STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

Baja merupakan alternatif bangunan tahan gempa yang sangat baik karena sifat daktilitas dari baja itu sendiri.

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

TUGAS AKHIR RC OLEH : ADE SHOLEH H. ( )

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB III METODE PENELITIAN

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PERENCANAAN PETRA SQUARE APARTEMENT AND SHOPPING ARCADE SURABAYA MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM NON-KOMPOSIT

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Tower C Apartemen Aspen Admiralty Jakarta Selatan Dengan Menggunakan Baja Beton Komposit

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

Kata kunci: Balok, bentang panjang, beton bertulang, baja berlubang, komposit, kombinasi, alternatif, efektif

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG B RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA GUNUNGSARI SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Statik Ekivalen

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

Jl. Banyumas Wonosobo

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

TUGAS AKHIR RC

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

STUDI PERILAKU ELEMEN STRUKTUR DENGAN SAMBUNGAN KAKU PADA BALOK DAN KOLOM BANGUNAN BAJA TAHAN GEMPA

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Modifikasi Perencanaan Gedung Office Block Pemerintahan Kota Batu Menggunakan Struktur Komposit Baja Beton

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

APLIKASI KOMPUTER DALAM KONSTRUKSI

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN METODE LOAD RESISTANCE AND FACTOR DESIGN

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

BAB IV ANALISA STRUKTUR

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut :

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

PERHITUNGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG ASRAMA KEBIDANAN LEBO WONOAYU DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH

BAB I. Perencanaan Atap

APLIKASI TEKLA STRUCTURES DAN SAP 2000 PADA PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BAJA TUGAS AKHIR A. A. NGURAH GITA MANTRA

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DAN TANPA BRESING V-TERBALIK EKSENTRIK

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

STUDI PERBANDINGAN PERILAKU HUBUNGAN BALOK KOLOM ANTARA BETON

STRUKTUR BAJA 2 TKS 1514 / 3 SKS

APLIKASI SAP2000 UNTUK PEMBEBANAN GEMPA STATIS DAN DINAMIS DALAM PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BAJA

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

BAB III METODELOGI PENELITIAN

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

LAMPIRAN 1 PRELIMINARY DESAIN

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAT INAP KELAS 1 RSUD SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1)

PERANCANGAN STRUKTUR HOTEL DI JALAN LINGKAR UTARA YOGYAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MAKASAR MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIS KHUSUS

3. BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG SEKOLAH TERANG BANGSA SEMARANG MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIS KHUSUS PADA GEDUNG APARTEMEN METROPOLIS

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERHOTELAN DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) DI KOTA PADANG

STUDI PERILAKU KOLOM AKIBAT GAYA AKSIAL DAN LENTUR (BEAM- COLUMNS) DENGAN MENGGUNAKAN ABAQUS 6.7 PADA DAERAH RAWAN GEMPA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Perhitungan Balok Existing WI = WF-400x200x8x13 (tabel baja) mm mm

f ' c MPa = MPa

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

Transkripsi:

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Nama Mahasiswa : Rachmawaty Asri NRP : 3109 106 044 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : 1. Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D 2. Ir. Isdarmanu, M.Sc Abstrak Balok adalah komponen struktur yang memikul beban-beban gravitasi, seperti beban mati dan beban hidup. Komponen struktur balok merupakan kombinasi dari elemen tekan dan tarik. Banyak kasus balok cukup terkekang secara lateral, sehingga masalah stabilitas tidak perlu mendapat penekanan lebih karena balok terkekang baik dalam arah sumbu kuat maupun sumbu lemahnya. Tugas Akhir ini menganalisa perilaku elemen struktur balok baja pada bangunan gedung. Bentuk profil pada balok baja adalah profil I yang direncanakan pada sebuah bangunan 30x22 m 2 (jarak antar bentang memanjang 5 m, jarak antar bentang melintang 6 m dan 8 m) dan 2 lantai dengan tinggi bangunan 10 m (tinggi antar lantai 5 m). Pada analisa ini balok diberikan beban gravitasi dan variasi beban lateral sehingga balok mengalami defleksi. Hal tersebut dianalisis dengan menggunakan program Abaqus 6.7 dan untuk analisa kapasitas penampang menggunakan program Xtract versi 2.6.2. Dalam penulisan Tugas Akhir ini, didapatkan balok mengalami tekuk torsi lateral dari hasil analisa dengan rumus empiris, dan pada struktur portal diperoleh balok mengalami perubahan tegangan hingga 593 MPa pada arah Z, regangan maksimum sebesar -0,00778 dan defleksi maksimum pada arah Y sebesar 8,377 mm. Selain itu didapatkan selisih antara momen nominal untuk kapasitas penampang balok menggunakan program Xtract v2.6.2 dengan rumus empiris sebesar 4,14%. Kata kunci : Balok Profil I, Tekuk torsi lateral, Xtract versi 2.6.2, Abaqus 6.7 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan struktur, hampir semua balok hanya dirancang memikul momen lentur dan geser pada sumbu mayor saja, sedangkan dalam arah minor balok dianggap menyatu dengan lantai sehingga tidak diperhitungkan. Jika dalam kenyataannya perlu perencanaan lentur dalam arah minor (penampang bi-aksial) maka disainer harus menghitung tersendiri, termasuk jika timbul torsi. Sebagian besar beban torsi terabaikan karena dianggap jarang sekali terjadi dan tidak penting. Sulitnya memprediksi pengaruh torsi yang terjadi sehingga efek dari torsi sering diabaikan oleh disainer dalam merencanakan struktur padahal torsi harus direncanakan untuk menjamin struktur itu kuat. Namun, perkembangan program komputer dengan analisa tiga dimensi telah mengingatkan disainer untuk merencanakan struktur bangunan yang dapat menerima torsi (Trahair dan Pi 1997). Terjadinya torsi pada tepi balok akibat beban lateral yang tidak seimbang mengakibatkan tekuk semakin besar. Fenomena tekuk biasanya disebabkan oleh balok baja yang sangat tipis sehingga mudah mengalami tekuk oleh karena itu dibutuhkan perhitungan analisa struktur pada profil baja yang mampu menerima beban torsi. Dalam Tugas Akhir ini direncanakan sebuah bangunan gedung dengan dimensi bangunan 30x22 m (jarak antar bentang memanjang 5 m, jarak antar bentang melintang 6 m dan 8 m) dan 2 lantai dengan tinggi bangunan 10 m (tinggi antar lantai 5 m). Gedung didesain terletak di daerah zona gempa kuat berdasarkan RSNI2 03-1726-201x. Secara keseluruhan, perencanaan struktur gedung ini dibuat dari struktur baja. Analisa struktur secara umum menggunakan program SAP2000 versi 14. Sedangkan untuk analisa penampang dengan menggunakan program Xtract versi 2.6.2 dan untuk melihat perilaku elemen struktur menggunakan program Abaqus 6.7. Tugas Akhir difokuskan untuk mempelajari perilaku struktur bangunan gedung khususnya elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral karena dalam 1

perencanaan struktur, terjadinya tekuk dapat mengurangi kapasitas dari balok sehingga balok berdeformasi dan mengalami tekuk. Untuk desain profil menggunakan profil Wide Flange (WF) karena pada perencanan struktur bangunan baja, desain struktur utamanya lebih banyak menggunakan profil WF dibandingkan profil yang lain, selain itu profil WF cenderung lebih menekuk pada bagian badan dibandingkan sayapnya akibat lenturan pada balok baja. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji dalam studi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana menganalisa struktur bangunan baja khususnya pada elemen struktur balok dengan menggunakan program SAP2000 versi 14? 2. Bagaimana menganalisa elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral dengan rumus empiris? 3. Bagaimana menganalisa penampang balok dengan menggunakan program Xtract versi 2.6.2? 4. Bagaimana mengetahui perilaku yang terjadi pada elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral dengan menggunakan program Abaqus 6.7? 5. Bagaimana membandingkan perilaku struktur portal khususnya pada balok dengan variasi beban lateral? 1.3 Tujuan Dari permasalahan yang ada diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini adalah: 1. Dapat menganalisa struktur bangunan baja khususnya pada elemen struktur balok dengan menggunakan program SAP2000 versi 14. 2. Dapat menganalisa elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral dengan rumus empiris. 3. Dapat menganalisa penampang balok dengan menggunakan program Xtract versi 2.6.2. 4. Dapat mengetahui perilaku yang terjadi pada elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral dengan menggunakan program Abaqus 6.7. 5. Dapat membandingkan perilaku elemen struktur balok dengan variasi beban lateral. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam studi ini adalah: 1. Hanya mempelajari perilaku elemen struktur balok yang mengalami tekuk torsi lateral saja. 2. Tidak membahas rencana anggaran biaya dan metode pelaksanaan. 3. Tidak membahas struktur bangunan bawah (pondasi). 4. Analisa struktur menggunakan program SAP2000 versi 14, dan untuk minor analysis menggunakan program Xtract versi 2.6.2 dan Abaqus 6.7. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang penting. Sifat-sifatnya yang terutama penting dalam penggunaan kontruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan terhadap setiap bahan lain yang tersedia, dan sifat keliatannya. Keliatan (ductility) adalah kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan (Bowles 1984). Salah satu kegagalan yang terjadi pada struktur balok yaitu kegagalan akibat terjadinya tekuk torsi lateral. 2.2 Pembebanan Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur diatur oleh peraturan pembebanan yang berlaku, sedangkan masalah kombinasi dari beban-beban yang bekerja telah diatur dalam SNI 03-1729-2002 Pasal 6.2.2. Beberapa jenis beban yang ada yaitu: 2.2.1 Beban Mati Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung atau bangunan yang bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan, finishing. Beberapa contoh berat dari beberapa komponen bangunan penting yang sering digunakan untuk menentukan besarnya beban mati suatu gedung/bangunan diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut ini: 2

Tabel 2.1 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung Bahan Bangunan Berat Baja 7850 kg/m 3 Beton 2200 kg/m 3 Beton bertulang 2400 kg/m 3 Kayu (kelas 1) 1000 kg/m 3 Pasir (kering udara) 1600 kg/m 3 Komponen Gedung Spesi dari semen, per cm tebal (Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983) 2.2.2 Beban Hidup Beban hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa layannya dan timbul akibat penggunaannya suatu gedung. Beberapa contoh beban hidup menurut kegunaan suatu bangunan ditampilkan dalam Tabel 2.2 sebagai berikut: Tabel 2.2 Beban hidup merata maksimum, L o dan beban hidup terpusat minimum Fungsi Bangunan Merata (kg/m 2 ) Beban terpusat kg Toko Eceran Lantai pertama Lantai diatasnya Grosir, semua lantai 488,28 365,95 611,62 453,62 453,62 453,62 (Sumber: Tata cara perhitungan pembebanan untuk bangunan rumah dan gedung RSNI 03-1727-1989) Reduksi beban hidup : L = L o 0,25 + 4,57 K LL A T 21 kg/m 2 Dinding bata merah ½ batu 250 kg/m 2 Penutup atap genteng 50 kg/m 2 Penutup lantai ubin semen per cm tebal 24 kg/m 2 dimana : L = Beban hidup desain tereduksi (kg/m 2 ) yang ditumpu oleh komponen struktur. L o = Beban hidup desain belum direduksi (kg/m 2 ) yang ditumpu oleh komponen struktur (Tabel 2.2) K LL = Faktor elemen beban hidup (Tabel 2.3). A T = Luas tributary (m 2 ) Tabel 2.3 Faktor elemen beban hidup, K LL K LL Elemen Kolom-kolom dalam 4 Kolom-kolom luar tapa pelat kantilever 4 Kolom-kolom tepi dengan pelat pelat kantilever 3 Kolom-kolom sudut dengan pelat kantilever, 2 Balok-balok tepi tanpa pelat kantilever, 2 Balok-balok dalam 2 Semua komponen struktur yang tidak tercantum 1 diatas : Balok-balok tepi dengan pelat kantilever, Balok-balok kantilever, Pelat-pelat satu arah, Pelat-pelat dua arah, Komponenstruktur strukturtanpa tanpa ketentuan-ketentuan untuk penyaluran geser menerus tegak lurus terhadap bentangnya. (Sumber: Tata cara perhitungan pembebanan untuk bangunan rumah dan gedung RSNI 03-1727-1989) 2.2.3 Beban Angin Beban angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan-tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat tergantung dari lokasi ketinggian dari struktur. Besarnya tiupan diambil minimum sebesar 25 kg/m 2. 2.2.4 Beban gempa Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan arah vertikal maupun horizontal. Berdasarkan RSNI2 03-1726-201x, peluang dilampauinya beban dalam kurun waktu umur bangunan 50 tahun adalah 2% dan gempa yang menyebabkannya disebut Gempa Rencana (dengan periode ulang 2500 tahun). Nilai faktor modifikasi respon struktur dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan. Koefisien respon seismic, C s harus ditentukan sesuai dengan : C s = S DS R Ie dimana: S DS = parameter percepatan spektrum respons disain dalam rentang periode pendek seperti ditentukan dari RSNI2 03-1726- 201x pasal 6.3 R = faktor modifikasi respon RSNI2 03-1726- 201x Tabel 9 I e = faktor keutamaan hunian yang ditentukan sesuai dengan RSNI2 03-1726-201x pada tabel berikut: 3

Tabel 2.4 Faktor keutamaan gempa Kategori risiko Faktor keutamaan I atau II gempa 1,0 Ie III 1,25 IV 1,50 (Sumber: Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung RSNI2 03-1726-201x) Nilai C s yang dihitung sesuai dengan RSNI2 03-1726-201x tidak perlu melebihi berikut ini: C s = S D 1 T R Ie C s harus tidak kurang dari: C s = 0,044 S DS I e 0,01 Periode struktur fundamental, T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Sebagai alternative pada pelaksanaan analisis untuk menentukan periode fundamental, T, diijinkan secara langsung menggunakan periode bangunan pendekatan, (T a ) dalam detik, yang ditentukan dari persamaan berikut: T a = C t h n x dimana h n adalah ketinggian struktur, dalam m,diatas dasar sampai tingkat tertinggi struktur dan koefisien C t dan x ditentukan berdasarkan Table 2.5. Tabel 2.5 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan X Tipe Struktur Ct X Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100 % gaya seismik yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8 Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9 Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75 Semua system struktur lainnya 0,0488 0,75 (Sumber: Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung RSNI2 03-1726-201x) Tabel 2.6 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung Parameter percepatan respon spectral disain pada 1 detik S D1 Koefisien Cu 0,4 1,4 0,3 1,4 0,2 1,5 0,15 1,6 0,1 1,7 (Sumber: Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung RSNI2 03-1726-201x) gaya gempa lateral (F x ) (kn) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut: F x = C vx V dan dimana: V V = C s W ; C vx = W x hk n n k i=1 W i h i = gaya lateral disain total atau geser didasar struktur(kn) C s = koefisien respon seismik yang ditentukan sesuai dengan RSNI2 03-1726-201x Pasal 7.8.1 W = berat seismik efektif menurut RSNI2 03-1726-201x pasal 7.7.2. C vx = faktor distribusi vertikal W i dan w x = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan padatingkat i atau x h i dan h x = tinggi (m) dari dasar sampai tingkat padatingkat i atau x k = eksponen yang terkait dengan periode struktur sbagai berikut: untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 0,5 detik atau kurang, k = 1 Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2 untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5 dan 2,5 detik, k = 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2 geser tingkat disain gempa di semua tingkat (V x ) (kn) harus ditentukan dari persamaan berikut: V x = n F i i=x Dimana F i adalah bagian dari geser dasar seismic (V) (kn) yang timbul ditingkat i. 4

S x mencapai tegangan (termasuk tegangan residu) = modulus penampang Gambar 2.3 Spektrum respon disain 2.3 Kuat Nominal Lentur Penampang Pengaruh Tekuk Lokal 2.3.1 Tekuk Lokal Sayap Kelangsingan dari sayap untuk profil I adalah: = b = b t f 2t f Untuk profil I batas antara kompak dan tidak kompak pada SNI 03-1729-2002 (Tabel 7.5-1) adalah: p = 170 dan batas antara tidak kompak dan balok langsing adalah : r = 370 f r dimana : λ = kelangsingan penampang λ p = batas maksimum untuk penampang kompak λ r = batas maksimum untuk penampang tidak kompak f r = tegangan leleh baja (MPa) = tegangan residu (tegangan sisa) pada pelat sayap, untuk penampang buatan pabrik sebesar 70 MPa dan penampang buatan las sebesar 115 MPa Pada zona plastis, momen nominal adalah: M n = M p = Z x dimana : M n = tahanan momen nominal M p = tahanan momen plastis = modulus plastis penampang Z x Batas antara zona tidak kompak dan langsing, akibat adanya tegangan residu tahanan momen elastis maksimum, M r sebagai berikut: M r = S x f r dimana: M r = kuat nominal yang tersedia untuk beban layan ketika serat terluar penampang 2.3.2 Tekuk Lokal Badan Kelangsingan dari badan untuk profil I adalah: = t w Untuk profil I, batas dari plastis (penampang kompak) SNI 03-1729-2002 (Tabel 7.5-1) adalah: p = 1680 dan batas untuk daerah inelastis (penampang tidak kompak): r = 2550 Pada batas antara inelastis dan perilaku elastis, momen nominal adalah: M n = M r = S x Untuk tekuk sayap maupun badan, hubungan antara dan M n dalam daerah inelastis adalah linear, sehingga M n dapat didefinisikan sebagai berikut: p < r M n = M p M p M r p r p 2.4 Kuat Nominal Lentur Penampang Pengaruh Tekuk Lateral Setiap komponen struktur yang memikul momen lentur, harus memenuhi persyaratan: b M n M u dimana: b = faktor reduksi untuk lentur pada komponen balok adalah 0,90 M n = kuat nominal momen lentur dari penampang M u = beban momen lentur terfaktor Besarnya kuat nominal momen lentur dari penampang ditentukan sebagai berikut: 2.4.1 Analisa Plastis Agar penampang dapat mencapai kuat nominal M n = M p, maka penampang harus kompak untuk mencegah terjadinya tekuk lokal. Syarat penampang kompak ditentukan sesuai dengan SNI 03-1729-2002 (Tabel 7.5-1) 2.4.2 Perilaku Inelastis Kuat momen lentur nominal dalam kasus ini ditentukan dalam SNI 03-1729-2002 (pasal 8.3.4). L r L M n = C b M r + M p M r M L r L p p 5

Untuk panjang L r diperoleh dari persamaan berikut: L r = X 1r y f L 1 + 1 + X 2 f L 2 dengan: f L = f r X 1 = π S x X 2 = 4 S x GJ EGJA 2 2 Cw I y dimana : X 1 = koefisien untuk perhitungan momen tekuk torsi lateral (MPa) X 2 = koefisien untuk perhitungan momen tekuk torsi lateral (1/MPa) 2 Untuk momen lentur nominal harus dihitung berdasarkan keadaan yang paling kritis dari tekuk lokal flens, tekuk lokal web, serta tekuk torsi lateral. Untuk membatasi terhadap tekuk lokal flens serta tekuk lokal web, SNI 03-1729-2002 (pasal 8.2.4). Sedangkan kondisi batas untuk tekuk torsi lateral ditentukan dalam SNI 03-1729-2002 (pasal 8.3.4).. Dengan faktor pengali momen C b, ditentukan oleh persamaan Kirby and Nethercot (Galambos dan Surovek 2008) sebagai berikut: 12.5 M C b = max 2,3 2.5M max +3M A +4M B +3M C dimana : C b = koefisien momen lentur M max = momen maksimum sepanjang bentang yang ditinjau M A = momen pada ¼ bentang tak terkekang M B = momen pada tengah bentang tak terkekang = momen pada ¾ bentang tak terkekang M C 2.4.3 Perilaku Elastis Kasus ini terjadi bila L > L r dan kelangsingan dari flens serta web tak melebihi r (penampang kompak). Kuat nominal momen lentur dalam kondisi ini ditentukan sebagai berikut: dengan: M n = M cr = C b. π L C w = I y 2 n 4 1 E. I y. G. J + π.e L 2 Iy. C w J = i=1 b t 3 3 dimana : M cr = momen kritis terhadap tekuk torsi lateral (N-mm) E = modulus elastisitas (200000 MPa) I y = momen inersia arah y (mm 4 ) G = modulus geser (80000 MPa) J = konstanta puntir torsi (mm 4 ) C w = konstanta puntir lengkung (mm 6 ) 2.6 Defleksi Pada Balok Apabila suatu beban menyebabkan timbulnya lentur, maka balok pasti akan mengalami defleksi atau lendutan seperti pada Gambar 2.8 berikut. 1/2L L Gambar 2.8 Defleksi pada balok terbagi merata pada dua perletakan sederhana SNI 03-1729-2002 pasal 6.4.3 membatasi besarnya lendutan yang timbul pada balok. Dalam pasal ini disyaratkan lendutan maksimum untuk balok pemikul dinding atau finishing yang getas adalah sebesar L/360, sedangkan untuk balok biasa lendutan tidak boleh lebih dari L/240. Pembatasan ini dimaksudkan agar balok memberikan kemampuan layanan yang baik. Beberapa perumusan defleksi dari balok ditunjukkan sebagai berikut: a. Untuk menghitung defleksi balok, beban kerja yang dipakai dalam perhitungan bukan beban berfaktor. b. Untuk balok diatas dua perletakan sederhana, untuk menghitung defleksi maksimum dapat dipakai perumusan: untuk beban terbagi rata q penuh pada balok Y max = 5 ql4 384 EI untuk beban terpusat P ditengah bentang Y max = P L3 48 EI c. Untuk balok diatas beberapa tumpuan/balok statis tak tentu, rumus pendekatan ini dapat dipakai : Y max = 5 L2 M 48 EI s 0,1 M a + M b dimana: M a, M b = momen tumpuan M s = momen ditengah lapangan q 6

2.7 Tegangan Geser Pada Balok Kuat geser balok tergantung perbandingan antara tinggi bersih pelat badan (h) dengan tebal pelat badan (t w ). Untuk balok tanpa pengaku vertikal pelat badan (k n = 5). Dengan memakai nilai E=200000 MPa, maka perumusan diatas menjadi lebih sederhana: a. Plastis 1100 V t w f n = 0,6 A w y b. Inelastis 1100 < t w 1370 V n = 0,6 A w 1100 t w c. Elastis > 1370 t w V n = 900000 A w tw dan kuat geser rencana harus memenuhi persamaan : V u < φ V n φ = 0,90 3. METODE PENYELESAIAN 3.1 Preliminary Desain Direncanakan bangunan gedung (30x22)m dengan jarak bentang memanjang 5m, untuk jarak bentang melintang 6m dan 8m. tinggi gedung 10m (terdiri dari 2 lantai masingmasing lantai tingginya 5m). Desain penampang balok dan kolom menggunakan profil I dengan mutu baja yang digunakan yaitu BJ41. 2 Gambar 3.3 Potongan Melintang Gambar 3.4 Potongan Memanjang 3.2 Pembebanan Struktur a. Beban mati Beban mati diambil menurut PPIUG 1983 Tabel 2.1. b. Beban hidup Beban hidup yang digunakan pada struktur bangunan pertokoan berdasarkan RSNI 03-1727-1989 dipakai sebesar 365,95 kg/m 2 dan untuk pelat atap dipakai sebesar 97,86 kg/m 2. c. Beban Angin Direncanakan lokasi bangunan jauh dari pantai, sehingga tekanan tiup cukup sebesar 25 kg/m 2. Pada dinding bangunan beban angin tekan yang dipakai adalah 0.9 W dan beban angin isap sebesar 0.4 W. +10,00 +5,00 +0,00 - +10,00 +5,00 -+0,00 d. Beban Gempa Perencanaan dan perhitungan struktur terhadap gempa dilakukan berdasarkan RSNI2 03-1726-201x yang direncanakan gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2% dimanajenis tanah yang dipakai yaitu tanah lunak, dengan faktor keutamaan (I) adalah 1,25 dan faktor reduksi (R) adalah 8. Gambar 3.2 Tampak atas bangunan 7

(SNI 03-1729-2002). Jika telah memenuhi syarat dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Gambar 3.5 Peta respon spektra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (S s ) di batuan dasar (S B ) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun Gambar 3.6 Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 1 detik (S s ) di batuan dasar (S B ) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun e. Kombinasi Pembebanan Peraturan pembebanan menggunakan RSNI2 03-1726-201x dengan kombinasi pembebanan sebagai berikut: COMB 1 : 1,4 D COMB 2 : 1,2 D + 1,6 L COMB 3 : 1,2 D + 0,5 L ± 1,3 W COMB 4 : 1,2 D + 1 L ± 1 E COMB 5 : 0,9 D ± 1E dimana : D = Beban Mati L = Beban Hidup W = Beban Angin E = Beban Gempa 3.3 Analisa Struktur Pada tahap ini dilakukan pemodelan dan analisa linier struktur dengan menggunakan SAP2000 versi 14 berdasarkan preliminary desain dan pembebanan yang telah direncanakan. 3.4 Kontrol Penampang Selanjutnya dilakukan pengontrolan agar penampang atau dimensi yang telah direncanakan sudah sesuai dengan peraturan 3.5 Analisa Penampang Balok Setelah dilakukan kontrol penampang dan penampang telah memenuhi syarat maka dilakukan pengecekan penampang untuk mengetahui kapasitas penampang dengan menggunakan program Xtract 2.6.2. 3.7 Analisa Perilaku Struktur Balok Tahap ini merupakan minor analysis menggunakan program Abaqus 6.7 yang akan diketahui besarnya deformasi, tegangan dan regangan yang terjadi pada balok baja profil I yang telah direncanakan. 4. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 4.1 Data Perencanaan Data data perencanaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Panjang bangunan : 30 m Lebar bangunan : 22 m Jarak bentang : 6 m dan 8 m Tinggi bangunan : 10 m Jumlah lantai : 2 Tinggi antar lantai : 5 m Mutu beton (f c) : 30 MPa Mutu baja tulangan (fy) : 240 MPa Mutu baja profil (fy) : 250 MPa (BJ 41) Fungsi bangunan : Perniagaan (toko) Jenis tanah : Tanah lunak Letak bangunan : Jauh dari pantai 4.2 Data Pembebanan Struktur 4.2.1 Perencanaan Pelat Dipakai pelat komposit bondek dengan tebal pelat 0,75 mm a. Pelat Atap 1. Beban finishing - aspal t = 1 cm = 1x14 kg/m 2 = 14 kg/m 2 - spesi t = 1 cm = 1x21 kg/m 2 = 21 kg/m 2 - rangka + plafond = (11+7) kg/m 2 = 18 kg/m 2 - ducting AC + pipa = 40 kg/m 2 + Total beban finishing = 93 kg/m 2 2. Beban hidup: 0,96 kn/m 2 = 97,86 kg/m 2 8

Beban superimposed (berguna) = beban finishing + hidup = 93 kg/m 2 + 97,86 kg/m 2 = 190,86 kg/m 2 Jadi beban berguna yang dipakai yaitu, 200 kg/m 2 3. Beban mati Berdasarkan tabel perencanaan praktis pada bondek untuk bentang menerus dengan tulangan negatif didapatkan datadata sebagai berkut : Bentang 8 m - bentang (span) = 4 m (dengan 2 baris penyangga) - tebal pelat beton = 12 cm - tulangan negatif = 3,59 cm 2 /m -direncanakan memakai tulangan dengan Ø = 10 mm (As = 78,54 mm 2 = 0,7854 cm 2 ) -banyaknya tulangan yang diperlukan tiap 1 m N = A = 3,59 = 4,57 bua 5 bua A s 0,7854 - jarak antar tulangan, S = 100 = 20 cm 5 Jadi, dipasang tulangan tarik Ø10-200 (As pasang = 393mm 2 ) Beban mati: -Pelat bondek = 10,1kg/m 2 -Pelat beton t =12cm 0,12mx2400kg/m 3 = 288 kg/m 2 + = 298,1kg/m 2 b. Pelat Lantai 1. Beban finishing - lantai keramik t = 1 cm =1x24 kg/m 2 = 24 kg/m 2 - spesi t = 2 cm = 2x21 kg/m 2 = 42 kg/m 2 - rangka + plafond = (11+7) kg/m 2 = 18 kg/m 2 - ducting AC + pipa = 40 kg/m 2 + Total beban finishing = 124 kg/m 2 dengan tulangan negatif didapatkan datadata sebagai berkut : Bentang 8 m - bentang (span) = 4 m (dengan 2 baris penyangga) - tebal pelat beton = 14 cm - tulangan negatif = 4,93 cm 2 /m - direncanakan memakai tulangan dengan Ø = 10 mm (As = 78,54 mm 2 = 0,7854 cm 2 ) -banyaknya tulangan yang diperlukan tiap 1 m N = A = 4,93 = 6,28 bua 7 bua A s 0,7854 -jarak antar tulangan, S = 100 = 14,3 cm 7 20 cm Jadi, dipasang tulangan tarik Ø10-200 (As pasang = 393mm 2 ) Beban mati: - Pelat bondek = 10,1kg/m 2 - Pelat beton t=14cm 0,14mx2400 kg/m 3 = 336 kg/m 2 + = 346,1kg/m 2 4.2.2 Perencanaan Balok Anak Balok anak direncanakan menggunakan profil WF 300x200x8x12, dengan data sebagai berikut : A = 72,38 cm 2 r = 18 mm W = 56,8 kg/m I x =11300 cm 4 d = 294 mm I y = 1600 cm 4 b f = 200 mm S x = 771 cm 3 i y = 4,71 cm S y = 160 cm 3 i x = 12,5 cm Z x = 823 cm 3 t w = 8 mm Z y = 244 cm 3 t f = 12 mm h = d 2(t f + r ) = 294 2(12+18) = 234 mm BJ41 : = 2500 kg/cm 2 ; f u = 4100 kg/cm 2 ; f r = 700 kg/cm 2 Beton : f c = 300 kg/cm 2 f L = f r = 2500 700 = 1800 kg/cm 2 Panjang balok anak (span) L = 5000 mm = 5 m 2. Beban hidup: 3.59 kn/m 2 = 365,95 kg/m 2 Beban superimposed (berguna) = beban finishing + hidup = 124 kg/m 2 + 365,95 kg/m 2 = 489,95 kg/m 2 Jadi beban berguna yang dipakai yaitu, 500 kg/m 2 3. Beban mati Berdasarkan tabel perencanaan praktis pada bondek untuk bentang menerus Gambar 4.1 Denah pembebanan balok anak dengan bentang 8 m 9

5. PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA 5. 1 Pembebanan Gravitasi Pada struktur ini direncanakan dimensi profil sebagai berikut: Balok induk melintang dengan profil WF600x200x11x17 Balok induk memanjang dengan profil WF400x200x7x11 Kolom dengan profil WF350x350x12x19 Tabel 5.1 Berat struktur per lantai Lantai Tinggi Berat lantai (kg) (m) Mati (DL) Hidup (LL) Atap 10 292434 51620.70 1 5 474574 151345.02 S 767008 202965.72 5. 2 Pembebanan Gempa Analisa perhitungan beban gempa yang bekerja pada struktur diambil dari RSNI2 03 1726 201x di wilayah resiko gempa kuat menggunakan analisa pembebanan gempa berdasarkan statik ekivalen. Tabel 5.4 Gaya geser gempa pada tiap lantai h x W x k W x.h x C vx 100%F ix,y 30%F ix,y Arah X Arah Y (m) (kg) (kg.m) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) 10 344054.7 3440547 0.52366 119048.52 35714.555 17006.93 8928.639 5 625919.02 3129595.1 0.47634 108289.07 32486.722 15469.87 8121.681 S 6570142.1 5.3 Pembebanan Angin Analisa perhitungan beban angin yang bekerja pada struktur diambil dari PPIUG 1983 yang direncanakan lokasi bangunan terletak jauh dari pantai, sehingga tekanan tiup cukup sebesar 25 kg/m 2 dan koefisien angin untuk gedung tertutup pada dinding bangunan yaitu sebesar : Beban angin tekan (arah X) q w1 = 5 0,9 25 kg/m 2 = 112,5 kg/m Beban angin tekan (arah Y) q w2 = 7 0,9 25 kg/m 2 = 157,5 kg/m Beban angin hisap (arah X) q w3 = 5 0,4 25 kg/m 2 = 50 kg/m Beban angin hisap (arah Y) q w4 = 7 0,4 25 kg/m 2 = 70 kg/m 5.4 Perhitungan Kontrol Struktur 5.4.1 Perhitungan Kontrol Dimensi Balok Induk Direncanakan balok induk melintang dengan profil WF600x200x11x17 : A = 134,4 cm 2 r = 22 mm W = 106 kg/m I x =77600cm 4 d = 600 mm I y = 2280 cm 4 b f = 200 mm S x = 2590 cm 3 i y = 4,12 cm S y = 228 cm 3 i x = 24 cm Z x = 2863 cm 3 t w = 11 mm Z y = 357 cm 3 t f = 17 mm h = d 2(t f + r ) = 600 2(17+22)=522 mm = 2500 kg/cm 2 f u = 4100 kg/cm 2 f r = 700 kg/cm 2 f L = f r = 2500 700= 1800 kg/cm 2 Gaya-gaya maksimum balok berada pada frame 216 combo 5 (1,2(D+SD)+L+E) : Mu kiri = 8748,236 kg.m Mu kanan = -33197,342 kg.m Kontrol Kekuatan Penampang (Local Buckling) a. Kontrol tekuk lokal Sayap : = b 2t f < p = 170 200 2 17 170 = 5,88 < = 10,75 ok 250 Badan : = t w < p = 1680 522 1680 = 47,45 < = 106,25 ok 11 250 Profil penampang kompak, maka M n = M p b. Kontrol tekuk lateral L p < L b < L r bentang menengah untuk komponen struktur yang memenuhi L p < L b < L r (perilaku inelastis), kuat nominal komponen struktur adalah : M n = C b M r + M p M r Persamaan Interaksi M ux + M uy 33197,342 = b M nx b M ny 0,9 71575 L r L L r L p M p = 0,515 < 1,0... ok Kontrol Lendutan Lendutan ijin : f = L = 800 = 3,33 cm 240 240 Y max = 5 L2 M lap 0,1 M kiri M kanan 48 EI 5 800 = 2 48 2.10 6 77600 12851,48 0,1 10038,57 + 14216,33 = 0,00448 cm < 3,33 cm ok Kontrol Kuat Geser Gaya geser maksimum balok berada pada frame 219 combo 5 (1,2(D+SD)+L+E) : Vu kanan 1100 522 1100 t w 11 250 = 15758,516 kg.m 47,455 69,57 10

geser plastis V n = 0,6 A w = 0,6 2500 60 1,1 = 99000 kg Syarat : V u < V n = 15758,516 kg < 0,9 99000 kg 15758,516 kg < 89100 kg ok 5.4.2 Perhitungan Kontrol Dimensi Kolom Direncanakan balok induk melintang dengan profil WF600x200x11x17 : Direncanakan kolom dengan profil WF350x350x12x19 : A = 173,9 cm 2 r = 20 mm W = 136 kg/m I x = 40300 cm 4 d = 350 mm I y = 13600 cm 4 b f = 350 mm S x = 2300 cm 3 i y = 8,84 cm S y = 776 cm 3 i x = 15,2 cm Z x = 2493 cm 3 t w = 12 mm Z y = 1175 cm 3 t f = 19 mm h = d 2(t f + r ) = 350 2(19+20) = 272 mm Kontrol interaksi balok kolom P u 56827,752 = 0,209 > 0,2 interaksi 1 = P n 272328,455 P u + 8 M ux + P n 9 b M nx M uy 1,0 b M ny 56827,752 + 8 26239,229 + 7824,943 272328,455 9 0,9 62325 0,9 29375 1,0 0,888 1,0 Hasil interaksi adalah = 0,88 < 1,00 berarti kolom kuat memikul beban tekan dan lentur. 6. PERENCANAAN SAMBUNGAN 6.1 Sambungan Balok Anak dengan Balok Induk Sambungan antara balok anak dan balok induk direncanakan dengan baut karena terletak pada dua tumpun sederhana yang disesuaikan dengan anggapan dalam analisa sendi. Profil Balok Anak : WF 300x200x8x12 Profil Balok Induk : WF 600x200x11x17 Pelat penyambung siku : 60x60x6 60X60X6 16 mm WF 300X200X8X12 Gambar 6.1 Detail sambungan balok anak dengan balok Induk 6.2 Sambungan Balok Kolom Profil balok induk menggunakan WF 600x200x11x17 dan kolom dengan profil WF 350x350x12x19. Sambungan akan direncanakan dengan metode rigid connection. a. Sambungan Pada Badan Balok dan Sayap Kolom Penentuan jumlah baut, direncanakan menggunakan : Baut : A 325 Mutu baut : 8250 kg/cm 2 Diameter baut : 20 Ulir pada bidang geser (r 1 = 0,5). Siku penyambung 100 x100 x10 = 2500 kg/cm 2 f u = 4100 kg/cm 2 t p = 10 mm = 1 cm t pbalok = 11 mm = 1,1 cm t pkolom = 19 mm = 1,9 cm A b = ¼ d 2 = ¼ 2 2 = 3,1416 cm Kontrol Jarak Baut Jarak ke tepi = 1,5 d b s/d (4t p +100) atau 200 mm 1,5 d b = 1,5 x 20 = 30 mm (4t p +100) =(4x10+100)=140 mm Dipasang 40 mm Jarak antar baut = 3 d b s/d 15 t p atau 200 mm 3 d b = 3 x 20 = 60 mm 15 t p = 15 x 10 = 150 mm Dipasang 80 mm WF 600x200x11x17 Tulangan negatif 0-200 11

WF 350x350x12x19 b. Kontrol Kekuatan Sambungan Sayap Profil T dan Badan Profil Direncanakan menggunakan baut Ø 30 mm (f u = 8250 kg/cm 2 ) 7.3 Analisa Kapasitas Penampang Kolom T 900x300x16x28 30 mm 30 mm L 100x100x10 20 mm WF 600x200x11x17 T 900x300x16x28 30 mm 30 mm Potongan profil WF 600x200x11x17 Gambar 6.2 Sambungan balok dengan kolom 7. ANALISA PENAMPANG 7.1 Analisa Kapasitas Penampang Balok Gambar 7.1 Analysis Report penampang balok pada Xtract v2.6.2 Dari hasil Analysis Report dapat dilihat bahwa : Kuat momen nominal (Mn) = 746,7 10 3 Nm = 74670 kgm Maka, M u = M n = 0,9 7467000 = 6720300 kgcm Gambar 7.2 Analysis Report penampang kolom pada Xtract v2.6.2 Dari hasil Analysis Report dapat dilihat bahwa : Kuat tekan nominal (Nn) = 4,261 10 6 N = 426100 kg Maka, N u = N n 0,85 426100 = 362185 kg Kuat tarik nominal (Rn) = 4,261 10 6 N = 426100 kg Maka, R u = R n 0,75 426100 = 319575 kg Kuat momen nominal (Mn) = 623,1 10 3 Nm = 62310 kgm Maka, M u = M n 0,9 6231000 = 5607900 kgcm 7.4 Perbandingan Hasil Analisa Tabel 7.1 Perbandingan analisa manual dengan analisa menggunakan Xtract v2.6.2 Elemen Kapasitas Analisa Penampang Manual Xtract Balok Momen,Mn (kgm) 71579.5 74670 Tekan,Nn (kg) 401981.13 426100 Kolom Tarik,Rn (kg) 426100 426100 Momen,Mn (kgm) 62329.6 62310 8. ANALISA PERILAKU BALOK 8.1 Pembebanan Pada Portal Beban beban yang digunakan pada portal terdiri dari 3 yaitu : Beban Merata pada Balok Beban Mati = 470,1 kg/m 2 x 2,5 m = 1175,25 kg/m Beban dinding = 250 kg/m 2 x 5 m = 1250 kg/m 12

Beban balok anak = 56,8 kg/m = 56,8 kg/m Beban Mati Total = 2482,05 kg/m Beban Hidup = 223,75 kg/m 2 x 2,5 m = 559,375kg/m q merata = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 x 2482,05 + 1,6 x 559,375 = 3873,46 kg/m =37,999 N/mm Beban merata pada balok harus dijadikan beban per luasan agar beban terdistribusikan merata ke semua permukaan balok. Beban per luas = q merata / lebar balok = 37,999 / 200 = 0,18999 N/mm 2 Beban Lateral pada Balok Besar beban lateral pada balok diambil dari gaya geser yang dihasilkan pada kolom setelah mendapatkan beban mati, hidup dan gempa. Beban lateral (V) : = 9051,85 kg = 88798,6485 N Beban per luasan : = V/ luas penampang balok = 88798,6485 / 13026 = 6,817 N/mm 2 Beban Aksial pada Kolom Beban aksial pada kolom kiri dan kanan diperoleh dari hasil SAP 2000 v.14. Beban maksimum yang bekerja pada kolom diperoleh COMB 2 (1,2(D+SD) + 1,6LL). - - Beban pada kolom kiri = 35107,18 kg = 344401,4358 N Luas permukaan kolom = 17044 mm 2 Beban per luas = 344401,4358 /17044 = 20,2066 N/mm 2 Gambar 8.1 Meshing portal 8.2 Hasil Analisa Untuk membandingkan penampang balok yang diberi beban asli dan beban setelah dilakukan tambahan beban yang menjadi tolak ukur untuk menentukan efektifitas dan pengaruh terhadap struktur portal dan penampang WF itu sendiri adalah deformasi, tegangan dan regangan yang terjadi. Bentuk deformasi struktur portal setelah diberi beban seperti berikut ini : Gambar 8.2 Deformasi struktur portal Dalam hal ini ada beberapa titik pada struktur portal yang dijadikan acuan untuk menentukan deformasi, tegangan dan regangan. 1 2 3 - Beban pada kolom kanan = -42151,54 kg = 413506,6074 N Luas permukaan kolom = 17044 mm 2 Beban per luas = 413506,6074/17044 = 24,261 N/mm 2 Setelah dimasukan beban-beban selanjutnya adalah tahapan mesh dimana setiap part yang terdapat pada struktur portal harus dibagi menjadi bagian - bagian kecil. Dalam hal ini portal dibagi menjadi beberapa potongan sebesar 50mm. Gambar 8.2 Titik yang akan ditinjau Tegangan yang terjadi pada struktur portal dapat ditunjukkan dengan melihat warna pada struktur portal tersebut. Semakin merah warnanya maka tegangan yang terjadi semakin besar. 13

Gambar 8.3 Hasil visualisasi akibat beban lateral awal Gambar 8.8 Hasil visualisasi akibat beban lateral (35ton) Gambar 8.4 Hasil visualisasi akibat beban lateral (15ton) Gambar 8.29 Hasil visualisasi akibat beban lateral (40ton) Gambar 8.5 Hasil visualisasi akibat beban lateral (20ton) Gambar 8.30 Hasil visualisasi akibat beban lateral (45ton) Gambar 8.6 Hasil visualisasi akibat beban lateral (25ton) Gambar 8.9 Hasil visualisasi akibat beban lateral (50ton) Gambar 8.7 Hasil visualisasi akibat beban lateral (30ton) 14

Grafik perbandingan variasi beban lateral : Displacement (mm) 50 0-50 -100-150 -200-250 displacement dengan Displacement (titik 1) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Variasi Beban Lateral (N/mm 2 ) U1 U2 U3 Gambar 8.10 Grafik displacement akibat variasi beban lateral pada titik1 Displacement (mm) 50 0-50 -100-150 -200-250 Displacement (titik 2) U1 U2 U3 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Variasi Beban Lateral (N/mm 2 ) Gambar 8.11 Grafik displacement akibat variasi beban lateral pada titik 2 Displacement (mm) 50 0-50 -100-150 -200-250 Displacement (titik 3) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Variasi Beban Lateral (N/mm2) U1 U2 U3 Gambar 8.11 Grafik displacement akibat variasi beban lateral pada titik 3 Grafik perbandingan tegangan dengan variasi beban lateral : Tegangan (MPa) Tegangan (Mpa) 70 50 30 10-10 -30-50 -70-90 -110-130 -150-170 Tegangan (titik 1) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Variasi Beban Lateral (N/mm 2 ) Gambar 8.12 Grafik tegangan akibat variasi beban lateral pada titik 1 10-10 0-20 -30-40 -50-60 -70-80 -90-100 -110-120 -130 Tegangan (titik 2) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Variasi Beban Lateral (N/mm 2 ) Gambar 8.13 Grafik tegangan akibat variasi beban lateral pada titik 2 Tegangan (MPa) 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50-50 0-100 -150-200 Tegangan (titik 3) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Variasi Beban Lateral (N/mm 2 ) Gambar 8.14 Grafik tegangan akibat variasi beban lateral pada titik 3 S11 S22 S33 S12 S13 S23 S11 S22 S33 S12 S13 S23 S11 S22 S33 S12 S13 S23 15

Grafik perbandingan regangan dengan variasi beban lateral : Regangan 0.000750 0.000600 0.000450 0.000300 0.000150 0.000000-0.000150-0.000300-0.000450-0.000600-0.000750-0.000900 Regangan (titik 1) 0 5 10152025303540 E11 E22 E33 E12 E13 E23 Variasi Beban Lateral (N/mm 2 ) Gambar 8.15 Grafik regangan akibat variasi beban lateral pada titik 1 Regangan Regangan 0.00030 0.00020 0.00010 0.00000-0.00010-0.00020-0.00030-0.00040-0.00050-0.00060-0.00070 Regangan (titik 2) E11 E22 E33 E12 E13 E23 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Variasi Beban Lateral (N/mm 2 ) Gambar 8.16 Grafik regangan akibat variasi beban lateral pada titik 2 0.0030 0.0020 0.0010 0.0000-0.0010-0.0020-0.0030-0.0040-0.0050-0.0060-0.0070-0.0080 Regangan (titik 3) E11 E22 E33 E12 E13 E23 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Variasi Beban Lateral (N/mm 2 ) Gambar 8.17 Grafik regangan akibat variasi beban lateral pada titik 3 Y Z X y yx xy Gambar 8.18 Sumbu lokal dan arah tegangan pada balok Pada elemen balok sumbu lokal sama dengan sumbu global tetapi pada elemen kolom sumbu lokal berbeda dengan sumbu global. Hal ini dikarenakan pada tahap assembly elemen kolom telah diputar (rotate) sehingga sumbu lokal pada elemen kolom juga mengalami perputaran. Untuk hasil displacement mengacu pada sumbu global sedangkan hasil tegangan dan regangan mengacu pada sumbu lokal. Pada Gambar 8.18, sumbu lokal dan arah tegangan pada balok, untuk arah S11 pada Abaqus sama dengan tegangan X, arah S22 sama dengan arah tegangan Y dan arah S33 sama dengan arah Z. Untuk arah S12 pada Abaqus sama dengan tegangan XY, arah S13 sama dengan arah tegangan XZ dan arah S23 sama dengan arah YZ. 9. PENUTUP 9.1 Kesimpulan 1. Dari hasil analisis SAP 2000 v14 dan perhitungan yang telah dilakukan pada struktur bangunan gedung, perencanaan dimensi profil pada balok anak (WF 300x200x8x12), balok induk melintang (WF 600x200x11x17), balok induk memanjang (WF 400x200x7x11) dan kolom (WF 350x350x12x19) sudah memenuhi kontrol kekuatan profil. 2. Dari hasil perhitungan manual dan analisa menggunakan Xtract v2.6.2 dapat disimpulkan bahwa selisih kapasitas penampang balok untuk momen nominal sebesar 4,14%. Hal ini membuktikan bahwa analisa manual dan analisa menggunakan Xtract v2.6.2 didapatkan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda untuk momen kapasitasnya. 3. Dari hasil analisa perilaku dengan Abaqus 6.7, balok mengalami displacement maksimum pada arah Y (U2) sebesar 8,377 mm, yang ditinjau ditengah bentang balok (titik 2) dengan beban lateral mula-mula sebesar 9,05 ton (6,817 N/mm 2 ). Displacement tersebut akan semakin bertambah saat beban lateral yang z x x xy yx y yx xy y x 16

diberikan juga bertambah baik dalam arah X, Y maupun Z. 4. Untuk nilai tegangan yang terjadi pada balok akibat pemberian beban lateral yang semakin bertambah didapatkan hasil tegangan maksimum berada pada pertemuan balok dengan kolom (titik 3). Dengan beban lateral sebesar 50 ton (37,655 N/mm 2 ), balok mengalami tegangan sebesar 593 MPa pada arah Z (S33), hal tersebut membuktikan bahwa balok sudah mengalami kelelehan. Dari hasil nilai regangan yang terjadi diperoleh penampang balok mengalami regangan maksimum pada pertemuan antara Y dan Z (E23) yaitu sebesar -0,00778. 5. Dengan diberikannya variasi beban lateral yang semakin bertambah maka displacement, tegangan dan regangan yang terjadi ikut mengalami kenaikan hingga melebihi batas leleh dari penampang tersebut. 9.2 Saran 1. Perlu dilakukan studi yang lebih mendalam untuk mengetahui perilaku balok agar menghasilkan perencanaan struktur yang lebih baik. Seperti dengan memasang stiffener pada daerah joint antara balok dan kolom agar kelelehan akibat beban lateral yang semakin bertambah tidak terjadi dan usahakan sendi plastis terjadi pada muka balok. 2. Gaya momen pada balok perlu dimodelkan dengan gaya geser kolom yang dijadikan momen kopel agar gaya momen dapat terdefinisikan. 3. Pada tahap pengisian Plastisitas Material pada tahap property, sebaiknya nilai yield stress ( ) dan plastic strain perlu ditambahkan hingga mencapai kondisi putus (f u ) agar saat diberi beban yang semakin besar perilaku struktur yang terjadi tidak linier. 4. Perlu dilakukan imperfection case pada Abaqus 6.7 agar tekuk torsi lateral dapat terjadi pada balok. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729- 2002). Badan Standardisasi Nasional. 2010. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (RSNI2 03-1726-201x). Bowles, Joseph E. 1984. Desain Baja Konstruksi (Structural Steel Design). Bandung: Erlangga. Departemen Pekerjaan Umum. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983. Jakarta: DPU. Galambos, Theodore V. dan Surovek Andrea E. 2008. Structural Stability of Steel: Concepts and Applications for Structural Engineers. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Marwan dan Isdarmanu. 2006. Buku Ajar: Struktur Baja I. Surabaya : Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS. Mohebkhah, Amin. 2010. Lateral buckling resistance of inelastic I-beams under offshear center loading. Department of Civil Engineering, Engineering Faculty, Malayer University, Parastar Blvd., Malayer 65719-61446, Iran. Salmon dan Johnson. 1986. Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid 1 Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Ir. Wira M.S.CE. Jakarta: Erlangga. Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Sesuai SNI 03 1729-2002). Jakarta: Erlangga. Trahair, N. S. and Pi, Y. L. 1997. Torsion, bending and buckling of steel beams. Engineering Structures, Vol. I9, No. 5, pp. 372-377. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. 1989. Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Rumah dan Gedung (RSNI 03-1727-1989). 17