IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

TINJAUAN PUSTAKA Lahan Kritis Definisi Lahan kritis

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS KAWASAN HUTAN DAN KAWASAN LINDUNG DALAM RANGKA ARAHAN PENATAAN RUANG DI KABUPATEN DELI SERDANG EKO NURWIJAYANTO

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

BAB II METODE PENELITIAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA PRIMA JIWA OSLY

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN

PENENTUAN LAHAN KRITIS DALAM UPAYA REHABILITASI KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN ASAHAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

ANALISIS PERSEBARAN LAHAN KRITIS DI KOTA MANADO

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Program Studi Agro teknologi, Fakultas Pertanian UMK Kampus UMK Gondang manis, Bae, Kudus 3,4

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

BAB 2 KEBIJAKAN DAN LANDASAN TEORI

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BILAH DI KABUPATEN LABUHAN BATU

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

MODEL SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah) SAMSURI

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

ANALISIS INKONSISTENSI TATA RUANG DILIHAT DARI ASPEK FISIK WILAYAH: KASUS KABUPATEN DAN KOTA BOGOR MARTHEN MARISAN

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

ANALISIS POLA PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PELAKSANAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG ARIF JUNAEDI

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

PEMETAAN LAHAN KRITIS KABUPATEN BELITUNG TIMUR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT MUHAMMAD HAFIS IKHSAN / PWD

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Transkripsi:

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Lahan Kritis dalam kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2008 DIAN HERDIANA Nrp. A353060214

ABSTRACT DIAN HERDIANA. Land Degradated Identification and Its Relationship with Spatial Use Planning and Land Rehabilitation in Sumedang Regency, West Java Province. Under direction of BOEDI TJAHJONO and KUKUH MURTILAKSONO Land degradated identification is very useful for planning activity on the planners in order to determine the priority area on land rehabilitation and area development program. The aims of this study are : (1) Identification and mapping in Sumedang District in 2000 and 2005, (2) To analyze the position of forest and land rehabilitation program in Sumedang District on degradated land level, (3) To analyze the position between regional spatial use plan of Sumedang District with degradated land level. This study use the spatial analysis method with overlay process by using Geographical Information System on thematic map and tabular data analysis supported by the ArcView GIS Version 3.3 software. The result of this study indicates that the degradated land area is increase during the last 5 years period in this case the degradated land rehabilitation program, and the area of forest and land rehabilitation should be optimized and regional spatial use design. Keyword : degradated land, land rehabilitation, spatial use, overlay

RINGKASAN DIAN HERDIANA. Identifikasi Lahan Kritis dalam kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan KUKUH MURTILAKSONO. Lahan kritis merupakan lahan yang sudah tidak produktif lagi serta kondisinya tidak memungkinkan untuk usaha budidaya pertanian, kecuali diupayakan rehabilitasi terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan melakukan pemetaan perkembangan lahan kritis, mengkaji sebaran lokasi kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan rencana pola tata ruang wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Metode penelitian untuk mengidentifikasi dan pemetaan lahan kritis melalui overlay dan analisis data tabular dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan software Arcview GIS Versi 3.3 terhadap peta-peta sebagai parameter penentu kekritisan lahan yang meliputi kondisi tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan kondisi pengelolaan (produktivitas dan manajemen lahan). Sedangkan metode yang dilakukan untuk mengkaji sebaran lokasi GERHAN dan rencana pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan juga melalui overlay peta lokasi kegiatan GERHAN dan rencana pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh perkembangan tingkat kekritisan lahan antara tahun 2000 dan 2005 yaitu kelas sangat kritis bertambah 3.29 Ha, kritis bertambah 111.97 Ha, agak kritis bertambah 141.90 Ha, potensial kritis bertambah 333.35 Ha serta kelas tidak kritis berkurang 590.51 Ha. Adanya penambahan luasan pada setiap kelas tingkat kekritisan lahan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sangat mungkin disebabkan oleh adanya kegiatan yang secara langsung menyebabkan rusaknya daya dukung lahan diantaranya pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan peruntukannya, serta pengelolaan lahan pertanian yang tidak menerapkan intensifikasi dan diversifikasi pertanian. Hasil penelitian sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan menunjukkan bahwa posisi lokasi kegiatan terhadap tingkat kekritisan lahan pada kelas potensial kritis sampai dengan kritis sebanyak 264 lokasi atau sebesar 75 % dari jumlah total lokasi kegiatan dan 88 lokasi (25 %) pada kelas tidak kritis, hal ini menunjukkan bahwa perencanaan yang dilakukan instansi terkait terhadap sasaran lokasi belum maksimal. Untuk itu diperlukan upaya yang maksimal agar perencanaan sasaran lokasi kegiatan GERHAN dapat sesuai dengan lokasi tingkat kekritisan lahan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa posisi RTRW Kabupaten Sumedang khususnya untuk rencana pola tata ruang dalam kaitannya dengan tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang, berada pada posisi lahan kritis (sangat kritis sampai dengan potensial kritis) dan tidak kritis kecuali pada kawasan budidaya yaitu pada kawasan lahan kering dataran rendah pada kelas agak kritis dan potensial kritis. Kata kunci : lahan kritis, rehabilitasi lahan, tata ruang, overlay.

Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si

Judul Tesis : Identifikasi Lahan Kritis dalam kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang Nama NRP Program Studi : Dian Herdiana : A353060214 : Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Boedi Tjahjono Ketua Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 21 Januari 2008 Tanggal Lulus :

PRAKATA Assalamu alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini diberi judul Identifikasi Lahan Kritis dalam kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang. Proses penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ayah dan Ibu yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis; 2. Bapak Dr. Boedi Tjahjono dan Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketekunan membimbing penulis; 3. Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si selaku penguji luar komisi atas segala sarannya sebagai bahan penyempurnaan karya ilmiah ini; 4. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr beserta segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB; 5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis; 6. Pimpinan dan staf Pemerintah Kabupaten Sumedang yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar serta memberikan kemudahan selama proses penelitian; 7. Teman-teman di Kelas Khusus Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Tahun 2006 atas segala bantuan dan kritiknya, serta langkah-langkah penuh keceriaan dan kenangan di kampus IPB yang tak akan terlupakan; 8. Semua pihak yang telah berperan dalam penulisan karya ilmiah ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada istri dan anak-anak tercinta yang telah memberikan semangat dan dukungan tersendiri dalam proses belajar. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta mohon maaf apabila terdapat kekhilafan dalam karya ilmiah ini. Wassalamu alaikum Wr. Wb Bogor, Januari 2008 DIAN HERDIANA

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 17 April 1976 dari seorang Ayah yang bernama Engkar Sukarna dan Ibu bernama Aceu Sulastri. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Pendidikan SD sampai dengan SMA diselesaikan penulis di Sumedang. Tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan sarjana (S1) pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006 dan diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) dengan bantuan beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Penulis menikah dengan Aida Nurmala pada tahun 2000 dan telah dikaruniai dua orang anak perempuan yang bernama Dinda Aulia Ramadhiani dan Nabila Hasna Herdiani. Saat ini penulis bekerja pada Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang mulai tahun 2005, sebelumnya pada tahun 2000 bertugas pada Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah dan pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2002 pada BAPPEDA Kabupaten Gianyar Propinsi Bali serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang pada tahun 2003 sampai dengan 2005.

Kupersembahkan karya ini kepada Ayahanda Engkar Sukarna dan Ibunda Aceu Sulastri Ayahanda Drs. Abdul Rozaq dan Ibunda Rd. Idah Kaidah Istriku tercinta Aida Nurmala dan kedua anakku yang tersayang Dinda Aulia Ramadhiani dan Nabila Hasna Herdiani serta Kakak dan adik-adikku yang telah mendukung selama ini

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiv xvii xviii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5 Ruang Lingkup Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Lahan Kritis... 6 Definisi Lahan Kritis... 6 Kriteria Lahan Kritis... 8 Rehabilitasi Lahan... 13 Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). 14 Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK)... 15 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten... 16 Sistem Informasi Geografis... 17 Analisis Spasial... 21 METODE PENELITIAN... 23 Kerangka Pemikiran... 23 Lokasi dan Waktu Penelitian... 25 Jenis dan Sumber Data... 25 Metode Penelitian... 27 Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis... 27 Data Spasial Liputan Lahan... 28 Data Spasial Kemiringan Lereng... 29 Data Spasial Tingkat Bahaya Erosi... 30 Data Spasial Kriteria Produktivitas Lahan... 30 Data Spasial Kriteria Manajemen Lahan... 31 Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 32 Sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 33 Analisis Deskriptif... 34 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUMEDANG... 35 Kondisi Geografis... 35 Topografi... 35 Klimatologi... 35 Hidrologi... 37 Jenis tanah... 37 xii

Kependudukan... 38 Sosial Ekonomi... 39 Rencana Strategis Daerah Kabupaten Sumedang... 40 HASIL DAN PEMBAHASAN... 44 Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis... 44 Kawasan Hutan Lindung... 45 Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung... 53 Kawasan Budidaya Pertanian... 61 Perkembangan Lahan Kritis Kabupaten Sumedang... 70 Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 74 Sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 78 KESIMPULAN DAN SARAN... 83 Kesimpulan... 83 Saran... 84 DAFTAR PUSTAKA... 85 LAMPIRAN... 87 xiii

DAFTAR TABEL Halaman 1. Data Luas Areal dan Jumlah Kelompok Tani GERHAN Tahun 2003 s.d 2005 di Kabupaten Sumedang... 3 2. Jenis Penggunaan Lahan yang mengalami pergeseran antara Tahun 1996 dan 2000... 4 3. Kriteria Lahan Kritis (Departemen Kehutanan, 2003b)... 11 4. Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan... 13 5. Nama dan Luas Sub DAS di Kabupaten Sumedang... 23 6. Data Sekunder yang digunakan untuk penelitian... 27 7. Klasifikasi Tutupan Lahan dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung... 29 8. Klasifikasi Kemiringan Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis... 29 9. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis... 30 10. Klasifikasi Produktivitas dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis... 30 11. Klasifikasi Manajemen pengelolaan Lahan dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung... 31 12. Klasifikasi Manajemen pengelolaan Lahan dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian... 31 13. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Sumedang Tahun 2003 2004... 38 14. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Status Pekerjaan Tahun 2000 s.d 2003... 39 15. Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Fungsi Kawasan Hutan Lindung... 45 16. Kelas dan Luas Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 46 17. Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 47 18. Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 48 xiv

19. Kelas dan Luas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 48 20. Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung... 50 21. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 51 22. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 terhadap Parameternya pada Kawasan Hutan Lindung... 52 23. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 terhadap Parameternya pada Kawasan Hutan Lindung... 52 24. Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung... 53 25. Kelas dan Luas Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang. 56 26. Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 57 27. Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 58 28. Kelas dan Luas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 58 29. Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung... 59 30. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 59 31. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 terhadap Parameternya pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung... 60 32. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 terhadap Parameternya pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung... 60 33. Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Fungsi Kawasan Budidaya Pertanian... 61 34. Kelas dan Luas Produktifitas Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 64 35. Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 65 36. Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 66 xv

37. Kelas dan Luas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 67 38. Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian... 67 39. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 68 40. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan terhadap Parameternya pada Kawasan Budidaya Pertanian... 68 41. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 di Kabupaten Sumedang... 70 42. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang... 71 43. Perkembangan Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang pada Tahun 2000 dan 2005... 71 44. Luasan Kegiatan Gerhan Tahun 2003 s.d 2005 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Kecamatan... 75 45. Rekapitulasi Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 s.d 2005 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan di Kabupaten Sumedang... 76 46. Luas Kawasan pada Rencana Pola Penataan Ruang Kabupaten Sumedang... 78 47. Posisi Rencana Pola Penataan Ruang terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 80 xvi

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian... 24 2. Peta Sasaran Lokasi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan... 26 3. Bagan Alir Tahapan Penelitian... 28 4. Bagan Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/ V/1998... 32 5. Peta Administrasi Kabupaten Sumedang... 36 6. Peta Kawasan Kabupaten Sumedang... 44 7. Peta Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 45 8. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 54 9. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 55 10. Peta Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 56 11. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 62 12. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 63 13. Peta Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 64 14. Peta Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 69 15. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 di Kabupaten Sumedang... 72 16. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang... 73 17. Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 2005 Kabupaten Sumedang... 75 18. Peta Posisi Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 77 19. Peta Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang... 79 20. Peta Rencana Pola Tata Ruang terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 82 xvii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Daftar Nama Kecamatan, Jumlah dan Nama Desa di Kabupaten Sumedang... 88 2. Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 91 3. Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 92 4. Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 93 5. Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 94 6. Peta Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 95 7. Contoh Perhitungan Data Tabular Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan... 96 8. Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 99 9. Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 100 10. Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 101 11. Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 102 12. Peta Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang... 103 13. Peta Kelas Produktifitas Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 104 14. Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 105 15. Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 106 16. Peta Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang... 107 17. Luas Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang Tahun 2000 per Kecamatan... 108 xviii

18. Luas Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang Tahun 2005 per Kecamatan... 115 19. Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2003 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan... 122 20. Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 Kabupaten Sumedang... 126 21. Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2004 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan... 127 22. Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2004 Kabupaten Sumedang... 132 23. Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan... 133 24. Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2005 Kabupaten Sumedang... 137 25. Posisi Lokasi Gerhan Tahun 2003 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 138 26. Posisi Lokasi Gerhan Tahun 2004 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 141 27. Posisi Lokasi Gerhan Tahun 2005 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang... 144 28. Luas Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang per Kecamatan... 146 29. Sebaran Rencana Pola Tata Ruang terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang per Kecamatan... 147 xix

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan ruang merupakan suatu upaya aktif manusia untuk mengubah pola dan struktur pemanfaatan ruang yang secara hakiki harus dipandang sebagai bagian dari aspek-aspek spasial dari proses pembangunan (Rustiadi et al. 2006). Inkonsistensi atau ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dan ruang yang ada dengan arahan yang diperintahkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi pokok permasalahan terjadinya degradasi sumberdaya lahan. Kondisi penyimpangan tersebut terutama disebabkan adanya alih fungsi pada kawasan hutan dan kawasan resapan air. Degradasi lahan menjadi permasalahan dunia yang penting di abad 21, karena berdampak terhadap penurunan produktifitas pertanian, kerusakan lingkungan, berpengaruh kepada keamanan pangan dan kualitas hidup serta terjadi penurunan kualitas tanah (Eswaran et al. 2001). Adanya lahan kritis merupakan salah satu gambaran terjadinya degradasi lahan yang pada umumnya disebabkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung merusak daya dukung tanah/lahan seperti pemanfaatan lereng bukit untuk lahan pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuan/peruntukannya, tidak menerapkan teknologi konservasi, bahkan dapat juga berubah fungsi menjadi areal permukiman. Lahan kritis merupakan lahan yang sudah tidak produktif lagi serta kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk diusahakan sebagai lahan pertanian, kecuali bila ada upaya rehabilitasi terlebih dahulu. Salah satu upaya merehabilitasi lahan kritis yang dilakukan pemerintah adalah kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga (Departemen Kehutanan, 2003a). Kegiatan RHL sangat strategis bagi kepentingan nasional sehingga kegiatan tersebut diarahkan sebagai

2 gerakan berskala nasional yang melibatkan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Gerakan tersebut dinamakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Untuk merehabilitasi lahan kritis, lahan perlu diidentifikasi dan dipetakan. Identifikasi dan pemetaan lahan kritis sangat berguna bagi perencana untuk menentukan daerah prioritas dalam rangka pemanfaatan dan pengembangan wilayah. Kegiatan identifikasi lahan kritis apabila dikaitkan dengan penataan ruang dapat dilaksanakan dengan menggunakan survey wilayah secara langsung di lapangan, namun memerlukan waktu yang cukup lama serta memiliki kelemahan untuk menjangkau daerah-daerah yang sulit untuk didatangi. Untuk mengatasi keadaan tersebut dapat dibantu dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu teknik yang memungkinkan orang dapat mengumpulkan data tanpa langsung terjun ke lapangan atau penjelajahan lapangan seluruh area. Dengan demikian cara ini lebih menghemat waktu dan biaya dibandingkan dengan cara konvensional (Lillesand dan Kiefer, 1987 dalam Zulfikar, 1999). Karakteristik lahan berupa kenampakan penutupan lahan (land cover) dapat dilihat dari data penginderaan jauh. Bila ditunjang dengan data lainnya, seperti erosi, kelerengan, dan pengelolaan lahan dapat dilakukan proses identifikasi hingga pemetaan lahan kritis dengan sistem informasi geografis. Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG, mulai dikenal pada awal tahun 1980-an, yang terus berkembang pesat seiring dengan perkembangan komputer baik hardware (perangkat keras) maupun software (perangkat lunak) hingga era tahun 1990-an (Puntodewo et al. 2003). SIG saat ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi dan memetakan lahan kritis serta dapat dilakukan suatu pengkajian terhadap lahan kritis tersebut apabila dikaitkan dengan rencana pola tata ruang wilayah serta kegiatan rehabilitasi lahan.

Perumusan Masalah Dalam perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan diperlukan data dan informasi tentang tingkat kekritisan lahan terhadap lahan-lahan yang memerlukan penanganan. Mengingat areal penanganan yang sangat luas maka lahan-lahan kritis tersebut perlu diidentifikasi dan dipetakan agar ketepatan sasaran lokasi yang akan ditangani kegiatan rehabilitasi lahan dapat lebih maksimal. Kegiatan GERHAN merupakan suatu upaya untuk menangani dan mengurangi lahan yang mengalami kerusakan serta lahan kritis dan lahan yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi seperti bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang matang terhadap sasaran lokasi kegiatan GERHAN agar tujuan kegiatan tersebut dapat berhasil dengan baik dan maksimal. Kegiatan GERHAN yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumedang pada tahun 2003 sampai dengan 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Luas Areal dan Jumlah Kelompok Tani GERHAN Tahun 2003 s.d 2005 di Kabupaten Sumedang No. Tahun Luas Areal GERHAN Jumlah Kelompok Tani GERHAN (Ha) (Kelompok) 1 2003 2,740 116 2 2004 3,200 144 3 2005 2,185 92 Jumlah 8,125 352 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang, 2006 Salah satu aspek yang dikaji dalam melihat potensi fisik dasar adalah penggunaan lahan eksisting pada suatu wilayah. Hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan merupakan gambaran dari pemanfaatan lahan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sumedang. Pesatnya pertumbuhan penduduk cenderung diikuti dengan meningkatnya aktifitas sosial ekonomi masyarakat. Dengan meningkatnya aktifitas tersebut berdampak terhadap peningkatan kebutuhan lahan baik itu pada lahan pertanian maupun non pertanian. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dan tidak terkendali dapat mengakibatkan berbagai bencana seperti lahan kritis, tanah longsor dan banjir. Pada Tabel 2 dapat dilihat jenis penggunaan lahan 3

di Kabupaten Sumedang yang mengalami pergeseran dalam kurun waktu 4 (empat tahun) antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2000. 4 Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan yang mengalami pergeseran antara Tahun 1996 dan 2000 No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Tahun 1996 Tahun 2000 Persentase (%) Luas (Ha) Persentase (%) Selisih (Ha) (+/-) 1 Permukiman 9,698.93 6.37 10,059.68 6.61 360.75 (+) 2 Industri 395.21 0.26 468.34 0.31 73.13 (+) 3 Sawah 34,486.84 22.66 34,411.68 22.61 75.16 (-) 4 Pertanian Lahan Kering 49,770.54 32.70 50,412.44 33.12 641.90 (+) 5 Padang - - 1,877.38 1.23 1,877.38(+) 6 Tanah Galian C 364.16 0.24 370.16 0.24 6.00 (+) Sumber: RTRW Kabupaten Sumedang, 2002 Keterkaitan antara penggunaan lahan dan ketersediaan lahan bagi pengembangan Wilayah Kabupaten Sumedang digunakan untuk mendapatkan informasi lahan yang tidak dapat dikembangkan dan yang dapat dikembangkan guna memacu perkembangan wilayah di masa yang akan datang. Lahan yang tidak dapat dikembangkan merupakan lahan yang penggunaannya dilindungi, seperti hutan lindung, areal konservasi, hutan suaka dan penggunaan lahan lainnya yang dikuatkan oleh peraturan-peraturan yang mengaturnya. Sedangkan lahan yang dapat dikembangkan merupakan lahan yang dapat dibudidayakan baik untuk budidaya pertanian maupun budidaya non pertanian. Melihat kondisi demikian, apabila dikaitkan dengan tingkat kekritisan lahan maka perlu dilakukan kajian untuk mengetahui sejauhmana sebaran posisi kawasan kawasan yang tertuang pada pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan, hal ini sangat berguna bagi seorang perencana untuk memprediksi rencana pola tata ruang agar mampu diterapkan untuk masa mendatang. Apabila dilihat dari latar belakang rencana penelitian serta uraian di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut: 1. Bagaimana cara pemanfatan dan pengolahan SIG dalam identifikasi perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang? 2. Bagaimana sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Sumedang?

3. Bagaimana sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang? 5 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang muncul seperti yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi dan melakukan pemetaan perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang dari 2 (dua) titik tahun yaitu tahun 2000 dan 2005. 2. Mengkaji sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. 3. Mengkaji sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bersama antara masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam mengkaji penanganan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta arahan pola tata ruang di Kabupaten Sumedang. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dilaksanakan pada seluruh wilayah Kabupaten Sumedang termasuk areal Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2005 seluas 8.125 Ha yang tersebar di 23 kecamatan serta Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini bahwa semua data adalah data sekunder yang berasal dari dinas/instansi di Kabupaten Sumedang dan tidak dilakukan cek lapangan (groundcheck).

TINJAUAN PUSTAKA Lahan Kritis Definisi Lahan kritis Definisi dan kriteria lahan kritis telah dibuat oleh beberapa instansi pemerintah. Perbedaan pengertian ini perlu diselaraskan untuk meminimalisir perbedaan dalam penentuan deliniasi lahan kritis. Perbedaan ini timbul dikarenakan adanya dasar pengelompokkan penamaan yang berbeda yang disesuaikan dengan keperluan tugas tiap instansi. Kurnia et al. (2005) menyebutkan bahwa pengertian yang menggambarkan kerusakan lahan dengan degradasi lahan (land degradation), yaitu suatu proses yang menyebabkan produktivitas lahan menjadi rendah, baik sementara maupun tetap. Proses tersebut meliputi berbagai bentuk tingkat kerusakan tanah (soil degradation), pengaruh manusia terhadap sumberdaya lahan, penggundulan hutan (deforestation), dan penurunan produktivitas padang penggembalaan. Dampak kerusakan antara lain berubahnya permukaan tanah serta hilangnya tanah lapisan atas dan vegetasi. Pada penggunaan istilah lahan kritis, perlu dijelaskan tentang segi kekritisannya. Notohadiprawiro (2006) menjelaskan bahwa ada lahan yang kritis (gawat) menurut keadaan fisiknya. Lahan mengalami rusak berat, sehingga harkat kemampuannya berada jauh di bawah harkat tepian. Rusak dapat berarti: Tanahnya tererosi berat Tanahnya mengalami penimbunan yang merusak (detrimental deposition). Tanahnya terdegradasi berat karena : Pelindian (leaching), Penggaraman, Pemasaman (pembentukan tanah sulfat masam), Alkalinitas yang sangat meningkat (pengembangan tanah sodik), Pelonggokan racun tanaman (Al, B), Gleisasi, Kehancuran struktur karena dispersi kuat, atau karena pemampatan, Pendangkalan jeluk mempan (effective depth) karena penebalan lapisan padas, Kehilangan daya serap air atau daya simpan lengas tanah karena pengeringan yang tak-terbalikkan (irreversible desiccation) sebagai akibat pengatusan lampau batas (mudah terjadi pada tanah gambut). Sumber air mengering karena neraca hidrologi rusak.

7 Sumber air mengalami pencemaran atau kemerosotan mutu Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak, 1997) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungannya. Wiradisastra et al. (1991) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang berada di daerah hidro-orologi (daerah dengan besarnya fluktuasi debit air sungai dan tingkat kerusakan tanah serta tingkat erosi tinggi) dan atau lahan didaerah perladangan berpindah serta penggarapan tanah yang merusak tanah dan lingkungan. Pengertian lahan kritis menurut FAO (1997) adalah lahan yang mengalami penurunan produktivitas tanah yang disebabkan hilangnya tanah lapisan atas oleh erosi sehingga mengalami kerusakan fisik, kimia, dan biologi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produktivitas tanah, permukiman dan kehidupan sosial ekonomi. Menurut Karmelia (2006) lahan dapat dikategorikan sebagai lahan kritis apabila lahan tersebut mengalami kerusakan dan kehilangan fungsi secara fisik kimia, hidro-orologi dan sosial ekonomi. Lahan kritis secara fisik adalah lahan yang mengalami kerusakan sehingga untuk perbaikannya memerlukan investasi yang besar, sedangkan lahan kritis secara kimia adalah lahan yang bila ditinjau dari tingkat kesuburan, salinasi dan keracunan/toksisitasnya tidak lagi memberikan dukungan positif terhadap pertumbuhan tanaman bila lahan tersebut diusahakan sebagai areal pertanian. Fungsi hidroorologi tanah berkaitan dengan fungsi tanah dalam mengatur tata air. Hal ini berkaitan dengan kemampuan tanah untuk menahan, menyerap dan menyimpan air. Lahan kritis secara hidroorologi berkaitan dengan berkurangnya kemampuan lahan dalam menjalankan salah satu atau lebih dari ketiga kemampuan tadi. Lahan kritis secara sosial ekonomi adalah lahan yang sebenarnya masih mempunyai potensi untuk usaha pertanian dengan tingkat kesuburan relatif baik, tetapi karena adanya faktor penghambat sosial ekonomi (misalnya sengketa pemilikan lahan, sulit pemasaran hasil atau harga produksi sangat rendah) maka lahan tersebut ditinggalkan penggarapnya sehingga menjadi terlantar.

8 Departemen Kehutanan menitikberatkan penanganan masalah lahan kritis dari segi sifat hidrologi lahan. Dasar penentuan suatu lahan kritis atau tidak adalah tingkat penutupan lahan oleh vegetasi dan kemiringan lereng. Departemen Kehutanan (2003b) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata air). Menurunnya fungsi tersebut disebabkan oleh penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatkan teknik konservasi tanah, sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor, dan sebagainya yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan. Inti dari definisi lahan kritis seperti tersebut diatas adalah suatu lahan yang mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh kaidah konservasi tanah dan air yang tidak dilaksanakan sehingga fungsinya berkurang atau hilang sama sekali sampai ambang batas yang telah ditentukan atau ditetapkan. Kriteria Lahan Kritis Dalam penentuan kriteria lahan kritis, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak, 1997) menggunakan parameter kondisi penutupan vegetasi, tingkat torehan / kerapatan drainase, penggunaan lahan dan kedalaman tanah. Parameter parameter lahan kritis tersebut selanjutnya digunakan untuk membedakan lahan kritis kedalam empat tingkat kekritisan yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis. Potensial Kritis Lahan potensial kritis adalah lahan-lahan yang masih berfungsi sebagai fungsi produksi dan fungsi perlindungan. Pada lahan pertanian, lahan tersebut masih produktif bila diusahakan untuk pertanian. Tetapi bila dalam pengelolaannya tidak menggunakan kaidah-kaidah konservasi maka tanah menjadi rusak dan lahan akan menjadi semi kritis atau kritis. Pada daerah hutan yang berlereng, apabila lahan tersebut terbuka akan mengakibatkan lahan menjadi kritis. Kondisi lapang lahan potensial kritis dicirikan dengan : a. Lahan masih mempunyai fungsi produksi dan perlindungan, akan tetapi pada lereng yang curam akan berbahaya menjadi kritis bila lahan tersebut dibuka karena akan terjadi erosi yang berat.

9 b. Pada lahan pertanian dengan erosi ringan, erosi dapat meningkat bila tidak diperhatikan dan tidak dilaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan erosi atau konservasi tanah. c. Kedalaman tanah efektif cukup dalam. d. Persentase penutupan lahan relatif masih tinggi (vegetasi rapat) e. Penggunaan lahan hutan, belukar dan perkebunan. f. Lahan dikelola dengan baik. g. Tingkat erosi ringan. Semi Kritis Lahan semi kritis adalah lahan-lahan yang fungsi produksi dan perlindungan sudah berkurang. Tanah telah mengalami erosi namun masih dapat dilaksanakan usaha pertanian dengan hasil yang rendah. Lahan semi kritis di lapangan dicirikan dengan keadaan lahan sebagai berikut : a. Tanah telah mengalami erosi ringan sampai sedang dengan gejala erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (riil erosion) dengan pengelolaan lahan yang sedang sampai buruk dan apabila tidak ada usaha perbaikan maka dalam waktu relatif singkat lahan akan menjadi kritis. b. Sebagian horison A sudah hilang. c. Persentase penutupan lahan antara 50 75 %. d. Kemiringan lereng lebih dari 15 % dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit. Kritis Lahan kritis adalah lahan lahan yang tidak produktif lagi dengan kondisi yang tidak dimungkinkan untuk diusahakan sebagai lahan pertanian tanpa ada usaha rehabilitasi lebih dahulu. Lahan kritis dicirikan dengan keadaan sebagai berikut : a. Pada tanah yang telah terjadi erosi berat, yang ditandai adanya gejala erosi lembar (horison A yang tertinggal sudah sangat tipis), erosi alur dan erosi parit. b. Kemiringan lereng lebih dari 15 %.

10 c. Vegetasi penutup lahan kurang dari 40 % dengan ciri vegetasi kerdil dengan pengelolaan yang buruk. Produktivitas lahan menurun sampai 40 %. Lereng berkisar antara 15 40 %. d. Penutup lahan pada sebagaian tempat berupa semak-semak dan alang-alang. Sangat Kritis Lahan sangat kritis adalah lahan lahan yang sudah sangat tidak produktif lagi, dimana kalau ingin mengusahakannya harus memerlukan usaha rehabilitasi dengan biaya yang sangat besar. Lahan yang termasuk kriteria sangat kritis memiliki ciri antara lain : a. Persentase penutupan lahan oleh vegetasi sudah menurun sampai 20 %. Penutup lahannya berupa rumput, sebagian alang-alang dan kadang-kadang gundul yang ada hanya batu-batuan. b. Lahan telah terjadi erosi sangat tinggi yang ditandai dengan hilangnya lapisan produktif tanah dan adanya gejala erosi parit. c. Pengelolaan lahan sangat buruk. d. Terdapat pada kelerengan > 8 % dengan bentuk wilayah antara bergelombang sampai bergunung. Ditinjau dari aspek tingkat kerusakan fisik, lahan kritis dapat digolongkan kedalam lima kelompok, yaitu sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis. Kriteria pengelompokkan ini berdasarkan pada faktor-faktor penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, penutupan oleh batuan dan tingkat pengelolaan/manajemen (Departemen Kehutanan, 1997). Penilaian lahan kritis Departemen Kehutanan (2003c) dapat dilakukan berdasarkan fungsi lahan, yaitu : a. Fungsi kawasan sebagai hutan lindung Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan keadaan penutupan lahan / penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat tingkat bahaya erosi dan manajemen lahan. b. Fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan produktifitas lahan yaitu rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional, kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi, batu-batuan dan manajemen (usaha penerapan teknologi konservasi tanah pada setiap unit lahan).

c. Fungsi kawasan lindung di luar hutan lindung Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan vegetasi permanen yaitu persentase penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi dan manajemen. Selain itu menurut Departemen Kehutanan (2003b) tingkat kekritisan lahan ditentukan dari jumlah nilai yang diperoleh untuk masing-masing kriteria sesuai fungsi lahannya yang mencakup : penutupan lahan, kelerengan, tingkat bahaya erosi, manajemen dan produktifitas. Kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria Lahan Kritis (Departemen Kehutanan, 2003b) Kriteria (bobot) Penutupan Lahan (50) Kelas Besaran / Deskripsi Skor Keterangan Kawasan Hutan Lindung Sangat Baik >80 % 5 Dinilai Baik 61 80 % 4 Sedang 41 60 % 3 Buruk 21 40 % 2 Sangat Buruk <20 % 1 Lereng (20) Datar <8 % 5 Landai 8 15 % 4 Agak curam 15 25 % 3 Curam 25 40 % 2 Sangat curam >40 % 1 Erosi (20) Ringan Tanah dalam : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 50 m Tanah dangkal : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak >50 m Sedang Tanah dalam : 25-75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak <20 m Tanah dangkal : 25-50% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m Berat Tanah dalam : >75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi parit pada jarak 20 50 m Tanah dangkal : 50-75% lapisan tanah atas hilang Sangat berat Tanah dalam : semua lapisan tanah atas hilang, >25% lapisan tanah bawah dan atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak <20 m Manajemen (10) Produktifitas (30) 5 4 3 2 berdasarkan persentase penutupan tajuk Tanah dangkal : >75% lapisan tanah atas telah hilang sebagian lapisan bawah tererosi Baik Lengkap 5 *) Tata batas kawasan ada; pengamanan ada; Sedang Tidak lengkap 3 penyuluhan Buruk Tidak ada 2 dilaksanakan Kawasan Budidaya Pertanian Sangat Tinggi >80 % 5 Dinilai berdasarkan rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional Tinggi 61 80 % 4 Sedang 41 60 % 3 Rendah 21 40 % 2 Sangat Rendah <20 % 1 Lereng (20) Datar <8 % 5 Landai 8 15 % 4 Agak curam 15 25 % 3 Curam 25 40 % 2 Sangat curam >40 % 1 11

12 Tabel 3. Lanjutan Kriteria (bobot) Kelas Besaran / Deskripsi Skor Keterangan Erosi (15) Ringan Tanah dalam : <25% lapisan tanah atas hilang 5 dan atau erosi alur pada jarak 20 50 m Tanah dangkal : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak >50 m Sedang Tanah dalam : 25-75% lapisan tanah atas hilang 4 dan atau erosi alur pada jarak <20 m Tanah dangkal : 25-50% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m Berat Tanah dalam : >75% lapisan tanah atas hilang 3 dan atau erosi parit pada jarak 20 50 m Tanah dangkal : 50-75% lapisan tanah atas hilang Sangat berat Tanah dalam : semua lapisan tanah atas hilang, 2 >25% lapisan tanah bawah dan atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak <20 m Tanah dangkal : >75% lapisan tanah atas telah hilang sebagian lapisan bawah tererosi Batu-batuan Sedikit <10% permukaan lahan tertutup batuan 5 (5) Sedang 10-30% permukaan lahan tertutup batuan 3 Manajemen (30) Vegetasi Permanen (50) Banyak >30% permukaan lahan tertutup batuan 1 Baik Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap 5 dan sesuai petunjuk teknis Sedang Tidak lengkap atau tidak dipelihara 3 Buruk Tidak ada 1 Kawasan Lindung di Luar Hutan Lindung Sangat Baik >40 % 5 Dinilai Baik 31 40 % 4 Sedang 21 30 % 3 Buruk 11 20 % 2 Sangat Buruk <10 % 1 Lereng (10) Datar <8 % 5 Landai 8 15 % 4 Agak curam 15 25 % 3 Curam 25 40 % 2 Sangat curam >40 % 1 Erosi (10) Ringan Tanah dalam : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 50 m Tanah dangkal : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak >50 m Sedang Tanah dalam : 25-75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak <20 m Tanah dangkal : 25-50% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m Berat Tanah dalam : >75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi parit pada jarak 20 50 m Tanah dangkal : 50-75% lapisan tanah atas hilang Sangat berat Tanah dalam : semua lapisan tanah atas hilang, >25% lapisan tanah bawah dan atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak <20 m Tanah dangkal : >75% lapisan tanah atas telah hilang sebagian lapisan bawah tererosi Manajemen Baik Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap 5 (30) dan sesuai petunjuk teknis Sedang Tidak lengkap atau tidak dipelihara 3 Buruk Tidak ada 1 Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b 5 4 3 2 berdasarkan persentase penutupan tajuk

13 Berdasarkan nilai di atas tingkat kekritisan lahan dapat ditentukan dan terbagi kedalam lima tingkatan dari sangat kritis sampai tidak kritis. Dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan No. Tingkat Kekritisan Lahan Besaran Nilai 1 Kawasan Hutan Lindung - Sangat Kritis 120 180 - Kritis 181 270 - Agak Kritis 271 360 - Potensial Kritis 361 450 - Tidak Kritis 451 500 2 Kawasan Budidaya Pertanian - Sangat Kritis 115 200 - Kritis 201 275 - Agak Kritis 276 350 - Potensial Kritis 351 425 - Tidak Kritis 426 500 3 Kawasan Lindung di Luar Hutan Lindung - Sangat Kritis 110 200 - Kritis 201 275 - Agak Kritis 276 350 - Potensial Kritis 351 425 - Tidak Kritis 426 500 Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b Rehabilitasi Lahan Degradasi sumberdaya hutan dan lahan telah menimbulkan dampak yang cukup luas yang mencakup aspek biofisik lingkungan, ekonomi, kelembagaan dan juga sosial politik, sehingga kondisi ini memerlukan segera dilakukannya rehabilitasi. Menurut Departemen Kehutanan (2003a) Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi lahan kritis sebagai suatu upaya pemulihan lahan kritis agar produktivitas meningkat dan dapat menunjang kegiatan pertanian. Upaya

14 pemulihan ini lebih banyak bersifat teknis dengan pemilihan kombinasi metode konservasi tanah yang optimum, misalnya dengan metode vegetatif yang didukung dengan metode mekanik. Kegiatan rehabilitasi lahan ini harus sejalan dengan tindakan konservasi tanah. Pada prinsipnya konservasi tanah adalah usaha untuk menempatkan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Oleh karena itu, agar lahan dapat berproduksi secara lestari serta tidak mengalami kerusakan untuk jangka waktu yang tidak terbatas maka penggunaan lahan haruslah berdasarkan atas kemampuan lahan dan pengeolaannya memenuhi persyaratan yang diperlukan (Sitorus, 1989). Adapun bentuk-bentuk kegiatan rehabilitasi lahan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumedang adalah Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Untuk meminimalkan dampak kerusakan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka pada tahun 2003 setelah dibentuknya Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional berdasarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Koordinator yaitu Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dengan Nomor 09/Kep/Menko/Kesra/III/2003, Kep.16/M.Ekon/03/2003, dan Kep.08/Menko/ Polkam/III/2003 tanggal 31 Maret 2003, berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) tersebut Menteri Kehutanan yang ditetapkan sebagai Ketua Kelompok Kerja Bidang Penanaman Hutan dan Rehabilitasi menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 349/Kpts-II/2003 tanggal 16 Oktober 2003 tentang Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Lokasi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 369/Kpts-V/2003 tanggal 31 Oktober 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Dalam Rangka Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2003 (Departemen Kehutanan, 2003b).

15 Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) merupakan suatu bentuk usaha untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan menjadi lahan yang produktif untuk mengendalikan aliran air tanah, mencegah terjadinya bahaya erosi serta mendukung sistem penyangga kehidupan agar tetap terjaga (Departemen Kehutanan, 2003b). Pelaksanaan kegiatan GERHAN memiliki dua kelompok kegiatan besar yaitu kegiatan pokok dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok meliputi kegiatan reboisasi (penanaman dalam kawasan hutan), penghijauan (penanaman diluar kawasan hutan) yang terdiri dari ; pembangunan hutan hak atau hutan rakyat, pembangunan usaha kehutanan yang terkait dengan kelestarian hutan dan pembangunan usahatani konservasi daerah aliran sungai, pemeliharaan, serta penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis atau tidak produktif. Sedangkan kegitan pendukung terdiri dari penyediaan bibit tanaman hutan dan MPTS (multipurpose tree species), perlindungan tanaman yang terdiri atas pengendalian hama penyakit tanaman, penanggulangan kebakaran lahan, dan pemberdayaan masyarakat. Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) Dalam rangka penanganan kerusakan lingkungan sebagai akibat terjadinya penjarahan dan perambahan hutan negara serta penggunaan lahan milik masyarakat yang kurang memperhatikan aspek konservasi telah dilaksanakan berbagai langkah kegiatan rehabilitasi lahan, khusus untuk Propinsi Jawa Barat telah dilaksanakan program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Dana Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis. Kegiatan utama pada kedua program gerakan rehabilitasi lahan tersebut dititikberatkan pada rehabilitasi lahan kritis dengan cakupan kegiatan pembangunan hutan rakyat dan pemberdayaan masyarakat yang berdomisili disekitar kawasan hutan. Pemberdayaan masyarakat memiliki peranan penting dalam keberhasilan rehabilitasi lahan, karena masyarakat sebagai pemegang andil (stakeholder) pembangunan perlu diperhatikan dan diberi kesempatan langsung untuk mendukung program gerakan rehabilitasi lahan yang dilaksanakan.