KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM ADAT MINANGKABAU. Rahima Zakia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

Tanah Ulayat dan Kemisikinan Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG

PERKEMBANGAN SYARAT MENGGADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI KABUPATEN AGAM NAGARI KAMANG MUDIAK KIKKY FEBRIASI

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

BAB I PENDAHULUAN. gemerlap. Dimana dugem yang diadopsi dari dunia barat ini telah menjadi istiah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG. Skripsi

PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. putra dan timur asing, yang mempunyai upaya memaksa lagi pula tidak di

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

Registration Of The Ulayat Kaum Land Based On Personal Name Of Mamak Kepala Waris And Legal Consequences In Payakumbuh.

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang

PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

BAB I PENDAHULUAN. Pewarisan Harta Pencaharian Dalam Masyarakat Matrilineal. (Studi di Nagari Ulakan Kabupaten Padang Pariaman)

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI ( KAN ) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HARTA PUSAKO TINGGI DI KENAGARIAN TALANG MAUR PAYAKUMBUH

PROFIL PENERAPAN INKUIRI MORAL ALAM TAKAMBANG JADI GURU OLEH REMAJA AWAL DI KENAGARIAN AMPANG PULAI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN JURNAL

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY.

REPRESENTASI FUNGSI BUNDO KANDUANG PADA TOKOH MANDEH PIAH DALAM NOVEL LIMPAPEH KARYA A.R RIZAL ABSTRACT

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembagian kerja antara laki laki dan wanita telah ada, laki laki

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)

BAB VI PENUTUP. Penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan selama ini, cenderung

KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN

AR-40Z0 TUGAS AKHIR PERANCANGAN MASJID AGUNG PADANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah. Luhak Nan Tigo dan daerah Rantau. Luhak Nan Tigo merupakan tiga daerah

BAB II SISTEM KELUARGA JEPANG DAN SISTEM KELUARGA MINANGKABAU. Secara umum yang dimaksud dengan keluarga adalah adanya ibu, ayah dan

PEMBAGIAN WARIS HARTA PUSAKA RENDAH TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU KANAGARIAN KURAI

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU

BAB VII P E N U T U P. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: pertama, apakah struktur

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang

Peran Mamak Pada Masyarakat Minang Perantau Di Desa Merak Batin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

HASIL WAWANCARA. 4. Hari/Tanggal : Selasa/ 11 September Politik sedang mengadakan riset mengenai tugas dan fungsi Wali Nagari

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

DAFTAR PUSTAKA. A.A Navis, Alam Terkembang Jadi guru :Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta PT. Pustaka Grafitipers, 1986).

TRADISI MANGAKU INDUAK DAN MANIMBANG SALAH DALAM PERKAWINAN DI NAGARI TARATAK BARU KECAMATAN TANJUNG GADANG KABUPATEN SIJUNJUNG

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. salah satu suku bangsa dan budaya yang sangat unik diantara suku-suku bangsa yang

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG PARIAMAN

keluarga,atau dalam adat Minang disebut paruik, hingga lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk

OLEH: Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

PERUBAHAN PERANAN BUNDO KANDUANG DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MINANGKABAU MODERN. Sismarni. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

Transkripsi:

Jurnal Ilmiah Kajian Gender KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM ADAT MINANGKABAU Rahima Zakia Abstract Adat Minangkabau has the values of equality and gender justice. Men and women based on the status and function are given rights, obligations and responsibilities in proportion. Fairness and equality of cover sako and pusako heritage, as well as participation in decision making. Women as Bundo Kanduang has domestik and public roles. The man is like the proverbial "tali tigo sapilin". Keywords: Gender, adat Minangkabau, sako, pusako, dan pengambil keputusan A. Pendahuluan Gender merupakan salah satu isu, yang hangat dan menarik diperbincangkan. Istilah gender mengandung arti seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat dimana manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Dalam setiap masyarakat selalu ada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, sehingga dikenal dengan peran gender yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender sesungguhnya merupakan hal yang biasa atau suatu kewajaran sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender dapat menyebabkan pembagian peran dan tanggung jawab yang berlebih pada salah satu pihak, yakni perempuan atau laki-laki. Perbedaan gender ternyata telah menyebabkan munculnya berbagai ketidakadilan gender yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat. Ketidakadilan gender tentu perlu diperjuangkan menjadi keadilan atau kesetaraan gender. Kesetaraan dan keadilan 39

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Adat Minangkabau gender adalah kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dalam aspek sosiologis, sistem nilai, wawasan, strategi pembangunan, selaras, serasi dan seimbang. Kesetaraan gender berarti kondisi yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan, politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan termasuk pertahanan keamanan nasional. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Beberapa upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender tentu telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat melalui pengkajian dan sosialisasi dalam berbagai aspek, diantaranya yang terkandung dalam nilai dan norma adat Minangkabau di Sumatera Barat yang terkenal dengan falsafah, Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah. Tulisan ini akan membahas tentang nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender dalam norma adat minangkabau dan implikasinya dalam keluarga dan masyarakat. B. Nilai-Nilai Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Norma Adat Minangkabau Adat Minangkabau memilki kaidah atau norma pokok berdasarkan ketentuan alam nyata yang disusun menjadi pepatah petitih berupa ketentuan dari adat itu sendiri. Norma adat Minangkabau mengatur berbagai aspek kehidupan baik secara individu, keluarga, dan bermasyarakat sehingga tercipta hubungan antar manusia yang harmonis, persatuan yang kokoh untuk mencapai tujuan bersama. Pada bagian ini akan dikemukakan nilai-nilai kesetaraan dan keadailan gender dalam norma adat Minangkabau dalam aspek ekonomi dan waris serta dalam aspek musyawarah dan pengambilan keputusan. 40

Jurnal Ilmiah Kajian Gender 1. Norma Adat Minangkabau dalam Aspek Ekonomi dan Waris Perempuan menduduki posisi yang istimewa dalam adat Minangkabau, karena keturunan dan kesatuan keluarga didasarkan kepada garis keturunan ibu. Menurut Idrus Hakimi (2004) kaum ibu (bundo kandung) di Minangkabau mempunyai kedudukan yang istimewa tentang sistem keturunan, sawah, ladang, dan rumah tempat kediaman, bukan berarti laki-laki tidak mendapatkan tempat di dalam adat Minangkabau. Laki-laki di Minangkabau yang dipandang sepintas lalu tidak mempunyai rumah dan hak ekonomi, sebenarnya dia mempunyai dua rumah dan dua sumber ekonomi, rumah saudaranya yang perempuan (dunsanak) dan rumah isterinya, begitu juga dengan sawah ladang. Adat Minang memperhitungkan dan mengatur sedemikian rupa hak-hak bagi perempuan, termasuk sumber ekonomi. Sitem keturunan matrilinial dilengkapi dengan syarat ekonomi dan tempat kediaman. Aturan pokok perkawinan di Minangkabau jika terjadi perceraian, sang suami yang pergi dari rumah isteri, sehingga perempuan yang dicerai suaminya tidak akan mengalami kekecewaan dan kesulitan dalam kehidupan di bidang ekonomi dan tempat kediaman. Di sisi lain laki-laki di rumah istrinya turut mengelola tanah pertanian/usaha keluarga istrinya, dan dalam waktu bersamaan ia juga memperoleh hak ekonomi dari keluarga besarnya atau dari saudaranya. Berdasarkan kenyataan itu, terlihat bahwa di Minangkabau laiki-laki dan perempuan memiliki hak ekonomi yang sama. Dilihat dari norma adat Minangkabau dalam aspek waris (sako dan pusako), diketahui bahwa dalam menurunkan sako dan pusako tentu tidak saja diperuntukkan bagi kaum laki-laki saja, tetapi juga untuk kaum perempuan. Amir (2004: 94) mengemukakan: kekayaan yang immaterial disebut juga pusako kebesaran, seperti; 1) gelar penghulu, 2) garis keturunan ibu yang juga disebut dengan sako indu atau perilaku, atau peribawa yang diterima dari aliran darah sepanjang garis ibu. Istilah sako indu ini dipersamakan dengan istilah matrilineal, 3) petatah petitih dan hukum adat, 4) tata krama atau adat sopan santun. 41

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Adat Minangkabau Sako, kekayaan tanpa wujud dalam adat Minang diwariskan secara turun temurun menurut jalur tertentu. Kutipan di atas mengindikasikan bahwa Adat Minang memperlakukan anak kemenakan laki-laki dan perempuan secara adil dan setara berdasarkan posisi yang harus mereka terima. Pada kutipan di atas dijelaskan bahwa garis penghulu diwariskan secara turun temurun kepada kemenakan laki-laki, sedangkan garis keturunan diwariskan secara turun temurun kepada anak perempuan. Pepatah petitih, Hukum Adat dan tata krama diwariskan kepada semua anak, kemenakan laki-laki, dan kemenakan perempuan dalam suatu nagari bahkan seluruh ranah Minang. Dengan demikian ada perimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam sako. Seperti dikemukakan di atas, gelar diberikan pada kemenakan laki-laki dari garis keturunan ibu, dan perempuan memperoleh keunggulan sebagai pelanjut garis keturunan, dan sebagai bundo kanduang (tempat bertanya dan berberita). Pusako atau harato pusako adalah segala kekayaan materi, seperti hutan tanah, sawah ladang, tabek dan parak, tanbak dan kebun, rumah dan pekarangan, pandam pakuburan, perhiasan dan uang, balai dan masjid, peralatan dan lain-lain. Menurut Amir (2007) harato pusako terbagi dua yaitu harta pusako tinggi dan harta pusako rendah. Harta pusako tinggi adalah segala harta pusako yang diwarisi secara turun temurun sesuai dengan pantun berikut: Biriek-biriek tabang kasawah (birik-birik terbang ke sasak) Dari sasak turun kahalaman (dari sasak turun ke halaman) Dari niniek turun kemamak (dari ninik turun kepada mamak) Dari mamak ka kamanakan (dari mamak kepada kemenakan) Sedangkan harta pusako rendah adalah segala harta hasil pencarian dari bapak bersama ibu selama ikatan perkawinan, yang diwariskan kepada anak perempuan, ditambah dengan pemberian mamak dan tungganai kepada kemenakannya dari hasil pencarian mamak dan tungganai sendiri. Harta pusako rendah yang ditema anak 42

Jurnal Ilmiah Kajian Gender lelaki, diwariskan kepada dunsanak perempuannya atau kepada kemenanakannya. Penggunaan harta pusako dalam kondisi yang sulit dibolehkan dengan cara digadaikan. Menurut Amir (2007) tindakan gadai merupakan perbuatan yang diperbolehkan adat, hal itu dilakukan karena terdesak kehidupan atau keadaan terpaksa yang membutuhkan uang tunai secepatnya atau keadaan darurat. Keadaan darurat menurut adat Minang ada empat, yaitu: 1) mayat tabujue tengah rumah (Mayat terbujur di tengah rumah), 2) gadih gadang tak balaki (gadis dewasa belum bersuami), 3) mambangkik batang tarandam (Membangkit batang terandam), dan 4) rumah gadang katirisan atau panutuik malu diri (Rumah gadang yang bocor atau penutup harga diri) Adat Minang sangat memperhatikan kaum perempuan, bahkan ketika perempuan dewasa yang belum bersuami dijadikan kondisi darurat yang dibolehkan menggadai harta pusako. Karena jika kemenakan perempuan belum bersuami akan sangat merisaukan keluarga, apalagi kalau anak tunggal tentu keluarga cemas akan punah. Untuk itu, mungkin perlu dicari orang jemputan untuk menjadi suami dengan memberi uang jemputan. Pada situasi darurat lainnya, merupakan hak yang sama untuk laki-laki dan perempuan, seperti: mayat tabujua ditangah rumah, rumah gadang katirisan, mambangkik batang tarandam. Dengan demikian nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek ekonomi kaum ibu (bundo kandung) di Minangkabau mempunyai kedudukan yang istimewa tentang sistem keturunan, sawah, ladang, dan rumah tempat kediaman. Di sisi lain laki-laki di Minangkabau mempunyai hak ekonomi, dengan dua sumber rumah saudaranya yang perempuan (dunsanak) dan rumah isterinya, begitu juga dengan sawah ladang. Sedangkan dari aspek waris Sako, kekayaan tanpa wujud dalam adat Minang diwariskan secara turun temurun menurut jalur tertentu. Adat Minang memperlakukan anak kemenakan laki-laki dan perempuan secara adil dan setara berdasarkan posisi yang harus mereka terima. Garis penghulu diwariskan secara turun temurun kepada kemenakan laki-laki, sedangkan garis keturunan 43

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Adat Minangkabau diwariskan secara turun temurun kepada anak perempuan. Pepatah petitih, Hukum Adat dan tata krama diwariskan kepada semua anak, kemenakan laki-laki, dan kemenakan perempuan dalam suatu nagari bahkan seluruh ranah Minang. Dengan demikian ada perimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam sako. Seperti dikemukakan di atas, gelar diberikan pada kemenakan laki-laki dari garis keturunan ibu, dan perempuan memperoleh keunggulan sebagai pelanjut garis keturunan, dan sebagai bundo kanduang tempat bertanya dan berberita. 2. Norma Adat Minangkabau dalam Aspek Pengambilan Keputusan atau Musyawarah Bundo kandung merupakan bagian dari unsur-unsur Kerapatan Adat Nagari (KAN) tercakup pada unsur urang ampek jinih. Dalam pemerintahan KAN yang termasuk urang nan ampek jinih adalah niniek mamak, cadiek pandai, alim ulama, dan bundo kandung. Dalam bahasa Minag, orang yang ampek jinih digambarkan : a. Niniek mamak (Ninik Mamak) 44 Nan gadang basa batuah (Orang besar yang bertuah) nan dianjuang tinggi (yang dianjuang menjadi tinggi) mambalah maampalau (menyatukan dan memperkuat) mamapeh mandatakan (memepat dan meratakan) mamacik naroco adie (memegang neraca adil) mamagang bungka nan piawai (memegang anak timbangan yang benar) b. Cadiak Pandai (Cerdik Pandai) Nan cadiak biopari (orang yang cerdik pandai) Tau diereng jo gendeng (yang tahu dengan gelagat) tau dicakak jo kaik (tahu dengan perangkap dan kaitan) pandai manarah manalakang (pandai menata dan mengukir) pandai marapek dalam aie (pandai menghilang dalam air)

Jurnal Ilmiah Kajian Gender mambuhue indak mambuku (membuhuk tidak membuku) mauleh indak mangasan (menyambung tidak mengesan) c. Alim Ulama Suluh bendang dalam nagari (suluh penerang dalam nagari) palito nan tak namuah padam (pelita yang tak kunjung padang) duduaknyo bacamin kitab (duduknya bercermin Kitabullah) tagak nan rintang jo pituah (tegaknya sibuk member pituah) d. Bundo Kanduang (Bundo Kandung) Limpapeh rumah nan gadang(rama-rama penghias rumah gadang) sumarak di dalam kampuang (semarak di dalam kampung) hiasan dalam nagari (hiasan dalam nagari) kok iduik tampek banasa (waktu hidup tempat bernazar) kok mati tampek baniat (kalau meninggal tempat berniat) kaunduang-unduang ka Madinah (sebagai pelindung ke Madinah) ka payuang panji kasarugo (sebagai paying panji untuk ke sorga) cahayo rumah selendang dunie (cahayo rumah selendang dunia) Amir, 2007:52) Posisi perempuan dalam adat Minangkabau sangat menentukan termasuk dalam mengambil keputusan. Perempuan sebagai bundo kanduang menjadi sumber utama dan penentu dalam mengambil keputusan. Dalam musyawarah adat materi keputusan dan segala yang akan diputuskan terlebih dahulu dinkonsultasikan dan diminta persetujuan oleh mamak ke bundo kanduang. Hasil keputusan yang diambil dalam musyawarah disampaikan kembali pada bundo kanduang, karena implementasi keputusan dilaksanakan dan dikoordinir bersama dengan bundo kanduang. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender dalam adat Minangkabau, pada aspek ekonomi dan waris, kaum ibu mempunyai kedudukan yang istimewa 45

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Adat Minangkabau tentang sistem keturunan, sawah, ladang, dan rumah tempat kediaman. Sedangkan laki-laki mempunyai hak ekonomi, dengan dua sumber rumah saudaranya yang perempuan (dunsanak) dan rumah isterinya, begitu juga dengan sawah ladang. Dari aspek waris Sako, kekayaan tanpa wujud dalam adat Minang diwariskan secara turun temurun menurut jalur tertentu. Adat Minang memperlakukan anak kemenakan laki-laki dan perempuan secara adil dan setara berdasarkan posisi yang harus mereka terima. Garis penghulu diwariskan secara turun temurun kepada kemenakan laki-laki, sedangkan garis keturunan diwariskan secara turun temurun kepada anak perempuan. Pepatah petitih, Hukum Adat dan tata krama diwariskan kepada semua anak, kemenakan lakilaki, dan kemenakan perempuan dalam suatu nagari bahkan seluruh ranah Minang. Posisi perempuan Minangkabau dalam mengambil keputusan sebagai bundo kanduang menjadi sumber utama dan penentu dalam mengambil keputusan. Dalam musyawarah adat materi keputusan dan segala yang akan diputuskan terlebih dahulu dinkonsultasikan dan diminta persetujuan oleh mamak ke bundo kanduang. Hasil keputusan yang diambil dalam musyawarah disampaikan kembali pada bundo kanduang, karena implementasi keputusan dilaksanakan dan dikoordinir bersama dengan bundo kanduang. C. Implikasi Nilai-Nilai Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Keluarga dan Masyarakat Minangkabau 1. Perempuan dalam Keluarga dan Masyarakat. Peran perempuan dalam adat minangkabau memiliki posisi yang strategis dalam membina dan mensejahterakan keluarga untuk keselamatan dan kesuksesan hidup dunia akhirat seperti terungkap dalam pepatah minang berikut: 46 Bundo Kanduang (bundo Kandung) Limpapeh rumah nan gadang (rama-rama penghias rumahgadang) sumarak di dalam kampuang (semarak di dalam kampung)

Jurnal Ilmiah Kajian Gender hiasan dalam nagari (hiasan dalam nagari) kok iduik tampek banasa (waktu hidup tempat bernazar) kok mati tampek baniat (kalau meninggal tempat berniat) kaunduang-unduang ka Madinah (sebagai pelindung ke Madinah) ka payuang panji kasarugo (sebagai payung panji ke sorga) cahayo rumah selendang dunie (cahayo rumah selendang dunia) (Amir, 2007:52) Pepatah Minang di atas mengindikasikan bahwa posisi perempuan dalam adat Minangkabau sangat menentukan. Bundo Kanduang (Bundo kandung) limpapeh rumah nan gadang berperan sebagai suri tauladan di tengah-tengah keluarga, yang berarti seorang bundo kanduang memberikan contoh peri laku yang baik terhadap anak dan kemenakannya. Sumarak di dalam kampuang (semarak di dalam kampung), hiasan dalam nagari (hiasan dalam nagari) artinya perempuan Minang berperan di dalam nagari memberi semangat dan kehidupan terhadap generasi muda serta member motivasi dalam nagari untuk ikut serta membangun dan memperjuangkan nagari, sekaligus melaksanakan pelestarian adat Minangkabau. Bundo kanduang dalam keluarga kok iduik tampek banasa (waktu hidup tempat bernazar) kok mati tampek baniat (kalau meninggal tempat berniat) artinya perempuan di Minangkabau berperan untuk memberikan perlindungan pisik dan psikis, memberi makan ketika anggota keluarga merasa lapar dan memberi minum ketika haus, serta memberikan perlindungan terhadap anggota keluarga. Bundo kanduang dalam keluarga disebut dengan kaunduang-unduang ka Madinah (sebagai pelindung ke Madinah), artinya bundo kanduang berperan dalam keluarga untuk memotivasi semangat kerja yang tinggi, hidup berhemat, sehingga tercapai cita-cita menunaikan ibadah haji. Dengan menerapkan program rencana jangka panjang yang dinukilkan dengan pepatah adat menanam tanaman tua, seperti: kelapa, cengkeh, karet dan lain sebagainya. Rencana jangka pendek dengan menanam tanaman muda, seperti menanam cabe, jagung, padi, ubi dan lain sebagainya. Pemahaman ini agar ekonomi keluarga di Minangkabau tetap stabil sampai hari tua. Jika dikaitkan dengan 47

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Adat Minangkabau kondisi masyarakat dewasa ini, karena keterbatasan lahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat Minang, maka rencana jangka panjang dan jangka pendek untuk mensejahterakan keluarga dimasa datang diarahkan pada peningkatkan pendidikan atau disebut dengan investasi pendidikan. Selain itu, peran perempuan dalam keluarga memberikan pembinaan mental kepada anggota keluarga, agar anak senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT, supaya menjadi manusia yang taqwa. Sebagai perujudan ka payuang panji kasarugo (sebagai payuang panji untuk ke sorga). Figur seorang bundo kandung (perempuan) dalam Adat Minangkabau untuk memperilihatkan fitrah seorang perempuan yang mencurahkan sepenuhnya perhatian pada keluarga, di samping berupaya mewujudkan cita-cita anak-anaknya melalui pendidikan yang bersandikan ketentuan adat minangkabau dan agama Islam (Jamaris, 2004: 127). Posisi perempuan di Minangkabau cukup strategis dan menentukan dalam pengambilan keputusan, bahkan suatu kegiatan tidak terlaksana tanpa keterlibatan perempuan, pepatah mengatakan : perempuan itu samuik tainjak indak mati, alu talantuang patah tiga, maksudnya perempuan itu memiliki kelembutan dan sekaligus ketegasan dalam mengambil keputusan. Contoh: ketika ada yang akan diputuskan oleh ninik mamak tentang batagak panghulu, sebelum dan sesudah keputusan itu dibuat, maka dibicarakan dan disetujui oleh bundo kanduang. Contoh lain, apabila ada penjualan, pembelian harta, hibah, pagang gadai, maka perempuan selalu diikutsertakan. Perempuan Minangkabau menjalan dua peran, yaitu peran domistik dan peran publik. Peran domistik yaitu peran yang dimainkan dalam rumah tangganya sendiri (sebagai ibu dari anak-anaknya, sebagai istri dari suaminya, dan sebagai saudara dari saudaranya. Peran publik yaitu perannya sebagai ipar, bisan, menjadi pedagang dan pekerjaan lain yang membantu ekonomi rumah tangga. Perempuan Minang digambarkan sebagai orang menyulam di rumah tangganya. 48

Jurnal Ilmiah Kajian Gender Hal ini bukan hanya terkandung makna harfiah, tetapi juga mengandung makna simbolik yang cukup dalam yang menjelaskan peranan ganda perempuan itu sendiri. Sebagai penyulam, perempuan Minang digambarkan sebagai orang yang kreatif, tidak hanya tinggal diam di rumah menunggu suami bekerja. Perempuan Minang digambarkan sebagai orang yang pandai menyulam, juga mempunyai makna sebagai mempersatukan yang terserak, yang mempunyai kearifan dan orang yang mampu menyelesaikan masalah. Karena perempuan Minang itu memegang peranan kunci dalam rumah tangganya, ia sebagai perencana, sebagai pundi harta bahkan dapat digambarkan sebagai penulis skenario dan sekaligus sebagai sutradara. Pada saat diadakan musyawarah, perempuan juga sangat memegang peranan penting. Sebelum acara akan dimulai, biasanya diminta kata persetujuan terlebih dahulu kepada bundo kanduang. Acara bisa jadi tidak terlaksana karena tanpa persetujuan bundo kanduang. Begitu juga posisi tempat duduk dalam rumah gadang ketika diadakan rapat atau musyawarah kaum. Bundo kanduang menempatkan posisi yang sejajar dengan laki-laki. Bahkan peran bundo kanduang itu dalam adat Minangkabau disebut sebagai punca yaitu pemegang otoritas. 2. Laki-Laki dalam Keluarga dan Masyarakat Laki-laki dalam keluarga dan masyarakat Minangkabau memiliki banyak peran atau fungsi, berbagai penjelasan tentang lakilaki di Minangkabau, menyatakan bahwa laki-laki itu memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dengan peran perempuan dalam keluarga dan adat Minangkabau. Ia sebagai ayah dalam rumah tangga, sebagai mamak atau kemenakan di dalam kaumnya, dalam ungkapan, sebagai pengawas dan pemelihara atas harta dan perempuan. Peran itu telah disepakati terdiri dari orang ampek jinih: (1) ninik mamak (Penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut ninik mamak nan gadang basa batuah, atau nan di amba gadang, nan di junjung tinggi, sebagai suatu legitimasi masyarakat nan di 49

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Adat Minangkabau lewakan). (2) alim ulama (Bisa juga disebut dengan panggilan urang siak, tuanku, bilal, katib nagari atau imam suku, dll dalam peran dan fungsinya sebagai urang surau pemimpin agama Islam. Gelaran ini lebih menekankan kepada pemeranan fungsi ditengah denyut nadi kehidupan masyarakat (anak nagari), (3) cerdik pandai, terdiri dari anak nagari yang menjabat jabatan pemerintahan, para ilmuan, perguruan tinggi, hartawan, dermawan, (4) urang mudo, para remaja, angkatan muda, yang dijuluki dengan nan capek kaki ringan tangan, nan ka disuruah di sarayo), (5) bundo kanduang, kaum ibu yang sesungguhnya ditangan mereka terletak garis keturunan dalam sistim matrilinineal dan masih berlaku hingga saat ini). Dengan demikian, terlihat bahwa nagari di Minangkabau tidak hanya sebatas pengertian ulayat hukum adat namun yang lebih mengedepan dan paling utama adalah wilayah kesepakatan antar berbagai komponen masyarakat didalam nagari itu yang mempunyai keseimbangan antara kemajuan dibidang rohani dan jasmani. Jiko mangaji dari alif, Jiko babilang dari aso, Jiko naiak dari janjang, Jiko turun dari tanggo.(mas ud Abidin, (2000). Figur ninik mamak menekankan kepada kepemimpinan atau panutan yang sejalan antara sikap dan perilaku berdasarkan pesanpesan adat minangkabau dan ajaran Islam (Jamaris, 2004: 127). Anak dipangku kamanakan dibimbing (anak dipangku, kemenakan dibimbing). Pepatah minang ini mempunyai makna bahwa tanggung jawab laki-laki di Minangkabau digambar sebagai kepala keluarga di dalam keluarganya, dan sebagai mamak atas kemenakannya di rumah saudaranya yang perempuan. Bapak membesarkan anaknya dengan harta pencariannya, sedangkan Mamak membimbing kemenakan dengan harta pusaka. Peranan mamak di Minangkabau digambarkan dalam pepatah Minang berikut ini: Nan gadang basa batuah (Orang besar yang bertuah) nan dianjuang tinggi (yang dianjuang menjadi tinggi) 50

Jurnal Ilmiah Kajian Gender mambalah maampalau (menyatukan dan memperkuat) mamapeh mandatakan (memepat dan meratakan) mamacik naroco adie (memegang neraca adil) mamagang bungka nan piawai (memegang anak timbangan yang benar) Pepatah Minang di atas mempunyai makna, bahwa peran ninik mamak sangat mulia, orang yang dibesarkan, nan dianjuang tinggi, artinya orang yang dimuliakan dan dihargai, kata-katanya didengarkan oleh anak kemenakan-nya, ia memiliki wibawa dan kharisma, sehingga anak kemenakannya tidak mau meremehkannya. Mambalah maampalau, maksudnya: seorang mamak dalam sebuah suku atau kaum ia berperan sebagai orang yang menyatukan dan memperkuat silaturrahmi. Bila ada diantara kemenakannya yang berselisih, ia berperan sebagai orang yang mnyelesaikan persengketaan tersebut. Sehingga perselisihan tidak terjadi beralrut-larut. Karena mamak arif dan cepat tanggap atas sesuatu yang terjadi terhadap kemenakannya. Bila ia menyelesaikan masalah, ia berupaya suapaya tindakannya seadil mungkin, tibo di paruik indak dikampihkan, tibo dimato indak dipiciangkan. Maksudnya selalu berlaku adil dalam bertindak dan mengambil keputusan baik dengan orang yang terdekat maupun tidak. D. Kesimpulan Adat Minang mempunyai nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender dengan memberikan nilai-nilai hak dan kewajiban serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan secara proporsional sesuai dengan status dan fungsinya baik dalam keluarga, masyarakat adat maupun dalam pemerintahan adat. Pada aspek ekonomi dan waris, kaum perempuan mempunyai kedudukan yang istimewa tentang sistem keturunan, sawah, ladang, dan rumah tempat kediaman. Lakilaki mempunyai hak ekonomi, dengan dua sumber rumah saudaranya yang perempuan dan rumah isterinya. Sedangkan dari aspek waris Sako, kekayaan tanpa wujud dalam adat Minang diwariskan secara turun temurun menurut jalur tertentu. Perempuan sebagai bundo 51

Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Adat Minangkabau kanduang menjadi sumber utama dan penentu dalam mengambil keputusan. Implikasi nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga perempuan memiliki posisi sebagai bundo kanduang, yang memiliki peran domistik dan publik. Peranan laki-laki di Minangkabau dalam adat, juga diibaratkan dalam pepatah Minang tali tigo sapilin. E. Referensi Amir. Adat Minangkabau: Pola Tujuan Hidup Orang Minang. PT Mutiara Sumber Widya, Jakarta 2007 Boestami, dkk. Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau.Penerbit Esa Padang. Jakarta 1992 Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu, Rangkaian Mustika Adat basandi Syarak di Minangkabau, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004 Jamaris Jamna. Pendidikan Matrilineal. Guna Tama: Padang Sumbar. 2004 LKAAM Sumbar, Pelajaran Adat Minangkabau (Sejarah dan Budaya), 1989 Mas ud Abidin, Perempuan di Minangkabau, http://www.scribd.com/buya Mas ud Abidin. 52