BAB 2. secara formal pada tanggal 30 September 1847 oleh Joseph Brotherton dan kawankawan,

dokumen-dokumen yang mirip
STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Eko Winarti, SST.,M.Kes

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme, karena itu kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB II LANDASAN TEORI

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

BAB Ι PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada setiap

makalah KEK dalam kehamilan

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

BAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

BAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. dan atau perkembangan fisik dan mental anak. Seseorang yang sejak didalam

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBUTUHAN NUTRISI PADA MASA KEHAMILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

IBU HAMIL Resep jus buah & sayur pilihan untuk kesehatan bumil dan janin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

TINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. anemia.kekurangan zat besi dalam tubuh mengakibatkan pembentukan hemoglobin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kabupaten Bonebolango dengan batas-batas sebagai berikut:

HUBUNGAN STATUS GIZI IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD DR WAHIDIN SUDIROHUSODO KOTA MOJOKERTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

I. PENDAHULUAN. terpenting dalam pertumbuhan anak dimasa datang (Rodhi, 2011) World Health Organization (WHO) 2008, telah membagi umur kehamilan

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. kapasitas/kemampuan atau produktifitas kerja. Penyebab paling umum dari anemia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENDIDIKAN KESEHATAN TANDA BAHAYA KEHAMILAN DAN PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. dan untuk memproduksi ASI bagi bayi yang akan dilahirkannya (Francin, 2005).

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN FINITE COVERING DALAM PEMILIHAN BAHAN MAKANAN BAGI IBU HAMIL

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asupan gizi yang baik selama kehamilan merupakan hal yang penting,

INFOKES, VOL. 3 NO. 3 November 2013 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir ( Kosim dkk, 2009). 1. Bayi dengan berat badan normal, yaitu > 2500.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisik maupun mental, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan. perkembangan janin dalam kandungannya (Pinem, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vegetarian Istilah vegetarian diciptakan pada tahun 1847 dan pertama kali digunakan secara formal pada tanggal 30 September 1847 oleh Joseph Brotherton dan kawankawan, di Northwood Villa, Inggris pada saat pertemuan pengukuhan Vegetarian Society Inggris (http://id.wikipedia.org). Pada tahun 1985, hampir 7% atau sekitar 12 juta penduduk Amerika menganggap diri mereka vegetarian dan sekitar 4% menganggap diri mereka vegan (Krummel dan Kris, 1996). Di Amerika masyarakat yang menjalankan diet vegetarian lebih banyak wanita daripada pria, dan cenderung berusia lebih tua dari 60 tahun atau sekitar 30-40 tahun. Masyarakat ini biasanya adalah masyarakat berpengetahuan baik, dan biasannya hidup di perkotaan (Krummel dan Kris, 1996). Pengikut vegetarian di Amerika kebanyakan berpendidikan setingkat SLTA, berstatus menikah, dan berusia diatas 40 tahun (Sabate,2001). 2.1.1. Definisi Vegetarian Belum ada definisi yang baku untuk istilah vegetarian. Istilah vegetaian mempunyai cakupan yang luas dalam dunia nutrisi dan makanan. Pada umumnya istilah vegetarian mengacu pada seseorang yang tidak mengkonsumsi daging, terutama daging merah seperti daging sapi, namun akhir-akhir ini dilaporkan bahwa

20% vegetarian masih mengkonsumsi daging minimal sekali dalam sebulan. Secara khusus dapat dikatakan bahwa istilah vegetarian dapat digunakan untuk mereka yang sebagian makanannya terdiri dari tumbuhan dan menghindari konsumsi produk hewani sepert daging, baik daging merah ataupun daging putih (Shils, 2006). Dalam banyak literatur ilmiah, seseorang masih dikatakan vegetarian apabila ia mengkonsumsi berbagai produk hewani (kombinasi daging sapi, ikan, atau ayam) kurang dari satu kali per minggu (Sabate, 2001). Karena itu, para ahli biasanya memutuskan apakah seseorang vegetarian atau bukan dari pola makan orang tersebut, sehingga penilaian tidak terjadi secara subjektif. Sayangnya tidak ada definisi yang pasti dan konsisten untuk istilah vegetarian dalam berbagai penelitian ilmiah (Shils, 2006). 2.1.2. Alasan menjadi vegetarian Masyarakat memilih menjadi vegetarian karena berbagai alasan. Hal ini mencangkup alasan kesehatan, keagamaan atau kepercayaan etik, alasan metafisika, lingkungan, dan bahkan alasan politik. 2.1.3. Jenis Vegetarian Ada berbagai jenis vegetarian yang dianut oleh masyarakat, beberapa di antaranya adalah: 1. Vegan: Hanya mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan, yaitu: biji-bijian (atau padipadian), kacang- kacangan, sayur-sayuran termasuk rumput laut dan buahbuahan.

2. Lacto: Selain mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan juga mengkonsumsi susu dan olahannya 3. Ovo: Selain mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan juga mengkonsumsi telur dan olahannya 4. Lacto-ovo: Selain mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan juga masih mengkonsumsi telur, susu, dan olahannya. 5. Pesco vegetarian: Masih mengkonsumsi ikan 6. Pollovegetarian: Masih mengkonsumsi ayam 7. Fruitarian 8. Macrobiotic 2.1.4. Diet Vegetarian Selama Kehamilan Ibu vegetarian bisa mendapatkan bayi yang sehat tanpa harus mengubah prinsip diet mereka. Tetapi memang harus lebih hati-hati dalam merencanakan diet dibanding ibu hamil yang bukan vegetarian. Apabila tidak mengikuti anjuran diet yang disarankan, maka diet vegetarian pada ibu yang sedang hamil seringkali rentan terhadap kekurangan vitamin B12, vitamin D, kalsium, zink, omega 3, dan riboflavin. Defisiensi vitamin B 12 selama kehamilan biasanya tidak terlihat sampai kelahiran. Walaupun demikian, insiden defisiensi besi sama saja pada wanita vegetarian dan non vegetarian (www.pocketcbn.com)

Asupan protein secara umum mencukupi pada diet vegetarian tetapi tidak bagi vegans. Kebutuhan protein tercukupi dengan mengkonsumsi berbagai jenis sayuran secara teratur dan memenuhi kebutuhan energi. Pada wanita hamil vegetarian, variasi tanaman sebagai sumber protein nabati diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein. Sumber protein nabati yang dapat saling melengkapi antara lain dengan mengkonsumsi kacang-kacangan dan serealia secara bersamaan. Kebutuhan protein pada vegetarian kira-kira 30% lebih tinggi daripada nonvegetarian. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kandungan asam amino esensial dan rendahnya daya cerna dari protein nabati (kecuali kedelai). Bagi vegetarian yang lacto-ovo, yaitu mereka yang masih makan telur dan minum susu, masukan protein yang memadai dapat dijamin dengan banyak memakan dua makanan ini, termasuk yoghurt dan keju. Tetapi pada vegan, vegetarian kuat yang tidak makan telur atau susu, harus mengganti dengan kombinasi protein sayuran untuk memenuhi lima porsi/bagian proteinnya, antara lain; kacangkacangan, biji-bijian, biji gandum. Beberapa bahan pengganti daging merupakan sumber protein yang cukup baik, namun beberapa bahan lainnya rendah protein dan tinggi lemak serta kalori. Kecukupan kalsium bukan masalah bagi vegetarian yang makan telur dan susu, tetapi bagi vegan, diperlukan strategi khusus. Banyak produk kedelai yang kaya kalsium, tetapi harus hati-hati akan susu kedelai yang diberi banyak gula (gula, sirup jagung, atau madu). Lebih aman bila mengkonsumsi produk susu kedelai murni. Tahu baru bisa dianggap kaya kalsium bila pada proses penggumpalannya diberikan kalsium, bila tidak, ia tidak mengandung atau hanya sedikit mengandung kalsium.

Beberapa jenis penganan tepung jagung tortila yang ditumbuk dengan batu merupakan sumber kalsium yang bukan dari susu dan menyediakan 1/2 bagian kalsium per keratnya. Sumber kalsium lainnya adalah air jeruk yang ditambah kalsium, kacang almond, kasang tanha, buah kering. Ibu hamil vegan juga dianjurkan mengkonsumsi suplemen kalsium. Vegetarian, khususnya vegan, seringkali tidak mendapat cukup vitamin B12 karena vitamin ini ditemukan pada makanan dari hewan. Pastikan ibu vegetarian mendapat vitamin tambahan yang mengandung B12, begitu pula asam folat dan zat besi. Vitamin D selain terdapat dalam minyak ikan, juga diproduksi kulit kita bila terkena sinar matahari. Meski demikian sinar matahari bukan sumber vitamin D yang dianjurkan bagi wanita dan ibu hamil. Karena itu untuk menjamin kecukupan vitamin D bagi ibu hamil, dianjurkan mengkonsumsi susu yang diperkaya vitamin D. Bila pada diet ibu vegetarian tidak minum susu jenis ini, pastikan untuk mengkonsumsi suplemen yang formulanya mengandung vitamin D. 2.2. Ibu Hamil Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil. Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat

kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik. Namun sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia gizi (Depkes RI, 1996). Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 41 % ibu hamil menderita KEK dan 51% yang menderita anemia mempunyai kecenderungan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan (Depkes RI, 1996). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya. Selain itu juga akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan terhadap infeksi saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar, masalah perilaku dan lain sebagainya (Depkes RI, 1998). 2.2.1. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme

tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Bagi ibu hamil, diperlukan semua zat gizi tambahan, namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti Zat Besi dan Kalsium. Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil (Nasution, 1988). Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III. Di Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III. Sementara di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan. Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini berlaku bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil. Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus

tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan. Dengan demikian dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12 % dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 g/kgbb/hari (gravida mature), 1,5 g/kg BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg BB/hari (di bawah 15 tahun). Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian. Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998, seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-rata 20 mg perhari. Sedangkan kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari (umur 20 45 tahun). 2.2.2. Kebutuhan Zat Gizi Mikro Ibu Hamil 1. Asam folat Kekurangan asam folat pada ibu hamil akan menyebabkan resiko terjadinya cacat tabung syaraf (Neural Tube Defects/NTD), bayi berat lahir rendah (BBLR) dan

resiko lahirnya prematur. Sumber pangan yang banyak mengandung asam folat adalah brokoli, jeruk, bayam, roti dan susu. 2. Vitamin A Adanya pertumbuhan janin, berarti terjadi peningkatan pertumbuhan dan pembelahan sel dalam tubuh ibu. Vitamin A dalam bentuk retionic acid mengatur perumbuhan dan pembelahan sel dalam jaringan. Namun demikian ibu tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi suplementasi vitamin A selama hamil karena dosis tinggi vitamin A akan memberikan efek teratogenik (keracunan). Dengan mengkonsumsi buah-buahan, daging, unggas, ikan, telur, sayuran berdaun hijau, akar dan umbi-umbian sehari-hari, akan membantu ibu memenuhi kebutuhan vitamin A. 3. Kalsium Kalsium dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan tulang, gigi, jantung yang sehat, syaraf dan otot. Kekurangan kalsium akan menyebabkan pertumbuhan tulang dan gigi jadi terhambat. Sumber pangan yang banyak mengandung kalsium adalah susu, sayuran hijau, kacang-kacangan, biji-bijian dan ikan. 4. Magnesium Magnesium merupakan zat gizi lainnya yang berperan dalam membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh. Kekurangan magnesium akan menyebabkan preeklamsia, bayi cacat dan kematian bayi. Sumber pangan yang banyak mengandung magnesium adalah sayur-sayuran, sumber makanan laut, ikan tawar segar, daging, padi-padian dan kacang-kacangan.

5. Zat Besi Kekurangan zat besi akan menghambat pembentukan hemoglobin yang berakibat pada terhambatnya pembentukan sel darah merah. Ibu hamil dan ibu menyusui merupakan kelompok yang beresiko tinggi terhadap anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya darah yang dikeluarkan selama masa persalinan. Sumber pangan yang banyak mengandung zat besi adalah nabati kedelai, kacang-kacangan, sayuran daun hijau dan rumput laut. 6. Iodium Kekurangan iodium selama hamil akan berefek pada keguguran, penyimpangan perkembangan otak janin, berat bayi lahir rendah dan kretinisme. Di Indonesia kekurangan iodium dialami oleh berbagai masyarakat lain, sehingga pemerintah telah mencanangkan kebijakan tentang garam beryodium. Sumber pangan yang banyak mengandung iodium adalah ikan, kerang dan rumput laut. 2.2.3. Risiko BBLR pada Ibu Hamil Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Bila bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak berisiko melahirkan BBLR.

Hasil penelitian Edwi Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa KEK pada batas 23,5 cm belum merupakan risiko untuk melahirkan BBLR walaupun risiko relatifnya cukup tinggi. Sedangkan ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai risiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm. Sebagaimana disebutkan di atas, berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil. Penelitian Rosmery (2000) menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (normal). Hasil penelitian Jumirah, dkk. (1999) menunujukkan bahwa ada hubungan kadar Hb ibu hamil dengan berat bayi lahir, dimana semakin tinggi kadar Hb ibu semakin tinggi berat badan bayi yang dilahirkan. Sedangkan penelitian Edwi Saraswati, dkk. (1998) menemukan bahwa anemia pada batas 11 gr/dl bukan merupakan resiko untuk melahirkan BBLR. Hal ini mungkin karena belum berpengaruh terhadap fungsi hormon maupun fisiologis ibu. Selanjutnya pada analisa bivariat anemia batas 9 gr/dl atau anemia berat ditemukan secara statistik tidak nyata melahirkan BBLR. Namun untuk melahirkan bayi mati mempunyai resiko 3,081 kali. Dari hasil analisa multivariat dengan memperhatikan masalah riwayat kehamilan sebelumnya menunjukkan bahwa ibu

hamil penderita anemia berat mempunyai resiko untuk melahirkan BBLR 4,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia berat. 2.3. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, WHO memperkirakan lebih dari 20 juta BBLR lahir setiap tahun dan 16% lahir di negara sedang berkembang. Data dari 25 negara sedang berkembang, kejadian BBLR sebesar 23,6% yang terdiri dari IUGR sebesar 17% dan preterm sebesar 3,3%. Terlihat bahwa kejadian BBLR di negara sedang berkembang lebih besar 4 kali dibanding kejadian BBLR di negara maju. 2.3.1. Definisi BBLR BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1994) dan ditimbang sampai dengan 24 jam setelah kelahiran (Usman A, dkk 1994). Menurut Davanzo (1999) terdapat 3 bentuk BBLR, yaitu: 1. Bayi prematur: pertumbuhan bayi dalam rahim normal, persalinan terjadi sebelaum masa gestasi berusia 37 minggu. 2. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK): pertumbuhan dalam rahim terhambat yang disebabkan faktor dari bayi sendiri, plasenta ataupun faktor ibu. 3. Bayi prematur dan KMK: bayi prematur yang mempunyai berat badan rendah untuk masa kehamilan. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berdasarkan batasan berat badan dapat dibagi 3, yaitu: 1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir antara 1500 gram sampai dengan 2500 gram.

2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir antara 1000 gram sampai kurang dari 1500 gram. 3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram. 2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi BBLR Sulit untuk menentukan secara pasti penyebab BBLR, namun ada beberapa faktor risiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR. Adapaun faktor-faktor risiko tersebut adalah: 2.3.2.1. Karakteristik Ibu 1. Umur saat Melahirkan Umur ibu yang paling baik untuk melahirkan adalah antara 20 tahun sampai 30 tahun, makin jauh umur ibu dari rentang waktu tersebut makin besar resiko bagi ibu maupun anaknya (BKS Penfin, 1990). Banyak penelitian yang menghubungkan antara umur ibu dengan kejadian BBLR, antara lain penelitian di Ujung Berung menyebutkan bahwa ibu yang berumur kurang dari 20 tahun mempunyai resiko melahirkan BBLR 12,69 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berumur lebih dari 20 tahun (Alisyahbana, 1990). Menurut Kramer (1987) yang dikutip oleh institit of medicine, secara umum ibu yang umurnya lebih muda akan mempunyai bayi yang lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Penelitian menunjukan angka kematian dan kesakitan ibu akan tinggi bila melahirkan terlalu muda atau terlalu tua, yaitu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun (Siregar, 1987).

Menurut SDKI 1994, proporsi iu hamil berusia kurang dari 20 tahun sebesar 25,4% dan usia lebih dari 35 tahun sebesar 19,5%. Faktor usia pada wanita hamil di negara berkembang perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan perkawinan pada masyarakat di pedesaan sering terjadi pada usia muda, yaitu sekitar usia menarche. Di usia ini resiko untuk melahirkan BBLR sekitar 2 kali lipat dari yang hamil pada usia 2 tahun setelah menarche (Sutjiningsih, 1995). Kejadian BBLR berdasarkan umur ibu paling tinggi terjadi pada ibu yang melahirkan di bawah usia 20 tahun, yaitu 9,8%, kemudian antara umur 20-34 tahun 6,5%, dan yang berumur lebih dari 35 tahun yaitu 4,1%. Pada umur ibu yang masih muda perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal serta belum tercapai emosi dan kejiwaan yang cukup matang yang akhirnya akan mempengaruhi janin yang dikandungnya.. Disisi lain pada umur yang tua akan banyak merugikan perkembangan janin selama periode dalam kandungan, hal ini disebabkan oleh karena penurunan fungsi fisiologik dan reproduksinya (Djuharnoko, 1998) 2. Usia Kehamilan Saat Melahirkan Makin rendah usia kehamilan maka semakin kecil bayi yang dilahirkan, dan makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Bayi yang dilahirkan prematur (<37 minggu) belum mempunyai alat-alat yang tumbuh lengkap seperti bayi matur (>= 37 minggu), oleh sebab itu ia memiliki lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek umur kehamilannya makin kurang sempurna alat-alat dalam tubuhnya, yang mengakibatkan makin mudah terjadi komplikasi dan makin tinggi

angka kematiannya. Dalam hal ini sebagian besar kematian neonatal terjadi pada bayi-bayi prematur. 3. Status Bekerja Ibu yang bekerja pada waktu bayi dalam kandungan tidak begitu mempengaruhi keadaan bayi, asalkan pada trimester pertama dan kedua saja. Bila ibu bekerja di trimester ketiga maka angka prematuritas akan naik. Istirahat pada trimester ketiga adalah sangat penting untuk ibu dan calon bayi (Sumitro, 1986). 4. Tingkat Pendidikan Pendidikan ibu mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga, variabel tersebut secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR. Dengan pendidikan, seseorang dapat menerima lebih banyak informasi dan memperluas cakrawala berfikir sehingga mudah untuk mengembangkan diri, mengambil keputusan dan bertindak. Secara konsisten penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki ibu mempunyai pengaruh kuat pada perilaku reproduksi, kelahiran, kematian anak dan bayi, kesakitan, dan sikap serta kesadaran atas kesehatan keluarga. Latar belakang pendidikan ibu mempengaruhi sikapnya dalam memilih pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kejadian BBLR. Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mengetahui pentingnya perawatan pra kelahiran. Disamping itu juga mempunyai keterbatasan mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, keterbatasan mengkonsumsi makanan yang bergizi selama hamil. Kesemuanya ini

akan mengganggu kesehatan ibu dan janin, bahkan sering mengalami keguguran atau lahir mati (Setiowaty,et.al.1996). 5. Tinggi Badan Sebelum Hamil Tinggi badan selain ditentukan oleh faktor genetik juga ditentukan oleh status gizi sewaktu masa kanak-kanak, keadaan ini dapat diartikan bahwa gangguan gizi waktu anak-anak pengaruhnya sangat jauh sampai dengan masa reproduksi (Alisyahbana, 1985). Pengukuran tinggi badan ibu hamil sedapat mungkin dilaksanakan pada awal kehamilan, untuk menghindari kesalahan akibat perubahan postur tubuh. Perubahan postur tubuh dapat mengurangi ukuran tinggi badan sepanjang 1 cm (Institute of medicine,1990). Ibu yang mempunyai tinggi badan kurang dari 144 cm akan melahirkan bayi yang lebih kecil dibandingkan ibu yang mempunyai TB normal. Penelitian Budiman di Garut (1996:68) menyebutkan bahwa ibu hamil yang mempunyai TB <= 145 cm akan melahirkan bayi dengan BBLR 3,06 kali lebih besar dari pada ibu yang tinggi badannya lebih dari 145 cm. 6. Berat Badan Sebelum Hamil Berat badan ibu merupakan parameter penting selama kunjungan ANC. BB selama kehamilan adalah indikator untuk menentukan status gizi ibu. Bila berat badan ibu pada kunjungan pertama ANC kurang dari 47 kg maka kemungkinan melahirkan bayi BBLR adalah 1,73 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang berat badannya lebih atau sama dengan 47 kg. Berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badannya selama hamil ternyata dapat berpengaruh terhadap kesehatan serta pertumbuhan janin dalam

kandungannya. Kesehatan dan pertumbuhan janin sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibunya. Salah satu faktor penting untuk kesehatan ibu adalah pengaturan berat badan, yang sebaiknya dilakukan sejak si ibu merencanakan kehamilan. Indeks massa tubuh (body mass index) yang normal untuk wanita yaitu antara 19-23. Bila berat badan ibu sebelum hamil terlalu kurus atau terlalu gemuk, maka sebaiknya diatur dahulu agar berat badannya normal. 7. Pertambahan Berat Badan Pertambahan BB kurang dari 210 gram per minggu akan memberikan resiko melahirkan BBLR 1,85 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang penambahan BB nya lebih atau sama dengan 210 gr per minggu (Kestler, 1991), jadi pertambahan BB 8-13 kg selama kehamilan dianggap normal, sehingga pada akhir kehamilan minimal BB ibu adalah 55 kg. Berikut ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk pertambahan berat badan ibu selama kehamilan: Bila berat badan ibu sebelum hamil adalah normal, maka kenaikan berat badan ibu sebaiknya antara 9-12 kg Kalau berat badan sebelumnya adalah berlebih, maka kenaikan berat badannya cukup antara 6-9 kg. Bila sebelum kehamilan berat badan ibu adalah kurang, maka kenaikan berat badan sebaiknya antara 12-15 kg

Jika ibu mengandung bayi kembar dua atau lebih, maka kenaikan berat badan selama kehamilan harus lebih banyak lagi, tergantung dari jumlah bayi yang dikandung Ibu sebaiknya tidak perlu khawatir bila mengalami kenaikan berat badan selama hamil. Kenaikan berat badan tersebut tidak hanya disebabkan oleh timbunan lemak, namun juga akibat proses tumbuh kembang si janin, pertambahan berat rahim, plasenta, volume darah, cairan ketuban, cairan dalam jaringan tubuh ibu, serta membesarnya payudara. Pola kenaikan berat badan ibu selama hamil dapat dilihat sebagai berikut: Selama trimester pertama, biasanya terjadi kenaikan sedikit berat badan sekitar 1-2 kg. Walaupun ibu sering merasa mual dan hilang nafsu makan, berat badan harus tetap naik. Pada trimester ini, organ otak, pancaindera, dan alat kelamin janin sedang dibentuk. Menginjak trimester kedua, nafsu makan ibu biasanya sudah pulih sehingga harus lebih hati-hati dalam mengatur konsumsi makanan. Kenaikan berat badan rata-rata yang ideal pada masa ini adalah 0.35 sampai 0.4 kg per minggu. Kenaikan berat badan akan lebih baik bila terjadi secara perlahan dan kontinyu. Perlu diketahui, kenaikan berat badan yang berlebih atau terlalu cepat dapat menjadi indikasi terjadinya keracunan pada kehamilan dan gangguan diabetes. Konsumsi makanan dengan gizi yang seimbang dan bervariasi sangat dibutuhkan selama masa kehamilan. Jika perkiraan kenaikan berat badan selama hamil adalah sekitar 12,5 kg, maka tubuh ibu membutuhkan tambahan energi sebesar 70.000-80.000 kalori. Pertambahan kalori tersebut umumnya diperlukan pada 20

minggu terakhir masa kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan janin berlangsung dengan sangat pesat. Bila 80.000 kalori dibagi ke dalam 40 minggu (280 hari), maka tambahan kalori yang diperlukan oleh calon ibu adalah sekitar 285-300 kalori per hari. Bila berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badannya selama hamil adalah kurang dari normal, maka si bayi akan berisiko lahir dengan berat badan yang kurang atau berat bayi lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR akan terganggu perkembangan fisik maupun kecerdasannya. Bila berat badan sebelum hamil dan kenaikan berat badannya selama hamil adalah berlebih, maka bayi akan berisiko terhambat pertumbuhannya akibat penyempitan pembuluh darah. Si ibu juga berisiko mengalami komplikasi, baik selama kehamilan maupun persalinan, seperti perdarahan, tekanan darah tinggi, atau keracunan kehamilan (pre-eklampsia). Selain itu, ibu juga akan sulit menghilangkan kelebihan berat badannya setelah melahirkan. 8. IMT pra Hamil Dalam kaitannya dengan terjadinya risiko KEK pada ibu hamil, IMT merupakan indikator tindak lanjut bila ditemukan ibu hamil dengan LiLA < 23,5 cm. Penelitian di Jawa Timur menunjukkan bahwa LiLA yang rendah dapat menggambarkan IMT yang rendah pula. IMT yang akurat akan menggambarkan seorang ibu hamil benar-benar kurus. Sebagai cut off point ditetapkan bahwa ibu hamil dengan IMT < 18.5 adalah berisiko KEK dan 18,5 tidak berisiko KEK ( Irawati A, 2006). 9. Riwayat Keguguran

Suatu hasil penelitian menyimpulkan ibu hamil yang pernah mengalami keguguran mempunyai resiko 2,81 kali lebih tinggi untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu ynag tidak pernah mengalami keguguran. Riwayat abortus baik spontan maupun sengaja pada kehamilan sebelumnya dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur pada persalinan berikutnya. Tindakan kuratase dan dilatasi akan menyebabkan trauma pada servik, yang merupakan faktor predisposisi kelahiran prematur berikutnya. Demikian juga ibu dengan riwayat melahirkan bayi lahir mati sebelumnya, memiliki resiko untuk melahirkan BBLR pada persalinan berikutnya, sebagian yang lahir mati tersebut adalah bayi prematur dan IUGR dan kecenderungan tersebut berulang pada persalinan berikutnya. 10. Paritas Paritas adalah banyaknya ibu melahirkan anak selama masa reproduksi. Ibu dengan jumlah kehamilan yang lebih dari tiga mengalami kesulitan untuk pertambahan BB yang diharapkan. Berdasarkan analisis SDKI 1994, total fertilitas wanita berusia 15-49 tahun rata-rata mempunyai 3,2 orang anak, hanya turun 0,2 orang dibangdingkan data SDKI 1991. Jadi secara umum masih memiliki faktor resiko dari aspek jumlah kelahiran (SDKI, 1994). Secara umum wanita dengan primipara melahirkan bayi yang lebih kecil dibandingkan dengan kelahiran multipara, akan tetapi ibu-ibu dengan paritas tinggi (melahirkan >3) cenderung mengalami komplikasi dalam kehamilan sehingga berpengaruh terhadap hasil-hasil kehamilan (Institute of Medicine, 1990). Demikian pula hasil penelitian lain menyebutkan kejadian BBLR pada ibu-ibu yang paritas 1 adalah 2,14 kali dibandingkan dengan ibu paritas 2 (Rosemary, 1997).

Penelitian di Surabaya, menemukan bahwa ibu hamil dengan primigravida dan paritas > 3 merupakan faktor risiko melahirkan dengan BBLR. Penelitian lain melaporkan anak pertama pada umumnya lebih kecil dari anak berikutnya. Sejak minggu ke 32 bayi pada paritas ke 2 lebih berat 100 gram dibanding pertama, namun hal ini tidak nampak lagi setelah anak ke-3. Oleh karena itu risiko kelahiran BBLR pada multipara (lebih dari 3) meningkat lagi. 2.3.2.2. ANC Antenatal care atau layanan antenatal menurut bahasa opersional adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga medis atau paramedis yang diberikan kepada ibu selama hamil yang sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ditentukan (Depkes, 1990). Beberapa penelitian telah menyebutkan secara statistik bahwa terdapat hubungan antara layanan antenatal dengan kejadian BBLR. Wibowo (1992) menemukan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang kurang memanfaatkan fasilitas layanan antenatal, mempunyai risiko dua kali lebih besar daripada bayi yang dilahirkan dari ibu yang memanfaatkan layanan antenatal dengan baik. Meinarwati (1995) membuktikan bahwa kualitas layanan antenatal yang buruk meningkatkan resiko kejadian BBLR 3,46 kali lebih besar dibanding dengan ibu yang memanfaatkan layanan antenatal dengan baik. Layanan antenatal dalam penerapan perasionalnya dikenal standar minimal 5 T (Depkes, 1995). 1. Suntikan TT Semua bayi dan ibu hamil harus mendapatkan vaksinasi TT (Tetanus Toksoid) dan jadwal vaksinasi yang dianjurkan oleh WHO adalah sebagai berikut: Suntikan pertama pada kunjungan pertama

Suntikan kedua adalah satu bulan setelah suntikan pertama Suntikan ketiga adalah 6 bulan setelah suntikan kedua Suntikan keempat adlah satu tahun setelah suntikan ketiga Suntikan kelima adalah satu tahun setelah suntikan keempat Jika wanita hamil belum mendapatkan vaksinasi sepenuhnya (sesuai dengan jadwal tersebut) atau belum pernah divaksinasi selama lebih dari 10 tahun maka diberikan vaksinasi pada kunjungan pertama sebelum melahirkan dan suntikan yang kedua diberikan 1-2 bulan kemudian. Pemberian imunisasi Tetenus Toksoid dianggap memenuhi standar bila ibu hamil mendapatkan suntikan sebanyak 2 kali, dengan interval 4 minggu setelah pemberian yang pertama (Pedoman kerja puskesmas 1991/1992). Pada umumnya di Indonesia masih banyak persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan, oleh karena itu vaksinasi Tetanus Toksoid antenatal dapat menurunkan kemungkinan kematian bayi karena tetanus dan juga dapat mencegah kematian ibu yang disebabkan oleh tetanus. Pemberian vaksinasi Tetanus Toksoid merupakan kelengkapan dalam pelayanan antenatal, dengan demikian pemberian vaksinasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan menunjukan kualitas ANC yang baik. Hasil penelitian di kabupaten Cianjur, Kabupaten Lebak, kabupaten Cirebon, dan kabupaten Tangerang menunjukan bahwa masih terdapat ibu hamil yang tidak menggunakan fasilitas ANC secara lengkap, yaitu secara total 14,5%, tertinggi 21% dan terendah 5,4% (Meinarwati, 1995). 2. Konsumsi Tablet Fe

Zat besi yang diberikan kepada ibu selama hamil adalah sekitar 1000 mg, ini termasuk 500 mg yang digunakan untuk meningkatkan massa pertumbuhan sel darah merah, 300 mg untuk janin, dan 200 mg untuk mengganti kehilangan zat besi setiap hari. Jadi, ibu hamil normal perlu menyerap rata-rata zat besi 3,5 mg/ hari. Kebutuhan zat besi meningkat secara tajam selama trimester ketiga, selama 12 minggu terakhir kehamilan janin menerima hampir semua zat besi yang dimakan oleh ibu. Karena banyak ibu di Indonesia mempumyai jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dan karena banyak ibu hamil yang tidak memakan makanan yang mengandung zat besi tinggi maka suplemen zat besi direkomendasikan sebagai asupan yang rutin (depkes, 1993). Tanpa persediaan zat besi yang cukup, ibu hamil dapat mengalami anemia sedangkan ibu yang mengalami anemia cenderung melahirkan prematur, jatuh sakit, melahirkan BBLR, dan mengalami perdarahan pasca melahirkan (Myles. 1996). 2.3.2.3. Karakteristik Bayi 1. Jenis Kelamin Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa jenis kelamin bayi berpengaruh terhadap kejadian BBLR, seperti di Srilanka perbedaan berat badan bayi sebesar 58 gr antara bayi laki laki dan perempuan dimana berat badan bayi laki laki lebih berat di bandingkan dengan bayi perempuan (WHO, 1996). Proporsi kejadian BBLR bayi laki laki adalah lebih sedikit (46,44%) di bandingkan dengan bayi BBLR perempuan (53, 56%) dan resiko melahirkan bayi laki laki dengan BBLR ialah 0,82 kali lebih kecil dibandingkan dengan melahirkan bayi perempuan BBLR (Rosemary, 1997)

Bayi laki-laki saat lahir memiliki rata-rata berat lahir 150 gram lebih berat daripada bayi perempuan, perbedaan ini paling nyata pada umur kehamilan 28 minggu. Diduga hal ini akibat stimulasi hormon androgenik atau karena kromosom Y memuat materi genetik yang dapat meningkatkan pertumbuhan janin laki-laki. Pada umur kehamilan yang sama, janin dengan jenis kelamin laki-laki lebih berat 5% dan lebih panjang 1% dibanding dengan janin jenis kelamin perempuan dan yang mempengaruhi keadaan ini adalah hormon seks laki-laki dan kromosom Y yang dimiliki laki-laki. Hal ini mulai tampak pada kehamilan 24 minggu.

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Karakteristik ibu: Umur saat hamil Umur kehamilan Status pekerjaan Pendidikan terakhir Tinggi badan Berat badan IMT pra hamil Pertambahan berat badan Status keguguran Paritas Jenis vegetarian Lama menjadi vegetarian ANC Imunisasi TT Konsumsi tablet Fe BBLR Karaktristik bayi: Jenis kelamin

3.2 Definii Operasional No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kategori Skala 1 BBLR Berat lahir kurang dari 2500 gram Kuesioner 1. BBLR: < 2500 gram ordinal (WHO, 1994) 2. Normal: >= 2500 gram (WHO, 1994) 2 Umur saat melahirkan Umur kronologis ibu saat Kuesioner 1. < 20 tahun dan > 35 tahun Ordinal melahirkan anak terakhir menurut 2. 20-35 tahun tahun kalender (BKS Penfin, 1990) 3 Umur kehamilan saat Usia kandungan/kehamilan saat Kuesioner 1. < 37 minggu Ordinal melahirkan melahirkan anak terakhir 2. >= 37 minggu (Klauss dan Fanaroff, 1998) 4 Status pekerjaan Kegiatan ibu yang dilakukan di luar rumah yang menghasilkan uang secara tetap pada saat hamil anak Kuesioner 1. Berisiko: Bekerja 2. Tidak berisiko: Tidak bekerja Ordinal

terakhir (Atih, 2001) 5 Pendidikan terakhir Lama pendidikan yang ditempuh Kuesioner 1. Tidak tamat SD Ordinal oleh ibu sampai dengan kehamilan 2. Tamat SD anak terakhir 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA 5. Tamat akademi/ PT 6 Berat badan sebelum hamil Berat badan ibu sebelum hamil anak terakhir dalam kg Kuesioner Tidak dikategorikan Numerik 7 Tinggi badan sebelum hamil Tinggi badan ibu hamil sebelum hamil anak terakhir dalam cm Kuesioner Tidak dikategorikan Numerik 8 IMT pra hamil Indeks massa tubuh ibu sebelum hamil, cara menghitungnya adalah berat badan (kg) dibagi tinggi badan Kuesioner 1. kurus: < 18,5 2. normal: 18,5-25 3. Gemuk: > 25,5 Ordinal

(m) dikuadratkan (Irawati, 2006) 9 Pertambahan berat badan Pertambahan berat badan yang Kuesioner 1. < 8 kg Ordinal selama hamil dialami selama ibu selama 2. >= 8 kg kehamilan anak terakhir dalam kg 11 Riwayat keguguran Riwayat keguguran yang pernah Kuesioner 1. Ada Ordinal dialami ibu 2. Tidak ada (Sumitro, 1986) 12 Paritas Jumlah kelahiran yang telah dialami oleh ibu, termasuk kehamilan beresiko, lahir hdup, maupun lahir mati Kuesioner 1. >= 3 2. < 3 Ordinal 14 Jenis vegetarian Tipe vegetarian yang dijalankan ibu Kuesioner 1. Ovo vegetarian Ordinal sampai dengan kehamilan anak 2. Lacto-ovo vegetarian terakhir

15 Lama menjadi vegetarian Lama ibu telah menjadi vegetarian Kuesioner Tidak dikategorikan Numerik sampai dengan kehamilan anak terakhir 17 Imunisasi TT Banyaknya imunisasi TT selama Kuesioner 1. Tidak pernah Ordinal kehamilan 2. >= 2kali 3. < 2 kali 18 Konsumsi Fe Banyaknya tablet Fe yang Kuesioner 1. Tidak mengonsumsi Ordinal dikonsumsi selama hamil 2. >=90 tablet 3. < 90 tablet 19 Jenis kelamin bayi Jenis kelamin bayi 1. Perempuan Nominal 2. Laki-laki