1. RINGKASAN EXECUTIVE

dokumen-dokumen yang mirip
KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

rovinsi alam ngka 2011

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

PERENCANAAN DESA TAHUN 2015

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

Bab III Karakteristik Desa Dabung

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia mempunyai lebih dari pulau dan dikelilingi garis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

I. PENDAHULUAN. 1 dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009].

TABEL 5.1 TABEL RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF KABUPATEN SUMENEP DINAS PERIKANAN

PERSEN TASE (%) Dinas Kelautan dan Perikanan ,81 JUMLAH ,81

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN TELUK MERANTI

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA )

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PROFILE DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

Transkripsi:

1. RINGKASAN EXECUTIVE Kabupaten Kubu Raya terdiri atas 9 kecamatan, empat diantaranya mempunyai wilayah pesisir, sehingga mempunyai potensi sebagai penghasil ikan, baik melalui penangkapan maupun budidaya. Ke empat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Kubu, Kecamatan Teluk Pakedai, dan Kecamatan Sungai Kakap. Berdasarkan pertimbangan potensi yang ada, ditentukan 3 kecamatan yang dikembangkan melalui proyek CCDP-IFAD, yaitu Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Kubu dan Kecamatan Teluk Pakedai. Survei pemasaran ini dilakukan di lima desa, yakni Desa Padang Tikar I dan Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu Ampar, Desa Dabong dan Desa Kubu Kecamatan Kubu serta Desa Sungai Nibung Kecamatan Teluk Pakedai. Kajian value chain usaha perikanan di Kabupaten Kubu Raya, dilakukan dengan tujuan, antara lain: 1) Identifikasi komoditas utama; 2) Identifikasi pelaku utama, peranan dan aliran kegiatan/produk, dan 3) Analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan marjin dari pelaku utama, terutama pada aktivitas utama, diantara pensuplai peralatan dan bahan, pembudidaya ikan, nelayan, pengolah ikan, dan pedagang (termasuk eksportir). Survei pemasaran dilakukan pada bulan November 2013, mendasarkan pada data sekunder, observasi lapang dan wawancara dengan responden berbagai latar belakang, seperti rumah tangga pelaku usaha perikanan, tokoh masyarakat, dan pengambil kebijakan. Hasil survei memutuskan 5 komoditas unggulan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, yaitu Kepiting bakau, Rajungan, udang Jerbung, udang Krosok dan udang rebon, udang Windu dan udang Vanname. Pengembangan usaha dan inovasi yang terkait dengan ke lima komoditas tersebut pada tingkat Kabupaten adalah: 1) Mendirikan industri pengolahan chitin dan chitosan untuk mengolah cangkang rajungan, kepiting dan kulit/karapas udang. Cangkang rajungan dan ketiping (serta karapas udang) merupakan sumber chitin dan chitosan yang belum dimanfaatkan dengan baik, bahkan menjadi limbah. Sesuai dengan konsep blue economy, maka pengolahan cangkang rajungan dan kepiting menjadi penting. 2) Mengkoordinasikan dengan Kementerian Kehutanan terkain dengan status hutan mangrove sebagai hutan lindung. Hutan mangrove sebagai hutan lindung sangat menguntungkan bagi perikanan, terutama berfungsi sebagai reservat bagi kepiting, rajungan, udang dan berbagai jenis ikan yang siklus hidupnya tergantung pada kawasan hutan mangrove. 3) Pemerintah Daerah agar meningkatkan infrastruktur jalan menuju kawasan pedesaan pesisir untuk memacu perkembangan perekonomian daerah berbasis komoditas perikanan. Pengembangan dan inovasi pada tingkat desa adalah memperkuat kelembagaan kelompok nelayan menjadi kelompok usaha bersama (KUB) untuk mengelola berbagai usaha bersama, antara lain: 1) Membuat usaha miniplant (agen dan pengolah rajungan) di Desadesa yang memiliki potensi produksi rajungan. Dengan 10 anggota setiap kelompok, maka pada setiap desa dapat dibuat sati miniplant. 2) Budidaya kepiting soka. Budidaya kepiting soka mempunyai prospek yang baik, karena margin sangat besar, dan wilayah studi mempunyai potensi kepiting yang baik. Mengingat modal usahanya cukup besar, maka setiap satu kelompok dapat mengembangkan satu usaha budidaya soka. 3) Mengembangkan usaha pemasaran produk olahan ikan, antara lain dengan membuat rumah pamer agar lebih higienis dan menarik. 4) Membuat gudang bersama untuk menampung udang Rebon yang telah dikeringkan sebagai bahan baku pembuatan trasi dan 5) mengembangkan usaha pengadaan SAPRODI bagi nelayan kecil. Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 1

Pengembangan dan inovasi pada tingkat individu yang dilakukan adalah 1) Diversifikasi usaha, nelayan trammel net menambah alat pancing rawai, sehingga saat tidak musim penangkapan udang menggunakan pancing. Dengan demikian maka masa paceklik akan berkurang. 2) Mengembangkan usaha pembuatan kerupuk udang. Usaha ini sebagai upaya pemanfaatan udang krosok yang berukuran kecil. 3) Mengembangkan usaha pembuatan trasi berbahan dasar udang Rebon yang produksinya sangat melimpah pada saat musim penangkapan dan 5) Pengembangan usaha ikan asap menggunakan asap cair, agar memiliki daya awet lebih panjang. 2. PENDAHULUAN Kabupaten Kubu Raya terletak di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, dengan posisi pada 0 0 13 27 Lintang Utara 1 0 00 15 Lintang Selatan dan 109 0 02 47-109 0 58 17 Bujur Timur. Kabupaten Kubu Raya berbatasan dengan Kabupaten Pontianak di sebelah Utara, Kabupaten Kayong Utara di sebelah Selatan, Laut Natuna di sebelah Barat, serta Kabupaten Landak dan Kabupaten Sanggau di sebelah Timur. Luas wilayah Kabupaten Kubu Raya sekitar 6.985,24 Km 2. Wilayah Kabupaten Kubu Raya terbagi dalam 9 kecamatan, yaitu Batu Ampar, Terentang, Kubu, Teluk Pakedai, Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Raya, Sungai Ambawang dan Kuala Mandor B. Sebagian wilayah Kabupaten Kubu Raya merupakan pulau-pulau kecil, yaitu terdapat 39 pulau yang tersebar di 5 kecamatan ( Batu Ampar, Kubu, Sungai Kakap, Sungai Raya dan Sungai Ambawang). Kabupaten Kubu Raya mengalami dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan September. Sedangkan musim penghujan biasa terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April Mei dan Oktober November. Kabupaten Kubu Raya memiliki potensi perikanan yang besar. Beberapa usaha perikanan yang telah berkembang antara lain perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Daerah utama penghasil ikan adalah Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Sungai Kakap, Kecamatan Kubu dan Kecamatan Teluk Pakedai. Tabel 1 menjelaskan tentang produksi perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, untuk masing-masing kecamatan. Terlihat bahwa Kecamatan Sungai Kakap dan Kecamatan Batu Ampar merupakan daerah penghasil ikan laut tertinggi, disusul Kecamatan Kubu. Kecamatan Sungai Kubu juga Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 2

merupakan penghasil ikan budidaya tertinggi, disusul Kecamatan Kubu dan Kecamatan Batu Ampar. Tabel 1. Produksi Perikanan Kabupaten Kubu Raya (Ton) No Kecamatan Perikanan Tangkap Laut Perairan Umum Budidaya Jumlah 1 Batu Ampar 4.782,5 1,4 83,1 4.868 2 Terentang 4,5 4,5 3 Kubu 2.980,6 33,5 171,9 3.186 4 Teluk Pakedai 1.495,1 5,1 51,88 1.552,08 5 Sungai Kakap 5,657,2 7,3 639,32 6.303,82 6 Rasau Jaya 6,4 55,88 62,28 7 Sungai Raya 1,9 134,44 136,02 8 Sungai Ambawang 0,3 17,44 17,74 9 Kuala Mandor B 0,2 6,6 6,8 Jumlah 2009 14.915,4 61,6 1.160,24 16.137,24 Jumlah 2008 21.158,8 132,56 985,6 22.249,96 Sumber: BPS Kab. Kubu Raya (2010) Perikanan tangkap Kabupaten Kubu Raya masih didominasi oleh perahu berukuran kurang dari 5 GT dan perahu mesin kecil. Hasil tangkapan ikan laut relatif beragam, meulai dari ikan demersal seperti ikan Manyung, Bawal Hitam, Bawal Putih, Ekor Kuning, ikan pelagis kecil seperti: Kembung, Selar, Layang, ikan pelagis besar seperti: ikan Tongkol Cakalang, Tenggiri, Mata Besar, Krustasea seperti: Udang Dogol, Udang Putih/Jerbung, Udang Krosok, Udang Windu, Kepiting, dan Rajungan, serta moluska seperti: kekerangan, Cumi-Cumi, dan Sotong. Beberapa jenis ikan laut tersebut memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi, di antaranya Rajungan, Kepiting, Udang, Cumi-Cumi, Kerapu dan Kakap Merah. Produksi ikan laut Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2012 adalah 22.000,8 ton dengan nilai produksi Rp. 170.608.250.000,-. Sedangkan produksi perikanan tangkap perairan umum Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2012 sebesar 237,8 ton dengan nilai produksi Rp. 2.893.800.000,-. Beberapa jenis ikan yang tertangkap di perairan umum, antara lain: Betok, Tapah, Siam, Gabus, Toman, Nila, Lele, Nilem, Paray, Betutu, Belida, Patin Jambal, Lais, Ikan Sumpit, Udang Grago, Udang Galah, Remis, dan Siput. Terdapat 15 unit pangkalan pendaratan ikan (PPI)/tempat pelelangan ikan (TPI) di Kabupaten Kubu Raya, diantaranya 4 unit terletak di Kecamatan Batu Ampar, 3 unit di Kecamatan Kubu, 3 unit di Kecamatan Teluk Pakedai, 3 unit di Kecamatan Sungai Kakap, 1 unit di Kecamatan Sungai Raya, dan 1 unit di Kecamatan Sungai Ambawang. Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 3

Perikanan budidaya di Kabupaten Kubu Raya dikembangkan dengan beberapa metode budidaya, antara lain: budidaya kolam, keramba jaring apung, karamba jaring tancap, tambak, dan laut. Produksi pada tahun 2012 sekitar 2.039,53 ton dengan nilai produksi Rp. 33.725.309.770,-. Budidaya di Kabupaten Kubu Raya terdiri dari ikan Nila, Lele, dan Patin untuk air tawar, untuk air payau terdiri dari ikan Bandeng, Kakap, udang Windu, udang Vanname dan Kepiting. Unit pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di Kabupaten Kubu Raya memproduksi sebesar 848 ton. Unit pengolahan terdiri dari penggaraman/pengeringan, fermentasi, dan penanganan segar. Sedangkan untuk pemasaran hasil perikanan terdiri dari pengumpul, pedagan besar /distributor, pengencer, rumah makan dan catering. Nilai produksi untuk pengolahan hasil perikanan sebesar Rp. 16.562.281.567,-. Berdasarkan data yang ada dan didukung hasil observasi lapang dapat disebutkan bahwa komoditas ikan budidaya air payau (tambak) yang potensi untuk dikembangkan di daerah studi adalah udang windu, udang vaname, ikan Bandeng dan Kepiting Bakau (penggemukan dan soka). 3. KEGIATAN DAN METODOLOGI Kajian survei pemasaran perikanan telah dilakukan di Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Penentuan lokasi survei pemasaran mempertimbangkan berbagai aspek, terutama potensi usaha perikanan dan pengembangannya, serta keterlibatannya dengan program CCDP-IFAD. Berdasarkan hal tersebut telah ditetapkan lima desa sampel, yaitu Desa Padang Tikar I dan Desa Nipah Panjang (Kecamatan Batu Ampar), Desa Dabong dan Desa Kubu (Kecamatan Kubu) serta Desa Sungai Nibung Kecamatan Teluk Pakedai. Survei pemasaran dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari instansi terkait dan pustaka. Data primer dikumpulkan dengan melakukan pengamatan lapang atau observasi, wawancara dengan responden, dan focus group discussion (FGD). Responden yang diwawancarai sebanyak 9 orang setiap desa, yang terdiri dari para pelaku usaha perikanan dan masyarakat pesisir, seperti nelayan, pembudidaya, pedagang pengumpul, dan pengolah ikan. Disamping itu juga dilakukan diskusi dan wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, penyuluh dan pendamping desa serta pegawai instansi terkait. Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 4

3.1. SASARAN DAN TUGAS Beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam survei pemasaran antara lain adalah: 1) Mengidentifikasi komoditas perikanan dan kelautan yang telah berkembang di Kabupaten Kubu Raya. 2) Menyusun profil pasar komoditas perikanan dan kelautan yang telah berkembang di Kabupaten Kubu Raya. 3) Mengidentifikasi komoditas perikanan dan kelautan yang potensial dikembangkan di Kabupaten Kubu Raya. 4) Mengidentifikasi value chain dari beberapa komoditas utama perikanan dan kelautan yang perlu diprioritaskan untuk dikembangkan, meliputi identifikasi pelaku kunci, peranan masing-masing pelaku, aliran produk, suplai dan permintaan pasar, potensi pertumbuhan dalam volume penjualan dan nilai produk, komponen value chain, harga dan marjin per tahap value chain, potensi perbaikan value chain, serta hambatan dan resiko. 3.2. PENDEKATAN VALUE CHAIN Konsep value chain dipopulerkan oleh Michael Porter dalam bukunya Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. Meskipun pada awalnya konsep value chain berasal dari bisnis, namun pada saat ini aplikasi value chain telah diadopsi di bidang ekonomi dan industri. Dalam value chain, rantai aktivitas dari suatu perusahaan atau industri berperan dalam mengantarkan produk atau jasa yang bernilai pasar. Value chain melihat semua aktivitas perusahaan atau industri sebagai suatu sistem, mulai dari input, proses serta output. Pada value chain, aktivitas perusahaan diklasifikasikan dalam 2 aspek, yaitu aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer antara lain meliputi: inbound logistics, operasi, outbound logistics, pemasaran dan penjualan, serta jasa. Sedangkan aktivitas pendukung antara lain meliputi: firm infrastructure, manajemen SDM, teknologi dan pengadaan. Antar komponen dalam aktivitas primer dan pendukung saling terkait untuk menghasilkan marjin. 3.3. METODOLOGI VALUE CHAIN Pada prinsipnya, aktivitas dalam industri perikanan di Kabupaten Kubu Raya dapat dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu aktivitas utama dan aktivitas pendukung (Gambar 1). Aktivitas utama di antaranya meliputi pensuplai peralatan dan bahan, produksi Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 5

primer (pembudidaya ikan, dan nelayan), pengolah ikan, dan perdagangan perikanan (pedagang ikan segar/hidup, pedagang ikan olahan, dan eksportir). Aktivitas pendukung di antaranya meliputi pemerintah (pembuat dan penegak regulasi, penyedia infrastruktur, dan pembina usaha perikanan), lembaga peneliti (penyedia IPTEK perikanan), perguruan tinggi (penyedia IPTEK perikanan dan pensuplai tenaga kerja perikanan terdidik), penyedia jasa transportasi, dan lembaga keuangan (penyedia modal). Antara komponen aktivitas utama dan aktivitas pendukung saling berkaitan untuk menyediakan komoditas perikanan kepada konsumen (baik lokal, nasional maupun internasional), dimana aktivitas industri perikanan tersebut menghasilkan marjin atau tingkat nilai keuntungan. Aktivitas Pendukung Pemerintah Lembaga Peneliti Perguruan Tinggi Penyedia Jasa Transportasi Lembaga Keuangan Konsumen Lokal Petani Ikan Pensuplai Peralatan & Bahan untuk Usaha Perikanan Aktivitas Utama Nelayan Pengolah Ikan Pedagang Perikanan & Eksportir MARJIN Konsumen Nasional Konsumen Internasional Gambar 1. Value Chain Perikanan Kajian value chain industri perikanan di Kabupaten Kubu Raya, dilakukan tahapan proses, antara lain: 1) Identifikasi komoditas utama 2) Identifikasi pelaku utama, peranan dan aliran kegiatan/produk. 3) Analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan marjin dari pelaku utama, terutama pada aktivitas utama, diantara pensuplai peralatan dan bahan, pembudidaya ikan, nelayan, pengolah ikan, dan pedagang (termasuk eksportir). 4) Estimasi pasar (suplai dan permintaan) dan proyeksi pertumbuhan bisnis 5) Penyusunan rekomendasi pengembangan value chain industri perikanan 6) Identifikasi kendala, resiko dan solusinya. Metode pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 6

1) Pengumpulan data sekunder, yaitu data terkait industri perikanan yang disediakan oleh lembaga yang berwenang. 2) Studi pengamatan di lapangan. 3) Wawancara dan diskusi dengan para pemangku kepentingan yang relevan. Beberapa data bersifat kuantitatif dan dianalisis untuk mendukung analisis value chain secara komprehensif. Beberapa variabel kuantitatif yang diamati adalah keuntungan /marjin. 4. KERANGKA KEBIJAKAN, REGULASI DAN KELEMBAGAAN Kabupaten Kubu Raya merupakan pemekaran dari Kabupaten Pontianak. Pembentukan Kabupaten Kubu Raya disyahkan dengan UU Nomor 35 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007, yang kemudian dicatat dalam Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 475. Regulasi yang berlaku dalam industri perikanan di Kabupaten Kubu Raya merupakan gabungan dari regulasi tingkat nasional maupun Daerah. Kegiatan perikanan di Indonesia memiliki payung hukum pada UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang selanjutnya direvisi dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pada tahun 2001, Pemerintah menetapkan revitalisasi perikanan dengan tiga komoditas yaitu udang, ikan dan rumput laut. Selain itu, terdapat pula beberapa regulasi teknis bidang kelautan dan perikanan, misalnya UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, Permen No. 20 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya, Permen No. 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, Permen No. 30 Tahun 49 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.14/Men/2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Permen No. 16 Tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan. Pada tingkat kabupaten terdapat Peraturan Bupati Kubu Raya No. 23 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Kubu Raya. Di samping ketentuan perundangan tersebut, pada tahun 2009, Kabupaten Kubu Raya juga telah melakukan Identifikasi Pengembangan Kawasan Perikanan Budidaya Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 7

Kabupaten Kubu Raya, Kedua produk akademik tersebut dapat dijadikan sebagai bahan dan acuan dalam melaksanakan kegiatan yang terkait dengan proyek IFAD. Di Kabupaten Kubu Raya terdapat beberapa lembaga yang terkait dengan kegiatan perikanan antara lain Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kubu Raya, serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat. Perguruan tinggi yang terletak tidak jauh dari Kabupaten Kubu Raya seperti Universitas Tanjungpura Pontianak dan beberapa perguruan tinggi swasta antara lain: Universitas Muhammadiyah Pontianak, Pontianak Universitas Panca Bhakti (UPB), Pontianak Politeknik Putra Bangsa (POLPUBANG), Pontianak Politeknik Tonggak Equator (POLTEQ), Pontianak Selain universitas dan politeknik, di Kota Pontianak juga masih terdapat sekolah tinggi dan akademi. Beberapa institusi tersebut dapat bersinergi untuk optimalisasi pembangunan perikanan Kabupaten Kubu Raya. Berdasarkan hasil kajian dan identifikasi pengembangan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Kubu Raya yang dilakukan tahun 2009, disimpulkan bahwa budidaya laut yang sangat sesuai untuk dikembangkan di daerah pesisir laut Kabupaten Kubu Raya diantaranya adalah jenis ikan Kakap, Kerapu, dan Bandeng. Hal ini karena jenis ikan tersebut tergolong mudah untuk memperoleh bibit dan mudah pemeliharaannya. Ikan Kakap ( Lutianus argentimaculatus), Kerapu ( Plectropomus Sp, Cromileptus altivelis, Epinephelus malabaricus, Chromileptes altivelis, dan Epinephelus fuscoguttatus) dan Bandeng (Chanos chanos) dapat dipelihara di karamba jaring apung (KJA) atau keramba jaring tancap (KJT). Pola pemeliharaan yang sesuai dilakukan di Kabupaten Kubu Raya adalah Tradisional dan Semi intensif. Kegiatan budidaya laut tersebut dapat dikembangkan di Kecamatan Sungai Kakap, Teluk Pakedai, Kubu dan Batu Ampar. Di samping budidaya laut, di empat kecamatan tersebut juga sesuai untuk pengembangan budidaya tambak, dengan kultivan ikan Bandeng (Chanos chanos), Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), dan Kepiting Bakau (Scylla sp). Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 8

5. PROFIL PASAR Produksi perikanan Kabupaten Kubu Raya bersumber dari kegiatan penangkapan dan budidaya ikan. Sebagian dari produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya diolah menjadi produk ikan olahan, seperti penggaraman/pemindangan, fermentasi, krupuk udang, dan ikan kering. Produksi perikanan Kabupaten Kubu Raya dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat local, dan sebagian dijual melalui Kota Pontianak. Produksi perikanan dari Kabupaten Kubu Raya tersebut dikonsumsi masyarakat Kota Pontianak dan sebagian dijual ke daerah lain, seperti Jakarta dan Surabaya. Dari Jakarta dan Surabaya, beberapa jenis komoditas, seperti rajungan juga diekspor terutama ke Amerika Serikat. Masyarakat pesisir di daerah studi, masih ditemukan adanya pola hubungan pratronclient. Terjadi pola hubungan ekonomi yang menggambarkan adanya pelapisan sosial, digambarkan oleh pola hubungan antara Juragan/Tengkulak/Tauke dan pandega (nelayan pelaku/abk). Tauke sebagai pemilik modal, tidak hanya berfungsi finansial bagi nelayan, tetapi juga berfungsi sebagai penyedia faktor/ sarana produksi penangkapan/budidaya ikan, fungsi pemasaran (Tauke membeli dan menyalurkan ikan) serta fungsi sosial (memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di musim paceklik). Pada posisi yang demikian, maka nelayan sebagai produsen posisi tawarnya menjadi lemah. Keadaan tersebut, disamping akibat keterbatasan modal dari nelayan dan pembudidaya, juga didukung oleh keterbatasan akses jalan ke desa, yang hanya dapat dijangkau melalui jalur air dan mahal yang berimplikasi pada keterbatasan kepada akses pasar, akses lembaga keuangan belum tersedianya lembaga keuangan yang dapat diakses oleh nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan. Ikan hasil tangkapan nelayan, pembudidaya dan ikan hasil olahan dari para pengolah dibeli oleh pedagang pengumpul yang dikenal dengan Tauke atau juragan. Para pedagang pengumpul tersebut selanjutnya memasarkan ke Kota Pontianak. Di Kota Pontianak, terdapat beberapa pasar sebagai pusat pemasaran ikan, diantaranya yang terbesar adalah Pasar ikan Plamboyan. Pasar ikan Plamboyan merupakan pusat pasar ikan, yang menampung produk perikanan dari berbagai daerah di sekitar Pontianak. Di pasar ikan Plamboyan, ikan dibeli langsung oleh konsumen, pedagang pengecer, pemilik warung/rumah makan/restoran, serta Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 9

pedagang besar untuk dipasarkan ke luar kota dan luar provinsi seperti Surabaya dan Jakarta, serta pengolah ikan. Untuk komoditas rajungan, hasil tangkapan nelayan dibeli oleh Miniplant (Agen). Miniplant rajungan ini adalah agen dari perusahaan eksportir daging rajungan (PT. Borneo), yang berada di Kota Pontianak. Miniplant juga melakukan pengolahan awal terhadap rajungan berupa pencucian, perebusan, pengupasan dan pembekuan. Daging rajungan yang diperoleh dipisahkan antara daging yang berasal dari capit dan bagian tubuh rajungan, karena masing-masing mempunyai harga yang berbeda. Dari proses pengolahan awal ini menghasilkan limbah cangkang rajungan, yang menimbulkan bau tidak sedap. Cangkang rajungan sebenarnya dapat diolah menjadi chitin dan chitosan, yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bahan dan alat/sarana produksi (SAPRODI) seperti jaring, pancing, pakan ikan dan lainlain dapat diperoleh melalui para juragan atau langsung dari Kota Pontianak (jika memiliki modal). Ketergantungan masyarakat Kubu Raya dalam memenuhi kebutuhan perekonomiannya terhadap Kota Pontianak demikian tinggi. Hal ini terjadi karena infrastruktur Kabupaten Kubu Raya masih belum berkembang, sehingga pasokan barangbarang kebutuhan masih lebih banyak dari Kota Pontianak. 6. PELUANG BISNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN BERBASIS KOMODITAS Budidaya ikan di Kabupaten Kubu Raya dilakukan dengan beberapa metode budidaya, antara lain budidaya kolam/ tambak, dan karamba (apung/ tancap). Tabel 2. Data Perikanan Budidaya Kabupaten Kubu Raya 2012 No Uraian RTP (RTP) Luas (M 2 ) Volume (Ton) Nilai / Value (Rp. 1000) 1 Pembesaran di Kolam 716,00 25.613,00 613,51 6.932.474,42 /Freshwater 2 Pembesaran di Karamba / Cage 0,00 11.600,00 0,00 0,00 3 Pembesaran di Karamba Jaring 616,00 9.792,00 265,32 7.486.970,00 Apung / FloatingCage 4 Pembesaran di Karamba Jaring 1.298,00 273,13 4.728.964,35 Tancap 5 Pembesaran di Tambak / 405,00 1.627,00 865,82 13.544.421,00 Brackishwater 6 Pembesaran di Laut / Marine 125,00 1.530,00 21,75 1.032.480,00 Jumlah 2.039,53 33.725.309,77 Sumber : DKP Kalimantan Barat (2013) Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 10

Volume produksi paling besar adalah budidaya di tambak yaitu 865,82 ton, dengan nilai produksi sebesar Rp. 33.725.309,-. Total volume produksi dan nilai produksi yang dihasilkan dari perikanan budidaya adalah sebesar 2.039,53 ton dan Rp. 33.725.309,-.Jenis ikan yang banyak dibudidayakan antara lain: ikan Mas, Nila, Lele, Bandeng, udang Windu dan Vanname. Gambaran produksi perikanan budidaya di Kabupaten Kubu Raya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Kubu Raya tahun 2012 No Jenis Usaha Produksi (kg) Nilai Produksi 1 Mas 112,37 3.515.450,- 2 Nila 591,90 11.474.679,89 3 Lele 410,69 1.194.917,30 4 Patin 37,00 479.084,- 5 Bandeng 693,93 8.733.990,- 6 Kakap 15,20 456.076,- 7 U.windu 114,31 3.389.395,- 8 U.vanamei 20,02 460.790,- 9 Kepiting 22,36 504.170,- 10 Kerapu 9,93 741.000,- 11 Bawal 8,82 123.480,- Jumlah 2036,53 31.073.032,19 Sumber : DKP Kalimantan Barat (2013) Jumlah produksi tertinggi adalah ikan Bandeng, mencapai 693,93 ton atau produksinya sebesar Rp. 8.733.990,-. Di samping itu, komoditas yang secara ekonomi cukup menonjol adalah ikan Kerapu, udang Windu dan udang Vanamei. Komoditas yang cukup menonjol yang dhasilkan dari budidaya air tawar adalah ikan Lele, Mas dan Nila. Di Lokasi penelitian dijumpai budidaya kepiting soka dalam skala yang masih terbatas. Budidaya kepiting soka dilakukan untuk memanfaatkan kepiting hasil tangkapan yang berukuran kecil (1 kg berisi 12-14 ekor) yang mempunyai nilai ekonomi masih rendah. Potensi budidaya di Kabupaten Kubu Raya disajikan pada Tabel 4. Dari ke empat kecamatan pesisir, Kecamatan Batu Ampar dan Kecamatan Kubu memiliki potensi budidaya air laut yang paling besar. Kecamatan Batu Ampar mempunyai ± 450 Ha perairan laut dan 2.621,33 Ha tambak. Sedangkan Kecamatan Kubu mempunyai potensi budidaya air payau (tambak) seluas ± 6.212,89 Ha dan perairan laut untuk budidaya ± 170 Ha. Total luas tambak Kabupaten Kubu sebesar ± 14.587,79 Ha, namun pemanfaatannya hanya sebesar 1.627 Ha (lihat Tabel 4) atau hanya sebesar 11,15 %. nilai Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 11

Tabel 4. Potensi Perikanan Budidaya Kabupaten Kubu Raya per Kecamatan No Kecamatan Potensi Potensi Budidaya Potensi Budidaya Payau Air Tawar Budidaya / tambak Lahan Sungai Laut (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1 Batu Ampar ± 450 ± 2.621,33 ± 300-3 Kubu ± 170 ± 6.212,89 ± 250-4 Teluk Pakedai ± 150 ± 1.968,73 ± 50 ± 5 5 Sungai Kakap - ± 3.784,84 ± 50 ± 14 6 Rasau Jaya - - ± 150 ± 30 7 Sungai Raya - - ± 100 ± 75 8 Sungai - - ± 300 ± 20 Ambawang 9 Kuala Mandor B - - ± 100 ± 10 Jumlah ± 770 ± 14.587,79 ± 1.500 ± 169 Sumber: DKP Kab. Kubu Raya (2010) Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 88,85 % luas tambak yang belum dimanfaatkan. Perikanan tangkap Kabupaten Kubu Raya masih didominasi oleh perahu berukuran kurang dari 5 GT dan perahu mesin kecil (Tabel 5). Tabel 5. Armada Perikanan Tangkap Kabupaten Kubu Raya (Unit) Jenis Jumlah Jenis Jumlah Perahu Tanpa Mesin Perahu Kapal Motor Jukung 723 0-5 GT 902 Perahu Kecil 735 5-10 GT 165 Perahu Sedang 621 10-20 GT 19 Perahu Besar 84 20-30 GT 5 Motor Tempel 1.550 Diatas 30 GT 0 Jumlah Armada 4.804 Sumber : DKP Kalimantan Barat (2013) Kabupaten Kubu Raya memiliki jumlah rumah tangga produksi penangkapan ikan di laut sebanyak 2.886 dengan armada sebanyak 4.064 unit dan penangkapan di perairan umum sebanyak 507 rumah tangga produksi dengan 740 unit armada. Total volume dan nilai produksi yang di dapatkan dari perikanan tangkap adalah sebesar 22.000,80 ton dan Rp. 170.608.250,- Gambaran kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Kubu Raya seperti pada Tabel 6. Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 12

Tabel 6. Data Perikanan Tangkap Kabupaten Kubu Raya 2012 No Uraian RTP (RTP) Armada (Unit) Volume (Ton) Nilai / Value (Rp. 1000) 1 Penangkapan di Laut 2.886 4.064 21.763,00 167.714.450,- 2 Penangkapan di Perairan 507 740 237,80 2.893.800,- Umum Jumlah 22.000,80 170.608.250,- Sumber : DKP Kalimantan Barat (2013) Alat tangkap di perairan laut memiliki fishing based di Kabupaten Kubu Raya bervariasi, diantaranya: pukat tarik udang ganda, payang, dogol, pukat cincin/purse seine, jaring insang hanyut/nylon, bubu, dan alat penangkap kepiting. Tabel 7. Jenis dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Kubu Raya Jenis alat Jumlah (unit) Pukat tarik udang ganda 45 Pukat tarik berbingkai 281 Pukat tarik ikan 16 Payang 765 Dogol 1.380 Purse seine 473 Jaring insang hanyut/nylon 113 Jaring klitik/pukat plastik 340 Jaring insang tetap 1.438 Bagan perahu/rakit 70 Bagan tancap 51 Rawai hanyut 36 Rawai tetap 54 Pancing tonda 108 Pancing cumi 5 Pancing lainnya 1.068 Sero 565 Jermal 125 Bubu dan perangkap lainnya 1.980 Alat penangkap kerang 704 Alat penangkap kepiting 4.886 Muroami 112 Jala tebar 558 Sumber : DKP Kalimantan Barat (2013) Nelayan Kabupaten Kubu Raya sebagian besar melakukan operasi penangkapan bersifat one day fishing. Pengolahan ikan yang dijumpai di daerah penelitian adalah pengeringan (ebi), pembuatan trasi, pembuatan krupuk dan pembekuan skala kecil (daging rajungan) menggunakan freezer. Berdasarkan observasi selama penelitian, dipilih enam komoditas yang Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 13

dipertimbangkan mempunyai potensi untuk dikembangkan usahanya, dan diurakan sebagai berikut. 6.1. KOMODITAS KEPITING BAKAU (SCYLLA SP). Kepiting bakau merupakan komoditas penting dan mempunyai nilai ekonomis tinggi. Produksi kepiting bakau cukup tinggi karena perairan di daerah studi masih didukung kawasan hutan bakau di sepanjang muara, pantai dan sungai. 6.1.1. Suplai Pasar Kepiting bakau ( Scylla sp.) ditangkap menggunakan bubu lipat, bersifat one day fishing. Nelayan bubu lipat diantaranya terdapat di Desa Nipah Panjang, Desa Kubu, Desa Dabong dan Sungai Nibung. Penangkapan kepiting bakau dilakukan sepanjang tahun, pada saat air pasang, di kawasan hutan bakau. Produksi rata-rata kepiting bakau adalah 5 kg per trip. Satu nelayan rata-rata memiliki 60 unit bubu lipat. Jumlah bubu lipat yang tercatat di Kabupaten Kubu Raya adalah 2.504 unit dengan jumlah bubu per trip sebanyak 60 buah. Produksi kepiting bakau di Kabupaten Kubu Raya menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 239 ton atau setara dengan Rp, 2.547.250,-. Secara nasional, komoditas kepiting merupakan salah satu dari sepuluh komoditas utama dan unggulan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Produksi kepiting dari hasil tangkapan di laut dan budidaya pada umumnya mengalami peningkatan. Total produksi kepiting Indonesia tahun 2008 mencapai jumlah 26.628 ton, kemudian semakin naik hingga 39.433 ton pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa potensi perikanan Indonesia cukup besar untuk menjadi salah satu negara produsen kepiting dunia. Kenaikkan produksi kepiting nasional salah satunya dikarenakan produksi di Provinsi Kalimantan Barat juga meningkat, sebagaimana terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Produksi Kepiting Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2011 Tahun Produksi Nasional (ton) Produksi Provinsi Kalimantan Barat (ton) Kontribusi Kalimantan Barat terhadap produksi nasional (%) 2008 26.628 260 0.98 2009 28.822 455 1.58 2010 30.605 586 1.91 2011 39.433 625 1.58 Sumber: KKP ( 2012) Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 14

6.1.2. Kebutuhan dan Potensi Pertumbuhan Pasar Kepiting bakau banyak diminati oleh masyarakat lokal di Kabupaten Kubu Raya, maupun masyarakat Indonesia pada umumnya. Kepiting bakau merupakan satu diantara komoditas laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi di pasaran dunia. Tercatat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, ekspor kepiting dan rajungan Indonesia naik rata-rata 14,06% per tahun. Komoditas kepiting bakau sangat digemari konsumen luar negeri dan menjadi salah satu makanan bergengsi. Amerika Serikat tercatat sebagai negara penyerap komoditas kepiting dan rajungan terbesar, yaitu hampir 55% produksi kepiting dan rajungan dunia. Beberapa negara lain yang juga memiliki permintaan tinggi antara lain negaranegara di kawasan Eropa, Australia, Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan. (Tabel 9). Tabel 9. Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun 1990-2007 Tahun Total Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) Tahun Total Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) 1990 0.92 1999 1.34 1991 1.00 2000 1.40 1992 1.02 2001 1.43 1993 1.06 2002 1.49 1994 1.13 2003 1.46 1995 1.20 2004 1.52 1996 1.25 2005 1.53 1997 1.27 2006 1.55 1998 1.32 2007 1.62 Sumber: FAO ( 2007) Selama semester pertama tahun ini, volume ekspor kepiting melonjak 25,76 persen menjadi lebih dari 19 ribu ton senilai US$ 198 juta. Volume ekspor kepiting ke Cina tercatat mengalami lonjakan tertinggi, yakni sekitar 94 persen. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor kepiting dan produk olahannya mencapai 19.786 ton pada Januari-Juni 2013. Volume ekspor ini meningkat 25,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni 15.733 ton. Peningkatan nilai ekspor kepiting juga didukung oleh kenaikan harga. Nilai ekspor kepiting tercatat naik 7,82 persen dari US$ 183,7 juta atau setara Rp 2,09 triliun (kurs Rp 11.400) pada semester I tahun 2012 menjadi 198,0 juta (Rp 2,25 triliun) pada semester I tahun 2013. Amerika Serikat menjadi pasar ekspor kepiting terbesar dengan volume ekspor 5.711 ton senilai US$ 104,7 juta atau Rp 1,193 triliun Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 15

Pada 2010, volume ekspor kepiting ke Cina tercatat baru 967 ton senilai US$ 2,1 juta (Rp 23,9 miliar). Sejak 2011, volumenya melonjak 350 persen menjadi 4.379 ton senilai US$ 16,0 juta (Rp 182 miliar ). /09/18/092514527/Indonesia-Ekspor-Rp-2-Triliun-Kepiting). (http://www.tempo.co/read/news/2013 Tabel 10. Produksi dan Nilai Produksi Kepiting Nasional Tahun Produksi (ton) Nilai Produksi (US$) 2007 21.510 179.189.000 2008 20.713 214.319.000 2009 18.673 156.993.000 2010 21.537 208.424.000 2011 23.089 262.321.000 Sumber: KKP (2012) Permintaan ekspor kepiting bakau terus meningkat dan telah menjadikan komoditas ini sebagai salah satu andalan ekspor non migas yang pada tahun 2011 meraup devisa US $ 262.321.000. Namun kebutuhan ekspor kepiting bakau selama ini masih mengandalkan hasil penangkapan di muara sungai/ kawasan bakau. Apabila eksploitasi kepiting bakau ini semakin intensif dan tidak terkendali akan mengancam kelestarian sumber daya tersebut. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik maupun kebutuhan ekspor yang terus meningkat diperlukan upaya alternatif melalui usaha budidaya. 6.1.3. Deskripsi Value Chain Kepiting Bakau a. Deskripsi Produk Berbagai jenis kepiting hidup di ekosistem mangrove, menggali tanah sampai permukaan air sebagai adaptasi terhadap pasang surut perairan dan juga terhadap predator. Beberapa jenis kepiting dapat menggali lubang hingga 5 meter keluar dari sisi tebing sungai masuk ke mangrove. Pada kondisi lingkungan yang cocok, kepiting dapat bertahan hidup hingga mencapai umur 3-4 tahun dan mencapai ukuran lebar karapas maksimum lebih dari 200 mm (Perrine; Heasman dalam Bonine et al. 2008). Scylla sp betina matang gonad ukuran lebar karapas antara 80-120 mm (Hill; Heasman et al. dalam Bonine et al. 2008). Scylla sp jantan matang secara fisiologis ketika lebar karapas berukuran 90-110 mm. Kepiting bakau yang tertangkap ukuranya bervariasi. Berdasarkan ukuran dan harganya, kepiting hasil tangkapan nelayan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 16

- Kepitng A : adalah kepiting dengan isi 2 sampai kurang 5 ekor/kg harga berkisar antara Rp.35.000,- sampai dengan Rp. 45.000,-/kg. - Kepiting B: adalah kepiting dengan isi 6 sampai 10 ekor/kg harga berkisar antara Rp.20.000,- sampai dengan Rp. 35.000,-/kg. - Kepiting C adalah kepiting dengan isi lebih dari 10/kg harga berkisar antara Rp.12.000,- sampai dengan Rp. 17.000,-/kg. Harga kepiting bakau yang berukuran kecil relatif murah. Guna meningkatkan harga, maka kepiting kecil tersebut dibudidayakan sampai kepiting moulting. Kepiting bakau berukuran kecil, dipelihara dalam karamba sekitar dua minggu. Pada saat menjelang moulting, kepiting dipindahkan ke bak bersirkulasi dan ditunggu hingga moulting. Setelah moulting, dipanen dan dicuci dengan air tawar, kemudian disimpan dalam freezer (beku). Penangkapan kepiting bakau menggunakan bubu lipat dan one day fishing, antara lain dapat dijumpai di Desa Nipah Panjang, Desa Kubu, Desa Dabong dan Sungai Nibung. Bubu merupakan alat penangkap ikan yang bersifat pasif, sebagai perangkap, yakni kepiting mudah masuk namun sulit untuk keluar. Keberhasilan penangkapan menggunakan bubu tergantung konstruksi bubu, lama perendaman (soaking time) dan jenis umpan. b. Pelaku Utama dan Peranan Dalam value chain kepiting bakau di Kabupaten Kubu Raya, terdapat beberapa pihak yang menjadi pelaku utama (key market players), yaitu: 1) Penangkap ikan ( Nelayan), berperan sebagai produsen, melakukan penangkapan kepiting bakau dengan alat tangkap bubu lipat. Kegiatan penangkapan dilakukan di perairan sekitar hutan bakau. 2) Pembudidaya kepiting soka, yaitu pihak yang melakukan pembudidaya kepiting soka. Bibit berasal dari hasil tangkapan kepiting bakau berukuran kecil (kelas C, berukuran sekitar 80 gram/ekor atau lebih kecil). Kepiting ukuran kecil tersebut dibudidaya dalam karamba. Kepiting soka tersebut selanjutnya dijual ke Kota Pontianak, khususnya rumah makan/restauran. 3) Tauke atau Juragan atau Tengkulak, yaitu pedagang pengumpul hasil tangkapan nelayan, yang selanjutnya menjual kepiting ke agen di Kota Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 17

Pontianak. Tauke juga tempat para nelayan memperoleh pinjaman, baik untuk keperluan alat produksi (saprodi) maupun pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan tempat memasarkan kepiting hasil tangkapan. 4) Agen, yaitu pihak yang menerima kepiting bakau hidup atau kepiting soka beku untuk dijual ke konsumen lokal melalui hotel/rumah makan. 5) Konsumen merupakan rantai terakhir dari rangkaian pemasaran komoditas kepiting bakau, terutama konsumen di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak maupun beberapa kota besar di luar provinsi Kalimantan Barat, seperti Makasar, Surabaya, Jakarta dan Bali. c. Aliran Produk, Harga dan Marjin Suplai Input Bibit kepiting soka. Bibit untuk budidaya kepiting soka adalah kepiting hasil tangkapan nelayan yang berukuran kecil, yaitu antara 12 15 ekor per kilogram. Sebelum ada kegiatan budidaya kepiting soka, kepiting kecil ini seringkali tidak dimanfaatkan karena tidak laku dijual. Sarana produksi. Sarana produksi untuk kegiatan budidaya kepiting soka, seperti jaring, pompa air, aerator, pipa, freezer diperoleh dari Kota Pontianak. Tabel 11. Biaya Investasi Budidaya Kepiting Soka No Biaya Volume Satuan Harga Jumlah 1 Bak 4 Set 2.500.000 10.000.000 2 Keramba apung 1 Set 5.000.000 5.000.000 a. Blong b. Kayu 3 Freezer (50 kg) 1 Buah 11.600.000 11.600.000 4 Pompa air 1 Buah 500.000 500.000 5 Aerator 1 Buah 750.000 750.000 6 Pipa 10 Batang 40.000 400.000 7 Listrik 1 Bulan 500.000 500.000 8 Ikan rucah 60 Kg/bulan 1.500 900.000 9 Kepiting bakau 40 Kg 12.000 480.000 Jumlah 29.650.000 Biaya per trip (Rp) 2.254.167 Produksi per trip (kg) 30 s.d 50 kg Biaya per kg (Rp) 56.354 Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 18

Sarana produksi untuk penangkapan, seperti bahan-bahan pembuat bubu juga didapatkan dari Kota Pontianak. Hal ini karena ketersediaan barang-barang produksi di Kota Pontianak lebih lengkap, sehingga masyarakat cenderung berbelanja ke Kota Pontianak. Di samping barang-barang tersebut, untuk bahan bangunan pembuatan bak, dapat diperoleh di Kubu Raya. Teknologi Produksi Penangkapan kepiting bakau di Kabupaten Kubu Raya menggunakan alat tangkap bubu lipat. Penangkapan dapat dilakukan sepanjang tahun, terutama pada saat air pasang, sehingga sampan bisa masuk ke hutan bakau. Dalam satu bulan, jumlah hari penangkapan rata-rata 14 trip. Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal di kalangan nelayan, berupa jebakan, dan bersifat pasif. Alat ini berbentuk kurungan, seperti ruangan tertutup, sehingga kepting tidak dapat keluar. Bubu terbuat dari bambu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu, dan tali plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Alat tangkap bubu cocok dioperasikan di perairan dangkal, berkarang dan berpasir dengan kedalaman 2-7 m. Pengoperasian semua jenis bubu sama, yaitu dipasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan adanya kepiting. Pemasangan bubu ada yang dipasang secara tunggal dan juga ada yang beruntai. Pengangkatan bubu dilakukan setelah dipasang selama kurang lebih 10 jam. Dalam satu tahun penangkapan dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Desember atau hampir sepanjang tahun, dengan musim puncak pada bulan November sampai Maret dan musim paceklik bulan April sampai Oktober. Satu trip memasang 60 bubu, dengan produksi kurang lebih 5 kg/trip. Penangkapan dilakukan di perairan sekitar hutan mangrove. Kepiting soka adalah kepiting cangkang lunak atau disebut juga shoft shell. Bibit kepiting yang digunakan adalah kepiting berukuran sekitar 12 ekor/kg. Kepiting dipotong kaki-kakinya agar tidak bisa berjalan dan tidak merusak karamba. Kepiting selanjutnya dimasukkan ke dalam karamba untuk dibudidayakan. Lama pemeliharaan kepiting dalam karamba sekitar 15 hari. Pada saat akan moulting kepiting tersebut dipindahkan ke bak bersirkulasi dan ditunggu hingga moulting. Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 19

Kepiting yang moulting dipanen, sedangkan yang belum moulting dipelihara kembali. Kepiting yang telah moulting secepatnya dimasukkan ke dalam freezer agar segera membeku dan cangkangnya masih tetap lunak, untuk selanjutnya dijual ke Kota Pontianak. Perdagangan Nelayan menjual kepiting hasil tangkapannya kepada tauke/juragan. Tauke akan mengumpulkan kepiting dari para nelayan sampai dengan jumlah yang cukup. Setelah terkumpul, kepiting akan dijual kea gen atau ke rumah makan. Harga kepiting dibedakan menjadi 3 (tiga) kelas, sesuai dengan ukuran, yaitu kelas A (super, ukuran besar), B (ukuran sedang) dan C (ukuran kecil). Kepiting kelas C, karena masih kecil tidak dijual kea gen, tetapi dibudidaya menjadi kepiting soka. Kepiting kelas A dan B di jual ke agen atau langsung ke rumah makan atau hotel. Processing Penanganan kepiting bakau pasca penangkapan relatif sederhana. Kepiting bakau dibiarkan dalam kondisi hidup dan kaki-kakinya diikat agar tidak dapat bergerak. Kepiting bakau tersebut dikumpulkan dalam basket dalam posisi terlentang, untuk dibawa ke Kota Pontianak. Kepiting soka setelah dipanen dicuci bersih dan segera dimasukkan ke dalam freezer untuk dibekukan. Hal ini harus segera dilakukan, karena apabila terlambat maka cangkang kepiting segera mengeras dan tidak laku dijual sebagai kepiting soka. Pemasaran Pemasaran kepiting selama ini hanya tersebar di Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak. Nelayan menjual kepiting soka hasil tangkpaannya ke Tauke. Tauke mengelompokkan kepiting bakau berdasarkan ukuran (grading). Kepiting berukuran besar dijual ke agaen, restaurant/rumah makan atau hotel yang tersebar di Kubu Raya dan Kota Pontianak atau bahkan dipasarkan ke Kuching Malaysia, dengan harga dua kali lipat. Kepiting kecil (12 ekor/k g) dipelihara menjadi kepiting soka, yang selanjutnya dijual ke rumah makan atau hotel. Gambaran mengenai value chain kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 2. Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 20

Nelayan Bubu Lipat: Kepiting Hidup. Biaya produksi Rp. 19.500 Tauke: Kepiting Hidup Harga Rp. 12.000-45.000/Kg Agen Pontianak Kepiting Hidup Harga Rp 65.000 Rp.70.000 /Kg Rumah Makan: Rp. 170.000,- /kg Pembudidaya kepiting soka. Biaya prod: Rp.56.354/kg Agen Pontianak/ Restaurant Seafood Rp. 80.000/kg Gambar 2. Value chain Kepiting Bakau di Daerah Survei Harga kepiting bakau di tingkat nelayan bervariasi antara Rp. 12.000,- sampai dengan Rp 45.000,-/kg tergantung ukuran. Pada tingkat agen di Kota Pontianak, harga kepiting bakau hidup berukuran besar (Kelas A), dapat mencapai Rp. 65.000,- - 70.000,-/kg. Kepiting bakau asal Kabupaten Kubu Raya selanjutnya dijual ke restoran atau hotel. Hasil perhitungan biaya produksi kepiting disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya Investasi dan Operasional Penangkapan Kepiting Bakau No Pengeluaran Total (Rp) Jumlah trip per bulan adalah 14 trip, dikalikan 12 bulan, sehingga jumlah trip dalam setahun adalah 168 trip. Biaya produksi per trip diperoleh dari biaya investasi trip dan biaya operasional/trip. Jumlah biaya investasi per trip adalah Rp. 51.200,- dan biaya operasional per trip adalah Rp.46.000,-, sehingga jumlah biaya per trip produksi Rp. 97.200,-. Produksi kepiting per trip sebanyak 5 kg, maka biaya produksi per kilogram adalah Rp. 97.200,-/5 kg atau sebesar Rp. 19.500,-. Investasi untuk usaha budidaya kepiting soka adalah bak, karamba, freezer, pompa air, aerator dan instalasi air, besarnya sekitar Rp. 1 biaya investasi 8.600.000,- a perahu motor: 6.000.000,- b Sampan 500.000,- c Bubu 3.100.000,- 2 biaya operasional 46.000,- a Bensin, 4 liter @ Rp. 9.000,- 36.000,- b perbekalan 10.000,- 28.250.000,- Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 21

Harga jual kepiting soka pada tingkat agen adalah Rp. 80.000,-/kg. Dari agen kepiting soka dijual ke Kota Pontianak, diantaranya ke restauran seafood dan hotel. Produksi kepiting soka dapat dilakukan sepanjang tahun, dengan kapasitas produksi sekitar 30 kg-50 kg/pembudidaya sekali siklus (15 hari). Berdasarkan biaya investasi dan biaya operasional, didapatkan biaya produksi budidaya kepiting soka. Total biaya investasi sebesar Rp. 28.250.000,-. Investasi bak mempunyai umur ekonomis 5 tahun atau 60 bulan, kecuali freezer mempunyai umur ekonomis 10 tahun atau 120 bulan. Total biaya investasi per kg adalah Rp. 9.354,-, sedangkan untuk biaya operasional per kg adalah Rp. 47.000,-, sehingga total biaya produksi Rp. 56.354,-/kg. 6.1.4. Sistem Pendukung Sistem pendukung sebagai penunjang pengembangan komoditas di Kabupaten Kubu Raya adalah sebgai berikut: a. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kubu Raya dan Provinsi Kalimantan Timur bertugas membina dan membantu pengembangan sarana dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha perikanan. b. Beberapa perguruan tinggi yang dapat melakukan penelitian dan pengembangan terhadap komoditas Kepiting bakau, mulai dari teknologi pembenihan, budidaya kepiting soka, pengolahan hasil sampai pengolahan limbah cangkang dari usaha pengolahan budidaya kepiting soka. Adapun lembaga pendidikan tersebut di antaranya: a) Universitas Muhammadiyah Pontianak, Pontianak b) Universitas Panca Bhakti (UPB), Pontianak c) Universitas Tanjungpura, Pontianak d) Politeknik Putra Bangsa (POLPUBANG), Pontianak e) Politeknik Tonggak Equator (POLTEQ), Pontianak. c. Fasilitas jasa keuangan yang terdapat di Kabupaten Kubu Raya terdiri atas 8 bank dan 143 lembaga non perbankan. Akan tetapi dengan jarak yang relatif dekat dengan Kota Pontianak, akses perbankan juga mudah diperoleh di Kota Pontianak. d. Infrastruktur jalan dan listrik sudah ada di lokasi. Listrik yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan selama 24 jam setiap harinya karena menggunakan tenaga Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 22

disel. Kondisi jalan darat hanya dapat digunakan untuk sepeda motor, sehingga akses ke desa banyak ditempuh melalui sungai. 6.1.5. Kendala Utama dan Kemungkinan Solusi Berdasarkan hasil survei pemasaran, dapat dikemukakan beberapa permasalahan perikanan kepiting bakau di Kabupaten Kubu Raya dan kemungkinan solusinya. Tabel 13. Kendala Utama dan Kemungkinan Solusi Komoditas Kepiting Kendala Kemungkinan solusi Fasilitator Intervensi yang mungkin dilakukan Biaya transportasi pemasaran ke Kota Pontianak yang tinggi Nelayan memiliki keterbatasan modal usaha Budidaya kepiting soka dilakukan dengan cara budidaya yang tidak baik Pemasaran kolektif oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB), sehingga efesiensi biaya transportasi Perlunya lembaga keuangan non bank yang mudah diakses nelayan dan pembudidaya Melakukan pelatihan dan pendampingan pengembangan usaha kepiting soka Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinan Koperasi UKMM Dinas Kelautan dan Perikanan Perguruan Tinggi Penguatan kelompok membentuk KUB Penguatan kelompok membentuk KUB, sehingga dapat menyediakan modal usaha Menyiapkan tenaga pendamping yang kompeten 6.1.6. Perbaikan Value Chain dan Pendapatan a. Level Kabupaten 1) Penyediaan mode transportasi hasil perikanan yang murah. Persoalan kendala transportasi dalam mengangkut hasil perikanan dirasakan oleh seluruh penggiat usaha perikanan, sehingga diperlukan mode transportasi yang murah dan mudah, sehingga dapat memicu pertumbuhan ekonomi lokal. Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 23

2) Perlu ditetapkan zona reservat agar kelestarian rajungan di Kabupaten Kubu Raya dapat terjaga, dan pembentukan stok rajungan berkelanjutan. 3) Keberadaan koperasi nelayan perlu dioptimalkan dengan cara mensinergikan koperasi (KUD) di desa/negeri. Oleh karenanya KUD perlu dibina agar mampu menunjang kegiatan pengembangan perikanan di Kabupaten Kubu Raya. b. Tingkat Desa 1) Pembentukan dan penguatan kelembagaan nelayan, dengan pembentukan KUB. Kelembagaan KUB dapat dibentuk untuk optimalisasi pengadaan sarana produksi, proses pembelajaran bersama dan pemasaran kepiting bakau. KUB diharapkan meningkatkan posisi tawar pelaku usaha perikanan rakyat dalam proses negosiasi harga sehingga lebih kuat. 2) Mengembangkan budidaya kepiting soka. Sebagian hasil tangkapan kepiting adalah kepiting berukuran kecil, yang nilai jualnya rendah. Untuk meningkatkan harga kepiting kecil, nelayan (melalui kelompok) agar melakukan usaha budidaya kepiting soka. Nelayan Bubu Kelompok Budidaya Kepiting Soka KUB Agen RM/ Hotel KONSUMEN Gambar 3. Perbaikan Value chain Kepiting Bakau di Daerah Survei c. Tingkat Individu Pengembangan usaha penangkapan kepitin bakau. Kendala utama adalah modal usuha, sehingga perlu adanya bantuan untuk meningkatkan skala usaha nelayan kepiting bakau. Untuk menjamin keberlanjutan usaha, maka nelayan perlu bergabung dalam kelompok, sehingga bersama-sama dapat membentuk KUB. Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 24

6.2. KOMODITAS RAJUNGAN 6.2. 1 Supplai Pasar Rajungan merupakan salah satu jenis komuditas yang mempunyai potensi besar untuk menjadi komoditas ekspor, sebagai penghasil devisa negara dari sektor non migas. Gambaran tentang produksi dan nilai produksi rajungan di Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai berikut (Tabel 14). Tabel 14. Produksi dan Nilai Produksi Rajungan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun Kalimantan Barat Nasional Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp) Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp) 2008 258 3.764.480.000 38.838 704.002.436.000 2009 583 7.922.000.000 35.010 675.568.777.000 2010 636 8.431.600.000 42.998 779.532.566.000 Sumber: KKP (2011) Produksi rajungan di Provinsi Kalimantan Barat mempunyai kecenderungan naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2008 jumlah produksi rajungan sebanyak 258 ton naik pada tahun 2010 produksi mencapai 636 ton. Kenaikkan produksi rajungan di Provinsi Kalimantan Barat diikuti dengan kenaikkan nilai produksi yaitu tahun 2008 sebesar Rp. 3.764.480.000,- menjadi Rp. 8.431.600.000,-.. Produksi rajungan nasional mengalami fluktuasi. Tahun 2008 jumlah produksi sebesar 38.838 ton dan pada tahun 2011 sebesar 42.411 ton. Fluktuasi produksi berimbas pada nilai produksi rajungan secara nasional. Tahun 2008 nilai produksi sebesar Rp. 704.002.436.000,-, sedangkan pada tahun 2010 naik menjadi Rp. 779.532.566.000,-. 6.2. 2 Kebutuhan Pasar dan Potensi Pertumbuhan Permintaan terhadap komoditas rajungan, baik dari dalam maupun luar negeri, mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data periode tahun 1993 2002, volume ekspor rajungan mengalami peningkatan rata-rata 16,72 % per tahun, yaitu dari 6.081 ton pada tahun 1993 meningkat menjadi 11.226 ton pada tahun 2002. Nilai ekspor rajungan juga mengalami peningkatan pada periode yang sama, yaitu Survei Pemasaran Kabupaten Kubu Raya 25