menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA A.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

disusun oleh: Willyan Djaja

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama peternakan kita sampai saat ini bertumpu pada

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

PENDAHULUAN faktor genetik lingkungan (alam sekitarnya faktor manusia sangat berperan penanganan reproduksi, pencatatan reproduksi

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Transkripsi:

UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat berkembang biak disebut ternak fertil atau subur. Kesanggupan atau kemampuan ternak untuk berkembang biak menghasilkan keturunan dikenal dengan istilah Fertilitas. Sebaliknya ternak yang tidak mampu untuk berkembang biak menghasilkan keturunan disebut infertilitas. Infertilitas ini dapat beruapa infertilitas sementara maupun permanen. Infertilitas yang bersifat sementara disebut dengan istilah infertilitas sedangkan infertilitas permanen disebut dengan sterilitas. Penyebab variasi fertilitas dan infertilitas pada ternak adalah faktor genetik dan lingkungan. Dengan mengetahui dan mendeteksi bentuk-bentuk fertilitas dan infertilitas serta usaha-usaha pengendalian faktor-faktor penyebabnya agar tingkat normal fertilitas dapat dipertahankan dan tingkat infertilitas dapat diperkecil. PERILAKU SEKSUAL Sexual desire (kuat seksual) yang lemah atau tidak ada sama sekali adalah kejadian patologik dan merupakan suatu bentuk infertilitas penting pada kuat seksual. Pada umumnya sapi dewasa dan dara memiliki kuat seksual yang kuat, normal atau bahkan lemah, sedangkan jika tingkat kelemahannya luar biasa hingga terliaht seperti birahi tenang maka kondisi ini akan menyulitkan dalam pendeteksiannya.

Ekspresi perilaku seksual bervariasi sangat besar, kondisi ini disebabkan oleh karena : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terletak pada steroid, aktivitas ovari setelah melahirkan, kelenjar pineal, kelenjar thyroid dan adrenal. Faktorfaktor eksternal dapat berupa frekuensi dan intensitas ulang alik rangsangan seksual dari pejantan dan betina (misal pheromon spesifik dari suatu spesies), pengalaman seksual, faktor-faktor stres oleh karena pengaruh iklim / cuaca, pemeliharaan induk, sakit, gelisah, perubahan lingkungan mendadak, pakan, tatalaksana dsb. KRITERIA UKURAN FERTILITAS A. Fertilitas Normal. 1. Dewasa kelamin atau Pubertas. Pada sapi-sapi dara dewasa kelamin mulai ditandai dengan adanya birahi dan ovulasi pertama serta perkembangan dari kuat seksual yang menunjukan keinginan untuk kopulasi. Idealnya sapi-sapi dara dapat diharapkan menghasilkan anak untuk saat pertama sebelum umur 30 bulan. Pada kondisi tropis seperti di Indonesia dengan pakan normal banyak sapi-sapi dara mencapai pubertas saat berumur 18 bulan bahkan kadang bisa lebih awal tergantung bangsa dan berat tubuh sapi. Keterlambatan dewasa kelamin mengakibatkan kerugian secara ekonomis terutama pada sapi perah dara sebab akan menyebabkan tambahan biaya, tidak produktif untuk beberapa bulan. Pada sapi-sapi FH atau PFH di jawa tengah umur pertama kawin rata-rata 1,50 + 0,30 tahun (Soenarjo, 1988). Sedangkan untuk sapi potong bangsa American

Brahman, Ongole / PO atau persilangan AB dengan Ongole / PO dicapai pertama kawin rata-rata umur 638,80 + 98,75 hari (Soenarjo, 1988). Untuk penggunaan pejantan sebaiknya digunakan sebagai pemacek terutama untuk sapi FH maupun PFH pada umur antara 18 sampai dengan 24 bulan, agar tidak menghasilkan fertilitas rendah. Sedangkan untuk sapi potong seperti AB, PO atau AB X PO dan ongole sebaiknya digunakan sebagai pemacek pada umur 24 sampai dengan 30 bulan. 2. Kuat Seksual (Sexual Desire) Jika dewasa kelamin telah dicapai maka ternak betina akan mengalami birahi secara siklik (siklus birahi) dan untuk ternak jantan akan memiliki kemampuan untuk melayani / mengawini betina birahi. Nafsu sek atau libido pejantan banyak ditandai oleh fluktuasi kadar hormon testosteron dalam darah dan libido ini ditentukan oleh pusat perilaku seks. Kuat seksual seekor pejantan dapat diukur dengan mengetahui waktu reaksi mulai kontak pertama hingga optimum kawin seekor sapi betina, sehingga ereksi dan kopulasi sempurna dapat dicapai. Kecepatan reaksi dan intensitas reaksi adalah suatu parameter nyata bagi kuat seksual. Variasi reaksi pejantan tergantung pada bangsa, umur dan kondisi fisik. Kuat seksual pejantan juga dapat diukur dengan uji pernafasan, yaitu dengan mengetahui banyaknya jumlah pelayanan dalam satu periode waktu. Pejantanpejantan sapi dengan kuat seksual tinggi dapat mengawini 10 kali di padang, sedangkan pejantan-pejantan dengan kuat seksual rendah mungkin hanya 3 kali saja.

Pada sapi-sapi betina dewasa dan dara ekspresi dan lama birahi sub normal merupakan kasus infertilitas sementara, sehingga kesempatan untuk membuntingi hilang. Pada beberapa gangguan dimana sapi-sapi betina dewasa yang memperlihatkan gejala birahi yang jelas akan lebih fertil dari pada sapi betina dengan gejala birahi sub-birahi yang ditandai dengan variasi derajat sekresi lendir dalam serviks. 3. Non Return atau NR Non Return atau NR adalah suatu persentase sapi-sapi betina dewasa dan dara yang tidak kembali birahi dalam waktu 30, 30-60 atau 60 90 hari setelah inseminasi pertama. NR merupakan suatu parameter yang sangat berguna karena merupakan penggabungan fertilitas pejantan dan sapi betina dewasa atau dara dan pada kenyataannya fertilitas ini menurun setelah perkawinan. NR setelah 30 hari akan mencapai 70%, sedangkan pada NR 60 90 hari 70% adalah gambaran yang sangat memuaskan.hasil penelitian Soenarjo (1985) menunjukan bahwa besarnya NR yang dicapai pada suatu program IB menunjukan besarnya NR 30, 30 60 dan 60 90 hari berturut-turut adalah 87,50 + 5,00; 87,50 + 6,45 dan 87,50 + 12,5% dicapai pada sapi perah FH / PFH. Pada sapi potong besar NR pada 60 90 hari dicapai rata-rata 68,33 + 10,03% pada sapi PO 66,77 + 15,58% pada sapi AB dan 70,83 + 20,83% pada sapi hasil silang AB atau AB dan Ongole (Soenarjo, 1988). 4. Angka Konsepsi atau Conception Rata (CR).

Adalah persentase dari betina-betina yang telah bunting setelah di inseminasi pertama. Pada sapi FH / PFH di daerah IB diketahui CR nya adalah 97,50 + 5,71 persen dan sapi potong (AB, PO dan AB X PO) rata-rata CR nya adalah 86,24 + 5,19 % (Soenarjo, 1988). 5. Angka Lahir (Calving Rate). Adalah persentase dari betina-betina yang melahirkan dari kelompok betina yang dikawinkan dan bunting serta anak sapi yang dilahirkan dapat hidup secara normal. 6. Indeks Kebuntingan (Services per Conception = S/C). Adalah jumlah perkawinan yang diperlukan untuk terjading kebuntingan (IB atau alam per kebuntingan). Pada ternak sapi rakyat daerah IB di Bantul menunjukan angkan S/C sekitar 1,54 (Utomo,S., 2002) dan umumnya berkisar antara 1,4 1,7. Indeks kebuntingan ini sangat penting artinya secara ekonomis, karena semakin tinggi nilainya maka biaya operasionalnya pun semakin tinggi sekaligus adanya keterlambatan untuk mendapatkan pedet. 7. Interval Beranak (Calving Interval = CI). CI adalah periode waktui antara dua keberhasilan beranak pada sapi. Dikehendaki optimalnya CI pada sapi adalah 12 bulan, namun umumnya dicapai pada 13 bulan. Untuk dapat mencapai CI 12 bulan dibutuhkan tatalaksana yang baik dan penilaian fertilitas yang memadai.

8. Lama Hidup Reproduktif Adalah jumlah tahun selama pejantan dan induk betina sapi mempertahankan suatu kapasitas reproduksi secara normal. Banyak sapi-sapi induk tidak mencapai lima kali beranak dan laktasi, hal ini berhubungan dengan umurnya yaitu antara 7 8 tahun. Namun terdapat juga sapi-sapi induk yang dapat beranak sampai 7 kali laktasi hingga umurnya mencapai 10,5 tahun. Produksi susu akan meningkat dari laktasi pertama sampai laktasi ke empat atau ke lima serta berada dalam keadaan puncak produksi, hingga laktasi ke tujuh, ke delapan atau kadang sampai laktasi ke sepuluh (Soenarjo, 1988). Sapi perah secara individual ada yang dapat mencapai 10 laktasi, sedang kekecualian pada sapi-sapi perah yang memproduksi susu tinggi dapat mencapai 10 laktasi atau bahkan lebih dan mencapai umur di atas 20 tahun. Faktor-Faktor yang mempengaruhi variasi efisiensi reproduksi. Tinggi rendahnya efisiensi reproduksi pada sapi dengan perkawinan IB disebabkan oleh faktor-faktor seperti inseminator, peternak, ternak betinanya dan faktor semen beku yang digunakannya. Pada perkawinan alam maka faktor inseminator dan semen beku tidak ada, sedang faktor peternak akan sangat berpengaruh terhadap capaian fertilitasnya baik betina maupun pejatannya. Faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat efisiensi reproduksi diantaranya adalah waktu mengawinkan sapi, iklim, nutrisi dan kesehatan. Inseminasi sebaiknya dilakukan selama ternak betina dalam kondisi standing heat atau saat optimum untuk kawin, sebab IB yang dilakukan sesudah akhir birahi

akan memberikan penurunan angka kebuntingan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya regenerasi oocyte yang banyak memberikan resiko terjadinya fertilitas polispermi. Iklim adalah suatu faktor yang sangat komplek termasuk di dalamnya adalah suhu, kelembaban, curah hujan, variasi panjang siang dan malam hari dan radiasi sinar matahari. Organ reproduksi merupakan salah satu organ yang sangat peka fungsi fisiologiknya. Embryo sangat peka terhadap heat sterss atau stress panas. Pengaruh pengurangan tingkat makan, kehilangan berat badan, infeksi kuman dan parasit dan pengaruh vaksinasi tertentu akan menurunkan resistensi secara umum pada ternak terhadap stress baru. Sapi-sapi didaerah tropis dan sub tropis umumnya nutrisi merupakan faktor yang sangat berperan terhadap sub fertilitas dan infertilitas ternak. Kehilangan Berat badan 50 80 kg menyebabkan menurunnya fertilitas, terutama sebagai akibat infertilitas ovariumnya. Pada kenyataannya dilapangan gangguan fertilitas pada sapisapi di daerah tropis terutama disebabkan oleh kurang pakan (kualitas dan kuantitasnya) atau under-feeding. Gejala kekurusan selama musim kemarau sebagai akibat kekurangan pakan akan berakibat langsung terhadap timbulnya dewasa kelamin (sexual maturuty) terhambat dan inaktifitas ovarium yang berhubungan dengan pendeknya waktu pelepasan hormon gonadotrophin atau GRH dari kelenjar hipothalamus dan gonadotrophin dari kelenjar hipofise. Kesehatan seekor ternak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti cahaya dan kegelapan, radiasi sinar matahari, suhu dan kelembaban lingkungan dan latihan fisik

(Physical exercise). Cahaya tidak berperan penting mengontrol efisiensi reproduksi pada sapi (kecuali pada unggas), bahkan derajat kegelapan tidak menyebabkan infertilitas ternak. Penambahan cahaya buatan hingga 18 jam per hari menyebabkan suatu penurunan fertilitas yang serius terutama melalui gangguan fungsi ovariumnya. Latihan fisik ternak (physical exercise) pad ternak dengan pemberian hijauan yang cukup baik akan menghasilkan kesehatan umum yang lebih baik.kontak sapi yang satu dengan sapi lainnya atau kelompok sapi lainnya bahkan dengan sapi-sapi pejantan lainnya dapat merangsang tingkah laku seksual dan fungsi ovarium menjadi lebih baik. Latihan fisik melalui jalan-jalan atau penggembalaan tiap hari bagi sapi-sapi akan mempercepat involusi uteri sesudah melahirkan dan cepat kembali ke fertilitas normal. Suhu dan kelembaban yang mempunyai hubungan dengan fertilitas sapi, meskipun pengaruhnya bervariasi tergantung pada bangsa sapi, iklim dan kondisi kandang. Suhu kritis sekitar 35ºC (siang hari) dan 30ºC (malam hari). Sapi betina tropis cepat beradaptasi, walaupun resiko kematian awal embryo antara hari kedua sesudah perkawinan lebih kecil dibandingkan dengan bangsa sapi eropa.