PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)"

Transkripsi

1 1 PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK) Mifta Nur Rizki Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum ABSTRAK Judul Skripsi : Peranan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Minangkabau (Studi Kasus di Nagari Sulit Air-Kabupaten Solok) Suku Minangkabau yang bermukim di Sumatera Barat dikenal memiliki sistem kekeluargaan Matrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak perempuan serta mengutamakan hakhak perempuan dibanding dengan hak-hak yang diperoleh laki-laki, tidak terkecuali dalam hal pengelolaan Pusako. Salah satu bentuk Pusako adalah tanah ulayat. Dalam masalah tanah ulayat ini, sering terjadi permasalahan sengketa antar masyarakat di Minangkabau. Penyelesaian sengketa ini, salah satunya dilakukan melalui Kerapatan Adat Nagari yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Hal tersebut menarik untuk diteliti, dengan pokok permasalahan bagaimanakah peranan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan masalah atau sengketa tanah ulayat di Minangkabau khususnya di Nagari Sulit Air. Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis-sosiologis didasarkan pada data primer dan data sekunder. Dari hasil penelitian didapat bahwa Peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air sudah melemah dan mengalami kemerosotan. Kata Kunci : Tanah Ulayat, Kerapatan Adat Nagari, Nagari Sulit Air. Pendahuluan Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman suku. menghasilkan sistem kekerabatan yang berbeda pula. Secara umum, Indonesia mengenal adanya tiga sistem kekerabatan yaitu Patrilineal, Matrilineal dan Bilateral, untuk memperhitungkan adanya hubungan darah atau keluarga diantara masyarakatnya. 1 Patrilineal adalah sistem kekerabatan yang memperhitungkan garis keturunan melalui pihak ayah (laki-laki), sehingga anak-anak yang lahir baik laki-laki dan perempuan mempunyai hubungan hukum dengan ayah dan keluarga ayahnya misalnya pada Batak. Matrilineal adalah sistem kekerabatan yang memperhitungkan garis keturunan melalui pihak ibu (perempuan), sehingga anak-anak yang lahir baik laki-laki dan perempuan mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya misalnya pada suku Minangkabau. Bilateral adalah sistem kekerabatan dimana yang menghubungkan darah itu dihitung sekaligus serentak melalui ayah dan ibu, sehingga anak- 1 Soerjono Soekanto (a), Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1983), hal

2 2 anak yang lahir baik laki-laki dan perempuan mempunyai hubungan hukum dengan kedua orang tuanya beserta keluarga kedua orang tuanya misalnya pada Jawa. Masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal yaitu menarik garis keturunan melalui pihak ibu. Sehingga anak-anak yang terlahir baik laki-laki maupun perempuan, menarik garis keturunan melalui ibunya. Minangkabau merupakan salah satu suku dari sekian banyak suku-suku yang di Indonesia. Secara geografis administratif, masyarakat Minangkabau berdiam di bagian barat pulau Sumatera. Sebagian anggota masyarakatnya terdiri dari petani yang hidup dari hasil mengolah tanah, sehingga disebut sebagai masyarakat agraris. Sebagai masyarakat agraris, tanah merupakan hal yang penting dan utama untuk dimiliki baik secara pribadi maupun secara kelompok. Tanah tidak hanya dibutuhkan sebagai tempat tinggal, namun juga sebagai sumber mata pencaharian, misalnya pertanian, dan sebagainya, serta sebagai alat kebanggaan dan harga diri 2. 3 Sehingga, tanah memiliki arti penting bagi masyarakat Minangkabau. Oleh karenanya, Masyarakat Minangkabau mempunyai falsafah mengenai tanahnya. Falsafah tanah dari masyarakat Minangkabau, yaitu: tanah merupakan lambang bagi martabat hidup mereka. Kaum atau orang-seorang yang tidak mempunyai tanah barang sebingkah dianggap sebagai orang kurang. Siapa yang tidak mempunyai tanah dipandang sebagai orang malakok (melekap = menempel) yang tidak jelas asal-usulnya. Tanah merupakan sebagai tempat lahir, tempat hidup dan tempat mati mereka. 4 Tidak hanya itu, ada dua hal yang menyebabkan tanah itu mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, yaitu karena sifatnya, dan karena faktanya 5. Karena sifatnya dikatakan bahwa tanah itu merupakan satu-satunya harta benda kekayaan yang meski mengalami masa yang bagaimanapun, namun tetap tidak berubah, bahkan semakin memberikan keuntungan 6. Sedangkan faktanya, bahwa dihamparan tanah tersebut dijadikan sebagai : 7 a. Tempat tinggal persekutuan atau kaum 2 Alat kebanggaan dan harga diri maksudnya adalah dianggap mempunyai status sosial yang lebih tinggi atau dengan kata lain memiliki derajat yang lebih tinggi. 3 A.A Navis, Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: Grafitipers, 1986), hal Ibid. 5 Edison M.S dan Nasrun Dt. Marajo Sungut, Tambo Minangkabau Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau, (Bukit tinggi: Kristal Multimedia, 2012), hal Ibid. 7 Ibid., hal

3 3 b. Memberikan sumber kehidupan bagi seluruh anggota kaum c. Merupakan tempat penguburan manusia yang telah meninggal dunia Berdasarkan penjelasan diatas tampak jelas pentingnya arti dan fungsi tanah bagi masyarakat Minangkabau. Pada hukum tanah adat Minangkabau tanah merupakan milik bersama masyarakat, baik itu milik nagari ataupun milik suku, meskipun demikian hak perorangan atas tanah pun tetap diakui pula. Tanah tersebut dikenal sebagai tanah ulayat yang penguasaannya berada di tangan penghulu. Hak masyarakat yang melekat di atas tanah disebut dengan hak ulayat. Pada hukum waris adat Minangkabau, tanah digolongkan kedalam harta pusaka yang dapat berupa harta pusaka rendah atau tinggi, dimana atas kepemilikannya itu bersifat kolektif. Namun bukan berarti hak milik perorangan tidak diakui sama sekali. Hak milik perorangan atas tanah terjadi ketika tanah diperoleh secara hibah atau dengan jual-beli tanah dengan uang sendiri. 8 Berdasarkan gambaran umum mengenai kepemilikan tanah diatas, sering timbul masalah yang kemudian tidak jarang meningkat menjadi sengketa tanah. Salah satu tempat untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut adalah melalui Kerapatan Adat Nagari atau biasa disebut dengan peradilan adat. Ada berbagai pendapat yang berkembang dalam masyarakat tentang penyelesaian sengketa tanah ulayat, ada yang berpendapat sebaiknya sengketa tanah ulayat cukup diselesaikan oleh KAN setempat, dan tidak perlu diajukan ke pengadilan. Di lain pihak menyatakan bahwa sengketa tanah ulayat terlebih dulu diselesaikan oleh KAN setempat, apabila para pihak yang bersengketa tidak merasa puas, dapat mengajukan ke pengadilan. Adapula yang berpendapat, sengketa tanah ulayat tak perlu diselesaikan oleh KAN setempat, para pihak langsung mengajukan ke pengadilan, alasan mereka berdasarkan pengalaman serta putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Berdasarkan paparan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan yang akan diangkat oleh Penulis adalah: (1) Bagaimana kedudukan dan peranan lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam struktur pemerintahan adat Minangkabau? (2) Bagaimanakah peranan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan masalah atau sengketa tanah ulayat di Minangkabau? Secara umum, penelitian ini bertujuan Menjelaskan mengenai kedudukan dan peranan lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) di dalam struktur hukum adat Minangkabau serta 8 Ibid., hal.264.

4 4 Menjelaskan kedudukan dan peranan lembaga Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan sengketa Tanah Ulayat di Minangkabau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Bentuk Penelitian yang digunakan yuridis-sosiologis yang menekankan pada penggunaan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka, dan penelitian secara empiris yang diperoleh langsung dari masyarakat. Tipologi penelitian ini dilihat dari tujuannya merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan lebih dalam mengenai suatu gejala. 9 Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa studi dokumen dengan menggunakan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, putusan Kerapatan Adat Nagari serta buku-buku yang mana bahan-bahan tersebut akan digunakan sebagai landasan hukum dalam penelitian ini, serta menggunakan wawancara/interview dan kuesioner. Teknik sampling yang dipergunakan adalah purposive sampling yaitu penetuan responden untuk tujuan tertentu saja 10. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah studi dokumen buku-buku mengenai Hukum Adat Minangkabau, wawancara dengan anggota Kerapatan Adat Nagari dan masyarakat tempat penelitian, serta pengamatan di tempat penelitian. Sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata dengan meneliti dan mempelajari obyek penelitian yang utuh. 11 Bentuk akhir penelitian ini akan menghasilkan penelitian yang deskriptif-analisis yakni menggambarkan dan menjelaskan permasalahan tanah ulayat beserta peranan dan kedudukan KAN di Sulit Air. Pembahasan Kerapatan Adat Nagari di Minangkabau Penyelesaian sengketa baik itu sengketa sako dan pusako dalam masyarakat adat di Sumatera Barat diselesaikan melalui Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat pengertian Kerapatan Adat Nagari tertera pada 9 Sri Mamudji, et.al,, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum, 2005), hal Ibid., hal Ibid., hal. 67.

5 5 Pasal 1 butir j yang berbunyi Lembaga Perwakilan Permusyawaratan dan Permufakatan Adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di tengahtengah masyarakat nagari di Sumatera Barat. Pada Pasal 4 Ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 dijelaskan bahwa unsur-unsur dari Kerapatan Adat Nagari terdiri dari : a) Ketua dan atau Pucuk Adat; b) Datuk-Datuk Kaampek Suku; c) Penghulu-Penghulu Andiko; d) Urang Ampek Jinih Menurut Hukum Adat di Minangkabau apabila terjadi suatu sengketa dalam kaum masyarakat hukum adat diselesaikan oleh mamak kepala waris dalam kaum. Kemudian bila putusan tidak memuaskan salah satu pihak maka diselesaikan dalam Kerapatan Adat Nagari yang bersangkutan, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Adapun fungsi dan tugas Kerapatan Adat Nagari (KAN) secara rinci diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 yang pernah berlaku. Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 mengatur tentang fungsi nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat sebagai berikut: a. Membantu pemerintah dalam mengusahakan kelancaran pelaksanaan pembangunan di segala bidang, terutama dibidang kemasyarakatan dan budaya; b. Mengurus urusan hukum adat dan adat istiadat dalam nagari; c. Memberi kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut harta kekayaan masyarakat nagari guna kepentingan hubungan keperdataan adat juga dalam hal adanya persengketaan adat juga dalam adanya persengketaan atau perkata adat; d. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai adat Minangkabau, dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan Minangkabau pada khususnya; e. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan Nagari untuk kesejahteraan masyarakat Nagari. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa fungsi-fungsi tersebut pada ayat (1) di atas dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) berdasarkan asas musyawarah dan mufakat,

6 6 alur dan patut sepanjang tidak bertentangan dengan adat basandi syarak. Adapun tugas dari Kerapatan Adat Nagari (KAN) adalah: a. Mengurus, dan mengelola hal-hal yang berkaitan dengan adat sehubungan dengan Sako, Pusako dan Sangsako; b. Menyelesaikan perkara-perkara perdata adat dan adat istiadat ; c. Mengusahakan perdamaian dan memberikan nasehat-nasehat hukum terhadap anggota masyarakat yang bersengketa sertamemberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut sepanjang adat atau silsilah keturunan/ranji; d. Mengembangkan kebudayaan Anak Nagari dalam upaya melestarikan kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya khasanah kebudayaan nasional; e. Membina masyarakat hukum adat Nagari menurut Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah. f. Melaksanakan pembinaan dan mengembangkan nilai-nilai adat Minangkabau dalam rangka mempertahankan kelestarian Adat dalam Nagari; g. Bersama Pemerintahan Nagari menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan Nagari untuk kesejahteraan masyarakat Nagari. Sedangkan fungsi dari Kerapatan Adat Nagari (KAN) ada beberapa macam, yaitu : a. Sebagai Lembaga yang mengurus dan mengelola adat di Nagari. b. Sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan adat; c. Sebagai Lembaga Peradilan Adat; d. Mengurus urusan hukum Adat dan adat Istiadat dalam Nagari; e. Memberikan kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut harta kekayaan masyarakat guna kepenytingan keperdataan adat, juga dalam hal adanya persengketaan atau perkara perdata adat; f. Fungsi-fungsi tersebut ayat (1) dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari berdasarkan azas musyawarah dan mufakat menurut alua jo patuik sepanjang tidak bertentangan dengan Adat Bersandi Syara, Syara Bersandi Kitabullah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan Adanya Lembaga Kerapatan Adat Nagari Akhir-akhir ini tidak dapat dipungkiri bahwa kasus sengketa yang mewarnai Pengadilan di Sumatera Barat khususnya di Pengadilan Negeri Solok banyak sekali bersumber dari masalah harta pusaka. Kasus sengketa itu ada yang bersifat individu dan ada yang bersifat antar kaum. Masalah-masalah tersebut tentu erat kaitannya dengan fungsi

7 7 Kerapatan Adat Nagari di tengah-tengah masyarakat Minangkabau. Sebab Kerapatan Adat Nagari merupakan lembaga tertinggi di Nagari yang diatur dalam Peraturan Daerah untuk menyelesaikan segala macam bentuk masalah yang berkaitan dengan sako jo pusako. Masyarakat Minangkabau dalam mengatur tata cara kehidupan masyarakat, apabila terjadi suatu sengketa maka dibutuhkan peranan Kerapatan Adat Nagari. Hal ini telah menjadi keputusan Pemerintahan yaitu keputusan Pemerintahan Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Barat, dimuat dalam buku proses lahirnya Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983 yaitu dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 015/GSB/1968 tentang Diadakannya Kerapatan Adat Nagari (KAN) kemudian dalam Surat Keputusan Gubernur tentang Nagari di Wilayah Tingkat I Propinsi Sumatera Barat dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 156/GSB/1974 diatur kembali fungsi dari Kerapatan Adat Nagari ini. Dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 156/GSB/1974 terlihat dengan nyata seperti pada Pasal 14 bahwa Kerapatan Adat Nagari berfungsi sebagai lembaga masyarakat dalam melaksanakan peradilan adat dan agama serta memberikan pertimbangan kepada Wali Nagari. Dalam Pasal 1 dari SK Gubernur itu Nomor 156/GSB/1974 mengatakan lagi bahwa Kerapatan Adat Nagari berfungsi sebagai lembaga musyawarah untuk mufakat dari pemukapemuka masyarakat Nagari yang dipandang patut mewakili kepemimpinan suku dan jorong. Dilihat dari fungsi Kerapatan Adat Nagari yang sekarang ini telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 jelaslah bahwa perkara yang timbul dari sako dan pusako ini adalah tanggung jawab Kerapatan Adat Nagari untuk menyelesaikan secara damai. Namun kalau kita lihat dalam kenyataannya ditengah-tengah masyarakat hukum adat, fungsi Kerapatan Adat Nagari tersebut belum berjalan dengan baik. Hal itu sungguh mengkhawatirkan anggota masyarakat Nagari yang seolah-olah KAN hanya sebagai lambang saja atau pelengkap organisasi kekerabatan yang harus dilestarikan bukan untuk melaksanakan fungsinya dengan baik. Peranan Kerapatan Adat Nagari di Minangkabau Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan segala macam bentuk masalah yang berkaitan dengan sako jo pusako memiliki peranan sebagai berikut: Pertama, Kerapatan Adat Nagari sebagai lembaga kemasyarakatan dan Pemerintahan dapat menetapkan sanksi adat kepada anggota/warga yang melakukan kesalahan berupa pelanggaran adat mirip dengan Kepala Kantor yang menghukum pegawai yang tidak disiplin. Kedua, Kerapatan Adat Nagari Sebagai Mediator (Penengah). Mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan penengah, baik berupa individu, beberapa orang atau lembaga. Ketiga, Kerapatan Adat Nagari Sebagai Arbitrator (Wasit). Arbitrase adalah penyelesaian sengketa melalui orang atau badan yang ditunjuk oleh

8 8 pihak yang bersengketa sebelum atau setelah terjadi sengketa. Berbeda dengan Mediator, arbitrator mempunyai kewengan memutus seperti pengadilan. 12 Peranan Kerapatan Adat Nagari (KAN) juga dijelaskan pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1983, yakni sebagai berikut : a. Mengurus dan mengelola hal-hal yang berkaitan dengan adat sehubungan dengan sako dan pusako; b. Menyelesaikan perkara-perkara perdata adat dan adat istiadat; c. Mengusahakan perdamaian dan memberikan kekuatan hukum terhadap anggotaanggota masyarakat yang bersengketa serta memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut sepanjang adat; d. Mengembangkan kebudayaan masyarakat Nagari dalam upaya melestarikan kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya khazanah kebudayaan nasional; e. Menginventarisasi, menjaga, memelihara dan mengurus serta memanfaatkan kekayaan nagari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nagari; f. Membina dan mengkoordinir masyarakat hukum adat mulai dari kaum menurut sepanjang adat yang berlaku pada setiap nagari, berjenjang naik bertangga turun yang berpucuk kepada Kerapatan Adat Nagari, serta memupuk rasa kekeluargaan yang tinggi ditengah-tengah masyarakat nagari dalam rangka meningkatkan kesadaran sosial dan semangat kegotong-royongan; g. Mewakili nagari dan bertindak atas nama dan untuk Nagari untuk masyarakat hukum adat nagari dalam segala perbuatan hukum di dalam dan di luar peradilan untuk kepentingan dan atau hal-hal yang menyangkut dengan hak dan harta kekayaan milik Nagari. Memperhatikan bunyi ayat (2) Pasal ini maka Keputusan-keputusan Kerapatan Adat Nagari menjadi pedoman bagi Kepala Desa dalam rangka menjalankan Pemerintahan Desa dan wajib ditaati oleh seluruh masdyarakat dan aparat pemerintah berkewajiban membantu menegakkannya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian bahwa keberadaan Kerapatan Adat Nagari ditengah-tengah masyarakat sangat didambakan, baik dalam mempertahankan kelestarian adat, adat nan indak lapuak de hujan, nan indak lakang dek paneh, atau dalam menunjang kelanjutan dan kesinambungan pembangunan sehingga nampaklah kerjasama dan keselarasan serta bahu membahu antara pemerintah dan masyarakat. Wewenang Kerapatan Adat Nagari 12 Bachtiar Abna Dt. Rajo Suleman (a), loc. cit., hal

9 9 Sebagai suatu organisasi, penghulu dalam suatu Nagari, Kerapatan Adat Nagari mempunyai wewenang sebagai berikut: 13 a. Membantu pemerintah dalam mengusahakan kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan di segala bidang, terutama kemasyarakatan dan budaya b. Mengurus urusan hukum adat dan istiadat dalam Nagari c. Memberi kedudukan hukum menurut Hukum Adat terhadap halhal yang menyangkut harta kekayaan masyarakat Nagari guna kepentingan hubungan keperdataan adat juga dalam hal adanya persengketaan atau perkara-perkara adat d. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai adat Minangkabau, dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan Minangkabau pada khususnya e. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan Nagari untuk kesejahteraan Nagari Sebelum terbentuknya Kerapatan Adat Nagari, para penghulu mempunyai wewenang lebih banyak hubungan ke dalam. Kerapatan Adat Nagari di nagari Sulit Air 1. Kedudukan Kerapatan Adat Nagari dalam Struktur Pemerintahan Adat di nagari Sulit Air Kerapatan Adat Nagari (KAN) adalah suatu lembaga tertinggi didalam adat disetiap nagari di Minangkabau, begitu juga di nagari Sulit Air. Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sulit Air merupakan himpunan dari pada ninik mamak atau penghulu yang mewakili suku atau kaumnya yang dibentuk berdasarkan atas hukum adat nagari Sulit Air. Semua hasil mufakat yang didapat melalui Kerapatan Adat Nagari Sulit Air ini disampaikan kepada anggota sukunya. Kerapatan Adat Nagari Sulit Air berkedudukan sebagai Lembaga Adat masih diakui oleh masyarakatnya sebagai lembaga penyelesaian masalah adat atau biasa disebut dengan peradilan adat. Hal ini dapat dilihat dari setiap adanya sengketa adat ( baik itu masalah waris adat, adat-istiadat, dan tanah ulayat), masih ada masyarakat nagari Sulit Air yang menyelesaikannya melalui Kerapatan Adat Nagari. 2. Peranan Kerapatan Adat Nagari dalam Struktur Pemerintahan Adat di nagari Sulit Air Penjelasan sebelumnya menjelaskan bahwa kedudukan Kerapatan Adat Nagari masih diakui oleh masyarakat nagari Sulit Air. Namun seiring perkembangan zaman, peranannya 13 Indonesia, loc. cit., Ps. 3 ayat (1). Pada pasal 3 ayat (2) Peraturan Daerah ini dikatakan bahwa Fungsifungsi tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari berdasarkan asas musyawarah dan mufakat menurut alur dan patut sepanjang tidak bertentangan dengan adat basandi syarak, syarak nasandi kitabullah untuk kepentingan ketertiban, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat Nagari.

10 10 dalam struktur pemerintahan adat mengalami penurunan, khususnya dalam penyelesaian masalah tanah ulayat. Meskipun masih dijumpai masyarakat nagari Sulit Air yang menyelesaikan sengketa melalui Kerapatan Adat Nagari, namun masih banyak juga dijumpai masyarakat yang menyelesaikan melalui pengadilan negeri. Meskipun Peraturan Daerah No. 2 tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari menjelaskan bahwa Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan lembaga tertinggi di nagari yang diakui oleh pemerintah dalam menyelesaikan segala macam bentuk masalah anak kemenakan termasuk yang berkaitan dengan masalah sako jo pusako. Namun banyaknya masyarakat nagari Sulit Air yang lebih memilih menyelesaikan tidak melalui Kerapatan Adat Nagari, mengakibatkan peranannya dalam struktur pemerintahan adat di nagari Sulit Air mengalami penurunan atau kemorosotan. Tidak hanya itu, kurang berperannya para ninik mamak juga menjadi salah satu alasan mengapa peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air mengalami penurunan dan kemorosotan. Hampir sebagian besar Datuk-Datuk di nagari Sulit Air merantau dan tidak berdomisili di nagari Sulit Air, yang ada justru hanya para wakil dari masing-masing datuk saja. Hal ini membuat melemahnya peran ninik mamak terhadap kaumnya. Melemahnya peran ninik mamak berdampak juga kepada Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. 3. Peranan Kerapatan Adat Nagari dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Nagari Sulit Air Nagari Sulit Air seperti juga nagari-nagari lain di Minangkabau mempunyai lembaga Kerapatan Adat Nagari. Beranggotakan 57 orang dari keempat suku yang ada, dalam proses penyelesaian sengketa, Kerapatan Adat Nagari Sulit Air menganut campuran dari kedua kelarasan dengan prinsip duduk dengan musyawarah 14. Nagari Sulit Air menganut kelarasan Koto Piliang, namun Kerapatan Adat Nagari, khususnya dalam proses penyelesaiannya, menyelesaikan sengketa secara musyawarah duduk bersama-sama sehingga keputusan didapat atas musyawarah mufakat, bukan keputusan pimpinan saja. 15 Untuk mengetahui sejauh mana peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air, peneliti menyebarkan kuesioner kepada dua puluh responden, yang terbagi atas sepuluh orang yang pernah mengalami sengketa tanah ulayat dan sepuluh orang yang belum pernah mengalami sengketa tanah ulayat. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana 14 Wawancara dengan Ketua KAN nagari Sulit Air periode , Nasrul Dt.Majo Indo, tanggal 17 Januari Ibid.

11 11 peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air bagi masyarakat yang pernah beperkara dan yang belum pernah berpekara. Hasil dari kuesioner akan dituangkan pada bentuk tabel yang dimulai dari bentuk-bentuk masalah tanah ulayat yang terjadi di nagari Sulit Air. Dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 diperoleh jawaban bahwa separuh responden atau 50% dari dua puluh responden yang pernah mengalami sengketa tanah ulayatnya, adalah: Tabel 1 Bentuk/Jenis Tanah Ulayat No Jenis Suku Tanah LP LS S P T & % 1 Tanah Pusaka Tanah Ulayat = 45% Kaum 3 Tanah Ulayat = 5% Suku 4 Tanah Milik Lain-lain Total dan % 3=15% 3=15% 2=10% 2=10% 10 = 50% (Keterangan : LP = Limo Panjang; LS = Limo Singkek; S = Simabur; P = Piliang; T&% = Total dan Persentase) Tabel 2 Bentuk Masalah Tanah Ulayat No Bentuk Suku T & % Masalah LP LS S P 1 Masalah/sengketa = 10% pemanfaatan tanah dan pembagian hasil 2 Masalah/sengketa = 10% batas-batas tanah ulayat 3 Masalah/sengketa = 20% warisan tanah 4 Masalah/sengketa = 10% gadai dan atau jual beli tanah 5 Lain-lain Total dan % 3=15% 3=15% 2=10% 1=5% 10 = 50% (Keterangan : LP = Limo Panjang; LS = Limo Singkek; S = Simabur; P = Piliang; T&% = Total dan Persentase) Dari isi tabel 2 diketahui bahwa terdapat empat bentuk masalah tanah ulayat di nagari Sulit Air. Bila diurutkan dari yang paling sering terjadi, Bentuk pertama adalah masalah/sengketa warisan tanah. Bentuk kedua adalah masalah/sengketa batas-batas tanah

12 12 ulayat. Bentuk ketiga adalah masalah/sengketa pemanfaatan tanah dan pembagian hasil. Bentuk keempat adalah masalah/sengketa gadai dan atau jual beli tanah. Namun dari bentuk-bentuk sengketa yang terjadi di Nagari Sulit Air, sepuluh dari dua puluh responden yang pernah mengalami sengketa tanah ulayat menyelesaikan melalui (dapat dilihat pada tabel berikut): No Tabel 3 Cara Penyelesaian Masalah Tanah Ulayat Yang Ditempuh Cara yang di tempuh Suku T & % LP LS S P 1 Menyelesaikan sendiri = 15% secara nusyawarah mufakat 2 Mengajukan ke = 20% instansi yang berwenang seperti pengadilan 3 Menyelesaikan = 15% menurut adat secara berurut dari tungganai/mamak kepala waris hingga ke KAN atau langsung membawa ke KAN 4 Lain-lain Total dan % 3=15% 3=15% 2=10% 2=10% 10 = 50% (Keterangan : LP = Limo Panjang; LS = Limo Singkek; S = Simabur; P = Piliang; T&% = Total dan Persentase) Tabel diatas menunjukkan mayoritas dari jumlah responden yang pernah mengalami sengketa tanah ulayat yaitu 20% memilih menyelesaikan dengan mengajukan ke instansi yang berwenang seperti pengadilan, 15% memilih menyelesaikan sendiri secara nusyawarah mufakat dan 15% memilih menyelesaikan menurut adat secara berurut dari tungganai/mamak kepala waris hingga ke Kerapatan Adat Nagari atau langsung membawa ke Kerapatan Adat Nagari. Sedangkan sepuluh orang responden (50%) lainnya yang menjawab belum pernah mengalami masalah tanah ulayat, seandainya kemudian mengalami sengketa tanah ulayat, menjawab akan menyelesaikan melalui: Tabel 4

13 13 Cara Penyelesaian Yang Dipilih Oleh Yang Belum Pernah Mengalami Masalah Tanah Ulayat No Cara yang di Suku T & % tempuh LP LS S P 1 Menyelesaikan sendiri secara nusyawarah mufakat 2 Mengajukan ke instansi yang berwenang seperti pengadilan 3 Menyelesaikan menurut adat secara berurut dari tungganai/mamak kepala waris hingga ke KAN atau langsung membawa ke KAN = 10% = 25% = 15% 4 Lain-lain Total dan % 3=15% 2=10% 3=15% 2=10% 10 = 50% (Keterangan : LP = Limo Panjang; LS = Limo Singkek; S = Simabur; P = Piliang; T&% = Total dan Persentase) Tabel diatas menunjukkan mayoritas dari jumlah responden yang pernah mengalami sengketa tanah ulayat yaitu 25% memilih menyelesaikan dengan mengajukan ke instansi yang berwenang seperti pengadilan. 10% memilih menyelesaikan sendiri secara nusyawarah mufakat dan 15% memilih menyelesaikan menurut adat secara berurut dari tungganai/mamak kepala waris hingga ke Kerapatan Adat Nagari atau langsung membawa ke Kerapatan Adat Nagari. Jawaban dari seluruh responden diatas bila akumulasikan baik yang pernah mengalami maupun yang belum pernah mengalami, yaitu 45% dari 20 responden (9 orang) memilih menyelesaikan dengan mengajukan ke instansi yang berwenang seperti pengadilan, 30% dari 20 responden (6 orang) memilih menyelesaikan menurut adat secara berurut dari tungganai/mamak kepala waris hingga ke Kerapatan Adat Nagari atau langsung membawa ke Kerapatan Adat Nagari dan 25% dari 20 responden (5 orang) memilih menyelesaikan sendiri secara nusyawarah mufakat. Tabel-tabel diatas menunjukan peranan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan masalah tanah ulayat sudah melemah, dapat dilihat dari angka 30% yang mana lebih rendah dari angka 45% (melalui instansi yang berwenang). Responden cenderung memilih

14 14 menyelesaikan masalah tanah ulayat melalui instansi yang berwenang dengan alasan bahwa memiliki kekuatan hukum tetap atau mengikat. Contoh-contoh kasus dari tabel-tabel tersebut yang pernah terjadi di Nagari Sulit Air adalah: 1. Kasus sengketa antara kaum Dt.Polong Sati dan kaum Dt.Endang Pahlawan dari suku Simabur di Tambulun Sulit Air, dimana yang menjadi pokok permasalahannya mengenai batas-batas tanah ulayat dari masing-masing kaum. Kasus ini terjadi karena masing-masing kaum mengaku memiliki batas tanah ulayat yang menurut para kaum telah melewati batas masing-masing tanah ulayat. Seperti batas tanah ulayat kaum Dt.Polong Sati telah memasuki wilayah tanah ulayat kaum Dt.Endang Pahlawan, begitu pula sebaliknya. Cara penyelesaian yang digunakan oleh para pihak diselesaikan secara adat berurut dari tungganai/mamak kepala waris hingga ke Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. 2. Kasus sengketa pemanfaatan tanah dan pembagian hasilnya pernah dialami oleh salah satu kaum suku Limo Panjang. Kasus ini dialami oleh Nofiarti dengan kemenakannya (tidak disebutkan namanya). Kasus ini bermula karena Nofiarti tidak mendapatkan hasil kebun dari tanah kaum Nofiarti yang dikelola oleh kemenakannya. Kemenakannya tidak membagi keuntungan dari tanah kaum kepada Nofiarti. Cara penyelesaian yang digunakan oleh para pihak diselesaikan secara adat berurut dari tungganai/mamak kepala waris hingga ke Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. 3. Kasus sengketa gadai dan jual beli tanah pernah dialami oleh satu kaum Simabur. Kasus ini dialami oleh Indra Doni. Indra Doni menggadaikan tanah kaum nya kepada sesama kaum suku Simabur juga. Namun hal ini tidak disetujui oleh anggota kaum nya, sehingga Indra Doni diancam akan dilaporkan ke pihak yang berwenang. Namun sebelum dilaporkan, para kaum tersebut sepakat untuk mencoba menyelesaikan sendiri secara musyawarah mufakat dan bila tidak mencapai kesepakatan bersama maka akan diajukan kepada Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. 4. Kasus sengketa warisan tanah juga sedang dialami salah satu anggota kaum Limo Panjang, yaitu oleh Bujang Sedih. Namun Bujang menyelesaikan kasus ini langsung ke Pengadilan Negeri Solok karena menganggap cara penyelesaian yang lain kurang menjamin kepastian hukum dan keadilan, serta dianggap prosesnya lebih lama, sulit dan mahal.

15 15 Meskipun terdapat Surat Edaran Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Barat No.W.3.DA tanggal 27 Mei 1985 tentang penyelesaian sengketa pusaka tinggi agar terlebih dahulu melalui Kerapatan Adat Nagari, serta pada Pasal 12 dan 13 dalam Perda No.16 Tahun 2008 menjelaskan bahwa: Pasal 12 (1) Sengketa tanah ulayat di nagari diselesaikan oleh Kerapatan Adat Nagari menurut ketentuan sepanjang adat yang berlaku, bajanjang naiak batanggo turun dan diusahakan dengan jalan perdamaian melalui musyawarah dan mufakat dalam bentuk keputusan perdamaian. (2) Apabila keputusan perdamaian tidak diterima oleh pihak yang bersengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 maka pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan negeri. (3) Keputusan Kerapatan Adat Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menjadi bahan pertimbangan hukum atau pedoman bagi hakim dalam mengambil keputusan. Pasal 13 (1) Sengketa tanah ulayat antar nagari, diselesaikan oleh Kerapatan Adat Nagari antar nagari yang bersengketa, menurut ketentuan sepanjang adat yang berlaku secara musyawarah dan mufakat dalam bentuk perdamaian. (2) Apabila tidak tercapai penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka pemerintah Kabupaten/Kota maupun Propinsi dapat diminta untuk menjadi mediator. (3) Apabila tidak tercapai penyelesaiaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dapat mengajukan perkaranya ke pengdilan negeri. Namun banyaknya hakim yang cenderung menerima perkara-perkara tersebut tanpa terlebih dahulu diselesaikan oleh Kerapatan Adat Nagari, semakin membuat masyarakat cenderung langsung memilih jalur pengadilan. 16 Para hakim tersebut bepegangan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 10 ayat (1), yaitu Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Tidak hanya itu, dengan hilangnya Surat Edaran Pengadilan Tinggi yang menghimbau seluruh Pengadilan Negeri Sumatera Barat untuk menyelesaikan sengketa tanah ulayat terlebih dahulu harus melalui Kerapatan Adat Nagari, dianggap sebagai salah satu alasan kenapa masalah tanah ulayat dapat langsung diselesaikan ke Pengadilan Negeri Solok 16 Hasil wawancara dengan Awaluddin Hendra, S.H, salah satu Hakim di Pengadilan Negeri Solok pada tanggal 22 januari 2013 pukul WIB.

16 16 tanpa melalui Kerapatan Adat Nagari Sulit Air, karena dianggap bahwa Surat Edaran Pengadilan Tinggi Sumatera Barat tersebut sudah tidak berlaku lagi. 17 Hasil penyelesaian masalah tanah ulayat yang diselesaikan secara adat dianggap sering dan akan cenderung berat sebelah (hanya memuaskan salah satu pihak) serta dianggap tidak punya kekuatan hukum tetap atau mengikat membuat responden yang pernah mengalami masalah tanah ulayat cenderung tidak memilih menyelesaikan secara adat. 18 Tidak semua responden yang pernah mengalami masalah tanah ulayat menyelesaikan masalahnya melalui Kerapatan Adat Nagari, adanya responden yang menyelesaikan sendiri secara nusyawarah mufakat dan mengajukan ke instansi yang berwenang seperti pengadilan, menunjukkan bahwa kurang sebagian besar dari responden kurang percaya terhadap peranan Kerapatan Adat Nagari sendiri. Responden cenderung tidak percaya pada peranan Kerapatan Adat Nagari (dalam hal ini mengenai sengketa tanah ulayat), disebabkan oleh: 19 a. Kurangnya kepercayaan dari responden terhadap peranan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan masalah atau sengketa tanah akan dilakukan secara adil, dan penyelesaian tersebut dapat memberi kepastian hukum. b. Penyelesaian yang dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari tidak mempunyai kekuatan mengikat, antara lain seperti sanksi apabila salah satu pihak melanggar kesepakatan yang telah dibuat. c. Penyelesaian yang dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari tidak cepat, jangka waktunya lama dan hampir sama dengan jangka waktu yang diselesaikan melalui Pengadilan, tidak mudah karena prosesnya bertingkat dan tidak murah karena setiap mengadakan pertemuan harus menyediakan makanan dan minuman. Seperti yang dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, salah satu yang menyebabkan melemahnya peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air adalah kurang berperannya para ninik mamak yang ada di Nagari Sulit Air. Hampir sebagian besar Datuk-Datuk di nagari Sulit Air merantau dan tidak berdomisili di nagari Sulit Air, yang ada justru hanya para wakil dari masing-masing datuk saja serta kurang pedulinya para ninik mamak yang ada di 17 Ibid. 18 Hasil wawancara dengan Firdaus, Wali Nagari Sulit Air periode pada tanggal 23 januari 2013 pukul WIB 19 Hasil dari kuesioner dan wawancara dengan Erwin Saman, S.H, Advokasi Hukum Masyarakat Nagari Sulit Air pada tanggal 26 januari 2013 pukul WIB.

17 17 rantau terhadap kemenakannya. 20 Hal ini membuat melemahnya peran ninik mamak dalam hal pengawasan terhadap kaumnya. Karena jauhnya jarak antara para ninik mamak dan kemenakannya menyebabkan para ninik mamak tersebut tidak mengetahui permasalahanpermasalahan yang dialami oleh kemenakannya. Tidak hanya itu, kurang pedulinya para ninik mamak yang berada di rantau membuat para kemenakan atau kaumnya yang bersengketa mengambil jalur penyelesaiannya sendiri tanpa merundingkan dengan para ninik mamaknya, baik itu langsung menyelesaikan melalui pengadilan ataupun cara penyelesaian lainnya. Hal ini menyebabkan permasalahan yang seharusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan menjadi besar hingga bisa diajukan ke pengadilan. Melemahnya peran ninik mamak juga mengakibatkan melemahnya peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. 21 Melemahnya Kerapatan Adat Nagari Sulit Air juga dikarenakan adanya perubahan pada masyarakat disana. Bila dahulu masyarakat nya bersifat komunal, sekarang sudah mulai mengalami perubahan yaitu menjadi individual. Masyarakat disana sudah banyak yang hanya mulai memikirkan diri sendiri. Sehingga hukum adat pun lama kelamaan mulai melemah. Salah satu bukti bahwa sistem adat mulai mengalami penurunan adalah banyaknya ditemukan penyelesaian sengketa melalui pengadilan, yang juga berdampak pada peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. Analisa Kasus Sengketa Tanah Ulayat Di Nagari Sulit Air Yang Diselesaikan Melalui Kerapatan Adat Nagari Kasus yang dibahas dalam skripsi ini adalah kasus mengenai kepemilikan tanah. Persengketaan lahan sawah antara keturunan alm.tima sebagai ahli waris dari persukuan Limo Panjang anak kemenakan Dt.Tamaruhun dengan seorang bernama Suardiato (Edi) CS dari persukuan Limo Singkek anak kemenakan Dt. Pito Bosa, yang mana sawah tersebut terletak di Jorong Siaru Sulit Air Kecamatan X Koto Diatas Kabupaten Solok. Dalam kasus ini yang menjadi pokok permasalahan adalah Suadiarto mengaku memiliki lahan sawah yang terletak di Jorong Siaru Sulit Air, sedangkan keturunan alm.tima mengaku pemilik sawah tersebut yang mendapatkannya dengan hibah. Sawah tersebut dihibahkan oleh seorang laki-laki bernama Sikaruang kepada alm.tima. pemberian tersebut dituangkan dalam bentuk surat hibah yang dibuat pada tahun Wawancara dengan Ketua KAN nagari Sulit Air periode , Nasrul Dt.Majo Indo, tanggal 24 Januari 2013 pukul WIB. 21 Ibid.

18 18 Hasil akhir dari kasus ini adalah sawah yang terletak di Jorong Siaru dipercaya menjadi milik alm.tima dan keturunannya berdasarkan atas adanya surat hibah yang dimilikinya. Hibah yang dimaksud juga dapat dibenarkan oleh adat, sesuai alur dan patut menjadi milik yang menerima hibah. Meskipun sudah adanya keputusan dari Kerapatan Adat Nagari, namun Suardiato yang merasa tidak puas mengajukan sengketa ini ke Pengadilan Negeri Solok. Hal ini membuktikan bahwa Kerapatan Adat Nagari tidak bisa menyelesaikan perkara ini secara adat, karena adanya pihak yang merasa tidak puas karena hasil keputusannya tidak dapat diterima oleh kedua belah pihak. Kerapatan Adat Nagari seharusnya dapat membuat keputusan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, sehingga sengketa tersebut tidak perlu sampai ke tingkat Pengadilan. Hal ini juga membuktikan bahwa adanya penurunan dan kemerosotan dalam peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. Penutup Kesimpulan : 1. Kedudukan lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam struktur pemerintahan adat Minangkabau sebagai Lembaga Adat masih diakui oleh masyarakatnya sebagai lembaga penyelesaian masalah adat atau biasa disebut dengan peradilan adat. Hal ini dapat dilihat dari setiap adanya sengketa adat (baik itu masalah waris adat, adat-istiadat, dan tanah ulayat), masih ada masyarakat nagari Sulit Air yang menyelesaikannya melalui Kerapatan Adat Nagari. Hal tersebut merupakan bentuk pengakuan atas adanya kedudukan dari Kerapatan Adat Nagari itu sendiri. Namun banyaknya masyarakat nagari Sulit Air yang lebih memilih menyelesaikan tidak melalui Kerapatan Adat Nagari, mengakibatkan peranannya dalam struktur pemerintahan adat di nagari Sulit Air mengalami penurunan atau kemorosotan. 2. Peranan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan masalah atau sengketa tanah ulayat di Nagari Sulit Air mengalami penurunan dan kemorosotan. Hal ini dikarenakan : a. Kurangnya kepercayaan dari masyarakat terhadap peranan Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikan masalah atau sengketa tanah akan dilakukan secara adil, dan penyelesaian tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat, serta tidak memberikan kepastian hukum. b. Pengadilan Negeri Solok yang menerima penyelesaian sengketa tanah ulayat tanpa melalui Kerapatan Adat Nagari terlebih dahulu menyebabkan masyarakat disana cenderung langsung mengajukan ke pengadilan dengan alasan di poin a diatas.

19 19 c. Kurang berperannya ninik mamak terhadap kaumnya. Melemahnya peran ninik mamak berdampak juga kepada Kerapatan Adat Nagari Sulit Air terhadap struktur pemerintahan adat di Nagari Sulit Air. Tidak hanya itu, kurang pedulinya para ninik mamak yang berada di rantau membuat para kemenakan atau kaumnya yang bersengketa mengambil jalur penyelesaiannya sendiri tanpa merundingkan dengan para ninik mamaknya, baik itu langsung menyelesaikan melalui pengadilan ataupun cara penyelesaian lainnya. Hal ini menyebabkan permasalahan yang seharusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan menjadi besar hingga bisa diajukan ke pengadilan. Melemahnya peran ninik mamak juga mengakibatkan melemahnya peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. d. Melemahnya Kerapatan Adat Nagari Sulit Air juga dikarenakan adanya perubahan pada masyarakat disana. Bila dahulu masyarakat nya bersifat komunal, sekarang sudah mulai mengalami perubahan yaitu menjadi individual. Masyarakat disana sudah banyak yang hanya mulai memikirkan diri sendiri. Sehingga hukum adat pun lama kelamaan mulai melemah. Salah satu bukti bahwa sistem adat mulai mengalami penurunan adalah banyaknya ditemukan penyelesaian sengketa melalui pengadilan, yang juga berdampak pada peranan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. Saran 1. Didalam masyarakat Minangkabau ditingkatkan sikap sadar dan taat terhadap hukum adatnya. Masyarakat Nagari Sulit Air harus mulai menimbulkan rasa kepercayaannya terhadap Kerapatan Adat Nagari sebagai lembaga adat yang dapat menyelesaikan sengketa tanah ulayat, serta mengurangi kepentingan individual yang dapat menimbulkan perselisihan. 2. Para pemuka adat yang bukan atau merupakan anggota Kerapatan Adat Nagari hendaknya meningkatkan rasa keadilan dan lebih bijaksana sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Para ninik mamak juga lebih meningkatkan rasa kepedulian dan pengawasan terhadap anak kemenakannya, salah satu caranya adalah para ninik mamak yang berada di rantau kembali ke nagari. 3. Agar Kerapatan Adat Nagari sebagai lembaga peradilan adat sebaiknya diberi fasilitas oleh pemerintah daerah agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. 4. Agar pemerintah daerah mengusulkan kepada pemerintah pusat, supaya Kerapatan Adat Nagari (KAN) diberi wewenang untuk memberi keputusan, hal ini agar Kerapatan Adat Nagari (KAN) tidak hanya diberikan jalan ke Pengadilan Negeri.

20 20 5. Instansi atau lembaga yang berwenang seperti pengadilan, dan sebagainya hendaknya mendukung dan membantu upaya-upaya Kerapatan Adat Nagari dalam pelaksanaan tugas mencapai apa yang diharapkan. Misalnya mengsosialisasikan peraturan-peraturan tertulis yang menghendaki penyelesaian masalah tanah ulayat melalui Kerapatan Adat Nagari terlebih dahulu; tidak langsung menerima sengketa tanah ulayat yang diajukan ke Pengadilan. Daftar Pustaka Abna, Bachtiar Dt. Rajo Sulaiman. Pengelolaan Tanah Negara dan Tanah Ulayat. Makalah dikirim kepada Penulis melalui pada tanggal 16 Januari 2013, Sumatera Barat, Dt. Yasir Bangso Rajo. Wawancara Lisan. Tanggal 24 januari 2013 pukul WIB. Edison M.S dan Nasrun Dt. Marajo Sungut. Tambo Minangkabau Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau. Bukit tinggi: Kristal Multimedia, Firdaus Wali Nagari Sulit Air periode Wawancara Lisan. Tanggal 23 januari 2013 pukul WIB Hendra, Awaluddin Hakim di Pengadilan Negeri Solok. Wawancara Lisan. Tanggal 22 januari 2013 pukul WIB. Indonesia. Peraturan Daerah tentang Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Perda No. 3 Tahun LD. 14 Seri Dj. 13. Indonesia. Peraturan Daerah tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya Propinsi Sumatera Barat. Perda No. 16 Tahun Mamudji, Sri Et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum, Nasrul Dt. Majo Indo-Ketua KAN nagari Sulit Air periode Wawancara Lisan. Tanggal 17 Januari Nasrul Dt. Majo Indo-Ketua Kerapatan Adat Nagari Sulit Air Periode Wawancara Lisan. Tanggal 23 Januari 2013 di kediaman Ketua Kerapatan Adat Nagari Sulit Air. Navis, A.A. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafitipers, Misbahuddin Wakil Dt. Ampang Limo, Sekretaris Kerapatan Adat Nagari Sulit Air periode Wawancara Lisan. Tanggal 21 januari 2013 pukul WIB. Rahmat, Mustari -Wali Nagari Sulit Air periode Wawancara Lisan. Tanggal 20 januari 2013 pukul WIB di Kantor Wali Nagari Sulit Air. Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1983.

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat di negara Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, adat dan budaya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa nagari sebagai kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia merupakan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) Latar Belakang Tak sekali terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah merupakan benda tidak bergerak yang mutlak perlu bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG. Oleh: P R I M A Z O L A NPM:

JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG. Oleh: P R I M A Z O L A NPM: JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG Oleh: P R I M A Z O L A NPM: 0910005600047 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015 1 PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a bahwa dalam Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAMPAR NOMOR : 12 TAHUN1999 TENTANG HAK TANAH ULAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI II KAMPAR Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG, Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG KETENTUAN POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a. bahwa perubahan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 18B ayat (2) menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a bahwa dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 02/SG/2002 TENTANG PEMUNGUTAN UANG LEGES Dengan rahmat Allah

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN BAB IV SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan penutup dalam kajian penelitian ini. Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan hasil penelitian tentang Modal Sosial dan Otonomi Desa dalam Pemerintahan Nagari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah pusako adalah tanah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu,

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI KESATUAN NAGARI SITUJUAH GADANG NOMOR : 01/NSG/2002 Tentang PERUBAHAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kenegerian Rumbio Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pemimpin adat kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk Ulak

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PELESTARIAN ADAT BUDAYA DALAM HIDUP BERNAGARI DI KOTA PADANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Upaya pembangunan pedesaan telah dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melalui berbagai kebijakan dan programprogram. Upaya-upaya itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut adat Minangkabau, tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak berpunya di bumi Minangkabau. Tanah tersebut bisa dikuasai oleh suatu kaum sebagai hak ulayat,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG. Skripsi

PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG. Skripsi PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : LENI MARLINA 07 140 008 Program

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan. Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah:

Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan. Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah: 96 Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah: Pimpinan adat dan Ketua Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat kecamatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa lembaga adat yang berkembang dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nagari dalam sejarah dan perkembangannnya merupakan suatu wilayah Pemerintahan terendah. Pengakuan Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat terdapat pada Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup, terutama manusia. Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat bahwa tanah sebagai tempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki keberagaman budaya, suku, agama, bahasa, kesenian dan adat. Dalam perkembangannya, Negara Kesatuan Repulik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 56 TAHUN 2011 T E N T A N G

BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 56 TAHUN 2011 T E N T A N G BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 56 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN NAGARI TERATAK TEMPATIH IV KOTO MUDIEK DI KECAMATAN BATANG KAPAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau

Lebih terperinci

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO. O1 TAHUN 2008 DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan diajukan untuk

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN

BUPATI PESISIR SELATAN BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 19 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN NAGARI PULAU KARAM AMPANG PULAI DI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 3 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI ( KAN ) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HARTA PUSAKO TINGGI DI KENAGARIAN TALANG MAUR PAYAKUMBUH

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI ( KAN ) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HARTA PUSAKO TINGGI DI KENAGARIAN TALANG MAUR PAYAKUMBUH PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI ( KAN ) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HARTA PUSAKO TINGGI DI KENAGARIAN TALANG MAUR PAYAKUMBUH Oleh (ELVA SUSANTI, 1010005600032, FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA

Lebih terperinci

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari SKRIPSI Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari Di Nagari III Koto Aur Malintang Timur,Kecamatan IV Koto Aur Malintang Kabupaten

Lebih terperinci

SKRIPSI. Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

SKRIPSI. Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ISLAM KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB BIDANG PERTANAHAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa sebagai bagian dari bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 08 TAHUN 2003 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DAN PERKARA

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 08 TAHUN 2003 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DAN PERKARA PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 08 TAHUN 2003 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DAN PERKARA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALI NAGARI SUNGAI KAMUYANG Menimbang : a. Bahwa dengan sering terjadinya

Lebih terperinci

SKRIPSI PROSES BERPERKARA PERDATA SECARA PRODEO DALAM PRAKTEK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI PURWODADI )

SKRIPSI PROSES BERPERKARA PERDATA SECARA PRODEO DALAM PRAKTEK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI PURWODADI ) SKRIPSI PROSES BERPERKARA PERDATA SECARA PRODEO DALAM PRAKTEK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI PURWODADI ) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASIR Mengingat

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN

BUPATI PESISIR SELATAN BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN RANAH AMPEK HULU TAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengakomodasi

Lebih terperinci

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN NAGARI

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN NAGARI BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENGUKUHAN DAN PEMBINAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018 ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL Anggota Kelompok: 1. Dwi Linda Permatasari (10) 2. Dinda Dini Dwi C (20) 3. Rosalina Dwi F (23) 4. Devi Almas Nur A (26) 5. TaraditaN (27) Masyarakat dengan sistem matrilineal

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Oleh : Diskadya Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom. Abstrak Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa, dimana didalamnya terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Manusia hidup dan melakukan aktivitas di

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN ASET TANAH INSTANSI PEMERINTAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN ASET TANAH INSTANSI PEMERINTAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN ASET TANAH INSTANSI PEMERINTAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas -tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara Konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal

Lebih terperinci

WALI NAGARI TARATAK TINGGI KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN NAGARI TARATAK TINGGI NOMOR 8 TAHUN 2017 T E N T A N G PUNGUTAN NAGARI

WALI NAGARI TARATAK TINGGI KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN NAGARI TARATAK TINGGI NOMOR 8 TAHUN 2017 T E N T A N G PUNGUTAN NAGARI WALI NAGARI TARATAK TINGGI KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN NAGARI TARATAK TINGGI NOMOR 8 TAHUN 2017 T E N T A N G PUNGUTAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI NAGARI TARATAK TINGGI, Menimbang

Lebih terperinci

Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah

Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah Panduan Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah 2 Daftar Isi Pengantar Sekretaris Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan. Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan. Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara legal formal, keberadaan Nagari dipayungi oleh Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, Negara mengakui

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kecamatan Canduang 1. Kondisi Geografis Kecamatan Canduang merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di Kabupaten Agam. Dimana wilayah ini ditetapkan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 20 SERI D. 20 =================================================================

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 20 SERI D. 20 ================================================================= LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 20 SERI D. 20 ================================================================= PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK (PERDA) NOMOR : 10 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 4 TAHUN 2008 T E N T A N G NAGARI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 4 TAHUN 2008 T E N T A N G NAGARI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 4 TAHUN 2008 T E N T A N G NAGARI PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2008 Nomor 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH

Lebih terperinci

ARTIKEL PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HARTA PUSAKO TINGGI DI NAGARI PIANGGU

ARTIKEL PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HARTA PUSAKO TINGGI DI NAGARI PIANGGU ARTIKEL PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HARTA PUSAKO TINGGI DI NAGARI PIANGGU KECAMATAN IX KOTO SUNGAI LASI KABUPATEN SOLOK Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasioal karena

Lebih terperinci

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Bagi rakyat Indonesia tanah menempati kedudukan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di pedesaan yang mayoritas

Lebih terperinci

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan 1. Tata Letak Nagari Pariangan Kanagari Pariangan berada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Lebih terperinci

Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA

Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA SKRIPSI PELAKSANAAN KEWENANGAN BADAN MUSYAWARATAN NAGARI (BAMUS) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NAGARI PADA NAGARI KOTO MALINTANG KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM Program Kekhususan HUKUM TATA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 82 sampai dengan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM -1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci