BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya kepemimpinan situasional. Teori yang akan dijelaskan sejalan dengan fokus penelitian yaitu gaya kepemimpinan penghulu Minangkabau. Menjawab rumusan masalah penelitian, maka fokus teori yang akan diuraikan mengenai pengertian kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan situasional yang dikemukakan oleh Fiedler (dalam Burn, 2004). Teori mengenai penghulu juga akan diuraikan, mengingat penelitian ini membahas tentang gaya kepemimpinan penghulu oleh karena itu penting untuk memahami pengertian penghulu beserta tugas dan fungsinya. A. KEPEMIMPINAN 1. Definisi Kepemimpinan Yukl and Fleet (1992) menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai proses yang meliputi cara mempengaruhi tugas dan strategi kelompok atau organisasi, mempengaruhi orang di dalam organisasi untuk mengimplementasikan strategi dan mencapai tujuan, mempertahankan kelompok, dan mempengaruhi budaya organisasi. Burn (2004) mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi pilihan tujuan dan strategi kelompok atau organisasi, mempengaruhi orang untuk mencapai tujuan serta mempromosikan identitas dan komitmen kelompok.

2 Menurut Veithzal (2003), kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan para anggota kelompok. Definisi lain diungkapkan oleh Daft (2005) yang menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan pengaruh antara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata dan hasil yang mencerminkan tujuan bersama. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan itu adalah proses mempengaruhi dan mengarahkan tugas, tujuan, maupun orangorang yang dipimpin untuk mencapai tujuan kelompok. 2. Fungsi Pemimpin Fungsi seorang pemimpin berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan suatu kelompok, yang menandakan bahwa seorang pemimpinan berada di dalam situasi tersebut. Fungsi pemimpin merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan aktivitas kelompok, karena harus diwujudkan melalui interaksi antar individu dalam situasi sosial suatu kelompok. Menurut Veithzal (2004) fungsi pemimpin dibedakan atas lima fungsi pokok, yaitu: a. Fungsi instruktif Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator yang menentukan apa, bagaimana, dan di mana suatu perintah dikerjakan agar dapat dijalankan dengan efektif. Pemimpin

3 memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah. b. Fungsi konsultatif Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Dalam menetapkan keputusan, pemimpin sering kali memerlukan bahan pertimbangan, sehingga mengharuskannya untuk berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Kemudian setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan perlu adanya konsultasi dari permimpin kepada anggota. Konsultasi ini berguna untuk memperoleh umpan balik guna memperbaiki dan menyempurnakan keputusan yang telah dibuat. c. Fungsi partisipasi Dalam melaksanakan fungsi ini pemimpin berusaha untuk mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan dalam mengambil keputusan maupun dalam menjalankan keputusan tersebut. d. Fungsi delegasi Fungsi ini pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan orang kepercayaan pemimpin yang memiliki kesamaan persepsi dan aspirasi. e. Fungsi pengendalian Kepemimpinan yang efektif mampu mengatur aktivitas anggota secara terarah dan terkoordinasi secara efektif, sehingga memungkinkan

4 untuk mencapai tujuan bersama. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan 3. Gaya Kepemimpinan Situasional Gaya kepemimpinan situasional disebut juga dengan gaya kepemimpinan kontingensi. Salah satu teori awal kontingensi merupakan teori kepemimpinan situasional yang dikemukakan oleh Fiedler (dalam Burn, 2004). Model kontingensi Fiedler membagi dua jenis pemimpin, yaitu pemimpin yang berorientasi pada tugas dan pemimpin yang berorientasi sosioemosional. Teori Fiedler merupakan teori kontingensi, dimana situasi yang berbeda menuntut tipe kepemimpinan yang berbeda. Menurut teori tersebut, pemimpin yang sosioemosional, akan lebih efektif pada beberapa situasi dibandingkan situasi yang lainnya dan begitu juga dengan pemimpin dengan orientasi pada tugas. Hal itu tergantung pada kontrol situasi yang dilakukan pemimpin, yaitu tingkat dimana pemimpin memiliki pengaruh terhadap perilaku kelompok. Hughes, dkk (1999) mengemukakan bahwa kontrol situasi ini ditentukan oleh tiga jenis situasi: (1) hubungan pemimpin dan anggota, yaitu elemen yang paling kuat dari tiga elemen yang membangun kontrol situasi. Tingkatan dimana anggota dan pemimpin memiliki hubungan yang baik, atau memiliki hubungang yang sulit (2) struktur tugas, tingkat dimana suatu tugas dapat diselesaikan sesuai dengan deskripsi tugas, prosedur standar tugas dan indikator objektif, (3) kekuasaan posisi, yaitu wewenang pemimpin untuk

5 memberikan reward atau menghukum anggota. Situasi yang baik atau favorable dikarakteristikkan dengan hubungan yang baik antara anggota dan pemimpin, struktur tugas yang tinggi, dan kekuasaan posisi pemimpin yang kuat. Sedangkan situasi yang kurang baik atau unfavorable adalah ketika buruknya hubungan antara anggota dan pemimpin, tugas yang tidak terstruktur, dan kekuasaan pemimpin yang lemah. Teori Fiedler cukup rumit, tapi intinya adalah bahwa Fiedler percaya bahwa pemimpin yang berorientasi pada tugas dapat ekfektif pada dua situasi. Pertama situasi dimana pemimpin berada pada keadaan yang baik dengan anggota kelompok, tugas terstruktur, dan pemimpin memliki hak otoritas dan kuasa yang tinggi. Hal ini dikarenakan ketika kelompok bersifat responsif dan tugas-tugas cukup jelas, gaya yang direktif dan tegas dapat berhasil dan fokus kepada hubungan interpersonal tidak diperlukan. Situasi kedua dimana pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif bila pemimpin memiliki hubungan yang buruk dengan anggota, tugas ambigu, dan pemimpin memiliki otoritas dan kekuasaan yang lemah. Fiedler mengemukakan bahwa pada kondisi yang seperti ini, pemimpin berfokus pada penyelesaian tugas dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan kondisi emosi anggota sehingga kelompok tersebut dapat berlanjut. Pemimpin yang sosioemosional tidak efektif pada situasi dimana hubungan kelompok buruk dikarenakan pemimpin akan menghabiskan waktu mengkhawatirkan hubungan interpersonal yang tidak bisa diperbaiki kecuali mengarahkan perhatian kepada tugas yang ada. Pemimpin yang

6 sosioemosional juga tidak akan efektif ketika tugas sangat ambigu karena tidak adanya petunjuk pengerjaan tugas. Pemimpin yang sosioemosional dapat efektif apabila hubungan anggota dengan pemimpin cukup baik atau cukup buruk, ketika tugas cukup jelas, dan kekuasaan dan otoritas pemimpin sedang. Gambarannya adalah pemimpin yang lebih perhatian dan sensitif secara interpersonal dapat menghasilkan keterlibatan dan motivasi yang baik dari anggota meskipun jika tugas tidak jelas dan kelompok tidak responsif. Menurut Fiedler (dalam Burn, 2004), gaya kepemimpinan sulit untuk diubah. Maka dari itu kelompok harus mencari seorang pemimpin yang memiliki gaya yang sesuai dengan situasi kepemimpinan, atau mencari cara untuk mengubah situasi agar tidak timbul masalah bagi pemimpin dan kelompok. B. PENGHULU MINANGKABAU 1. Definisi Penghulu Kata penghulu terdiri dari kata peng dan hulu. Kata peng mengandung pengertian pemegang. Sedangkan yang dimaksud dengan hulu adalah tangkai atau pangkal. Jadi dapat diambil pengertian mengenai kata penghulu sebagai berikut: a. Jika diartikan penghulu adalah orang yang memegang hulu, atau pangkal dari segala-galanya, maka jelas bahwa penghulu itu sebagai pemegang kekuasaan, sebagai pemimpin yang harus menjadi contoh dan panutan baik dalam keluarga, kaum, maupun masyarakat nagari.

7 b. Jika penghulu sebagai sumber, seperti sumber mata air atau sungai, maka dia harus jernih, mensucikan dan membersihkan. Oleh karena itu penghulu membawa beban berat di dunia akhirat. Fisik, mental dan spiritual harus telah terlatih dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi tantangan yang mungkin terjadi dalam menjalankan kepemimpinan. 2. Sejarah Penghulu Minangkabau Minangkabau dikenal dengan ciri khas budayanya yang unik. Sebagai satu-satunya etnis di Indonesia yang menganut sistem kekerabatan matrilineal, Minangkabau mengatur masyarakatnya dibawah sistem pemerintahan nagari. Nagari adalah unit pemukiman yang paling sempurna yang diakui oleh adat (Kato, 2005). Suatu pemukiman harus memiliki berbagai fasilitas umum yang memadai bagi masyarakatnya seperti balai (balairung), mesjid, jalan raya, tempat pemandian umum, sawah dan ladang, halaman dan area permainan umum, serta tempat pemakaman (Effendi, 2004). Nagari pada dasarnya merupakan perpaduan dari dua sistem, yaitu sistem pemerintahan dan sistem adat Minangkabau. Sebagai sistem pemerintahan, nagari merupakan suatu unit teritorial yang mempunyai struktur politik dan aparat hukumnya tersendiri (Kato, 2005). Menurut Peraturan Nomor 9 Tahun 2000, nagari adalah kesatuan hukum masyarakat hukum adat Minangkabau yang terdiri dari himpunan beberapa

8 suku yang mempunyai wilayah yang tertentu batas-batasnya, mempunyai kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan memiliki pimpinan pemerintahannya. Oleh karena itu masing-masing nagari bersifat otonom dan tidak memiliki kaitan struktural formal dengan nagari lainnya, sehingga sering disebut sebagai republik atau negara kecil. Dilihat dari sudut pandang adat, nagari merupakan kesatuan kekuatan sosial budaya masyarakat Minangkabau yang telah diwarisi secara turun temurun berdasarkan ikatan hubungan darah (genealogis) (Effendi, 2004). Dimensi geneologis nagari bersifat matrilineal yang terorganisasi dalam tingkatan atau hierarki yang ketat, mulai dari kelompok terkecil. Struktur kepemimpinan masyarakat Minangkabau memiliki karakteristik yang berbeda dan memiliki kekhasan dibanding dengan masyarakat yang ada di Indonesia (Mauludin, 2010). Lebih lanjut lagi Mauludin menjelaskan bahwa struktur masyarakat adat di Minangkabau diawali dari rumah tangga. Rumah tangga dipimpin oleh kepala keluarga (suami) yang disebut dengan urang sumando. Tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu samande (hubungan yang terkait antara rumah tangga-rumah tangga di antara saudara yang berasal dari ibu yang sama). Struktur ini dipimpin oleh seorang mamak rumah, yaitu saudara laki-laki dari para anak perempuan. Di rumah ibunya, laki-laki tadi bertindak sebagai pemimpin bagi saudara perempuan dan keponakannya, namun di keluarga istrinya laki-laki tersebut menjadi urang sumando.

9 Tingkat yang lebih tinggi disebut sajurai, yaitu kumpulan beberapa keluarga yang berasal dari satu ibu, memiliki keturunan hingga generasi ketiga. Jurai ini dipimpin oleh tungganai yang perannya sama dengan mamak rumah, tetapi dengan cakupan yang lebih luas. Kumpulan sajurai membentuk hubungan keluarga saparuik yang berasal dari satu ibu kemudian berkembang hingga generasi keempat, yaitu ibu, anak, cucu, cicit. Pemimpin paruik ini adalah tuo kampuang. Kumpulan saparuik kemudian berkembang menjadi suku. Suku dipimpin oleh penghulu andiko, yaitu seorang pria yang terbaik yang dipilih dari mamak-mamak rumah yang ada, diyakini mampu memimpin dan membawa sukunya menjadi lebih maju dan sejahtera. Penghulu Andiko ini diangat dengan suatu proses yang disebut Batagak Panghulu. Kepadanya diberikan sebuah gelar Datuk oleh suku atau kaumnya. Suku-suku di Minangkabau ini dapat digolongkan ke dalam satu antara dua kelarasan (tradisi politik) dari Bodi Chaniago dan Koto Piliang. Kelarasan Bodi Chaniago dan Koto Piliang merupakan dua bentuk dari sistem pemerintahan di Minangkabau. Effendi (2004) mengungkapkan bahwa istilah sistem pemerintahan ini sering dipertukarkan dengan sistem adat, sistem politik, lareh, kelarasan dan lain-lain. Kedua kelarasan ini tidak hanya merupakan sistem adat dan sistem pemerintahan, namun di dalam keduanya melekat juga sistem politik, bentuk kekuasaan, norma, aturan, dan sebagainya. Terdapat beberapa perbedaan antara kedua kelarasan diantaranya adalah struktur dan hierarki kekuasaan, proses

10 pengambilan keputusan sistem pewarisan, adat istiadat, arsitektur rumah gadang dan balai, serta falsafah adat. Kelarasan Bodi Chaniago didirikan oleh Datuak Parpatiah nan Sabatang, sedangkan kelarasan Koto Piliang didirikan oleh Datuak Katumanggungan. Kedua datuak ini merupakan sosok penghulu Minangkabau yang merupakan saudara satu ibu yang berasal dari latar belakang yang berbeda sehingga memiliki karakter yang berbeda dalam menjalankan sistem pemerintahannya, namun tetap berdasarkan kepada sistem kekerabatan matrilineal. Berdasarkan legenda yang berkembang di beberapa nagari, Arifin (2006) mengungkapkan bahwa Datuk Katumanggungan lahir ketika Sri Maharajo Dirajo dan istrinya Indo Jalito masih di Pariangan Padang Panjang. Ketika Sri Maharajo Dirajo wafat dan jandanya (Indo Jalito) kawin dengan Cati Bilang Pandai, lalu terjadi perpindahan keluarga kerajaan ini dari daerah Pariangan Padang Panjang ke daerah Dusun Tuo (Lima Kaum). Di daerah Dusun Tuo inilah lahir salah seorang anak mereka yang kemudian dikenal sebagai Datuk Parpatiah Nan Sabatang. Dalam perkembangan kemudian, Datuk Katumanggungan dan Datuk Parpatiah Nan Sabatang inilah kemudian yang mengendalikan kerajaan baru di daerah Dusun Tuo tersebut, dimana datuk Katumanggungan diserahi tugas sebagai raja dan Datuk Parpatiah Nan Sabatang diserahi tugas sebagai pengendali dan penasehat kerajaan (mungkin bisa kita samakan dengan jabatan perdana mentri ).

11 Dari tangan duo datuak ini kerajaan baru di daerah Dusun Tuo berkembang dengan pesat. Perpaduan kepemimpinan duo datuak ini dibantu oleh Datuk Bandaro Kayo (sebagai penghulu pucuk Pariangan), Datuk Maharajo Basa (sebagai penghulu pucuk Padang Panjang) serta kedua orangtuanya (Cati Bilang Pandai dan Indo Jalito) telah menjadikan kerajaan ini berkembang dengan pesat. Melalui perpaduan kepemimpinan kedua datuak ini pula lalu dibuatlah aturan-aturan yang kemudian dikenal dengan sebutan undang-undang nan 22 dan dilakukannya pengelompokan-pengelompokan masyarakat berdasarkan induak yang sama (satu paruik atau ibu) yang kemudian dikenal dengan sebutan suku. Melalui Datuk Parpatiah Nan Sabatang misalnya di Dusun Tuo lalu dibentuk 4 suku (pasukuan nan 4 batua) beserta dengan penghulu-penghulunya, dan mengangkat Datuk Bandaro Kuniang sebagai penghulu pucuk di daerah Dusun Tuo tersebut. Dalam perkembangan berikutnya kemudian Datuk Katumanggungan memerintahkan kepada datuk Bandaro Kayo (penghulu pucuk Pariangan) untuk membentuk suku-suku di daerah Pariangan dan Padang Panjang dan sekitarnya yang dikenal dengan suku nan 22. Dengan wafatnya Cati Bilang Pandai yang kemudian juga disusul dengan wafatnya Indo Jalito, maka kekompakan atau perpaduan kepemimpinan duo datuak ini mulai sedikit goyah. Tanda-tanda akan terjadi perpisahan antara duo datuak ini mulai terlihat ketika Datuk Katumanggungan membangun kerajaan baru yang dikenal dengan kerajaan Bungo Setangkai di Sungai Tarab. Datuk

12 Katumanggungan sekaligus menjadi Raja dan Datuk Bandaro Putiah (penghulu pucuk di Sungai Tarab) diangkat menjadi panungkek (wakil). Para penghulu dari 22 suku yang dibentuk sebelumnya di daerah Pariangan dan sekitarnya akhirnya cenderung akhirnya menjadi pengikut Datuk Katumanggungan. Sementara Datuk Parpatiah Nan Sabatang tetap bertahan di daerah Dusun Tuo (Lima kaum) dan karena pengaruhnya juga maka para penghulu nan 4 batu yang ada di Dusun Tuo cenderung akhirnya menjadi pengikut Datuk Parpatiah nan Sabatang. Dengan berdirinya kerajaan Bunga Setangkai di Sungai Tarab, dan bertahannya Datuk Parpatiah Nan Sabatang di Dusun Tuo, mulailah percaturan politik secara terbuka antara kedua datuak ini dimulai. Datuk Katumanggungan kemudian mengembangkan kerajaan Bunga Setangkai seorang diri dengan membangun kubu-kubu pertahanan sehingga daerah Lima Kaum terjepit didalamnya. Sebaliknya Datuk Parpatiah Nan Sabatang juga akhirnya membentuk 17 suku-suku baru yang akhirnya menjadi benteng pertahanan daerah Lima Kaum. Puncak dari semua ini, terjadinya pertempuran antara kelompok kedua datuak ini yang menurut Dobbin (1977) sampai terjadi perang bedil yang memakan banyak korban. Dikarenakan nilai-nilai persaudaraan dan persahabatan masih relatif kuat, maka perdamaian antara duo datuak kemudian dilakukan. Dengan kebesaran hatinya sebagai saudara muda (adik), maka Datuk Parpatiah Nan Sabatang menemui Datuk Katumanggungan di Sungai Tarab dengan membawa siriah jo carano dan

13 menyatakan diri mundur dari pertempuran dan menyerahkan semua penyelesaiannya kepada Datuk Katumanggungan. Sebaliknya, melihat kebesaran jiwa Datuk Parpatiah Nan Sabatang, maka Datuk Katumanggungan pun lalu kembali menjalin ulang persaudaran dan persahabatan yang telah mereka lakukan selama ini. Disini lalu disepakati bahwa daerah yang telah dipancang Datuk Parpatiah Nan Sabatang selama ini, akhirnya diserahkan kepada Datuk Parpatiah dan menamai daerahdaerah tersebut dengan Bodi Chaniago yang bermakna sebagai budi yang sangat berharga. Daerah yang dipancang Datuk Katamenggung diberi nama dengan Koto Piliang yang bermakna koto yang dipilih atau koto yang telah ditentukan. Sementara daerah Pariangan dan Padang Panjang sebagai daerah awal duo datuak ini kemudian dikenal dengan sebutan lareh Nan Panjang yang bodi chaniago bukan, koto piliang antah. Proses politik yang tetap mengandalkan persaudaran dan tidak melupakan akar budayanya inilah yang kemudian dikenal dalam pepatah adat Minangkabau sebagai mancancang indak mamutuihkan, manabang indak marabahkan, manikam indak mamatikan. 3. Fungsi Penghulu Fungsi penghulu dalam tatanan Adat Alam Minangkabau adalah: a. Penghulu menjadi mamak dari jurainya, yaitu mamak dari seluruh anggota kaumnya yang seperut, artinya yang bertali darah menurut adat

14 (senasab), yang sepayung sepatagak yang selingkar cupak adat. Dalam sehari-sehari penghulu disebut juga sebagai Mamak Kepala Kaum b. Penghulu adalah penghulu kaumnya yang satu suku dan satu kampung, walaupun tidak bertali darah (tidak senasab) menurut adat, yaitu terhadap orang-orang yang mengaku bermamak kepadanya. c. Penghulu menjakankan dan mengendalikan peraturan adat dan syarak dalam rumah tangganya, dalam korong kampung dan dalam masyarakat nagarinya. d. Penghulu menjadi wakil tertinggi dan terpercaya dari seluruh anggota kaumnya untuk mengambil langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan menurut adat dan syarak dalam menyelesaikan silang sengketa yang terjadi, baik dalam kaumnya sendiri maupun dalam korong kampung dalam nagari. e. Penghulu adalah tempat berlindung dan tempat mengadu sakit dan senang bagi anak kemenakannya. Penghulu selaku orang tua menurut adat, pergi tempat bertanya dan pulang tempat berberita bagi kaumnya dan rakyat di nagari. 4. Syarat-syarat Menjadi Penghulu Syarat-syarat atau martabat untuk jadi penghulu ada enam perkara, yaitu: a. Orang yang telah baligh berakal, tahu membedakan antara bentuk dengan baik, antara yang halal dengan yang haram, atau antara salah dan benar.

15 b. Orang yang kaya budi dan basa, membuhul tidak mengulas tidak mengesan. c. Orang yang berilmu pengetahuan, terutama dalam bidang Adat dan Syarak. d. Orang yang adil dan pemurah. e. Orang yang selalu ingat dan jaga. f. Orang yang sabar dan bijaksana, beralam lebar berpadang lapang, dan pandai bergaul dalam masyarakat. g. Penghulu merupakan pusat jala himpunan ikan, tempat rakyat mengadu, kalau kusut menyelesaikan, kalau jernuh menjernihkan. 5. Kewajiban Penghulu a. Menurut alur yang lurus Penghulu harus menuruti cara-cara yang benar sesuai dengn peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik hukum adat, hukum syarak, maupun hukum negara. b. Menempuh jalan yang pasar Artinya melalui jalan yang biasa dipakai orang, kalau baik sama-sama dipakai, kalau enak sama-sama dimakan kalau buruk sama-sama dibuang. Makna dari jalan adalah sesuatu yang dapat dijalani dengan tubuh dan dapat dilalui oleh akal dan ilmu.

16 c. Mempunyai harta pusaka Penghulu memiliki harta peninggalan dari orang-orang tuanya terdahulu yang harus dijaga dan dirawat. Jika tidak akan bertambah sekurangkurangnya yang sudah ada itu harus dipertahankan. d. Memelihara anak kemenakan Penghulu memiliki kewajiban untuk memelihara dan menjaga kemenakan. Sesuai dengan pepatah adat anak dipangku, kamanakan dibimbiang (anak dipangku, kemenakan dibimbing). C. GAYA KEPEMIMPINAN PENGHULU MINANGKABAU Sistem pemerintahan adat di Minangkabau dikenal sebagai pemerintahan nagari, dimana dipimpin oleh pemuka adat yang disebut dengan penghulu. Pada pemerintahan nagari terdapat dua sistem pemerintahan yang mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau. Sistem ini dikenal dengan sebutan kelarasan, yang terdiri dari kelarasan Bodi Chaniago dan kelarasan Koto Piliang. Kedua kelarasan ini merupakan ciri khas kepemimpinan budaya Minangkabau yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu. Kedua kelarasan ini memiliki karakteristik yang berbeda, baik dalam kepemimpinan maupun dalam aspek adat lain, seperti struktur rumah gadang. Perbedaan pada kedua kelarasan ini disebabkan karena perbedaan latar belakang dan pemikiran pendirinya yang berbeda, yang menyebabkan perbedaan pada kedua datuak tersebut dalam menjalankan kepemimpinan.

17 Kelarasan Bodi Chaniago dicetuskan oleh Datuak Parpatiah nan Sabatang, dimana sangat menjunjung tinggi hak-hak dan kesetaraan individu. Nilai-nilai ini diwujudkan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Sedangkan Koto Piliang didirikan oleh Datuak Katumanggungan yang dalam menjalankan kepemimpinannya menerapkan hirarki antara penghulu dan masyarakat. Setiap nagari biasanya akan secara tegas menyatakan dirinya penganut sistem kelarasan Bodi Chaniago ataupun Koto Piliang. Namun dalam realitanya, walaupun setiap nagari memutuskan akan menggunakan salah satu sistem kelarasan, namun keberadaan kelarasan lain tidak dilarang untuk dipakai pada nagari tersebut. (Arifin dan Gani, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa di dalam kepemimpinan Minangkabau terdapat sesuatu yang dinamis sehingga menjadikan kepemimpinan itu tidak bersifat kaku. Sistem kepemimpinan di Minangkabau dapat dijelaskan dengan teori kontingensi, dimana kondisi kepemimpinan yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Teori Kontingensi Fiedler (dalam Burn, 2004) membagi pemimpin ke dalam dua kategori, yaitu pemimpin yang berorientasi sosioemosional dan pemimpin yang berorientasi kepada penyelesaian tugas. Pemimpin yang sosioemosional yaitu pemimpin yang lebih mengutamakan hubungan yang baik dengan anggotanya dibandingkan dengan penyelesaian tugas-tugas yang ada. Sementara itu, pemimpin yang berorientasi kepada tugas, lebih menfokuskan anggota kepada pencapaian tugas-tugas kelompok.

18 Fiedler kemudian mengungkapkan bahwa ada tiga situasi yang mempengaruhi gaya kepemimpinan, yaitu hubungan antara pemimpin dan anggota, struktur tugas, dan kekuasaan posisi. Situasi yang pertama yaitu leader-member relation atau hubungan antara pemimpin dan anggota, pada penghulu Minangkabau hubungan tersebut merupakan hubungan penghulu dan masyarakat, apakah hubungan tersebut baik atau bersifat sulit. Situasi yang kedua adalah task structure atau struktur tugas, yaitu bagaimana pemimpin membagi tugas kepada anggotanya. Pada penghlu Minangkabau situasi ini adalah bagaimana penghulu membagi tugas yang ada di masyarakat, apakah secara mendetail atau tidak. Situasi yang ketiga adalah Position power atau kekuasaan posisi, yaitu tingkat dimana pemimpin memiliki otoritas tertentu terhadap anggota. Pada penghulu Minangkabau, situasi ini adalah bahwa seberapa besar otoritas penghulu terhadap masyarakatnya. Berdasarkan ketiga situasi tersebut, dapat diartikan bahwa gaya kepemimpinan dapat efektif pada suatu situasi, tetapi tidak efektif pada situasi yang lainnya. Pemimpin sosioemosional dapat efektif pada hubungan antara pemimpin itu cukup baik, struktur tugas cukup jelas dan kekuasaan dan otoritas pemimpin sedang. Sementara itu, pemimpin yang berorientasi kepada tugas akan efektif ketika pemimpin berfokus pada pencapaian tugas, tidak mementingkan hubungan antara pemimpin dengan anggota. Karakteristik kepemimpinan kelarasan Bodi Chaniago diantaranya menjunjung tinggi hak-hak dan kesetaraan masyarakat dalam pencapaian mufakat dengan menggunakan sistem musyawarah dalam memutuskan suatu

19 permasalahan yang terjadi. Hal ini dapat diartikan bahwa, masyarakat Bodi Chaniago dapat ikut terlibat langsung untuk memutuskan suatu permasalahan yang terjadi bersama-sama dengan Penghulu mereka. Oleh karena itu, karakteristik kepemimpinan kelarasan Bodi Chaniago dapat dijelaskan dengan teori gaya kemimpinan sosioemosional menurut Fiedler (dalam Burn, 2004), dimana kepemimpinan sosioemosional berfokus pada kualitas hubungan yang terjalin antara penghulu dengan masyarakat. Berbeda dengan kepemimpinan Bodi Chaniago, kepemimpinan Koto Piliang memiliki karakteristik dimana adanya hirarki antara penghulu dengan masyarakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini dapat diartikan bahwa adanya perantara yang menghubungkan penghulu dengan masyarakat. Penghulu Koto Piliang menyampaikan keputusannya melalui perantara yang kemudian meneruskan keputusan tersebut kepada masyarakat. Proses ini dalam budaya Minang disebut dengan manitiak dari ateh. Berdasarkan karakteristik tersebut, kelarasan Koto Piliang dapat dikaitkan dengan gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas menurut Fiedler (dalam Burn 2004), dimana dalam proses penyelesaian masalah penghulu tidak berfokus pada hubungan interpersonal yang dijalin antara penghulu dengan masyarakat, tetapi lebih berfokus kepada penyelesaian masalah yang dihadapi.

20 D. PARADIGMA TEORITIS Kepemimpinan di Minangkabau Sistem Kelarasan Bodi Chaniago Koto Piliang Bersifat demokratis Bersifat aristokratis Tidak ada ketentuan harus memakai salah satu sistem kelarasan Gaya kepemimpinan situasional Fiedler Dinamis sesuai dengan situasi yang ada Leader-member relation Task structure Position power

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Oleh : Diskadya Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom. Abstrak Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa, dimana didalamnya terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di dalamnya terdapat beraneka ragam suku bangsa, adat istiadat, dan kebudayaan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah merupakan benda tidak bergerak yang mutlak perlu bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah pusako adalah tanah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. organisasi yang memerlukan manajemen yang baik. Maka mau tidak mau

TINJAUAN PUSTAKA. organisasi yang memerlukan manajemen yang baik. Maka mau tidak mau 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengawasan Pengawasan merupakan unsur esensial demi kelangsungan dan pertumbuhan serta keselamatan organisasi bersangkutan. Negara, pemerintah daerah adalah organisasi

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa nagari sebagai kesatuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan Indonesia tidak hanya memiliki pengaruh dalam keluarga, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar, merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau. Bahkan pada masa keemasannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari kaum penjajah adalah cita-cita untuk dapat mewujudkan kehidupan rakyat Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan 1. Tata Letak Nagari Pariangan Kanagari Pariangan berada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu bentuk media yang digunakan untuk menerjemahkan ide-ide pengarang. Di dalam karya sastra, pengarang merefleksikan realitas yang ada

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kecamatan Canduang 1. Kondisi Geografis Kecamatan Canduang merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di Kabupaten Agam. Dimana wilayah ini ditetapkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya menempati posisi sentral dalam tatanan hidup manusia. Manusia tidak ada yang dapat hidup di luar ruang lingkup budaya. Budaya dapat memberikan makna pada hidup

Lebih terperinci

TINJAUAN SOSIOLOGI PEDESAAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTUR DAN ORGANISASI SOSIAL ATAS KEPEMIMPINAN TOKOH ADAT DAN PANUTAN MASYARAKAT MINANGKABAU

TINJAUAN SOSIOLOGI PEDESAAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTUR DAN ORGANISASI SOSIAL ATAS KEPEMIMPINAN TOKOH ADAT DAN PANUTAN MASYARAKAT MINANGKABAU TINJAUAN SOSIOLOGI PEDESAAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTUR DAN ORGANISASI SOSIAL ATAS KEPEMIMPINAN TOKOH ADAT DAN PANUTAN MASYARAKAT MINANGKABAU ARTIKEL ILMIAH OLEH : MOCHAMAD ALI MAULUDIN NIP. 19810129 200501

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kenegerian Rumbio Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pemimpin adat kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk Ulak

Lebih terperinci

PERTEMUAN VI KEPEMIMPINAN (PENDEKATAN DARI SEGI SITUASI)

PERTEMUAN VI KEPEMIMPINAN (PENDEKATAN DARI SEGI SITUASI) PERTEMUAN VI KEPEMIMPINAN (PENDEKATAN DARI SEGI SITUASI) 1. Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model) Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG. Oleh: P R I M A Z O L A NPM:

JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG. Oleh: P R I M A Z O L A NPM: JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG Oleh: P R I M A Z O L A NPM: 0910005600047 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015 1 PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1)

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1) 1 Nuriza Dora 1) Daerah perbatasan merupakan kawasan tempat bertemunya beberapa suku bangsa beserta kebudayaannya. Pada perkembangan selanjutnya di tempat tersebut akan muncul kebudayaan baru atau percampuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pewarisan Harta Pencaharian Dalam Masyarakat Matrilineal. (Studi di Nagari Ulakan Kabupaten Padang Pariaman)

BAB I PENDAHULUAN. Pewarisan Harta Pencaharian Dalam Masyarakat Matrilineal. (Studi di Nagari Ulakan Kabupaten Padang Pariaman) BAB I PENDAHULUAN Pewarisan Harta Pencaharian Dalam Masyarakat Matrilineal (Studi di Nagari Ulakan Kabupaten Padang Pariaman) A. Latar Belakang Istilah adat identik dengan bahasa arab dalam tata bahasa

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN BARU DALAM SUKU DI MINANGKABAU (Studi : Masyarakat Nagari Simalidu Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya) JURNAL OLEH:

KEPEMIMPINAN BARU DALAM SUKU DI MINANGKABAU (Studi : Masyarakat Nagari Simalidu Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya) JURNAL OLEH: KEPEMIMPINAN BARU DALAM SUKU DI MINANGKABAU (Studi : Masyarakat Nagari Simalidu Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya) JURNAL OLEH: PUTRI MAYA SARI 10070151 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga nagari, yang berarti generasi yang berada dalam garis depan untuk menyelesaikan berbagai masalah di

Lebih terperinci

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1) ENZI PATRIANI NPM 10080297 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY.

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY. 1 THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY. Merial Ulfa*, Dra. Bedriati Ibrahim, M.Si**, Drs Kamaruddin

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI ARIPAN. oleh para pendiri Nagari dengan akiran an, yang menunjukkan sifat. Jadi Arifan

BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI ARIPAN. oleh para pendiri Nagari dengan akiran an, yang menunjukkan sifat. Jadi Arifan 21 BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI ARIPAN A. Sejarah Nagari Nagari Aripan berasal dari kata Arif yang berarti pemurah, melapangkan, penolong, terbuka untuk menerima dan lain sebagainya. Lalu kata Arif itu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI

KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI Stella Zavera Monica Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia stellazavera@yahoo.com Abstrak Di seluruh dunia terdapat

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

Peran Mamak Pada Masyarakat Minang Perantau Di Desa Merak Batin

Peran Mamak Pada Masyarakat Minang Perantau Di Desa Merak Batin Peran Mamak Pada Masyarakat Minang Perantau Di Desa Merak Batin Reni Hudiya *1, Iskandar Syah 2, Ali Imron 3 FKIP Unila Jalan. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Telepon (0721)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

etnis- Galundi Nan Baselo. Taratak Dusun Koto Nagari. Mangumpua nan taserak manjapuik nan tatingga. benang merah

etnis- Galundi Nan Baselo. Taratak Dusun Koto Nagari. Mangumpua nan taserak manjapuik nan tatingga. benang merah SEKAPUR SIRIH Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan narasi Buku Situs Cagar Budaya Minangkabau yang berada di Jorong Batur Sungai Jambu. Shalawat dan salam kita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara historis desa merupakan cikal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung 1. Keadaan Geografis Desa Tanjung termasuk desa yang tertua di Kecamatan XIII Koto Kampar dan Desa Tanjung sudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.

Lebih terperinci

Rajo Tigo Selo. Rabu, 11/06/ :16 WIB

Rajo Tigo Selo. Rabu, 11/06/ :16 WIB Rajo Tigo Selo Rabu, 11/06/2008 10:16 WIB Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo. Tiga orang raja masing-masing terdiri

Lebih terperinci

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG Program PPM KOMPETITIF Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 4.500.000 Tim Pelaksana Reniwati, Noviatri, Rona Almos, dan Khanizar Fakultas Sastra Lokasi Kota Padang, Sumatera Barat PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan gabungan dari berbagai suku yang ada di Indonesia. Dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan gabungan dari berbagai suku yang ada di Indonesia. Dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang besar terdiri dari berbagai berbagai pulau baik dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya negara yang besar tetapi Indonesia

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. 4. Hari/Tanggal : Selasa/ 11 September Politik sedang mengadakan riset mengenai tugas dan fungsi Wali Nagari

HASIL WAWANCARA. 4. Hari/Tanggal : Selasa/ 11 September Politik sedang mengadakan riset mengenai tugas dan fungsi Wali Nagari 1. Identitas informan 1. Nama : Fajri Kirana 2. enis Kelamin : Laki-Laki 3. abatan : Wali Nagari 4. Hari/anggal : Selasa/ 11 September 2012 : Pak, saya mahasiswa universitas Lampung dari fakultas Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan negara ini memiliki etnis serta

Lebih terperinci

ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI

ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Pada Jurusan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PELESTARIAN ADAT BUDAYA DALAM HIDUP BERNAGARI DI KOTA PADANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Suku bangsa Minangkabau mendiami daratan tengah Pulau Sumatera bagian barat yang sekarang menjadi Propinsi Sumatera Barat. Daerah asli orang Minangkabau ada tiga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap penganut agama di dunia mengatur tentang pembagian waris, salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat pluralistis 1, karena saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa merupakan sebuah pemerintah terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan menjalankan fungsi pemerintah secara riil di lapangan. Dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Identitas Informan Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk 13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah

Lebih terperinci

BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku

BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG A. Sejarah Desa Terantang Sekalipun Desa Terantang merupakan suatu desa kecil, namun ia tetap mempunyai sejarah karena beberapa abad yang silam daerah ini sudah di huni

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. masih dijalankan dalam masyarakatnya. Di Nagari Batu Gajah salah satu tradisi

BAB V PENUTUP. masih dijalankan dalam masyarakatnya. Di Nagari Batu Gajah salah satu tradisi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Tradisi adalah adat atau kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakatnya. Di Nagari Batu Gajah salah satu tradisi yang masih dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ). BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI 2.1. Masyarakat Agraris Sejak zaman tokugawa sampai akhir perang dunia II, sistem keluarga Jepang diatur oleh konsep Ie dan bahkan mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan. Saat kaum wanita menjadi kaum terdidik, mempunyai hak-hak kepemilikan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan. Saat kaum wanita menjadi kaum terdidik, mempunyai hak-hak kepemilikan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita adalah Agent of Development yang perannya sangat dibutuhkan dalam perkembangan perekonomian. Keberdayaan wanita dibidang ekonomi adalah salah satu indikator

Lebih terperinci

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK) 1 PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK) Mifta Nur Rizki Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan kajian terhadap sumber-sumber literatur berupa buku,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan kajian terhadap sumber-sumber literatur berupa buku, 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan kajian terhadap sumber-sumber literatur berupa buku, jurnal dan artikel yang dipergunakan sebagai pegangan oleh penulis dalam penyusunan karya ilmiah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018 ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL Anggota Kelompok: 1. Dwi Linda Permatasari (10) 2. Dinda Dini Dwi C (20) 3. Rosalina Dwi F (23) 4. Devi Almas Nur A (26) 5. TaraditaN (27) Masyarakat dengan sistem matrilineal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192

PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192 PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192 PERATURAN NAGARI SIMARASOK NOMOR 01 TAHUN 2002 TENTANG TERITORIAL DAN ULAYAT NAGARI SIMARASOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah menjadi kodrat alam, sejak dilahirkan kedunia manusia ditakdirkan untuk saling berpasang-pasangan agar hidup bersama untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

PROFIL PENERAPAN INKUIRI MORAL ALAM TAKAMBANG JADI GURU OLEH REMAJA AWAL DI KENAGARIAN AMPANG PULAI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN JURNAL

PROFIL PENERAPAN INKUIRI MORAL ALAM TAKAMBANG JADI GURU OLEH REMAJA AWAL DI KENAGARIAN AMPANG PULAI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN JURNAL PROFIL PENERAPAN INKUIRI MORAL ALAM TAKAMBANG JADI GURU OLEH REMAJA AWAL DI KENAGARIAN AMPANG PULAI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN JURNAL Oleh: MELISA 11060280 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian kualitatif yang peneliti gunakan dalam proposal penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian kualitatif yang peneliti gunakan dalam proposal penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe penelitian kualitatif yang peneliti gunakan dalam proposal penelitian ini adalah deskriptif yang dimana didalamnya menggambarkan tentang suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber buku karangan Nirwabda Wow Building, 2014 : 88 2 Ibid : 88

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber buku karangan Nirwabda Wow Building, 2014 : 88 2 Ibid : 88 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang teletak di bagian Asia tenggara yang dilalui garis khatulistiwa. Indonesia berada diantara benua Asia dan Australia serta diantara

Lebih terperinci

BAB V PARA AHLI WARIS

BAB V PARA AHLI WARIS BAB V PARA AHLI WARIS Para waris adalah semua orang yang (akan) menerima Penerasan atau pembagian warisan, baik ia sebagai ahli waris atau bukan ahli waris, tetapi mendapat warisan 1. Anak Kandung - Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dalam masyarakat kedudukan seseorang dalam segala hal telah diatur oleh lingkungan kelahirannya. Dilahirkan sebagai anak dari pasangan orang tua tertentu menentukan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Sebagai sebuah bentuk kehidupan dalam masyarakat, organisasi atau lembaga pemerintahan nagari telah mengalami banyak perubahan, mulai dari perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI KESATUAN NAGARI SITUJUAH GADANG NOMOR : 01/NSG/2002 Tentang PERUBAHAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 36 BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial-Budaya Masyarakat Lokal Masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat yang identik dengan agama Islam dikarenakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci