Keterkaitan Variasi Sinar Kosmik dengan Tutupan Awan Riza Adriat 1)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI

5/27/2013 AWAN. Pengertian :

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP KENAIKAN TEMPERATUR GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Cloud and Precipitation

ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. R = k (10g+f)

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah.

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI DKI JAKARTA

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

SMP kelas 7 - FISIKA BAB 4. Kalor dan PerpindahannyaLatihan Soal 4.3

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

Bab IV Analisis dan Pembahasan

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

I PENDAHULUAN. α =...(1) dimana, α : albedo R s : Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan R s : Radiasi gelombang pendek yang datang

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 : Prosedur Identifikasi Awan dengan Citra Satelit MTSAT

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALatihan Soal 9.3

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ATMOSFER GEO 1 A. PENDAHULUAN B. LAPISAN ATMOSFER C. CUACA D. SUHU. Tx = T0 0,6 x h

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

AWAN DAN KELEMBABAN BAB. Siklus Air di Atmosfir. Penguapan, Kondensasi, dan Titik Jenuh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

Buldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN PRETEST. Menjelaskan fungsi atmosfer

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

Hasil dan Analisis. Tabel IV.1. Koefisien keragaman C v dan nilai rata-rata bulanan LPM dan radiasi matahari

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

APA ITU GLOBAL WARMING???

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

APLIKASI SOFT COMPUTING PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

FENOMENA GAS RUMAH KACA

KAJIAN PENGARUH UAP AIR TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

2 BAB II TEORI DASAR

KATA PENGANTAR. Buletin ini berisi data rekaman Lightning Detector, menggunakan sistem LD-250 dan software Lightning/2000 v untuk analisa.

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

Dinamika Atmosfer Bawah (Tekanan, Konsentrasi, dan Temperatur)

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI

pusat tata surya pusat peredaran sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim

Isu Kiamat 2012 : Adakah Siklus Lima Belas Tahunan Akan Berperan Aktif Kembali Disana?

PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI PADA KALA HIDUP SATELIT

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT

Bab II Tinjauan Pustaka

Masyarakat dunia kini dihantui perubahan iklim dengan berbagai

Prediksi Kenaikan Muka Air Laut di Pesisir Kabupaten Tuban Akibat Perubahan Iklim

ANALISA SEBARAN AWAN UNTUK MENENTUKAN PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA PEKANBARU BERDASARKAN DATA PENGINDERAAN JARAK JAUH

Pengertian Planet, Macam-Macam Planet Serta Ciri-Cirinya

Alberth Christian Nahas dan Budi Setiawan Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima

IDENTIFIKASI POLA SAMBARAN PETIR CLOUD TO GROUND (CG) TAHUN 2014 DI WILAYAH PROVINSI ACEH

STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

UNIVERSITAS INDONESIA POLA CURAH HUJAN DI PULAU JAWA PADA PERIODE NORMAL, EL NINO DAN LA NINA SKRIPSI RENDY PRATAMA

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Transkripsi:

Keterkaitan Variasi Sinar Kosmik dengan Tutupan Awan Riza Adriat 1) 1)Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung Email: rizaadriat@gmail.com Abstrak Sinar kosmik merupakan salah satu faktor dari luar angkasa yang mempengaruhi pemanasan global melalui pengaruhnya terhadap proses pembentukan tutupan awan. Sinar kosmik dapat mempengaruhi proses pembentukan tutupan awan melalui mekanisme ion-aerosol clear-air dan mekanisme ion-aerosol near-cloud. Sinar kosmik berperan sebagai sumber energi yang mengionisasi aerosol sehingga mempercepat pembentukan inti kondensasi awan. Sinar kosmik dikorelasikan dengan awan global menggunakan klasifikasi ISCCP yang membagi awan menjadi sembilan jenis dari tahun 1984 sampai 2008. Sinar kosmik memiliki korelasi positif dengan tutupan awan rendah (untuk jenis Stratocumulus dan Stratus) dan tutupan awan tinggi (untuk jenis Cirrus). Kata kunci: pemanasan global, sinar kosmik, tutupan awan 1. Latar belakang Perubahan iklim dipengaruhi oleh dua faktor utama, pengaruh antropogenik dan alami (IPCC, 2013). Faktor yang paling besar dalam perubahan iklim dipengaruhi oleh pemanasan global. Pemanasan global disebabkan oleh gas rumah kaca yang dipengaruhi oleh peningkatan emisi CO 2, di mana aktivitas antropogenik menjadi penyebab utama peningkatan emisi CO 2 tersebut. Selain itu, faktor alami yang mempengaruhi perubahan iklim adalah aktivitas matahari yang dapat mempengaruhi tiga unsur, yaitu perubahan laju pemanasan atmosfer, aktivitas magnetik, dan sinar kosmik (Carslaw dkk., 2002). Berdasarkan hasil kajian sebelumnya oleh Svensmark dan Friss- Christensen (1997), menunjukkan bahwa terdapat potensi pengaruh radiasi sinar kosmik terhadap perubahan iklim. Sinar kosmik adalah radiasi yang berasal dari ledakan bintang (supernova) dan biasa disebut Galactic Cosmic Rays. Perambatan sinar kosmik menuju bumi dipengaruhi oleh aktivitas matahari, jumlah bintik matahari, dan angin matahari (Dickinson, 1975). Peningkatan (penurunan) intensitas ketiga faktor tersebut akan menurunkan (meningkatkan) intensitas radiasi sinar kosmik yang menuju bumi. Radiasi sinar kosmik yang mencapai bumi dapat mempengaruhi pemanasan global melalui pembentukan tutupan awan (Svensmark dan Friss-Christensen, 1997). Sinar kosmik mempengaruhi proses pertumbuhan awan berdasarkan mekanisme ion-aerosol clear-air (Yu, 2002) dan ion-aerosol near-cloud (Carslaw dkk., 2002) melalui ionisasi aerosol oleh sinar kosmik yang mengakibatkan percepatan pembentukan inti kondensasi awan. Hasil kajian Marsh dan Svensmark (2000) menyimpulkan bahwa sinar kosmik mempengaruhi proses pertumbuhan awan rendah (1000 mb hingga 680 mb) yang ditunjukkan oleh korelasi positif antara sinar kosmik terhadap tutupan awan rendah (Gambar 1). Awan rendah sangat dipengaruhi oleh distribusi aerosol sehingga jika terjadi peningkatan sinar kosmik, pembentukan inti kondensasi awan rendah akan mengalami percepatan. Penelitian ini akan mengkaji lebih lanjut mengenai keterkaitan radiasi sinar kosmik terhadap tutupan awan untuk periode waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (1984 2008). Gambar 1. Rata-rata global anomali tutupan awan bulanan untuk (a) tinggi (<440 hpa), (b) tengah (440-680 hpa), dan (c) rendah (>680 hpa) tutupan awan (biru) dan sinar kosmik (merah). (Marsh dan Svensmark, 2000) 36

2. Metodologi i. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sinar kosmik dan tutupan awan. a. Sinar Kosmik Data sinar kosmik yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan dalam periode tahun 1984-2008 dari stasiun Huancayo, Peru (12 LS, 75 BB) karena stasiun ini letaknya paling dekat dengan ekuator sehingga radiasi sinar kosmiknya tidak dipengaruhi gangguan lain, seperti medan magnet kutub bumi. b. Tutupan Awan Data tutupan awan yang diperoleh dari International Satellite Cloud Climatology Project (ISCCP) tahun 1984-2008. Data ISCCP merupakan data tutupan sembilan jenis awan yang dibedakan berdasarkan ketinggian dan ketebalan optiknya. Awan rendah memiliki ketinggian antara 1000 mb hingga 680 mb, awan menengah memiliki ketinggian 680 mb hingga 440 mb, dan awan tinggi memiliki ketinggian antara 440 hingga 50 mb. Hal ini terlihat pada klasifikasi awan yang ditunjukkan Gambar 2. Gambar 2. Klasifikasi awan ISCCP yang dibedakan berdasarkan ketinggian dan ketebalan optik awan (Rossow dan Schiffer, 1999). ii. Metode Metode yang digunakan adalah desktriptif analitis. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan meliputi persiapan dan pengolahan data. a. Perata-rataan Data Proses perata-rataan data dilakukan dengan menggunakan Persamaan (1) S (x, y) = 1 12 M (x, y) (1) S (x, y) adalah variabel pada tahun ke-j (j=1,,25), dan M (x, y) adalah variabel terpilih pada bulan ke-i (i=1,,12). Dengan demikian, didapatkan pengelompokan rata-rata tahunan dari tutupan awan dan sinar kosmik. b. Anomali Data Proses konversi data menjadi anomali dilakukan dengan mengurangi data dengan ratarata data melalui Persamaan (2) S (x, y) = S(x, y) S (x, y) (2) S (x, y) adalah anomali data, S(x, y) adalah data dan S (x, y) adalah rata-rata data. c. Ekstraksi Pola Spasial dan Temporal Tutupan Awan Korelasi spasial antara sinar kosmik dan tutupan awan diperoleh dengan cara mengorelasikan data tutupan awan di setiap grid dengan data sinar kosmik di stasiun yang diasumsikan seragam secara global, sedangkan korelasi temporalnya diperoleh dengan cara merata-ratakan secara global hasil dari korelasi spasial antara sinar kosmik dan tutupan awan. 3. Hasil dan Pembahasan i. Korelasi Spasial dan Temporal Tutupan Awan Rendah dengan Sinar Kosmik Pola spasial dan temporal antara sinar kosmik dan tutupan awan menunjukkan bahwa sinar kosmik berkorelasi positif dengan awan rendah untuk jenis Stratocumulus dan Stratus seperti ditunjukkan pada Gambar 3. 37

a. b. c. Gambar 3. Korelasi spasial (panel kiri) dan korelasi temporal (panel kanan) antara sinar kosmik dan tutupan awan rendah di mana korelasi temporal antara sinar kosmik dan (a) Cumulus, (b) Stratocumulus, (c) Stratus berturut-turut adalah -0,229; 0,309; dan 0,232. Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa tutupan awan jenis Stratocumulus dan Stratus paling dipengaruhi oleh sinar kosmik karena korelasi spasialnya menunjukkan banyak daerah yang berkorelasi positif dan korelasi temporalnya di atas 0,2 (Gambar 3b dan Gambar 3c). Namun untuk tutupan awan jenis Cumulus banyak daerah yang berkorelasi negatif dan korelasi temporalnya juga bernilai negatif (Gambar 3a). Korelasi temporal antara sinar kosmik dan tutupan awan rendah untuk jenis Cumulus, Stratocumulus, dan Stratus berturutturut adalah -0,229; 0,309; dan 0,232. Gambar 4. Mekanisme ion-aerosol clear-air, hubungan antara sinar kosmik, CN, CCN, dan awan (Yu, 2002). Hal ini terkait dengan mekanisme ion aerosol-clear air (Gambar 4) yang dikemukakan 38

oleh Yu (2002) bahwa awan rendah sangat sensitif terhadap distribusi aerosol. Jika terjadi peningkatan sinar kosmik, radiasi sinar kosmik akan menyebabkan meningkatnya laju ionisasi aerosol dalam pembentukkan inti kondensasi awan rendah yang menyebabkan semakin banyak proses pembentukan awan rendah. ii. Korelasi Spasial dan Temporal Tutupan Awan Menengah dengan Sinar Kosmik Berbeda dengan jenis awan rendah, seluruh jenis awan menengah tidak memiliki korelasi dan berkorelasi negatif dengan sinar kosmik baik secara spasial maupun temporalnya. Gambar 5 menunjukkan korelasi spasial dan a. temporal antara sinar kosmik dan tutupan awan menengah untuk jenis Altocumulus, Altostratus, dan Nimbostratus di mana korelasi temporalnya berturut-turut adalah -0,519; -0,296; dan 0,047. Awan menengah jenis Altocumulus memiliki korelasi negatif yang tinggi yaitu -0,519, yang berarti awan menengah jenis Altocumulus pembentukannya lebih disebabkan proses konvektif dari efek termal radiasi matahari. Pengaruh ionisasi sinar kosmik terhadap tutupan awan menengah tidak dominan, karena pembentukan tutupan awan menengah lebih banyak disebabkan dinamika termal atmosfer seperti hantaran energi secara konduksi. b. c. Gambar 5. Korelasi spasial (panel kiri) dan korelasi temporal (panel kanan) antara sinar kosmik dan tutupan awan menengah di mana korelasi temporal antara sinar kosmik dan (a) Altocumulus, (b) Altostratus, (c) Nimbostratus berturut-turut adalah -0,519; -0,296; dan 0,047. 39

iii. Korelasi Spasial dan Temporal Tutupan Awan Tinggi dengan Sinar Kosmik Hasil korelasi sinar kosmik dengan awan tinggi menunjukkan bahwa tutupan awan jenis Cirrus memiliki korelasi positif paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis tutupan awan lainnya seperti ditunjukkan pada Gambar 6a. Nilai korelasi temporal antara sinar kosmik dan tutupan awan tinggi untuk jenis Cirrus, Cirrostratus, dan Deep-Convection berturut-turut adalah 0,354; -0,463; dan 0,167 (Gambar 6). Korelasi positif antara sinar kosmik dan awan tinggi untuk jenis Cirrus kemungkinan juga disebabkan oleh mekanisme ion aerosolclear air dan mekanisme tambahan yaitu mekanisme ion aerosol-near cloud (Gambar 7). Mekanisme ini diusulkan oleh Carslaw (2002) karena gangguan yang terjadi di atas awan. a. Daerah di sekitar 200 meter di atas lapisan awan yang tipis menjadi lebih bermuatan positif daripada udara di sekitarnya karena ionisasi sinar kosmik. Kemudian partikel-partikel proton tersebut mengionisasi aerosol yang ada di atas lapisan awan dan mengalami scavenging ke dalam awan. Tinsley (2003) juga mengusulkan bahwa ionisasi dan scavenging menyebabkan meningkatnya keberhasilan aerosol sebagai inti pembentuk es. Sementara proses pembentukan untuk awan tinggi jenis Cirrostratus dan Deep- Convection lebih disebabkan karena dinamika atmosfer seperti proses konvektif dari radiasi matahari karena terlihat dari korelasi temporalnya untuk awan tinggi jenis Cirrostratus memiliki korelasi negatif yang tinggi yaitu -0,463. b. c. Gambar 6. Korelasi spasial (panel kiri) dan korelasi temporal (panel kanan) antara sinar kosmik dan tutupan awan tinggi di mana korelasi temporal antara sinar kosmik dan (a) Cirrus, (b) Cirrostratus, (c) Deep-Convection berturut-turut adalah 0,354; -0,463; dan 0,167. 40

Gambar 7. Mekanisme ion-aerosol near-cloud ketika partikel sinar kosmik berkumpul di atas lapisan awan yang tipis kemudian mengalami scavenging sehingga akan meningkatkan kesempatan aerosolaerosol di dalam awan menjadi inti pembentuk es (Carslaw dkk., 2002). Berdasarkan hasil korelasi temporal untuk seluruh jenis awan dengan sinar kosmik diperoleh awan jenis Stratocumulus, Stratus, dan Cirrus yang memiliki korelasi positif tertinggi. Ketiga jenis awan ini proses pembentukkannya paling dipengaruhi oleh sinar kosmik. Secara temporal ketiga jenis awan di atas akan memiliki anti korelasi dengan siklus aktivitas bintik matahari. Sebaliknya awan jenis Altocumulus dan Cirrostratus memiliki korelasi negatif tertinggi dengan sinar kosmik. Jenis awan ini pembentukannya lebih dominan dipengaruhi oleh dinamika atmosfer dan korelasi kedua jenis awan ini akan beriringan dengan fase siklus aktivitas bintik matahari. Untuk lebih jelasnya hasil korelasi temporal antara tutupan awan dan sinar kosmik ditunjukkan oleh Tabel 1. Tabel 1. Korelasi temporal tutupan awan dan sinar kosmik. Jenis Awan Korelasi Temporal Cumulus -0,229 Stratocumulus 0,309 Stratus 0,232 Altocumulus -0,519 Nimbostratus 0,047 Cirrus 0,354 Cirrostratus -0,463 Deep-Convection 0,167 4. Kesimpulan Secara global, variasi sinar kosmik mempunyai korelasi positif dengan fraksi tutupan awan rendah jenis Stratocumulus dan Stratus, serta awan tinggi jenis Cirrus dalam periode 1984 sampai tahun 2000. Hasil ini konsisten dengan temuan Marsh dan Svensmark (2000) yang menggunakan data dari tahun 1984 sampai 1995. Selebihnya, kajian ini mengungkapkan bahwa nilai korelasi positif yang tinggi antara sinar kosmik dengan tutupan awan hanya berlaku di wilayah yang fraksi tutupan awannya secara rata-rata rendah (kurang dari 10%), di mana pengaruh dinamika atmosfer lokal dalam proses pembentukan awan dapat dianggap cukup lemah sehingga sinar kosmik dapat secara efektif mempercepat dan memperbanyak proses pembentukan inti kondensasi awan. Daftar Pustaka Carslaw, K.S., Harrison, R.G., dan Kirkby, J. (2002) : Cosmic rays, clouds, and climate, Science, 298, 1732-1737. Dickinson, R.E. (1975) : Solar variability and the lower atmosphere, Bull. Amer. Meteor. Soc., 56, 1250-1248. IPCC. (2013) : Anthropogenic and Natural Radiative Forcing, IPCC WGI Fifth Assessment Report, Chapter 8, 659-740. Marsh, N.D. dan Svensmark, H. (2000) : Low cloud properties influenced by cosmic rays, Phys. Rev. Lett., 85, 5004-5007. Rossow, W.B. dan Schiffer, R.A. (1999) : Advances in understanding clouds from ISCCP, Bull. Amer. Meteor. Soc, 80, 2261-2287. Svensmark, H. dan Friss-Christensen, E. (1997) : Variation of cosmic ray flux and global cloud coverage-a missing link in solarclimate relationship, J. Atmos. Solar-Terr. Phys, 59, 1225-1232. Yu, F. (2002) : Altitude variations of cosmic ray induced production of aerosol: Implication for global cloudiness and climate, Geophys. Res. Lett, 107, 1-10. 41