BAB II LANDASAN TEORI. aturan dan norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya.

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. diimajinasikan oleh individu atau kelompok. Pendapat tersebut diartikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB 1V KONSEP DIRI REMAJA DELINQUEN DI DESA LOBANG KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Konformitas teman sebaya pada remaja yang masih bersekolah dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008), suatu kesadaran akan kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikhis. Melalui pendidikan jasmani, siswa diperkenalkan dengan

BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA. (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent)

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuju masa dewasa. Pada masa remaja banyak sekali permasalahan yang

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rinci masa remaja dibagi ke dalam 3 tahap yaitu: usia tahun adalah masa


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Konformitas dengan Motivasi Belajar Santri Puteri di Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka Bluto Sumenep

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

Bab 5. Ringkasan. Setelah melakukan analisis pada bab tiga, penulis mengambil kesimpulan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Vandalisme 2.1.1 Pengertian Vandalisme. Menurut Sarwono (2006) masa remaja merupakan periode yang penuh gejolak emosi tekanan jiwa sehingga remaja mudah berperilaku menyimpang dari aturan dan norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat. Salah satu tugas perkembangan tersulit pada masa remaja adalah menyesuaikan diri terhadap pengaruh lingkungan sosial seperti meningkatnya pengaruh teman sebaya yang akan membentuk kelompok. Kelompok teman sebaya memiliki aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh remaja terhadap norma dengan berperilaku sama dengan kelompok tersebut. Vandalisme biasanya dilakukan oleh remaja sebagai penulisan identitas kelompok, penulisan nama orang yang disukai, penulisan kata-kata jorok, pengungkapan rasa, dsb. Tujuan dari vandalisme tersebut adalah agar nama kelompok atau individu dikenal oleh masyarakat. Menurut Lase (2003) vandalisme merupakan tindakan atau perbuatan yang mengganggu atau merusak berbagai obyek fisik dan buatan, baik milik pribadi (private properties) maupun fasilitas atau milik umum (public amenities). Vandalisme umumnya yang ditemui adalah mencorat- coret dinding, jembatan, halte bus, merusak fasilitas umum seperti telpon umum, bus, WC umum, taman, dsb.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa vandalisme merupakan tindakan atau perilaku yang mengganggu atau merusak berbagai obyek fisik maupun buatan, baik milik pribadi maupun fasilitas milik umum, yang berakibat pada rusaknya keindahan dan kelestarian alam. 2.1.2 Faktor Penyebab Vandalisme Di kalangan Remaja Salah satu yang menjadi masalah lingkungan yang trend di kalangan remaja adalah vandalisme terhadap lingkungan fisik dan buatan. Vandalisme disamping berdampak terhadap kerusakan lingkungan fisik dan lingkungan buatan, juga memiliki dampak terhadap estetika dan kebersihan lingkungan. Lase (2003) mengemukakan ada dua faktor yang menjadi pemicu timbulnya vandalisme, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Kedua lingkungan di atas memiliki karakteristik permasalahan yang berbeda-beda terhadap perilaku vandalisme yang dikemukakan sebagai berikut: 1. Lingkungan keluarga Masalah dalam lingkungan keluarga yang memicu terjadinya tindakan vandalisme remaja terhadap lingkungan buatan, adalah: a. Ketidakharmonisan dalam keluarga mengakibatkan remaja mengekspresikan perasaannya melalui tindakan vandalisme. b. Tempat tinggal berjauhan dari sekolah, sehingga sang anak harus berpisah dengan orang tua dan tinggal di kos, atau rumah saudara. Perilaku anak menjadi bebas dan kurang mendapat kontrol dari orang tua yang masih lebih ditakuti para remaja. c. Pola asuh keluarga yang terlalu ketat atau terlalu longgar. Hal ini terjadi sebagai ekspresi kasih orang tua yang berwujud kasihan. Sebaliknya ketakutan orang tua akan rusak/hilangnya masa depan anaknya sehingga menerapkan disiplin yang berlebihan. Kedua kondisi tersebut memiliki dampak yang sama terhadap anak. d. Kurangnya pembinaan melalui jalur agama, khususnya tentang lingkungan hidup sebagai ciptaan Tuhan yang harus dimanfaatkan, dipelihara dan dilestarikan.

e. Pekerjaan orang tua (ayah dan ibu) juga memiliki pengaruh besar, khususnya pekerjaan ibu. Kurangnya waktu ibu bersama anakanaknya berdampak pada perilaku anak. f. Pendidikan orang tua (ayah dan ibu) juga memiliki pengaruh besar, khususnya pendidikan ibu. g. Kurangnya kebebasan anak mengekspresikan perasaannya dalam lingkungan yang menjadi haknya, misalnya memiliki kamar sendiri, memiliki ruang belajar sendiri, dan sebagainya barakibat pada perilaku anak. h. Kurangnya kesempatan bersama-sama dengan orang tua, misalnya ibadah bersama, makan bersama dan sebagainya. i. Tidak memiliki halaman rumah yang cukup untuk mengekspresikan gejola pertumbuhan yang berdampak pada tingkah laku. 2. Lingkungan sekolah Masalah dalam lingkungan sekolah yang memicu terjadinya tindakan vandalisme remaja terhadap lingkungan adalah: a. Lepas kasih guru, artinya tidak mendapat perhatian dari guru dalam proses belajar mengajar. b. Ekspresi kejengkelan karena sering dipanggil guru, yang umumnya berkaitan dengan tingkah laku negatif. c. Sering berurusan dengan polisi dalam berbagai bentuk permasalahan. d. Tempat sekolah berpindah-pindah dengan berbagai alasan. e. Banyaknya peluang untuk lepas setelah pulang sekolah, karena sekolah pagi hari. f. Senang buku eksak, umumnya mengindikasikan kemampuan berfikir. g. Senang buku komik, munculnya perilaku yang ditiru dari tokoh yang diidolakan. As ad (2004) dalam artikel Mencermati Maraknya Vandalisme, mengungkapkan bagi banyak remaja terutama yang haus kasih sayang dan perhatian dari keluarga, teman sebaya merupakan orang yang paling dekat dengan mereka. Teman sebaya sering dijadikan sandaran utama untuk mencurahkan masalah yang sedang dihadapi, bertukar perasaan dan pengalaman. Kebersamaan sehari-hari itulah yang menyebabkan teman sebaya mempunyai pengaruh besar terhadap pembangunan nilai hidup bagi remaja, terutama dari segi tingkah laku

serta tindakan. Selain itu, remaja juga mudah terpengaruh dengan gaya hidup negatif di kalangan teman sebaya seperti merokok, bolos sekolah, mencuri dan juga vandalisme. Karena remaja butuh peran dalam masyarakat tetapi masyarakat sering kurang memberikan peran yang berarti dan memberikan tempat bagi remaja sehingga remaja menunjukkan hal-hal negatif untuk menujukkan bahwa mereka ada. Mereka lari kepada teman yang kurang tepat dan bergabung dalam suatu kelompok geng, dengan kelompok itulah mereka membuat suatu sikap protes dengan melakukan hal yang kurang baik. Kalau misalnya mereka lari pada suatu kelompok yang tepat contohnya kelompok musik maka mereka akan melakukan hal yang baik dengan kelompok barunya tersebut. 2.1.3 Aspek-aspek Vandalisme Dalam Kehidupan Remaja Lase (2003) mengungkapkan perilaku vandalisme yang tampak dalam kehidupan remaja dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Aksi corat-coret (graffiti) Corat-coret ini umumnya berobyekan tembok, jembatan, halte bis, bangunan, telepon umum, wc umum dan sebagainya. 2. Memotong (cutting) Memotong pohon, tanaman, kembang yang dijumpainya dengan berbagai alasan. 3. Memetik (pluking) Memetik kembang, daun dan buah tanaman orang lain tanpa alasan yang berarti. 4. Mengambil (taking) Barang, tanaman, aksesoris lingkungan dan sebagainya meskipun pada hakekatnya tak bermakna untuk dimiliki, mungkin barang atau benda tersebut terlalu besar, terlalu kuat, kurang keras, kurang dingin, terlalu aneh dan sebagainya. 5. Merusak (destroying) Merusak tatanan lingkungan yang sudah tersusun rapi misalnya mencongkel, memindahkan, membuang sampah di sembarang tempat bahkan kencing di depan rumah orang dan sebagainya.

Berbagai bentuk vandalisme yang dikelompokkan di atas, merupakan ekspresi seseorang atau sekelompok orang dari apa yang dialaminya. Pengalaman yang mengekspresikan tindakan vandalisme lebih kepada kekecewaan, kebosanan, cemburu, loyalitas, iseng dan sebagainya. Dari lima kelompok vandalisme tersebut di atas yang sering terjadi yaitu aksi corat-coret atau grafiti. Para vandalis itu, menurut As ad (2004) memang saat ini belum begitu terasa merugikan, namun mereka tetap harus ditangani sejak dini. Jika tidak, para vandalis itu bukan tidak mungkin lambat laun akan melakukan aktivitas yang merembet kearah kriminalitas. Mereka adalah anak-anak yang lapar peran dan kepuasan emosional tidak mereka peroleh dari orangtuanya. 2.2 Konformitas 2.2.1 Pengertian Konformitas Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan sesuai dan diterima secara sosial. Melakukan tindakan yang sesuai dengan norma sosial dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006). Konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial (Baron, Branscombe, Byrne, 2008, dalam Sarwono, 2009). Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seseorang melakukan konformitas, disebabkan adanya ketakutan untuk tidak

diterima oleh kelompok, menghindari celaan, dan ketakutan dianggap menyimpang. Konformitas menurut Willis (dalam Sarwono 2008) adalah perilaku yang murni adalah usaha terus menerus dari individu untuk selalu selaras dengan norma-norma yang diharapkan oleh kelompok. Jika persepsi individu tentang norma-norma kelompok(standar sosial) berubah, maka ia akan mengubah pula tingkah lakunya. Ada dua akibat yang dapat ditimbulkan karena perilaku konformitas yaitu baik dan buruk. Menurut Sears, dkk (1999) konformitas cenderung berkonotasi negatif. Konformitas bergantung pada adanya orang yang selalu memperingatkan timbulnya keyakinan dan kebiasaan yang bertentangan di antara orang-orang disekitar. Kepatuhan terhadap otoritas akan sangat berhasil apabila pihak otoritas tersebut hampir hadir secara fisik. Ganjaran atau hukuman akan berfungsi dengan sangat baik bila ada orang yang senantiasa hadir untuk memberikan ganjaran. Dengan adanya ganjaran ataupun ancaman seseorang akan melakukan apa saja demi diakui oleh orang lain sebagai orang yang tidak menyimpang. Penilaian perilaku konformitas positif dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut dan dinilai positif dilingkungan orang tersebut berada. Sedangkan penilaian konformitas negatif dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut dan dinilai negatif dilingkungan orang tersebut berada. Menurut Wall, dkk. (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa konformitas dengan tekanan teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif ataupun negatif. Bentuk perilaku konformitas negatif yaitu menggunakan bahasa jorok,

mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang lain. Sedangkan bentuk konformitas positif seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu bersama kelompok. Konformitas negatif dalam penelitian Leventhal, dkk. (dalam Santrock, 2003) yaitu remaja cenderung pergi bersama-sama dengan seorang teman sebaya untuk mencuri dop mobil, menggambar grafitti di dinding, atau mencuri kosmetik ditoko. 2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan konformitas Pada dasarnya, orang menyesuaikan diri mempunyai alasan yang kuat. Demikian juga dengan orang melakukan konformitas disebabkan oleh beberapa alasan dan faktor-faktor. Seseorang yang melakukan konfomitas juga akan berdampak negatif dan positif. Hal-hal yang mempengaruhi adanya konformitas yang berdampak baik (positif) atupun buruk (negatif) menurut Sears, dkk. (1999) adalah: 1. Kurangnya Informasi. Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali orang lain mengetahui sesuatu yang tidak diketahui seseorang, dengan melakukan apa yang orang lain lakukan, seseorang akan memperoleh manfaat dari pengetahuan orang lain. 2. Kepercayaan terhadap kelompok. Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Semakin tinggi keahlian anggota dalam kelompok tersebut dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap kelompok tersebut. 3. Kepercayaan diri yang lemah. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika seseorang merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya 4. Rasa takut terhadap celaan sosial. Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia

cenderung mengusahakan persetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. 2.2.3 Hal-Hal Yang Menyebabkan Konformitas Tinggi Dan Rendah Konformitas yang dilakukan seseorang dapat meningkat atau justru menurun. Sears, dkk (1999) menjelaskan ada beberapa hal yang dapat meningkatkan konformitas, seperti yang dijelaskan di bawah ini: 1. Kepercayaan terhadap kelompok. Bila individu memiliki kepercayaan terhadap kelompok maka konformitas akan menjadi tinggi. Kepercayaan ini timbul ketika individu menyakini bahwa informasi yang diberikan dari kelompok itu benar, maka orang tersebut akan merasa memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dalam situasi ini, konformitas akan meningkat. 2. Keahlian kelompok. Tingkat keahlian individu dalam kelompok juga bisa menyebabkan konformitas menjadi tinggi. Semakin tinggi keahlian kelompok itu berhubungan dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat kelompok. Oleh karena itu, kepercayaan individu terhadap pendapat orang lain yang lebih ahli dapat menyebabkan konformitas yang tinggi. 3. Kepercayaan diri yang lemah dalam diri individu. Semakin sulit individu memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri, berarti semakin besar individu untuk mengikuti penilainan dari orang lain. Dengan demikian individu mengikuti penilaian orang lain dan dapat mengakibatkan konformitas meningkat. 4. Keterikatan individu terhadap kelompok. Konformitas dapat meningkat ketika individu melakukan cara untuk memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Untuk menghindari celaan, individu berusaha menyesuaikan diri agar dapat diterima kelompok. Dalam usaha tersebut individu akan dapat meningkatkan konformitas. Konformitas juga akan semakin meningkat ketika individu enggan disebut menyimpang menurut kelompok. Ketika individu memandang bahwa kegiatan yang dilakukan suatu kelompok dapat memperoleh keuntungan bagi orang tersebut, maka konformitas akan tinggi. 5. Kekompakan. Kekompakan yang tinggi antara anggota kelompok dapat meningkatkan konformitas. 6. Perhatian terhadap kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang terhadap kelompok juga dapat meningkatkan konformitas. 7. Ukuran Kelompok. Konformitas akan meningkat apabila ukuran dalam kelompok juga meningkat. Ukuran kelompok yang optimal adalah tiga atau empat orang atau lebih.

Konformitas juga dapat menurun atau menjadi rendah. Sears, dkk. (1999) menjelaskan terdapat hal-hal yang dapat menurunkan konformitas, seperti yang dijelaskan dibawah ini: 1. Meningkatnya rasa percaya diri individu terhadap pendapat sendiri. Sesuatu yang dapat meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilainannya sendiri akan menurunkan konformitas. Individu yang percaya diri tentu akan memberikan pendapat berdasarkan keinginannya bukan mengikuti pendapat orang lain. Dengan demikian konformitas akan menurun. 2. Individu menguasai persoalan. Konformitas akan menjadi turun ketika individu dapat menguasai persoalan tanpa mengantungkan dirinya kepada orang lain. 3. Perbedaan pendapat. Bila seseorang dalam situasi kelompok berbeda pendapat dengan orang lain dalam kelompok maka konformitas akan menurun. 2.2.4 Aspek-Aspek Dalam Konformitas Salah satu sebab seseorang melakukan konformitas adalah kurangnya rasa kepercayaan diri terhadap pendapat sendiri dan rasa takut menjadi orang yang menyimpang, akibatnya seseorang rela melakukan apa saja demi diakui oleh kelompok. Kekuatan kedua motif tersebut mudah terlihat dengan ciri-ciri yang khas. Sears, dkk. (1999) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal yang dapat menyebabkan konformitas menjadi berdampak baik (positif) ataupun buruk (negatif) adalah sebagai berikut : a. Kekompakan Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut dan konformitas akan menjadi tinggi. Kekompakan dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini:

1) Penyesuaian Diri Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi orang lain untuk mengakui orang tersebut dalam kelompok, dan semakin menyakitkan bila orang lain mencela. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu. 2) Perhatian terhadap Kelompok Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang menyimpang. Penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok. b. Kesepakatan Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Kesepakatan dipengaruhi hal-hal dibawah ini: 1) Kepercayaan Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan. 2) Persamaan Pendapat Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi, dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin tinggi. 3) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain, maka akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. orang yang menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan yang merupakan aspek penting dalam melakukan konformitas. c. Ketaatan Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila

ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini: 1) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku seseorang. 2) Harapan Orang Lain Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul. 2.3 Hubungan Konformitas negatif dengan vandalisme Konformitas muncul ketika individu meniru sikap/ tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif atau negatif. (Wall, 1993 dalam Santrock, 2003). Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, merusak (vandalisme) dan mempermainkan orang tua dan guru. Konformitas positif akan melahirkan perilaku positif dan konformitas negatif akan melahirkan perilaku vandalisme. Semakin tinggi konformitas negatif maka akan semakin tinggi pula perilaku vandalisme dan sebaliknya, bila tingkat konformitas negatif semakin rendah maka perilaku vandalisme juga akan semakin rendah.

2.4 Penelitian Yang Relevan Menurut penelitian Carolina Dwi Rahayu (2008) tentang hubungan antara kematangan emosi dan konformitas dengan perilaku agresif pada suporter sepakbola yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konformitas negatif dengan perilaku agresif dengan hasil = 0,729 dan P 0,01. Menurut penelitian Sugunah Ramamoorthy (2005) tentang hubungan konformitas remaja putra dengan perilaku agresif siswa SMK Negeri Medan tahun ajaran 2004/2005 yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku agresif. Menurut penelitian Kadek Reqno Astyka Putri tentang hubungan antara identitas sosial dan konformitas dengan perilaku agresi pada suporter sepakbola persisam putra Samarinda yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku agresi dengan nilai P = 0,423 (P>0,05). 2.5 Hipotesis Ada hubungan yang signifikan antara konformitas negatif dengan vandalisme siswa di SMA Negeri 1 Ampel Kabupaten Boyolali.