TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUKTIVITAS INDUKAN SAPI SIMMENTAL PADA UMUR YANG BERBEDA DENGAN PEMELIHARAAN INTENSIF (STUDI KASUS DI PETERNAKAN RONI, HARAU, KABUPATEN 50 KOTA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross (BX)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Permintaan daging sapi terus meningkat seiring pertumbuhan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja,

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com)

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor : 2915/Kpts/OT.140/6/2011 (Kementerian Pertanian, 2011),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

II. TINJAUAN PUSTAKA

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging Bangsa sapi pedaging di dunia dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bangsa Sapi Kontinental Eropa, Sapi Inggris dan Sapi Persilangan Brahman (India). Bangsa sapi keturunan kontinental Eropa disebut juga dengan bangsa sapi eksotik. Sapi-sapi yang termasuk ke dalam golongan bangsa sapi ini adalah Sapi Charolais, Chianina, Gelbvieh, Limousin, Maine Anjou, Salers dan Simmental (Blakely dan Bade, 1991). Bangsa sapi eksotik sebagian besar sapi pendatang baru di Amerika Serikat. Sapi Charolais berasal dari Charolles, Perancis. Sapi ini adalah jenis sapi dwiguna yaitu untuk keperluan tenaga/tarik dan produksi daging. Sapi Charolais tergolong sapi yang berukuran besar. Sapi Chianina dikembangkan di Chianina Valley, Italia. Sapi ini dipelihara untuk tujuan ganda yaitu sebagai penghasil daging, susu dan hewan pekerja. Ukurannya yang sangat besar dan pertumbuhannya yang cepat membuat sapi ini disukai peternak. Sapi Gelbiev memiliki ukuran badan yang besar dan perdagingan yang baik. Sapi Limousin berasal dari sebuah propinsi di Perancis yang banyak berbukit batu. Warnanya mulai dari kuning sampai merah keemasan. Fertilitas sapi ini cukup tinggi, mudah melahirkan, mampu menyusui dan mengasuh anak dengan baik serta pertumbuhannya cepat. Sapi Maine Anjou menghasilkan karkas yang mengandung sedikit lemak. Sapi Simmental (Swiss) bertanduk kecil, bulu berwarna coklat muda atau kekuning-kuningan (Blakely dan Bade, 1991). Bangsa Sapi Inggris yang terkenal adalah Angus, Hereford dan Shorthon. Angus berasal dari Skotlandia Timur Laut. Sapi ini berwarna hitam, tidak bertanduk, mempunyai bulu yang halus dan ukuran badannya relatif kecil. Sapi Hereford memiliki ukuran badan medium sampai berat dan perdagingannya tebal. Sapi Shorthon memiliki tanduk yang pendek, warna bulu yang khas dan ukuran badannya besar dibandingkan dengan kebanyakan bangsa sapi lainnya. Sapi Brahman merupakan bangsa sapi yang dikembangkan di Amerika Serikat dengan mencampurkan darah tiga bangsa Sapi India yaitu bangsa-bangsa Gir, Guzerat dan Nellore. Sapi ini ukuran medium, ketahanannya terhadap kondisi tatalaksana yang sangat minimal, toleransinya terhadap panas, kemampuan mengasuh anak serta daya tahan terhadap kondisi yang jelek (Blakely dan Bade, 1991).

Sapi Simmental Simmental merupakan sapi potong turunan Bos taurus yang dikembangkan di Lembah Simme, Switzerland dan Swiss. Pertumbuhan ototnya bagus dan penimbunan lemak di bawah kulit rendah. Jenis sapi ini dikembangkan di Australia dan Selandia Baru sejak tahun 1972 lewat introduksi semen beku dari Inggris dan Kanada (Blakely dan Bade, 1991). Simmental berwarna merah, bervariasi mulai dari yang gelap sampai hampir kuning dengan totol-totol serta mukanya yang berwarna putih. Sapi ini terkenal karena kemampuannya menyusui anak yang baik serta pertumbuhannya juga cepat, badannya panjang dan padat. Sapi ini termasuk yang berukuran berat baik pada kelahiran, penyapihan maupun saat mencapai dewasa (Blakely dan Bade, 1991). Anak sapi yang berumur 2 tahun pertumbuhannya pesat sekali. Semua jenis hijauan dapat diberikan pada sapi ini termasuk jerami kering. Sapi yang berumur 23 bulan bobotnya mencapai 800 kg dan pada umur 2,5 tahun bobot sapi mencapai 1,1 ton (Gambar 1). Gambar 1. Sapi Simmental Sumber : Disnak Sumatera Barat (2010) Sistem Pemeliharaan Menurut Adrial (2010) sistem pemeliharaan ternak sapi yang baik akan memberikan hasil produksi yang baik pula. Sistem pemeliharaan pada ternak sapi yang sering digunakan terdiri atas tiga bagian yaitu ekstensif, intensif dan semi intensif (Sanvorini, 2002) Sistem ekstensif, pemeliharaannya di padang penggembalaan dengan pemberian peneduh untuk sapi. Sistem pemeliharaan secara ekstensif yaitu sapi 23

dilepaskan sepanjang hari tanpa ada perhatian khusus dari pemiliknya. Sapi mendapatkan hijauan dari merumput. Menurut Philips (2001) sistem pemeliharaan intensif merupakan sistem pemeliharaan, sapi dipelihara dalam kandang dengan pemberian pakan konsentrat berprotein tinggi dan juga terkadang ditambahkan dengan hijauan. Sistem pemeliharaan secara intensif akan meningkatkan berat badan ternak. Selain pola pemeliharaan intensif, dikenal juga sistem pemeliharaan secara semi intensif yaitu ternak dilepaskan pada siang hari kemudian pada sore hari dimasukkan kembali ke kandang (Sanvorini, 2002). Sistem pemeliharaan semi intensif merupakan sistem yang memelihara sapi selain dikandangkan, juga digembalakan di padang rumput (Phillip, 2001). Pada malam hari sapi-sapi tersebut diberi pakan tambahan berupa hijauan rumput atau daun-daunan dan pakan penguat berupa dedak halus yang dicampur dengan sedikit garam (Parakkasi, 1999). Pertumbuhan Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan berhubungan dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Menurut Anggorodi (1994) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir hingga usia penyapihan dan pubertas, namun setelah usia pubertas hingga usia dewasa, laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa. Pada usia dewasa, pertumbuhan sapi berhenti. Sejak sapi dilahirkan sampai dengan usia pubertas (sekitar umur 8-10 bulan) merupakan fase hidup sapi yang laju pertumbuhannya sangat cepat. Field dan Taylor (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tulang tercapai sebelum ternak dewasa kelamin. Setelah sapi mencapai dewasa kelamin pertumbuhan tulang akan terhenti karena osifikasi tulang rawan sudah sempurna. Pertambahan bobot badan sapi ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransum dan teknik pengelolaannya. Lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ternak. Menurut Prasojo et al. (2010)

bahwa ternak yang dipelihara pada lingkungan bertemperatur tinggi akan memiliki bobot yang lebih rendah dibandingkan ternak yang dipelihara pada lingkungan yang bertemperatur rendah. Sapi mencapai kedewasaan pada umur dua tahun dan pada fase tersebut pertumbuhan otot mencapai klimaks dengan laju pertumbuhan yang mulai menurun (Philips, 2001). Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu menyangkut peningkatan massa per satuan waktu dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi tubuh sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh (Berg dan Butterfild, 1976). Produktivitas Ternak Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari seekor ternak pada ukuran waktu tertentu. Produktivitas sapi potong biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat reproduksi dan pertumbuhan (Seiffert, 1978). Menurut Djanuar (1985) aspek produktivitas sapi potong dapat ditingkatkan baik melalui modifikasi lingkungan atau mengubah mutu genetiknya. Menurut Tanari (2001) bahwa yang termasuk dalam komponen performa produktivitas sapi potong adalah jumlah kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet (calf crop), perbandingan anak jantan dan betina, jarak beranak, bobot sapih, bobot setahun (yearling), bobot potong dan pertambahan bobot badan. Tingkat produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor kemampuan genetik, faktor lingkungan serta interaksi antar kedua faktor tersebut. Selanjutnya Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedangkan faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Produktivitas berkaitan dengan karakter yang dimiliki ternak. Bobot lahir merupakan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas ternak (Devendra dan Burn, 1994). Bobot lahir yang tinggi di atas rataan, umumnya akan memiliki kemampuan hidup lebih tinggi dalam melewati masa kritis. Pertumbuhannya cepat dan akan memiliki bobot sapih yang lebih tinggi. Menurut Hardjosubroto (1994), bobot sapih diartikan sebagai bobot anak saat mulai dipisahkan dari induknya. Pendugaan produktivitas digunakan sebagai pedoman untuk menentukan kemajuan usaha atau dasar penetapan strategi usaha yang akan dijalankan dalam 25

produksi ternak yang bersifat komersial. Perbaikan mutu sapi potong haruslah ditekankan pada peningkatan sifat produksi dan reproduksi yang ditunjang oleh pengelolaan yang baik (Chamdi, 2004). Reproduksi Teknik reproduksi sapi potong terdiri atas Inseminasi Buatan (IB) dan perkawinan alami. Di daerah-daerah pertanian intensif, IB semakin banyak digunakan karena keterbatasan sapi pejantan dan adanya pelayanan IB dari Dinas Peternakan setempat. Sifat reproduksi merupakan salah satu karakter produktivitas dan gambaran tingkat kemampuan ternak dalam pembentukan hasil atau produk (Hadi dan Ilham, 2002). Daya reproduksi ternak sangat dipengaruhi oleh jarak beranak. Jarak beranak yang ideal adalah 365 hari. Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah hewan mencapai masa pubertas dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang dihasilkan. Kekurangan pakan atau kesehatan ternak yang terganggu dapat mempengaruhi datangnya musim reproduksi (Toelihere, 1993). Ternak ruminansia yang defisien mineral akan mengalami pertumbuhan reproduksi yang lamban (Parakkasi, 1999). Lingkungan seperti suhu udara dan kelembaban berpengaruh pada aktivitas reproduksi. Suhu lingkungan yang tinggi terutama pada musim kemarau mengurangi lama periode berahi. Aktivitas berahi tidak memberikan sumbangan yang nyata terhadap fertilitas siklus berahi atau periode berahi terganggu apabila sapi tidak mendapatkan energi yang cukup, sehingga kondisinya menjadi buruk (Hadi dan Ilham, 2002). Pubertas Pubertas pada ternak betina merupakan suatu keadaan saat pertama kali menunjukkan berahi disertai ovulasi. Pencapaian umur pubertas ternak dipengaruhi oleh bangsa sapi dan keadaan pakan. Selain itu, pubertas juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan iklim (Nuryadi, 2007). Pertumbuhan ternak yang lambat maka umur pubertasnya juga akan terlambat dan mencegah pencapaian genetik maksimalnya. Rata-rata umur pubertas semua

bangsa sapi dalam kondisi makanan normal adalah 9 bulan, namun dapat berkisar 5 sampai 15 bulan (Djanuar, 1985). Service per Conception Service per conception merupakan jumlah perkawinan yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan. Nilai S/C yang normal adalah 1,6-2,0 (Toelihere, 1981). Nuryadi (2007) menyatakan bahwa keberhasilan perkawinan pada induk sapi ditunjukkan dengan adanya kebuntingan dan dipengaruhi oleh faktor kesuburan betina induk, kesuburan pejantan dan tatalaksana perkawinan sehingga service per conception (S/C) dapat digunakan sebagai salah satu ukuran efisiensi reproduksi induk sapi potong. Siklus Berahi dan Lama Berahi Siklus berahi adalah kurun waktu yang terletak diantara dua saat berahi yang berurutan pada ternak betina. Rata-rata siklus berahi pada sapi yaitu 17-24 hari (Nuryadi, 2007). Lama berahi pada sapi berkisar 6 sampai 30 jam, dengan rata-rata sekitar 17 jam (Djanuar, 1985). Siklus berahi dapat dibagi menjadi empat periode berdasarkan perubahanperubahan yang terlihat maupun yang tidak terlihat yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Sepanjang siklus berahi beberapa bagian dari saluran reproduksi betina menjalani perubahan-perubahan yang dikendalikan oleh hormon hipofisa dan hormon ovarial. Hormon ini berfungsi mempersiapkan alat reproduksi untuk menerima spermatozoa, menghasilkan ova dan membantu terjadinya kebuntingan, implantasi dan pemberian makanan embrio dan fetus (Djanuar, 1985). Umur Kawin Pertama Umur dan bobot badan merupakan faktor penting pada saat kawin pertama. Seekor ternak betina muda akan mengalami kesulitan beranak jika dikawinkan pada saat pubertas (Nuryadi, 2007). Umur kawin pertama sapi Eropa menurut Blakely dan Bade (1991) yaitu umur 12 bulan. Angka Kebuntingan dan Lama Bunting Angka kebuntingan atau conception rate (CR) adalah persentase kebuntingan yang terjadi pada sapi betina pada inseminasi buatan atau kawin alam. Angka 27

kebuntingan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu fertilisasi pejantan dan betina, teknik inseminasi dan iklim (Djanuar, 1985). Angka kebuntingan menurut Toelihere (1981) ditentukan dari hasil diagnosa palpasi rektal pada 40-60 hari setelah dilakukan inseminasi. Lama kebuntingan dihitung semenjak fertilasi sampai dengan kelahiran. Lama kebuntingan pada sapi beragam. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa, jenis kelamin anak yang dikandung, jumlah anak dalam kandungan, umur induk, iklim dan lingkungan (Djanuar, 1985). Menurut Nuryadi (2007) lama kebuntingan pada sapi yaitu sembilan bulan (270 hari). Selang beranak Frekuensi beranak selama sapi hidup berpengaruh terhadap produksi sapi selama hidupnya. Frekuensi beranak yang optimal dapat terjadi jika peternak mengetahui pengaruh selang beranak terhadap produksi sapi sehingga dapat mengatur interval perkawinan sapi setelah melahirkan dan panjang periode kering. Sapi yang beranaknya lebih sering dengan periode kering lebih banyak akan menghasilkan anak yang lebih banyak selama hidupnya. Selang beranak sapi yang dianjurkan yaitu 12 bulan (365 hari) (Blakely dan Bade, 1991). Calf crop Calf crop adalah persentase jumlah anak yang dilahirkan hidup dalam satu tahun dari seluruh induk yang diteliti. Nilai calf crop dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu waktu dan lama berahi, ketepatan kawin dan pakan. Rata-rata calf crop sapi Eropa yaitu 84,9% (Neumman, 1977). Berahi Setelah Melahirkan Berahi kembali setelah melahirkan pada sapi berbeda-beda. Menurut Blakely dan Bade (1991) rata-rata sapi berahi kembali sekitar 60 hari setelah melahirkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi jarak berahi kembali setelah melahirkan adalah frekuensi rangsangan pada kelenjar susu. Hal ini mempengaruhi interval antara kelahiran dan terjadinya estrus pertama postpartum (Djanuar, 1985).

Produksi Produksi ternak sapi potong sangat berhubungan dengan performanya, seperti bobot badan, ukuran tubuh, komposisi tubuh dan kondisi ternak. Menurut Williams (1982) sapi tipe kerangka besar memiliki perdagingan yang lebih besar dibandingkan sapi tipe kerangka kecil. Berat induk sapi saat melahirkan akan berpengaruh terhadap berat sapih anak. Berat badan induk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan induk. Menurut Toelihere (1993) berat badan induk mempunyai korelasi positif dengan berat lahir. Induk yang lebih besar akan menghasilkan berat lahir yang lebih besar dibanding dengan induk yang kecil, demikian juga dengan berat sapih bagi anak-anak yang dilahirkan. Ukuran Tubuh Beberapa ukuran tubuh seperti tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan merupakan indikator bagi bobot hidup sapi (Hardjosubroto, 1984). Ukuran tubuh ternak sangat berperan dalam pendugaan bobot badan (Kadarsih, 2003). Bobot badan ternak sapi dapat diperoleh dengan cara mengukur lingkar dada dan panjang badan ternak sapi tersebut dan mempunyai hubungan yang linear. Antara besar lingkar dada dengan bobot badan ternak sapi terdapat korelasi yang positif. Selain itu, penentuan bobot fisik tubuh ternak sapi juga dapat digunakan untuk mengkalkulasi berat karkas pada ternak sapi (Sosroamidjoyo dan Soeradji, 1978). Ukuran lingkar dada akan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot potong (Sariubang dan Tambing, 2008). Pengamatan bentuk tubuh yang terlihat dari luar, dapat diduga kemampuan untuk menghasilkan sesuatu dari ternak yang diteliti, misalnya produksi daging dan produksi susunya (Mc Nitt, 1974). Penampilan ukuran-ukuran tubuh ternak sapi dipengaruhi oleh lingkungan. Persediaan pakan ternak pada musim hujan cukup tersedia dibandingkan dengan musim kemarau sehingga mengakibatkan ukuran tubuh berbeda (Kadarsih, 2003). Pakan Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Menurut Dwiyanto et al. (1996) Indonesia mempunyai sumber daya pakan 29

lokal yang cukup tinggi sehingga seharusnya tidak mengalami kendala dalam upaya penyediaan bahan-bahan pakan ternak. Ketersediaan pakan yang cukup kuantitas maupun kualitasnya dan berkesinambungan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan peternakan (Umiyasih et al., 2003). Menurut Hanafi et al. (2005) kebutuhan ternak akan zat gizi terdiri atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi. Kandungan nutrisi yang mencukupi dapat meningkatkan pertumbuhan bagi ternak, sehingga pertumbuhan ternak tersebut akan normal (Anggraeni et al., 2008). Bangsa ternak yang berbeda akan mempengaruhi konsumsi pakan karena kecepatan metabolisme pakan pada setiap bangsa ternak berbeda apabila mendapat pakan dengan kualitas yang sama (Sumadi et al., 1991). Konsentrat merupakan bahan pakan ternak yang mudah dicerna sehingga laju aliran pakan dalam saluran pencernaan lebih cepat dan memungkinkan meningkatnya konsumsi pakan (Tillman et al., 1998). Good Farming Practices Good Farming Practices (GFP) merupakan cara beternak yang baik dan benar dengan memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi kesejahteraan ternak (Departemen of Agriculture, Food and Rural Development, 2001). Menurut Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) ruang lingkup Pedoman Budidaya Ternak Sapi Potong yang Baik meliputi beberapa aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan.