MU TAZILAH; KAUM RASIONALIS ISLAM. Fuad Mahbub Siraj

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TEOLOGI ISLAM. Setiap orang menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu

Kritik Terhadap Ajaran Mu tazilah 3 4 5

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah

KRITIK PENDAPAT ULAMA KALAM TENTANG ALIRAN MURJI AH. Disusun Guna Memenuhi Tugas. Mata kuliah : Ilmu Tauhid. Dosen Pengampu : Drs.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang

KRITIK TERHADAP ALIRAN MU TAZILAH. Makalah. Disusun Guna Memenuhi Tugas. Mata Kuliah : ILMU TAUHID. Dosen Pengampu : Drs.

DASAR PEMIKIRAN ALIRAN MURJI AH DAN KELOMPOKNYA Oleh: Edi Suriaman

KONSEP IMAN PERSPEKTIF MURJI AH DAN MU TAZILAH (STUDI KOMPARATIF)

BAB V KESIMPULAN. Dalam sejarah perkembangan umat Islam, munculnya aliran teologi Islam

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

Kata Kunci: Pemahaman, Berpikir Rasional, Pembangunan

`BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN AL-RA Y OLEH

KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh : Drs. ABU HANIFAH, M.Hum. Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Palembang

TINJAUAN TENTANG HUBUNGAN TENTANG KEHENDAK TUHAN DENGAN KEADILAN TUHAN Oleh : sariah

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

PERGULATAN PEMIKIRAN TEOLOGI DI DUNIA ISLAM

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB IV STUDI ANALISA PANDANGAN TOKOH AGAMA SUKU SAMIN MODERN DI DESA TAPELAN TENTANG TEOLOGI ISLAM

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB IV ANALISA TAKDIR MENURUT MAUHAMMAD ABDUH DAN AGUS MUSTOFA

BAB IV ANALISA. dalam jenis paguyuban atau gemeinschaft, tepatnya paguyuban karena solidaritas.

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.

BAB II GAMBARAN UMUM KISAH-KISAH DALAM AL-QUR AN. Quraish Shihab berpendapat bahwa al-qur an secara harfiyah berarti bacaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III A. GAMBARAN UMUM TENTANG MU TAZILAH. mengasingkan atau memisahkan diri. Dalam lembaran sejarah Islam,

BAB 5 PENUTUP. Kajian ini telah membincangkan mengenai topik-topik yang berkaitan dengan konsep

A. Persamaan Pemikiran Imam Mawardi dengan Ali Abdul Raziq tentang Konsep

PENGERTIAN, SEJARAH DAN SEBAB-SEBAB TIMBULNYA ILMU KALAM

Keutamaan Kalimat Tauhid dan Syarat-Syaratnya

PENGEJARAN DAN PEMBUNUHAN ISA AS. Pertanyaan Dari: H. Soekardi NBM , Baturetno (disidangkan pada hari Jum'at, 7 Shafar 1431 H / 22 Januari 2010)

MENDAMAIKAN PERSAUDARAAN SEIMAN

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MIHNAH

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

ISLAM DAN DEMOKRASI. UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. MATA KULIAH AGAMA ISLAM. Modul ke: 13Fakultas.

PROBLEMA SYAFAAT DI AKHIRAT MENURUT MUTAKALIMIN. Ermagusti Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

UMMI> DALAM AL-QUR AN

DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU

MK : Aqidah Ilmu Kalam Dosen : Muhlisin, S.Ag. BAB I Pengertian Ilmu Tauhid, Nama-namanya yang lain, Manfaat, Tujuan dan Sumbernya

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

Oleh: Rokhmat S.Labib, M.E.I.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. 1

Bab 2 Iman Kepada Kitab-kitab Allah

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

TERMINOLOGIS KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

BAB IV Persamaan dan Perbedaan Dari Murji ah dan Mu tazilah.

BAB IV ANALISIS SIYASAH DUSTURIYAH TERHADAP PENYELENGGARAAN SISTEM PRESIDENSIAL DENGAN FORMAT KOALISI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga

MASALAH PEMBARUAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

BAB I KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM. Tujuan bab : Setelah membaca bab ini anda diharapkan dapat menjelaskan konsep ketuhanan dalam Islam

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

Allah Al-Ghalib (Maha Menang) dan An-Nashir (Maha Penolong)

ILMU PERTANDA Oleh Nurcholish Madjid

Sebagai contoh, anda boleh lihat Piagam Madinah di bawah.

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

27 Mac 2015 (Jumaat) / 6 Jamadilakhir 1436H

BAB VI KESIMPULAN. Sebagai sebuah cerita yang diciptakan pada awal abad ke sebelas, Risalah al-

EFEK KESEHARIAN TAKWA

PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN ASY ARIYAH. PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN ASY ARIYAH Ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

UMAT Tengah. Oleh Nurcholish Madjid


BAB V PENUTUP. Alhamdulillah penulis merafa kan syukur ke hadrat Allah SWT yang telah

Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pemahaman Ayat Al-Qur an Terhadap Pendidikan. Multikultural yang Megajarkan Pengembangan Aqidah

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016

TUGAS KITA SEBAGAI HAMBA ALLAH & UMMAT NABI. Tugas sebagai hamba ialah beribadah. QS 51. Adzariyat 56:

F LS L A S F A A F T A T ISL S A L M

3 Wasiat Agung Rasulullah

IMPLEMENTASI HUKUM ISLAM DALAM PEMIKIRAN MU TAZILAH. Muliati Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare

WASIL IBN ATHO` DAN PEMIKIRAN TEOLOGI MU`TAZILAH (Studi Kritis Menuju Teologi Populis)

IMAMAH DALAM PANDANGAN POLITIK SUNNI DAN SYI AH

DONOR ORGAN TUBUH. Oleh Nurcholish Madjid

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama

BAB II KONSEP-KONSEP PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

PERHATIAN IBNU RUSYD TERHADAP KALAM

DOSA MENURUT TEOLOGI PAULUS

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

Transkripsi:

MU TAZILAH; KAUM RASIONALIS ISLAM Fuad Mahbub Siraj Abstract Al-Qur an consists of the mutashabihat verses, it is the verse that has a universal meaning or unequivocal meaning and has contribution to the birth of the thought in Islam. One of those streams is Mu tazilah with the rational characteristic. Mu tazilah also brings the theological problem to the deeper thought and philosophical and it makes them different than other streams. In the discussion, they use much of reason and because of that they called as the rationalist of Islam. Although the called as the rationalist of Islam, but the rational of Mu tazilah is still hold on religious doctrine from the Qur an and hadith. Pendahuluan Secara prinsip di dalam al-qur an terdapat dua bentuk ayat, ayat muhkamat dan ayat mutasyabihat. Ayat muhkamat dapat diartikan sebagai ayat yang bersifat tegas dan tidak boleh diinterpretasi ulang sesuai dengan zaman. Ayat mutasyabihat adalah ayat yang masih bersifat prinsip, artinya masih bisa diinterpretasi ulang karena tidak tegas maknanya. Umat Islam pada hakikatnya adalah satu akan tetapi umat Islam berbeda dalam memahami ayat yakni ayat mutasyabihat yang belum jelas dan tegas maknanya, boleh dimaknai sesuai dengan konteks dan lain sebagainya. Perbedaan pemahaman dalam menginterpretasi ayat mutasyabihat ini secara tidak langsung telah memberikan kontribusi untuk munculnya aliran-aliran dalam Islam beserta metode berpikir atau kecenderungan berpikir masing-masing sebagai bentuk khazanah intelektual pemikiran Islam. Secara garis besarnya dalam bidang pemikiran Islam telah timbul dua pendapat dalam memahami hal ini. Pendapat pertama di dendang kan oleh teolog al-asy ariah yang bercorak tradisional dengan karakteristik pemikirannya. 1 Sedangkan pendapat kedua di suara kan oleh teolog Mu tazilah yang bercorak rasional, 2 dan filosof Islam. 3 Metode berpikir 1 Harun Nasution, Falsafat Islam, makalah pasca Ibn Rusyd, Yayasan Muthahari/LSAF, 12-13 Agustus 1989, Jakarta, hal. 15-16. 2 Ibid., hal. 2-3 3Filosof Islam ialah kaum intelektual Islam yang berkecimpung di dunia filsafat Islam. Penafsiran mereka lebih liberal dari penafsiran teolog rasionalis Mu tazilah. Namun telah terdapat perbedaan pendapat di kalangan para penulis tentang penamaan disiplin ilmu ini, diantara mereka ada yang menamakannya Filsafat Arab. Argumentasi mereka mengacu kepada bahasa dan suku bangsa. Sementara yang lain menamakannya dengan filsafat Islam. Argumentasi mereka, bahwa filsafat tersebut tidak hanya ditulis dalam bahasa Arab dan filosofnya kebanyakan bukan bangsa Arab. Karenanya penamaan yang relevan, ialah filsafat Islam, dengan arti lahir di dunia Islam tanpa membedakan bahasa, suku bangsa, dan agama mereka, hal. 16-19.

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 4, Desember 2011 rasional dalam kalam mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi. 2. Manusia bebas dalam berbuat dan berkehendak. Kebebasan berpikir yang hanya dibatasi oleh ayat-ayat qath i al-dhalâlah atau ayat muhkamat yaitu ayat yang tidak boleh diinterpretasi ulang dan ajaran Islam yang bersifat absolut. Karena akal kuat, manusia menurut paham teologi ini, mampu berdiri sendiri, mempunyai kebebasan dalam kemauan serta kehendak dan mampu berpikir secara mendalam. Karenanya aliran ini menganut paham Qadariah. 3. Pemakaian takwil, dengan kata lain, akal mengambil arti metaforis dari ayat. 4. Keadilan Tuhan. Paham ini membawa teologi ini kepada keyakinan adanya hukum alam (sunatullah) ciptaan Tuhan, yang mengatur perjalanan yang ada di alam ini. 5. Sikap dinamis. Dengan metode berpikir rasional ini, berarti ulama-ulama rasional mengembangkan pemikiran yang luas, pemikiran mereka hanya diikat oleh dogma-dogma yang sedikit. Sekalipun metode ini memberikan kedudukan yang tinggi pada akal, namun ia tidak pernah menepiskan atau membelakangi wahyu. Akan tetapi, apabila akal bertentangan dengan teks wahyu, maka yang diambil adalah arti metaforisnya, sehingga pendapat akal dan arti ayat menjadi sejalan. Dengan kata lain, yang dilanggar di sini bukan ayat tetapi arti tekstual ayat. Adapun metode berpikir tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Akal mempunyai kedudukan yang rendah. 2. Akal tunduk kepada arti tekstual dari ayat. 3. Kehendak mutlak Tuhan. 4. Tidak ada sunatullah atau kausalitas yang tak berubah di alam. 5. Sikap pasif. Dengan demikian, ulama-ulama yang bercorak tradisional membawa umat Islam berpikir sempit, dengan kata lain, banyak dogma yang membatasinya dan akal tunduk kepada arti tekstual ayat dan akal tidak mampu mengambil arti majazi dari ayat sehingga para ulama ini lebih banyak bersikap taklid kepada ulama sebelumnya dan tidak mempercayai adanya hukum kausalitas sebagai sebuah kemestian melainkan hanya sebagai kebiasaan alam saja. Salah satu aliran teologi Islam yang menggunakan metode berpikir rasional seperti yang kita sebutkan di atas adalah aliran Mu tazilah. Aliran Muktazilah merupakan aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua yang telah memainkan peranan yang penting dalam sejarah pemikiran dunia Islam. Di samping itu Muktazilah adalah aliran yang membawa persoalanpersoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari aliran 200

Fuad Mahbub Siraj Mu tazilah; Kaum Rasionalis Islam teologi yang lain. Dalam pembahasannya, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama kaum rasionalis Islam. 4 Para teolog ini dijuluki Rasionalis Islam karena mereka banyak memakai akal. Meskipun demikian, rasionalitas Muktazilah tetap berpegang pada doktrin agama yakni al-qur an dan Hadis. Justru itu, Muktazilah harus dibedakan dengan rasionalis Barat yang hanya mengakui kemutlakan rasio. Rasionalis Islam hanya membenarkan rasionalitas, dalam arti kebenaran rasio merupakan kebenaran relatif, bukan kebenaran mutlak. Kebenaran yang mutlak hanya datang dari wahyu. 5 Oleh karena itu, meskipun Muktazilah dianggap rasional, tetapi tetap terikat oleh ketentuan Allah. Sebab-Sebab Lahirnya Aliran Mu tazilah Mu tazilah berasal dari kata i tazal - ya tazil-i tizâl; yang berarti orang yang memisahkan diri atau mengasingkan diri. Kata ini secara umum dapat dipakai dalam setiap tindakan, yang mengasingkan diri atau memisahkan diri dari kelompoknya, maka orang itu dikatakan ber-i tizâl. Bila diperhatikan sejarah perkembangan Islam pada periode awal, persoalan yang pertama-tama muncul adalah bidang politik dan bukan dalam bidang teologi. Dengan diawalinya terjadinya Perang Shiffin, 6 yaitu perang memperebutkan kursi kekhalifahan antara pendukung Ali dengan pendukung Mu awiyah. Di saat posisi Mu awiyah dalam keadaan tidak menguntungkan, timbul siasat dari pihak Mu awiyah untuk mengadakan arbitrase (tahkim). 7 Peristiwa tersebut menimbulkan hal yang tidak menguntungkan untuk pihak Ali, karena pendukungnya pecah menjadi dua. Di satu pihak terdapat orang-orang yang tetap setia pada Ali. Mereka dikenal dengan kelompok Syi ah. Di pihak lain ada yang menentang bahkan memusuhinya. Mereka dikenal dengan kelompok Khawarij. Kaum Khawarij tidak menyetujui tahkim, mereka berpendapat semua orang yang menyetujui tahkim Ali, Mu awiyah, Amr Ibn Ash, Abu Musa al-anshari dan yang lainnya bersalah. Mereka telah melakukan dosa besar, status mereka kafir dan wajib dibunuh. 4 Ibid., hal. 38. 5 Lihat, Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1988), hal. 28-29. 6 Perang Shiffin merupakan peperangan antara pasukan Ali dan Mu awiyah pada suatu tempat yang bernama Shiffin. Penyebab terjadinya perang Shiffin adalah Mu awiyah menuntut balas atas kematian Usman Ibn Affan. Dalam menggalang kekuatan, Mu awiyah melakukan provokasi terhadap penduduk negeri Syam yang bertujuan untuk menanamkan kebencian terhadap Ali Ibn Abî Thalib. Mu awiyah berhasil menanamkan kebencian terhadap Ali dan semakin bertambah setelah Mu awiyah menyampaikan orasi sambil memperlihatkan bagian baju Usman yang berlumuran darah. Lihat: Abd al Aziz al-salim, Tarikh al-daulah al- Arabiyah, (Beirut: Dar al-nahdhah al- Arabiyah, t. t), hal. 584. 7 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 1. 201

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 4, Desember 2011 Persoalan pelaku dosa besar inilah yang kemudian mempunyai pengaruh besar dalam pertumbuhan teologi Islam. Persoalannya adalah bagaimana status orang mukmin yang telah melakukan dosa besar, apakah masih dipandang sebagai orang mukmin atau sudah menjadi kafir. Puncak persoalan ini pada periode awal telah melahirkan tiga aliran teologi dalam Islam. Pertama, aliran Khawarij menyatakan pelaku dosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam, oleh karenanya ia wajib dibunuh. Kedua, aliran Murji ah berpendapat bahwa orang tersebut masih tetap mukmin dan bukan kafir. Sementara ketiga, aliran Muktazilah mengatakan bahwa orang tersebut mengambil posisi di antara mukmin dan kafir. 8 Berangkat dari persoalan inilah istilah Muktazilah dimunculkan, karena aliran ini memisahkan diri dari dua aliran teologis yang tersebar di waktu itu, Khawarij dan Murji ah. Para sejarawan dan pemikir Islam telah memformulasikan berbagai bentuk analisis pemikiran dalam mencari asal-usul lahirnya aliran Muktazilah. Meskipun demikian masih sulit untuk mengetahui secara pasti lahirnya aliran teologi rasional ini karena belum ada data-data sejarah secara tegas menginformasikan tentang tahun lahirnya aliran Muktazilah. 9 Berbagai pendapat dimajukan ahli-ahli, namun belum ada kata sepakat antara mereka. 10 Berbagai pendapat yang dimajukan dapat dilihat dari keterangan para ahli seperti Ahmad Amin 11 dalam bukunya Fajr al-islâm. Ia menjelaskan kata i tazala, i tizal, mu tazilat sudah sering dipergunakan terhadap orang-orang yang tidak mau melibatkan diri dalam dua kelompok yang bertikai pada masa permulaan Islam. Pada kondisi ini bisa dikatakan bahwa istilah muktazilah dipergunakan bagi orang-orang yang tidak mau terlibat pada pertempuran dua kelompok seperti pada peristiwa Perang Shiffin atau pada perselisihan antara Ali dengan Aisyah pada Perang Jamal. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Muhammad Jalal Syarif dan Ali Abd al-mu thi Muhammad. Menurut kedua tokoh ini, 12 nama Muktazilah ditujukan terhadap golongan yang keluar dari peristiwa perang yang terjadi antara pendukung Ali dengan Muawiyah. Mereka tidak mau melibatkan diri dalam pertikaian dan mengkonsentrasikan pikiran untuk mempelajari al-qur an dan ajaran agama. Dengan demikian, Muktazilah 8 Ibid., hal. 7. 9 Zuhdi Jâr Allah, al-muktazilah, (Beirut: al-ahliyah Li al-nasyr Wa al-tauz î, 1974), hal. 12. 10 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 41. 11 Ahmad Amin, Fajr al-islâm, (Kairo: Dar al-kutub, 1975), hal. 290. 12 Muhammad Jalal Syarif dan Ali Abd Muthi Muhammad, al-fikr al-siyâsi Fi al-islâm, (Mesir: Dar al-jami iyat, 1978), hal. 129. 202

Fuad Mahbub Siraj Mu tazilah; Kaum Rasionalis Islam telah mulai lahir semenjak terjadinya pertentangan politik 13 pada masa permulaan Islam. Mereka yang menjauhkan diri dan tidak mau melibatkan diri dalam pertikaian ini bermaksud untuk menghindarkan meluasnya fitnah di kalangan kaum muslimin. Abu al-fida sebagaimana dikutib oleh Ghurabi menyatakan bahwa banyak juga kaum muslimin yang tidak membai at Ali menjadi khalifah, walaupun mereka bukanlah dari pendukung Ustman ataupun Ali. Dapat dimengerti bahwa penggunaan kata Muktazilah dalam hal seperti ini adalah masalah politik dan bukan masalah agama atau akidah. 14 Dan ini telah terjadi kira-kira 100 tahun sebelum peristiwa Washil Ibn Atha dengan Hasan al-bashri. Golongan ini disebut sebagai Muktazilah pertama yang mempunyai corak politik, dalam arti pertikaian politik yang ada di zaman mereka. Sedangkan lahirnya Muktazilah sebagai aliran teologi Islam yang bersifat rasional dan liberal dapat dipaparkan berbagai pendapat sebagai berikut: Munculnya sebuah pertanyaan dari seseorang murid kepada Hasan al-bashri dalam majelisnya tentang posisi orang mukmin yang melakukan dosa besar. Golongan Khawarij menamakan mereka sebagai kafir, sedangkan golongan Murji ah menamakan mereka tetap mukmin. Lalu bagaimana pendapat Anda wahai guru? Hasan al-bashri berfikir, ketika ia belum sempat menjawab, Washil Ibn Atha berkata, Saya berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak mukmin sepenuhnya dan tidak kafir sepenuhnya, tetapi berada di antara dua posisi, yaitu fasik; tidak mukmin dan tidak kafir. Washil berdiri dan menjauhkan diri di suatu sudut mesjid dan menegaskan kembali pendiriannya itu kepada sejumlah orang dari jama ah Hasan al-bashri. Hasan al-bashri berkata Itazala anna Washil (Wasil telah memisahkan diri dari kita). 15 Sementara al-baghdadi mengungkapkan, Washil dan temannya Amr Ibn Ubayd Ibn Bab diusir oleh Hasan al-bashri dari mejelisnya karena adanya pertikaian antara mereka mengenai persoalan qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan al-bashri dan mereka beserta pengikut-pengikutnya disebut kaum Muktazilah karena menjauhkan diri dari paham umat Islam tentang orang yang berdosa besar. 16 13 Yang dimaksud dengan masalah politik dalam kalimat ini adalah masalah pemilihan khalifah; siapa sebenarnya yang berhak untuk menjadi khalifah yang mengatur urusan umat Islam. 14 Sedangkan masalah agama yang dimaksud adalah hal-hal yang ada hubungannya dengan pokok-pokok atau dasar-dasar akidah Islam. 15 Al-Syahrastânî Abd al-karim Ibn Abi Bakar Ahmad, al-milal wa al-nihâl, (Beirut: Dar al- Fikr,tt), hal. 48 16 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 38. 203

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 4, Desember 2011 Sementara Mas udi 17 memberikan keterangan lain, yaitu dengan tidak mempertalikan pemberian nama itu dengan peristiwa pertikaian antara Washil dan Amr dengan Hasan al-bashri. Mereka disebut kaum Muktazilah karena mereka berpendapat bahwa orang-orang yang berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di antara dua posisi itu (al-manzilah bayn al-manzilatayn). Dari uraian di atas terlihat bahwa penamaan Muktazilah tidak bisa dipastikan. Namun aneka pendapat di atas menunjukkan bahwa nama Muktazilah diberikan kepada Washil Ibn Atha. 18 Kelihatannya antara Muktazilah pertama dan Muktazilah kedua mempunyai background yang berbeda. Kemunculan Muktazilah pertama dipicu dengan adanya pertikaian politik, sementara Muktazilah kedua lebih didorong oleh persoalan keagamaan. Oleh karena itu hubungan yang terdapat antara Muktazilah pertama dengan kedua masih merupakan perdebatan pada kalangan ilmuwan karena fakta-fakta yang ada belum dapat memberikan kepastian. Menurut keterangan Nallino, 19 seperti yang dikutib oleh Harun Nasution, nama Muktazilah sebenarnya tidak mengandung arti memisahkan diri dari umat Islam, melainkan nama golongan yang berdiri netral di antara kaum Khawarij dan Murji ah dalam persoalan pelaku dosa besar. Muktazilah yang kedua mempunyai hubungan erat dengan Muktazilah pertama. Kemudian ia mengatakan bahwa Muktazilah kedua merupakan kelanjutan dari golongan Muktazilah pertama. Ajaran Pokok Mu tazilah Al-Ushul al-khamsah merupakan lima dasar pokok yang menjadi ajaran inti kaum Muktazilah, bahkan al-khayyat 20 salah seorang tokoh Muktazilah berpendapat bahwa siapa yang tidak menerima kelima dasar ajaran Muktazilah secara keseluruhan belum bisa disebut Muktazili. Kelima ajaran pokok tersebut satu sama lain saling berhubungan. Berikut akan dipaparkan pengertian masing-masing kelima ajaran tersebut. A. Al-Tawhid Prinsip yang pertama bagi kaum Muktazilah adalah tauhid, artinya keesaan Tuhan dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-nya. Dalam memahami tauhid golongan Muktazilah mempunyai corak tersendiri, lebih dari sekedar meng-esakan Tuhan seperti yang tersurat dalam kalimat lâ ilâha illa al-allâh (tiada Tuhan selain Allah) atau tiada banyak Tuhan. Akan 17 Ibid., hal. 39. 18 Abdul Aziz Dahlan, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam, (Jakarta: Beunebi Cipta, 1987), hal. 69. 19 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 40. Nalliono adalah seorang orientalis yang berkebangsaan Itali pernah menjadi anggota Lembaga Ilmu Pengetahuan Arab di Damaskus. Baca: Muhammad al-bahiy, Pemikiran Islam Modenr, Terj. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), hal. 362. 20 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 40. 204

Fuad Mahbub Siraj Mu tazilah; Kaum Rasionalis Islam tetapi mereka berupaya menggambarkan Tuhan dengan sesuatu yang unik, berbeda sekali dengan makhluk. Karena itulah kaum Muktazilah menolak semua pendapat yang mengatakan adanya dualisme. Mereka seperti yang dijelaskan Ahmad Amin, berupaya untuk membahas kesucian Tuhan dengan analisa filsafat dan menjelaskan arti tauhid secara rasional. 21 Ajaran tauhid kaum Muktazilah ini dikembangkan dalam konsepkonsep seperti menafikan sifat-sifat Tuhan, menganggap al-qur an baharu (makhluk) bukan qadîm, menafikan kemungkinan dapat melihat Tuhan di akhirat dengan mata kepala. Berbagai konsep pemikiran tersebut sangat berlainan dan bertentangan dengan prinsip yang berkembang di tengah masyarakat saat itu. Tuhan menurut kaum Muktazilah benar-benar dapat dibedakan dari yang lain karena Dia qadîm (abadi). Oleh karena itu Wasil Ibn Atha berkata bahwa siapa yang menetapkan sifat-sifat Tuhan itu tidak qadîm berarti dia telah meyakini adanya dua Tuhan. 22 Kendatipun demikian Muktazilah tetap mengakui bahwa Tuhan itu Maha Tahu, Maha Kuasa, Maha Mendengar dan sebagainya, akan tetapi semua itu tidak dapat dipisahkan dengan zat atau esensi-nya. 23 Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa ilmu Allah itu adalah Allah itu sendiri dan begitu juga kekuasaan Allah itu adalah Allah itu sendiri dan seterusnya. B. Al- Adl Al- Adl erta hubungannya dengan tauhid. Jika dengan tauhid kaum Muktazilah ingin mensucikan diri Tuhan dari persamaan dengan makhluk, maka dengan al adl mereka ingin mensucikan perbuatan Tuhan dari persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya Tuhanlah yang bersifat adil, Tuhan tidak bisa berbuat zalim. Pada makhluk terdapat perbuatan zalim. Dengan kata lain, kalau tauhid membahas keunikan diri Tuhan, al Adl membahas keunikan perbuatan Tuhan. 24 Pengertian al- Adl ini dapat dipahami dalam dua bentuk. Kata al- Adl dapat digunakan sebagai sifat dari suatu perbuatan (al-fi il) dan juga dapat digunakan untuk menunjuk sifat bagi pelaku perbuatan (al-fa il). Kata al- Adl dalam pengertian sifat dari perbuatan Tuhan adalah pemberian hak-hak seseorang sesuai dengan tindakan yang dilakukannya. Apabila digunakan untuk sifat bagi pelaku perbuatan, seperti pada kalimat Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana, maka pengertiannya adalah bahwa Allah 21 Ahmad Amin, Dhuhâ al-islâm, (Beirut: Dar al-kitab al- Araby t. th., juz III), hal. 22. 22 Al-Syahrastani, Abd al-karim Ibn Abi Bakar Ahmad, al-milal wa al-nihâl, (Beirut: Dar al- Fikr,tt), hal. 46. 23 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 52-53. 24 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 53. 205

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 4, Desember 2011 tidak melakukan keburukan atau kejahatan dan semua perbuatan Tuhan adalah baik. 25 Menurut paham kaum Muktazilah, Allah mustahil berlaku tidak adil kepada hamba-nya, sebab Tuhan menurut akal pasti melakukan yang baik dan terbaik untuk manusia. 26 Tuhan tidak mungkin memberi beban sesuatu yang tidak mungkin terpikul oleh manusia. Konsekuensi logisnya adalah bahwa jika perbuatan itu baik, maka Dia tidak aniaya dalam hukum-nya, tidak menyiksa orang musyrik lantaran dosa orang tuanya, tidak memberi mu jizat kepada pendusta. 27 Justru itu perbuatan manusia diserahkan kepada manusia itu sendiri hingga akhirnya manusia bertanggung jawab sendiri atas apa yang dilakukannya. 28 Sebagaimana dimaklumi bahwa akal mempunyai status yang tinggi di kalangan kaum Muktazilah. Berpijak kepada prinsip al- Adl Tuhan, mereka sampai kepada suatu konklusi bahwa akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan, sekalipun tidak ada wahyu, 29 sebab baik dan buruk merupakan esensi dalam sesuatu, sementara Tuhan telah memberi potensi akal untuk bisa membedakan sesuatu yang dapat mencapai kebenaran. Di samping itu akal merupakan hakim (penentu) dalam memutuskan baik dan buruk, karena mengetahui baik dan buruk itu adalah wajib secara rasional. Itulah sebabnya manusia mempunyai kewajiban untuk berupaya dengan baik. C. Al-Wa ad wa al-wa id Point ketiga dari ajaran dasar Muktazilah adalah al-wa ad wa alwa id. Ajaran ini erat sekali hubungannya dengan ajaran sebelumnya al- Adl. Dengan prinsip ini Tuhan tidak dapat dikatakan tidak adil jika tidak memberi pahala kepada orang-orang yang berbuat baik dan jika tidak menghukum orang yang berbuat buruk. 30 Dengan prinsip ketiga ini Muktazilah memahami bahwa Tuhan mesti akan memberi pahala bagi pelaku kebaikan dan akan menyiksa pembuat kejahatan, keduanya itu akan terwujud di akhirat nanti. Akan tetapi pelaku dosa besar yang sempat bertaubat akan diampuni Allah. Bagi kaum Muktazilah, seorang mukmin yang meninggal dunia dalam keadaan taat dan bertaubat akan mempunyai hak untuk memperoleh pahala, sedangkan yang meninggal dalam keadaan berdosa besar dan belum bertaubat akan kekal selama-lamanya di neraka, sekalipun siksa yang diperolehnya lebih ringan dari siksa orang kafir. Kendatipun demikian tidak 25 Qadhi Abd al-jabbar, Syarh al-ushûl al-khamsat, Edisi Abdul al-karim Usman, (Kairo: Makatabah Wahdah, 1965), hal. 301. 26 Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 66. 27 Qadhi Abd al-jabbar, Syarh al-ushûl al-khamsat, hal. 133. 28 Fuad Mohd. Fachruddin, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam, (Jakarta: Jasaguna, 1988), hal. 86. 29 Ahmad Amin, Fajr al-islam, hal. 298. 30 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 55. 206

Fuad Mahbub Siraj Mu tazilah; Kaum Rasionalis Islam semua taubat dapat diterima oleh Allah. Bagi Muktazilah, seperti dijelaskan Abi Hasyim, salah seorang tokoh Muktazilah, bahwa taubat seorang pendusta ketika sudah tidak mampu lagi berbohong tidak sah, demikian pula taubatnya orang yang berbuat zina ketika telah tidak mampu lagi melakukan zina. Sementara itu penulis cenderung berpendapat bahwa orang mukmin yang dosa besar dan mati sebelum bertaubat tetap akan dimasukkan ke surga, sebab orang mukmin tentunya sedikit banyaknya telah melakukan perbuatan baik dan shaleh dalam hidupnya, sehingga dia terlebih dahulu dihukum dalam neraka kemudian setelah habis hukumannya baru ia dipindahkan ke surga. Dengan kata lain, mereka tidak kekal dalam neraka selama-lamanya. Di samping itu penulis sependapat dengan Muktazilah ketika berprinsip bahwa Allah akan memberi pahala dan hukuman kepada hamba-nya sesuai dengan apa yang dilakukan mereka, perbuatan baik akan dibalas dengan pahala sementara perbuatan jahat akan dibalas dengan dosa/hukuman. D. Al-Manzilah bain al-manzilatayn Dalam memberikan justifikasi terhadap pelaku dosa besar umat Islam terbagi dalam berbagai kelompok yang mempunyai aneka ragam persepsi. Golongan Khawarij misalnya, menganggap bahwa pelaku dosa besar itu adalah kafir, sementara golongan Murji ah menilainya masih tetap mukmin. Sedangkan sebahagian yang lain, seperti Hasan al-bashri, menganggap munafik. Washil Ibn Atha yang diakui sebagai peletak dasar baru pertama aliran Muktazilah mempunyai pendapat yang berbeda dengan ketiga pendapat di atas. Menurutnya, pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tapi berada di antara keduanya, yakni fasik. Sedangkan pelaku fasik mestinya ditempatkan di luar surga dan neraka sebagai konsekuensi dari prinsip keadilan Tuhan. Akan tetapi karena di akhirat hanya disediakan dua tempat, surga dan neraka, maka pelaku dosa besar itu harus dimasukkan ke salah satu tempat, yakni neraka. Akan tetapi siksaan yang diterimanya tidak sama dengan orang kafir, yakni siksaan yang lebih ringan. Inilah posisi menengah antara mukmin dan kafir menurut kaum Muktazilah dan ini jugalah yang disebut keadilan Tuhan. 31 E. Al-Amr bi al-ma rûf wa al-nahy an al-munkar Ajaran dasar kelima adalah adanya perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat yang dianggap sebagai kewajiban oleh umat Islam pada umumnya. Ajaran Mu tazilah yang kelima ini adalah ajaran yang paling penting dari keempat ajaran yang lainnya, karena aplikasi dari seluruh ajaran Mu tazilah adalah untuk sampai kepada al-amr bi al-ma ruf wa al-nahy an al-munkar. 31 Ibid., hal. 55-56. 207

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 4, Desember 2011 Aliran-aliran yang lain dalam aliran kalam juga ada yang membicarakan tentang al-amr bi al-makruf wa al-nahy an al-munkar, namun perbedaan yang terdapat antara golongan-golongan itu adalah bagaimana cara pelaksanaannya. Khawarij memandang dalam menerapkan al-amr bi al-ma ruf wa al-nahy an al-munkar dibutuhkan pemaksaan, sebab Khawarij adalah aliran yang sangat keras dan tegas dalam penerapan ajaran Islam. Bagi Khawarij Islam yang benar menurut mereka adalah Islam yang mereka anut. Berbeda dengan Khawarij, Murji ah lebih liberal dalam penerapan ajaran Islam, ini disebabkan dengan sosio kultural dari penganut aliran ini yang mayoritas adalah golongan pengusaha. Menurut Murji ah tidak perlu dilakukan pemaksaan dalam penerapan al-amr bi al- Ma ruf wa al-nahy an al-munkar. Kelihatan Mu tazilah dalam masalah menengahi penyebaran ma ruf dan pencegahan mungkar itu berbeda dari aliran Khawarij, dan Murji ah. Khawarij dalam hal ini lebih cenderung menggunakan kekerasan atau kekuatan mata pedang. Sedangkan kaum Mu tazilh tidak langsung menggunakan kekerasan mata pedang, tetapi mereka mengajak terlebih dahulu secara lemah lembut. Kaum Mu tazilah memandang wajib menegakkan dan meluruskan akidah Islam dengan mata pedang jika penyimpangan akidah Islam dan ajarannya menampakkan gejala perlawanan kepada Allah dan penghalalkan terhadap apa yang telah dilarang-nya. Selain daripada tujuan di atas anjuran yang dilontarkan oleh Mu tazilah itu, juga bertujuan untuk menempa kelestarian dan kelangsungan syi ar agama Islam sendiri. Apabila Islam sudah mulai memasuki daerah-daerah Majusi, Shabaiyyah, Yahudi, dan Nasrani, kebanyakan mereka telah masuk Islam karena takut akan kekuasaan yang ada. Akidah lama dan tradisi lama mereka masih mengakar dalam sanubari mereka. Timbullah semacam gerakan bawah tanah yang diusahakan mereka bagi meracuni akidah Islam yang murni. Pemikiran lama yang mereka anut ditiupkannya ke dalam kepercayaan akidah Islam. Dengan demikian timbullah berbagai aliran seperti aliran al-musyabbihah, yang menyamakan Allah dengan makhluknya, aliran al-mujassimah, yang mempercayai penyatuan Allah dengan diri makhluknya. 32 Umat Islam dituntut memerangi segala bentuk percobaan yang mau merusak akidah Islam yang murni. Mu tazilah mengatakan bahwa berjuang di medan perang tidak jauh bedanya dengan perjuangan atau jihad menumpaskan pemikiran kafir dan fasik. 33 Begitulah aliran ini menegakkan paham mereka mengenai agama Islam. Tidak ada satu petunjukpun yang dapat diketengahkan untuk menuduh mereka keluar dari jalur akidah Islam. Aliran ini terbentuk dan berdiri dalam kegiatan menegakkan dan mempertahankan akidah Islam. 32 Barakat Muhammad Murad, Manhaj al-jadad wa al-munadzarat fi al-fikr al-islâmi, (Kairo: al-nasyir, 1990), hal. 266. 33 Muhammad Ali Abu Rayyan, Târîkh al-fikr al-falsafi fi al-islâm,al-iskandariyyat: Dar al- Jami at, 1980, hal. 266. 208

Fuad Mahbub Siraj Mu tazilah; Kaum Rasionalis Islam Untuk melaksanakan kegiatan suci tersebut mereka menggunakan polapola hujjah akal dalam usaha menghadapi golongan yang menyimpang dari akidah Islam. Aliran ini tetap bersandar pada ayat-ayat al-qur an dan sunah. Dengan bantuan metode takwil akal pada ayat-ayat al-qur an mereka dapat menafsirkan wahyu mengikuti kesucian akal. 34 Dengan cara itu mereka telah dapat memberikan pengertian dan petunjuk yang baik tentang agama Islam. Jelas kelihatan bahwa kaum Mu tazilah mengandalkan metode rasional dalam memecahkan pelbagai masalah yang mereka hadapi. Namun mereka tidak membelakangi dan melupakan teks-teks wahyu. Mereka menakwilkan teks-teks al-qur an dan hadis bukanlah semata-mata dikarenakan akal rasional mereka. Dengan demikian telah dapat dibuktikan bahwa semua pemikiran yang dimajukan aliran Mu tazilah seperti yang telah dipaparkan di atas tidak satupun yang bertentangan dengan al-qur an dan hadis, bahkan hasil pemikiran mereka merupakan sumbangan yang amat berharga bagi kepentingan Islam. Penulis sangat ingin menuntaskan hal ini, akan tetapi berhubung suatu dan lain hal, maka dalam tulisan lain akan penulis bicarakan panjang lebar. Kesimpulan Mu tazilah sebagai kaum rasionalis Islam memiliki lima pokok ajaran yang dikenal sebagai Ushul al-khamsah. Kelima prinsip pokok ajaran tersebut adalah al-tawhid, al- Adl, al-wa ad wa al-wa id, al-manzilah bain al-manzilatayn dan al-amr bi al-ma rûf wa al-nahy an al-munkar. Siapa yang belum bisa menerima kelima pokok ajaran ini maka belum bisa disebut sebagai Muktazili. Para teolog ini dijuluki Rasionalis Islam karena mereka banyak memakai akal. Meskipun demikian, rasionalitas Muktazilah tetap berpegang pada doktrin agama yakni al-qur an dan hadis. Justru itu, Muktazilah harus dibedakan dengan rasionalis Barat yang hanya mengakui kemutlakan rasio. Rasionalis Islam hanya membenarkan rasionalitas, dalam arti kebenaran rasio merupakan kebenaran relatif, bukan kebenaran mutlak. Kebenaran yang mutlak hanya datang dari wahyu. Oleh karena itu, meskipun Muktazilah dianggap rasional, tetapi tetap terikat oleh ketentuan Allah. Daftar Pustaka ***** Amin, Ahmad, 1975. Fajr al-islâm. Kairo: Dar al-kutub. ----------, tt, Dhuhâ al-islâm. Beirut: Dar al-kitab al- Araby, juz III. 34 Ibid. 209

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 4, Desember 2011 Abd al-jabbar, Qadhi, 1965. Syarh al-ushûl al-khamsat, Edisi Abdul al-karim Usman. Kairo: Makatabah Wahdah. Abd al-karim Ibn Abi Bakar Ahmad, Al-Syahrastânî, tt. al-milal wa al-nihâl. Beirut: Dar al-fikr. Aziz Dahlan, Abdul, 1987. Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam. Jakarta: Beunebi Cipta. Al-Salim, Abd al Aziz, tt. Tarikh al-daulah al- Arabiyah. Beirut: Dar al-nahdhah al- Arabiyah. Ali Abu Rayyan, Muhammad, 1980. Târîkh al-fikr al-falsafi fi al-islâm. al- Iskandariyyat: Dar al-jami at. Jâr Allah, Zuhdi, 1974. al-muktazilah. Beirut: al-ahliyah Li al-nasyr Wa al-tauz î. Jalal Syarif, Muhammad dan Muthi Muhammad, Ali Abd, 1978. al-fikr al-siyâsi Fi al-islâm. Mesir: Dar al-jami iyat. Mohd. Fachruddin, Fuad, 1988. Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam. Jakarta: Jasaguna. Muhammad Murad, Barakat, 1990. Manhaj al-jadad wa al-munadzarat fi al-fikr al- Islâmi. Kairo: al-nasyir. Madjid, Nurcholish, 1988. Islam Kemodrenan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan. Nasution, Harun, 1986. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan. Jakarta: UI Press. ----------, Falsafat Islam, makalah pasca Ibn Rusyd, Yayasan Muthahari/LSAF, 12-13 Agustus 1989. Jakarta. 210