0 C.,8

Lebih terperinci

Petunjuk Penggunaan SENSOR GERAK (GSC )

Petunjuk Penggunaan SENSOR GERAK (GSC ) Petunjuk Penggunaan SENSOR GERAK (GSC 410 15) Jl. PUDAK No. 4 Bandung 40113, Jawa Barat-INDONESIA - Phone +62-22-727 2755 (Hunting) Fax. +62-22-720 7252 - E-mail: contact@pudak.com - Website: www.pudak.com

Lebih terperinci

Lokasi pengukuran dilakukan pada desa Cikancra kabupaten. Tasikmalaya. Lahan berada diantara BT dan LS

Lokasi pengukuran dilakukan pada desa Cikancra kabupaten. Tasikmalaya. Lahan berada diantara BT dan LS BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengukuran Insitu 4.1.1 Lokasi dan Persiapan Lokasi pengukuran dilakukan pada desa Cikancra kabupaten Tasikmalaya. Lahan berada diantara 1 0 20 1 0 25 BT dan 7 0

Lebih terperinci

Prosiding PIT VII ISOI 2010 ISBN : Halaman POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG

Prosiding PIT VII ISOI 2010 ISBN : Halaman POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG (SPATIAL PATTERN OF BATHYMETRY IN BUNGUS BAY, PADANG CITY) Oleh YULIUS, H. PRIHATNO DAN I. R. SUHELMI Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya

Lebih terperinci

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R DOKUMEN ASaFN. Sebuah uang logam diukur ketebalannya dengan menggunakan jangka sorong dan hasilnya terlihat seperti pada gambar dibawah. Ketebalan uang tersebut adalah... A. 0,0 cm B. 0, cm C. 0, cm D.

Lebih terperinci

Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik

Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-178 Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik Ahmad Fawaiz Safi, Danar Guruh Pratomo, dan Mokhamad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng, yang kemudian disebut PPP Sadeng, merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan pantai yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. PPP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang dua per tiga (2/3) wilayahnya adalah lautan, sehingga Negara Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai Negara

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Gambar 3.1 Foto stasiun pengamatan pasut di Kecamatan Muara Gembong

BAB 3 METODOLOGI. Gambar 3.1 Foto stasiun pengamatan pasut di Kecamatan Muara Gembong BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pasut Dalam pengambilan data pasut, ada dua cara pengukuran yang dapat dilakukan, yitu pengukuran secara manual dan otomatis. Pengukuran manual menggunakan alat palem, sementara dalam

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pasang Surut Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik

Lebih terperinci

BAB II SISTEM MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES)

BAB II SISTEM MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES) BAB II SISTEM MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES).1 Prinsip Sistem Multibeam Echosounder (MBES) Multibeam Echosounder menggunakan prinsip yang sama dengan singlebeam namun jumlah beam yang dipancarkan adalah

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan data

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemetaan laut, khususnya pemetaan batimetri merupakan keperluan mendasar dalam rangka penyediaan informasi spasial untuk kegiatan, perencanaan dan pengambilan keputusan

Lebih terperinci

1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : A. jenis gas B. suhu gas C. tekanan gas

1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : A. jenis gas B. suhu gas C. tekanan gas 1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : jenis gas suhu gas tekanan gas D. volume gas E. banyak partikel 2. Seorang anak duduk di atas kursi pada roda yang berputar

Lebih terperinci