PRATIWI ARI HENDRAWATI J

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals


BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB I PENDAHULUAN. utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi TB Paru di Indonesia dan negara negara sedang berkembang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat Sarjana Keperawatan Disusun Oleh : PRATIWI ARI HENDRAWATI J 210 040 054 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indeks pembangunan manusia (human development indexs) di Indonesia masih menempati urutan 102 dari 162 negara. Tingkat pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia belum memuaskan. Peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan pembangunan nasional, karena dalam menghadapi makin ketatnya persaingan pada era globalisasi, tenaga kesehatan yang sehat akan menunjang keberhasilan program pelayanan kesehatan dan juga akan mendorong peningkatan produktivitas serta pendapatan penduduk (Martono, 2006). Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yaitu masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil, merata, serta memiliki derajat kesehatan setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sehat meliputi sehat jasmani, rohani, serta sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Masyarakat Indonesia yang dicita-citakan adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat 1 1

kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur dari pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya (Martono, 2006). Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health Organization (WHO) dalam annual report on global TB control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai highburden countries terhadap TBC. Indonesia tiap tahun terdapat 557.000 kasus baru TBC. Berdasarkan jumlah itu, 250.000 kasus (115/100.000) merupakan penderita TBC menular. Dengan keadaan ini Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah penderita TBC di dunia, setelah India (1.762.000) dan China (1.459.000). TBC telah membunuh tiga juta orang pertahun. Diperkirakan, kasus TBC meningkat 5-6 persen dari total kasus. Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini dapat menular lewat percikan ludah yang keluar saat batuk, bersin atau berbicara. Umumnya kuman TBC menyerang paru karena penularannya melalui udara yang mengandung kuman TBC dan terhirup saat bernapas (Rachmawati, 2007). Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, estimasi prevalensi angka kesakitan di Indonesia sebesar 8 per 1000 penduduk berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium. Hasil survei SKRT tahun 2001, didapatkan bahwa TBC menduduki rangking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian), setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem pernafasan pada semua golongan usia (Depkes RI, 2002). 2

Sejak tahun 1995, program pemberantasan TBC telah dilaksanakan dengan strategi directly observed treatment shortcourse chemotherapy (DOTS) yang direkomendasi oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Program ini menekankan pada diagnosis yang benar dan tepat dilanjutkan dengan pengobatan jangka pendek yang efektif serta pengawasan, angka keberhasilan pengobatan mencapai 85%. Pelaksanaan DOTS di klinik perusahaan merupakan peran aktif dan kemitraan yang baik dari pengusaha serta masyarakat pekerja untuk meningkatkan penanggulangan TBC di tempat kerja. Seiring dengan pembentukan gerdunas TBC, maka pemberantasan penyakit tuberkulosis paru berubah menjadi program penanggulangan TBC. Tujuan jangka pendek penanggulangan TBC adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit TBC dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TBC tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (Fahrudda, 2005). Pengobatan pada penderita TBC dapat dilakukan dengan beberapa kombinasi obat yang memang ditujukan untuk membasmi kuman. WHO merekomendasikan strategi pengobatan DOTS, yaitu penderita minum obat dengan diawasi pengawas menelan obat. Pengawas ini bisa anggota keluarga, kader, petugas kesehatan atau relawan. Umumnya penderita minum obat selama 6 bulan untuk memastikan kesembuhannya, namun pada beberapa keadaan dapat berbeda dapat lebih lama (Rachmawati, 2007). 3

Kasus penyakit TBC sangat terkait dengan faktor perilaku dan lingkungan. Faktor lingkungan, sanitasi dan higiene terutama sangat terkait dengan keberadaan kuman, dan proses timbul serta penularannya. Faktor perilaku sangat berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi kuman TBC. Dimulai dari perilaku hidup sehat (makanmakanan yang bergizi dan seimbang, istirahat cukup, olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, hindari stress), memberikan vaksinasi dan imunisasi baik pada bayi, balita maupun orang dewasa. Penderita dengan berperilaku tidak meludah sembarangan, menutup mulut apabila batuk atau bersin, dan terutama kepatuhan untuk minum obat dan pemeriksaan rutin untuk memantau perkembangan pengobatan serta efek samping (Nova, 2007). Penatalaksanaan lingkungan, terutama pada pengaturan syarat-syarat rumah sehat diantaranya pencahayaan, ventilasi, luas hunian dengan jumlah anggota keluarga, kebersihan rumah dan lingkungan tempat tinggal. Melalui pemberdayaan keluarga sehingga anggota rumah tangga yang lain dapat berperan sebagai pengawas menelan obat (PMO), sehingga tingkat kepatuhan minum obat penderita dapat ditingkatkan yang pada gilirannya kesembuhan dapat dicapai (Nova, 2007). Dalam menyukseskan upaya pemberantasan TBC, maka peran petugas kesehatan dalam surveillance dan pencatatan pelaporan yang baik merupakan suatu keharusan. Tidak menutup kemungkinan peran kader serta masyarakat lainnya dapat berperan aktif melalui kunjungan rumah bersama petugas kesehatan, tokoh masyarakat untuk melakukan pendidikan di masyarakat 4

melalui penyuluhan, konseling atau pemantauan secara terpadu, terintegrasi dengan upaya-upaya lain termasuk peningkatan ekonomi keluarga. Pasien TBC perlu mendapatkan pengawasan langsung agar meminum obat secara teratur sampai sembuh. Orang yang mengawasi penderita TBC dikenal dengan istilah pengawas menelan obat (PMO). PMO sebaiknya orang yang disegani dan dekat dengan pasien TBC, misalnya keluarga, tetangga, atau kader kesehatan. PMO bertanggung jawab untuk memastikan pasien TBC meminum obat sesuai anjuran petugas puskesmas atau UPK (Nova, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dari bidang pemberantasan penyakit menular dinas kesehatan kota (DKK) Surakarta tahun 2007: bahwa angka penemuan kasus, case detection rate (CDR) tertinggi di kota Surakarta adalah UPK Banyuanyar sebanyak 53,3 % dan suspek sebanyak 65,1%. (Profil Puskesmas Banyuanyar, 2007). Target case detection rate program penanggulangan TBC secara nasional adalah 70 %. Angka perkiraan nasional penderita baru BTA positif adalah 130/100.000 penduduk (100-200 per 100.000 penduduk) (Depkes RI, 2002). Berdasarkan keterangan dari petugas puskesmas Banyuanyar Surakarta, didapatkan gambaran umum tentang partisipasi pengawas menelan obat dan sikap penderita tuberkulosis paru di puskesmas Banyuanyar Surakarta rata-rata masih kurang. Hal ini ditandai dengan PMO yang berasal dari keluarga kurang mengawasi penderita TBC dalam minum obat, dikarenakan kesibukan yang dimiliki masing-masing PMO. Penderita kurang kesadaran untuk menjaga lingkungan rumah, pencahayaan, kebersihan, 5

ventilasi, kebiasaan meludah disembarang tempat. Bahkan ketika datang pertama kalinya ke puskesmas, pasien kurang memahami tentang TBC. Terdapat perasaan kekhawatiran tentang penyakit yang dideritanya dan cenderung menutupi penyakitnya. Berdasarkan fenomena tersebut diatas maka peneliti akan melakukan penelitian tentang hubungan antara partisipasi pengawas menelan obat (PMO) keluarga dengan sikap penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Banyuanyar Surakarta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : adakah hubungan antara Peningkatan partisipasi pengawas menelan obat (PMO) keluarga terhadap peningkatan sikap penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Banyuanyar Surakarta. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara partisipasi pengawas menelan obat keluarga dengan sikap penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Banyuanyar Surakarta. 2. Tujuan Khusus dari penelitian ini yaitu : a. Mengetahui karakteristik partisipasi pengawas menelan obat keluarga. b. Mengetahui karakteristik sikap penderita tuberkulosis paru. 6

c. Mengetahui hubungan antara partisipasi pengawas menelan obat keluarga dengan sikap penderita tuberkulosis paru. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu keperawatan Dapat digunakan sebagai bahan atau masalah yang dapat diangkat dalam penyuluhan kesehatan bagi pasien, keluarga, komunitas yang menderita tuberkulosis agar dapat meningkatkan sikap penderita TBC. 2. Bagi perawat Sebagai tambahan kepustakaan dalam penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan asuhan keperawatan mengenai penanganan penderita tuberkulosis paru. 3. Bagi institusi pelayanan Menentukan kebijakan puskesmas dalam mengevaluasi program pengobatan penyakit tuberkulosis paru yang lebih memperhatikan partisipasi pengawas menelan obat dan mampu menanamkan sikap positif penderita tuberkulosis paru, serta lebih menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunja ng kesehatan. 4. Bagi penderita dan PMO Diharapkan penderita tuberkulosis paru lebih meningkatkan sikapnya, meliputi antara lain perasaan selama menderita, keyakinan terhadap pengobatan, perilaku-perilaku yang mendukung pengobatan dan ketaatan dalam berobat. PMO lebih meningkatkan lagi pengawasan dalam pengobatan terhadap penderita TBC. 7

E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang tuberkulosis paru sudah banyak dilakukan, diantaranya dilakukan oleh Fadlul (2000) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan penderita penyakit tuberkulosis setelah pengobatan jangka pendek (6 bulan) di kabupaten sumba timur propinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitiannya observasional dengan menggunakan rancangan case control study, subyek yang diteliti adalah penderita tuberkulosis paru BTA (+) dengan besar sampel 100 penderita (50 kasus dan 50 pembanding), dimana hasil penelitian menggambarkan bahwa faktor resiko yang mempengaruhi kesembuhan adalah jarak rumah penderita dengan puskesmas, komunikasi informasi edukasi (KIE) oleh petugas puskesmas, frekuensi pengambilan obat, dosis harian obat anti tuberkulosis (OAT), pengawasan dirumah, frekuensi minum obat, penyakit yang menyertai dan gejala samping OAT. Nugroho (2002) meneliti tentang pola perawatan penderita tuberkulosis paru di lingkungan keluarga selama pengobatan fase jangka pendek (6 bulan) di puskesmas di kota Yogyakarta. Dimana jenis penelitian deskriptif, dengan suatu pendekatan yang retrospektif dimana subyek penelitiannya penderita yang telah selesai menjalani pengobatan fase jangka pendek. Hasil penelitian pola perawatan penderita tuberkulosis paru di lingkungan keluarga secara keseluruhan, yang menunjukkan kriteria baik 8

adalah perawatan pada masalah psikososial dan pemantauan pengobatan penderita. Sementara untuk perawatan mengenai penataan lingkungan rumah, pemenuhan kebutuhan rasa nyaman, masalah pernafasan dan pemenuhan kebutuhan aktifitas istirahat masuk kriteria cukup baik. Fajarwati (2005) meneliti tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap penderita tuberkulosis paru di balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4) Surakarta. Penelitiannya observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional, menggunakan desain penelitian teknik simple random sampling. Subyeknya adalah penderita tuberkulosis paru yang berobat di BP4 Surakarta pada tahun 2005. Hasil penelitian hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap penderita tuberkulosis paru menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan. Rachmawati (2007) meneliti tentang pengaruh dukungan sosial dan pengetahuan tentang penyakit TB terhadap motivasi untuk sembuh penderita tuberkulosis paru yang berobat di Puskesmas sidoarjo, lamongan, jombang. Subyeknya adalah penderita tuberkulosis paru yang menjalani perawatan 2 bulan, dengan 86 responden. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial dan pengetahuan terhadap motivasi seseorang. Sukamto (2002) meneliti tentang hubungan kinerja PMO dengan hasil pengobatan penderita TB Paru tahap intensif dengan strategi DOTS di kota banjarmasin propinsi kalimantan selatan tahun 2002. Desain penelitian adalah case control dengan dilakukan matching kelompok umur, jenis kelamin dan 9

tempat pengobatan penderita. Sampel adalah penderita tuberkulosis paru BTA positif yang berumur 15 tahun, yang mendapat pengobatan OAT kategori 1 yang telah menyelesaikan pengobatan tahap intensif yang berobat di 20 Puskesmas sejak bulan Juni 2002 sampai dengan November 2002, sebanyak 86 penderita yang terdiri 43 orang kasus dan 43 orang kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja PMO mempunyai hubungan yang bermakna dengan hasil pengobatan tahap intensif kinerja PMO dipengaruhi oleh pengetahuan PMO dan hubungan keluarga dengan penderita. Mukhsin (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat pada penderita TBC Paru yang mengalami konversi di kota jambi. Metode penelitian : kuantitatif, menggunakan survei crosssectional. Subyek : penderita TBC BTA positif yang mengalami konversi tercatat pada kuartal 2 dan 3 pada masing-masing tahun agar setara. Menggunakan 20 puskesmas, dengan jumlah sampel 239 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ada perbedaan bermakna secara statistik antara keteraturan minum obat pada penderita TBC paru yang ada PMO dibandingkan dengan yang tidak ada PMO. Penderita yang mempunyai PMO lebih besar untuk menjadi teratur dalam minum OAT dibandingkan dengan penderita yang tidak mempunyai PMO. Perbedaan dengan penelitian yang dilaksanakan ini adalah jenis penelitian observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional, menggunakan desain penelitian teknik sampling jenuh. Dengan subyek dan lokasi yang berbeda, dimana subyeknya adalah penderita tuberkulosis paru di 10

wilayah kerja puskesmas Banyuanyar yang masih dalam fase pengobatan jangka pendek 6-8 bulan. Variabelnyapun berbeda, variabel bebas adalah partisipasi pengawas menelan obat keluarga, dan variabel terikatnya adalah sikap penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Banyuanyar Surakarta. Selama ini belum ada penelitian tentang partisipasi pengawas menelan obat dengan sikap penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Banyuanyar Surakarta. 11