BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang
|
|
- Bambang Hartono Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Upaya pembangunan pedesaan telah dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melalui berbagai kebijakan dan programprogram. Upaya-upaya itu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang belum berkembang secepat wilayah lainnya. Pembangunan desa merupakan bagian yang penting dari pembangunan nasional, mengingat kawasan pedesaan masih dominan dan lebih dari setengah penduduk indonesia masih tinggal di kawasan pedesaan. Arti penting pembangunan pedesaan adalah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan pelestarian lingkungan hidup dan konversi sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan antara kawasan umum dalam kawasan pedesaan, dan kepentingan umum dalam kawasan pedesaan secara partisipatif, produktif dan berkelanjutan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat ( Peraturan Menteri Dalam Negeri no 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan Pedesaan berbasis Masyarakat ). Dalam pembangunan desa, hal yang perlu diketahui, dipahami dan diperhatikan adalah berbagai kekhususan yang ada dalam masyarakat pedesaan. Tanpa memperhatikan adanya kekhususan tersebut mungkin program pembangunan yang dilaksankan tidak akan berjalan seperti yang diharapkan. Kekhususan pedesaan yang dimaksud adalah bahwa 1
2 masyarakat desa relatif sangat kuat keterikatannya pada nilai-nilai lama seperti budaya/ adat istiadat maupun agama. Nilai-nilai lama atau yang disebut dengan budaya tradisional itu sendiri sangat dan selalu terkait dengan proses perubahan ekonomi, sosial dan politik dari masyarakat pada tempat dimana budaya tradisional tersebut melekat. Kelembagaan lokal merupakan salah satu elemen penting dalam pembangunan desa. Tanpa adanya kelembagaan lokal, infrastruktur tidak akan dapat dibangun atau dipertahankan. Jasa pelayanan masyarakat tidak dapat dilakukan secara maksimal dan pemerintah tidak akan dapat memelihara atau mempertahankan arus informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian kelembagaan lokal merupakan faktor dominan, terutama dalam penggerakan partisipasi masyarakat. Kelembagaan lokal tradisional mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki oleh institusi formal yang ada yaitu kedekatannya dengan masyarakat tingkat bawah dan peka dengan kebutuhan masyarakat. Keberadaanya sangat menentukan sekali akan keberhasilan sebuah pembangunan. Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan lembaga lokal yang ada di daerah Minangkabau atau Sumatera Barat. Kerapatan Adat Nagari ini merupakan kerapatan niniak mamak pemangku adat yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat yang berlaku di masing-masing Nagari yang ada di Minangkabau dan merupakan lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di nagari. Keberadaan Kerapatan Adat Nagari di dalam sebuah pemerintahan nagari sangat dibutuhkan mengingat Kerapatan adat nagari ini merupakan salah satu unsur yang menentukan perkembangan pertumbuhan ekonomi, sosial dan 2
3 kesejahteraan didalam sebuah masyarakat. Selain itu Kerapatan Adat Nagari juga menjadi tempat untuk memberi masukan dan pertimbangan kepada pemerintah nagari dalam masalah pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan di pemerintahan nagari juga merupakan hasil persetujuan dari kerapatan adat nagari karena lembaga ini yang tahu bagaimana keadaan masyarakatnya. Adanya istilah babaliak ka nagari menjadi suatu gagasan agar pembangunan yang dilakukan di daerah Sumatera Barat dimulai dari tingkat yang paling bawah yaitu nagari. Pemerintahan dilaksanakan dari tingkat yang paling dekat dari masyarakat itu sendiri sehingga pembangunan akan mudah untuk di laksanakan. Akan tetapi pembangunan yang dilakukan di tingkat pemerintahan nagari tidak akan berjalan sesuai yang diinginkan apabila peran lembaga lokal kurang maksimal. Seharusnya lembaga lokal memiliki fungsi yang sangat membantu pemerintah agar kesejahteraan masyarakat nagari itu dapat dicapai. Ada berbagai pendapat yang berkembang dalam masyarakat tentang Kerapatan Adat Nagari, ada yang berpendapat kalau Kerapatan Adat Nagari hanya melakukan fungsinya sebagai pengurus tanah saja, tanpa ada membantu pemerintah dalam hal pembangunan lainnya. Di lain pihak menyatakan kalau Kerapatan Adat Nagari mempunyai fungsi dalam pembangunan. Selain juga untuk menyelesaikan permasalahan tanah, Kerapatan Adat Nagari juga memberikan kontribusi yang banyak untuk pembangunan tertutama didalam Nagari. Adapula yang berpendapat, Kerapatan Adat Nagari hanya tinggal sebagai nama saja. Tidak ada melakukan aktivitas apapun, sehingga dapat dikatakan kalau 3
4 lembaga lokal ini telah lama tidak berfungsi. Sehingga tidak ada memberikan kontribusi yang jelas bagi masyarakat tertutama bagi pembangunan Nagari. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Peran Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) dalam Pembangunan Nagari di Nagari Baringin, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. I.2. Rumusan Masalah Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi ini, maka terlebih dahulu dirumuskan masalahnya. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, peneliti merumuskan masalah yaitu Bagaimana Peran Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam Pembangunan Nagari di Nagari Baringin Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. I.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Bagaimana Peran Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam Pembangunan Nagari di Nagari Baringin? 2. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pembangunan nagari di Nagari Baringin? 4
5 I.4. Manfaat Penelitian Adapaun yang menjadi manfaat ynag diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah dalam menganalisa permasalahan di lapangan. 2. Bagi Instansi, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi bagi Pemerintahan Nagari Baringin dalam menyusun strategi untuk melaksanakan pembangunan. 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan khasanah ilmiah dan kepustakaan baru dalam penelitian sosial. I.5. Kerangka Teori Menurut Wuisman ( 1996:333 ) teori merupakan himpunan pernyataan baik abstrak dan spesifik, beberapa diantaranya terbuka untuk diuji dan yang memberikan penjelasan, pemahaman menyeluruh dan mendalam tentang himpunan gejala yang beraneka ragam baik yang sudah diteliti maupun yang belum diketahui. Dalam menjelaskan suatu permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat maka diperlukan konsep dan asumsi yang secara alamiah telah diteliti. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Kerangka teori membantu peneliti 5
6 dalam mengkonstruksi pemahaman terhadap realita dalam masyarakat yang akan diteliti Peran I Pengertian Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal (Friedman,M, 1998 :287 ). Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut. I Struktur Peran Struktur peran menurut Friedman (1998:288) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Peran Formal ( Peran yang Nampak Jelas ) Yaitu sejumlah perilaku yang bersifat homogen. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu adalah peran sebagai provider (penyedia) pengatur rumah tangga memberikan perawatan sosialisasi anak rekreasi persaudaraan (memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal ) terapeutik seksual. 6
7 b. Peran Informal ( Peran Tertutup ) Yaitu suatu peran yang bersifat implisit ( emosional ) biasanya tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional individu dan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga, peran-peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu dan didasarkan pada atribut-atibut kepribadian anggota keluarga individual. Pelaksanaan peran-peran informal yang efektif dapat mempermudah pelaksanaan peran-peran formal. I Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Peran Menurut Komarovsky ( Friedman, M.1998) membagi faktor yang mempengaruhi struktur peran menjadi : a. Kelas Sosial b. Latar Belakang Keluarga c. Model-model Peran d. Tahap Siklus Kehidupan Keluarga e. Peristiwa Situasional yang Khususnya Masalah Kesehatan atau Sakit I.5.2. Kerapatan Adat Nagari (KAN) I Pengertian Kerapatan Adat Nagari (KAN) Berdasarkan ( Perda Kab. Tanah Datar no 4 Tahun 2008 Tentang Nagari pasal 86) Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan lembaga kerapatan Niniak Mamak pemangku adat yang telah ada dan diwarisi secara turun 7
8 temurun sepanjang adat yang berlaku di masing-masing Nagari dan merupakan lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di Nagari. KAN ( Kerapatan Adat Nagari ) suatu lembaga di dalam nagari yang mengurus dan menjaga serta melestarikan adat dan kebudayaan di Minangkabau. Di mana KAN ini terdiri dari berbagai unsur dalam nagari tersebut seperti; a. Para Penghulu atau datuk setiap suku yang ada dalam ke nagarian tersebut. b. Manti atau Cadiak Pandai merupakan kalangan itelektual dalam nagari tersebut. c. Malin atau Alim Ulama yang ada dalam nagari tersebut. d. Dubalang atau Penjaga keamanan dalam nagari tersebut. Di dalam suatu kenagarian keputusan-keputusan KAN di jadikan pedoman oleh Wali Nagari dalam menjalankan pemerintahannya dan wajib di taati oleh seluruh msyarakat kenagarian tersebut sepanjang tidak melanggar peraturan dan perundangan yang berlaku. I Tugas dan Fungsi Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) Untuk memberikan kontribusi yang layak bagi pemerintah nagari Kerapatan Adat Nagari (KAN) tentu mempunyai tugas dan fungsi yang harus di laksanakan, ini juga sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar No 4 Tahun 2008 pada bab IV, Pasal 87 ayat 1 dan Pasal 88 ayat 1. 8
9 Tugas KAN terdiri sebagai berikut : a. Memberikan pertimbangan dan masukan kepada Pemerintah Nagari dan BPRN dalam melestarikan nilai-nilai adat basandi syara, syara basandi kitabullah di Nagari b. Memberikan pertimbangan dan masukan kepada Pemerintah Nagari dan BPRN dalam penyusunan dan pembahasan Peraturan Nagari c. Membentuk lembaga-lembaga unsur masyarakat adat yaitu Unsur Alim Ulama, Cadiak Pandai, Bundo Kanduang dan Pemuda d. Mengurus, membina dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat sehubungan dengan sako, pusako dan syara e. Mengusahakan perdamaian dan memberikan nasehat-nasehat hukum terhadap anggota masyarakat yang bersengketa terhadap sesuatu yang dipersengketakan dan pembuktian lainnya menurut sepanjang adat dan atau silsilah keturunan/ranji f. Mengusahakan perdamaian dan memberikan nasehat-nasehat hukum dan keputusan yang sifatnya final terhadap anggota masyarakat yang bersengketa terhadap sako dengan pembuktian menurut sepanjang adat dan atau silsilah keturunan/ranji g. Membentuk majelis penyelesaian sengketa sako, pusako dan syara h. Membuat kode etik, yang berisikan pantangan, larangan, hak dan kewajiban Niniak Mamak sesuai dengan adat salingka nagari 9
10 i. Mengembangkan kebudayaan anak Nagari dalam upaya melestarikan kebudayaan Daerah dalam rangka memperkaya khasanah kebudayaan nasional j. Membina masyarakat hukum adat Nagari menurut adat basandi syara,syara basandi kitabullah k. Melaksanakan pembinaan dan mengembangkan nilai-nilai adat minangkabau dalam rangka mempertahankan kelestarian adat. KAN bersama Pemerintahan Nagari menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan Nagari untuk kesejahteraan masyarakat Nagari. KAN melaksanakan tugas setelah melalui proses bajanjang naiak batanggo turun sesuai dengan adat salingka Nagari. Selain mempunyai tugas yang harus di emban oleh KAN, KAN juga mempunyai fungsi. KAN mempunyai fungsi sebagai berikut : a. sebagai lembaga penyelenggara urusan adat di Nagari b. sebagai lembaga yang mengurus dan mengelola adat salingka Nagari c. sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan adat di Nagari d. sebagai lembaga pembinaan, pengembangan, perlindungan terhadap unsur Alim Ulama, Cadiak Pandai, Bundo Kanduang, Pemuda Nagari dan unsur lainnya di salingka Nagari e. memberikan kedudukan hukum menurut adat terhadap hal-hal yang menyangkut harta kekayaan masyarakat guna kepentingan hubungan keperdataan adat, juga dalam hal adanya persengketaan sako, pusako dan syara di Nagari 10
11 f. bersama Pemerintahan Nagari meningkatkan kualitas hubungan perantau dengan Nagari. Fungsi yang dilakukan oleh KAN berdasarkan azas musyawarah dan mufakat sepanjang tidak bertentangan dengan adat basandi syara, syara basandi kitabullah serta Peraturan Perundang-undangan. Setiap keputusan yang diambil oleh KAN ditetapkan melalui rapat KAN sesuai dengan adat salingka Nagari. Setiap rapat KAN yang melahirkan keputusan harus dibuatkan risalah. I.5.3. Pembangunan I Pengertian Pembangunan Pembangunan merupakan proses perubahan sosial dengan partisipator yang luas dalam masyrakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan materi ( termasuk besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai ) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka ( menurut Rogers dalam Zulkarnain :2007). Adapun tujuan pembangunan terbagi atas 2 bagian, yaitu : 1. Tujuan umum. Pembangunan adalah suatu proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik atau masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan. 11
12 2. Tujuan Khusus. Pembangunan adalah tujuan jangka pendek, pada tujuan jangka pendek biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. I Tipe-Tipe Pembangunan Dalam mencapai tujuan yang akan di diperoleh ada beberapa tipe-tipe pembangunan yang memberikan perbedaan. Tipe-tipe ini dapat dilihat sebagai berikut: a. Tipe Ideal Tipe Ideal merupakan tipe pembangunan yang merencanakan perubahan dan pertumbuhan. Pembangunan ini didasarkan pada rencana yang sudah di susun sehingga akan memperlancar pembangunan. b. Tipe menghasilkan dalam jangka pendek Tipe menghasilkan dalam jangka pendek adalah tipe pembangunan yang merencanakan pertumbuhan tetapi tidak adanya perubahan. Pembangunan dilakukan hanya untuk mencapai pertumbuhan saja. c. Tipe menghasilkan dalam jangka panjang Tipe menghasilkan dalam jangka panjang adalah tipe pembangunan yang bisa merencakan perubahan tetapi tidak adanya pertumbuhan. Pembangunan dilakukan hanya dilakukan untuk 12
13 mencapai pertumbuhan. Sehingga mengekesampingan adanya perubahan yang akan di dapat. d. Tipe kegagalan Tipe kegagalan merupakan tipe pembangunan yang tidak bisa merencanakan perubahan dan pertumbuhan. e. Dorongan dan tekanan lingkungan Dorongan dan tekanan lingkungan adalah tipe pembangunan yang tidak bisa merencanakan tetapi adanya perubahan. f. Tipe pragmatis Tipe pragmatis merupakan tipe pembangunan yang tidak ada perencanaan, tetapi adanya perubahan dan pertumbuhan. g. Tipe krisis Tipe krisis merupakan tipe pembangunan yang tidak adanya perencanaan dan perubahan, tetapi adanya pertumbuhan Nagari Pengertian Nagari ( Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2008 Tentang Nagari BAB 1 Pasal 1 Poin 7 ) Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia. 13
14 a. Asal Usul Nagari Nagari merupakan wilayah atau sekumpulan kampung yang dipimpin oleh seorang penghulu. Batas-batas wilayah nagari ditentukan oleh alam, seperti sungai, hutan, bukit dan sebagainya. Namun agaknya batas-batas seperti ini sekarang tidak lagi signifikan dengan diterapkannya pembagian wilayah secara administratif. Keluasan wilayah nagari sama dengan luas tanah yang dimiliki oleh masing-masing suku pendiri nagari dan daerah kantong. Daerah kantong adalah tanah yang berada di antara tanah ulayat masingmasing suku. Sebelum bangsa Belanda menjejakan kaki di tanah Sumatera, nagari merupakan sistem pemerintahan yang berdiri sendiri. Tidak ada pemerintah di atas nagari. Nagari merupakan republik mini yang diperintah secara demokrasi oleh anak nagari, sebutan penduduk nagari. Dalam pemerintahan nagari, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum berdasarkan pada musyawarah mufakat. Seiring perkembangan zaman, nagari bukan lagi merupakan bentuk pemerintahan yang berdiri sendiri. Sejak pemerintah Indonesia terbentuk nagari mengalami pasang surut sampai saat ini. Saat ini, nagari merupakan pemerintahan di wilayah setingkat desa/kelurahan. b. Proses Pembentukan Nagari Pembentukan nagari melewati proses panjang, sepanjang sejarah kehidupan masyarakat tinggal di nagari tersebut. Pembentukan nagari 14
15 selalu berhubungan dengan proses persebaran penduduk, perpindahan, atau penggabungan kelompok masyarakat. Ada empat tahapan proses terbentuknya nagari, yaitu banjar, taratak, koto, dan akhirnya nagari. a) Banjar Banjar atau yang juga kabul merupakan tahap awal pembentukan nagari. Masyarakat ini masih belum terlalu lama menetap di suatu tempat dan masih tinggal di bangunan panggung sederhana bertiang empat (Dangau). Penduduk yang tinggal di banjar hanya berasal dari satu suku dengan mata pencarian berburu dan berladang. b) Taratak Taratak mempunyai arti bercocok tanam, sedangkan kampungtempat para penduduknya tinggal disebut dusun. Di dusun ini tinggal dua suku asal. Dengan adanya dua suku yang berbeda ini, terbuka kemungkinan di antara mereka menikah dan menggambarkan keturunan. Setelah masyarakat dusun semakin berkembang, mereka akan turun ke kaki bukit dan bermukin di sana. Mereka cenderung memilih permukiman di pinggir sungai atau anak-anak sungai. Di antara mereka sudah mulai membangun rumah secara permanen. Perkampungan ini kemudian berkembang menjadi koto. 15
16 c) Koto Koto terdiri dari tiga suku yang berbeda. Perkembangan penduduk tahap ketiga ini semakin pesat sehingga mereka membutuhkan lahan yang lebih luas. Biasanya, mereka akan mencari tempat-tempat yang lebih luasuntuk perkampungan mereka. Namun, pilihan para penduduk ini tetap sama dengan permukiman sebelumnya, yaitu daerahdaerah di sekitar aliran sungai. Sebagian besar penduduknya sudah membangunan rumah permanen. Perkembangan ini kemudian masuk pada tahap terakhir yaitu terbentuknya nagari. d) Nagari Ada empat suku asal yang menghuni permukiman ini yang sekaligus menjadi salah satu syarat terbentuknya nagari. Para penduduk mulai membangun permukiman yang lebih luas,aman dan lebih nyaman. Masing-masing keluarga menguasai tanah ulayat di hutan, ladang-ladang yang terletak di lereng-lereng bukit, dan sawah yang tak jauh dari perkampungan. Pada tahap ini, masyarakat mulai membentuk perangkat pemerintahan dan bentuk pemerintahan, meskipun dalam bentuk yang sederhana. 16
17 Pemerintahan Nagari Pemerintahan Nagari adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari berdasarkan asal usul Nagari di Wilayah Propinsi Sumatera Barat yang berada di dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. ( Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2008 BAB 1 Pasal 1 Poin 8 ) Pembangunan Nagari Pembangunan nagari adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk mencapai perubahan ke arah yang lebih baik dengan memberdayakan masyarakat nagari melalui program-program pembangunan yang ditujuan untuk kemajuan nagari. Pembangunan nagari bersifat multisektor menyangkut semua segi kehidupan masyarakat, sehingga pembangunan nagari tidaklah pembangunan yang berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional di Daerah. Keberhasilan Pembangunan nagari merupakan wujud adanya efektifitas dan kemampuan serta etos kerja wali nagari dan aparatur pemerintah nagari. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Nagari disusun perencanaan pembangunan Nagari sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan Daerah. (Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2008 Tentang Nagari BAB VI Pasal 106) Perencanaan pembangunan Nagari disusun secara partisipatif oleh Pemerintahan Nagari sesuai dengan kewenangannya. Dalam menyusun perencanaan pembangunan Nagari wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan Nagari. Perencanaan pembangunan Nagari disusun secara berjangka meliputi: 17
18 a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari (RPJMN) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun b. Rencana Kerja Pembangunan Nagari (RKP-Nagari) merupakan penjabaran dari RPJMN untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari (RPJMN) ditetapkan dengan Peraturan Nagari dan Rencana Kerja Pembangunan Nagari (RKP-Nagari) ditetapkan dalam Keputusan Wali Nagari berpedoman pada Peraturan Daerah. Perencanaan pembangunan Nagari didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data dan informasi mencakup: a. penyelenggaraan Pemerintahan Nagari b. organisasi dan tata laksana Pemerintahan Nagari c. keuangan Nagari d. profil Nagari e. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari dan pemberdayaan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan Nagari diatur dengan Peraturan Bupati. Dalam perencanaan pembangunan nagari, pemerintah nagari dalam hal ini wali nagari tidak merencanakan sendiri perencanaan pembangunan tersebut tanpa melibatkan lembaga lain. 18
19 Lembaga yang paling berpengaruh untuk menampung aspirasi masyarakat adalah Badan Perwakilan Rakyat Nagari, maka seharusnya Wali Nagari sebagai kepala tertinggi Pemerintahan Nagari harus bekerja sama dengan, BPRN tersebut dalam menetapkan perencanaan pembangunan desa, serta harus mengikut sertakan masyarakat dan lembaga lokal yang ada. Proses pengelolaan pembangunan Nagari sebagai berikut : 1. Perencanaan Fungsi perencanaan adalah sebagai alat untuk memilih, merencanakan untuk masa yang akan datang, cara untuk mengalokasikan sumber daya serta alat untuk mencapai sasaran, dan apabila dikaitkan dengan pembangunan yang hasilnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan, memenuhi kebutuhan masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna, serta mencapai tujuan yang diinginkan, maka perencanaan itu sangat diperlukan agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah, efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya dan dana. Sedangkan pembangunan dalam perencanaan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui apa yang dilakukan secara terencana. Memberi kesempatan pada masyarakat untuk menentukan arah berarti memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. 2. Penetapan dan Pelaksanaan Pada tahap penetapan dan pelaksanaan perlu diadakan penyorotan terhadap kekuatan social dalam masyarakat, dan disamping itu juga perlu diadakan pengamatan terhadap perubahan social yang terjadi. Sebagaimana 19
20 dipaparkan dalam UU No. 6 tahun 2014 bahwa di dalam desa/desa adat terdapat tiga kategori kelembagaan desa/desa adat yang memiliki peranan dalam tata kelola desa/desa adat, yaitu: pemerintah desa/desa adat, Badan Permusyawaratan Desa/desa adat, Lembaga Kemasyarakatan dan lembaga adat. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan di tingkat desa (pemerintahan desa/desa adat) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa/Desa Adat dan Badan Permusyawaratan Desa/Desa Adat. Pemerintahan desa/desa adat ini dijalankan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan di negeri ini. 3. Monitoring dan Evaluasi Monitoring adalah pemantauan secara terus menerus proses perencanaan dan pelakasanaan kegiatan. Monitoring dapat dilakukan dengan mengikuti langsung kegiatan atau membaca hasil laporan dari pelaksanaan kegiatan. Monitoring sering dipandang sebagai pengukuran kuantitas yang berkaitan dengan bagaimana pencapaian keselarasan antara sumber-sumber yang digunakan dan waktu yang ditetapkan. Monitoring merupakan aktivitas yang berkelanjutan yang terutama dimaksudkan untuk memberikan informasi terhadap perencana dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan yuang terjadi dalam tahap implementasi. Monitoring merupakn mekanisme yang digunakan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan (deviations) yang 20
21 mungkin timbul dalam suatu kegiatan dengan membandingkan antara apa yang diharapkan dan apa yang dilakukan. Dalam tahap evaluasi diadakan analisis terhadap efek pembamgunan, sehingga dapat mengukur keberhasilan ataupun kegagalan dalam suatu program pembangunan. Evaluasi bertujuan : a. Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan. b. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran. c. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi di luar. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari dan pembangunan Nagari, BPRN mempunyai peran normative sebagai alat kontrol pemerintah Nagari. Selain adanya peran BPRN sebagai pengontrol penyelenggaraan pemerintahan Nagari, partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa tidak memiliki dan acuh tak acuh terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Terlebih apabila kita akan melakukan pendekatan pembangunan dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu memberikan masukan yang sangat berharga. Masyarakat lokal denga 21
22 pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam melaksanakan pembangunan. Masyarakat lokal-lah yang mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta juga potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Bahkan pula mereka akan mempunyai pengetahuan lokal untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut. I.6. Defenisi Konsep Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial ( Singarimbun, 2006:33). Oleh karena itu, untuk menemukan batasan yang lebih jelas maka penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka peneliti mengemukakan konsep-konsep antara lain : 1. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. 2. Kerapatan Adat Nagari adalah lembaga kerapatan Niniak Mamak pemangku adat yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat yang berlaku di masing-masing Nagari dan merupakan lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di Nagari. 3. Pembangunan adalah suatu upaya yang dilakukan dalam rangka menunjang kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang ekonomi 22
23 maupun sosial yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan tanpa merusak lingkungan atau kehidupan sosial. 4. Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia. 23
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan penutup dalam kajian penelitian ini. Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan hasil penelitian tentang Modal Sosial dan Otonomi Desa dalam Pemerintahan Nagari
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa nagari sebagai kesatuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT
Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI
RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat di negara Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, adat dan budaya.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG KETENTUAN POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a. bahwa perubahan paradigma
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT, Menimban: a. bahwa pengelolaan
Lebih terperinci4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha
PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PELESTARIAN ADAT BUDAYA DALAM HIDUP BERNAGARI DI KOTA PADANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 4 TAHUN 2008 T E N T A N G NAGARI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 4 TAHUN 2008 T E N T A N G NAGARI PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2008 Nomor 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara yang sentralistik, dimana segala bentuk keputusan dan kebijakan yang ada
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara, Indonesia telah mengalami berbagai macam bentuk sistem pemeritahan. Sebelum reformasi bergulir, Indonesia adalah sebuah negara yang sentralistik,
Lebih terperinciWALI NAGARI TARATAK TINGGI KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN NAGARI TARATAK TINGGI NOMOR 8 TAHUN 2017 T E N T A N G PUNGUTAN NAGARI
WALI NAGARI TARATAK TINGGI KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN NAGARI TARATAK TINGGI NOMOR 8 TAHUN 2017 T E N T A N G PUNGUTAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI NAGARI TARATAK TINGGI, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008
No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciProgram Kekhususan HUKUM TATA NEGARA
SKRIPSI PELAKSANAAN KEWENANGAN BADAN MUSYAWARATAN NAGARI (BAMUS) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NAGARI PADA NAGARI KOTO MALINTANG KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM Program Kekhususan HUKUM TATA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia merupakan Negara
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS
PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN NAGARI BATU TABA. Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten Tanah Datar T E N T A N G PUNGUTAN RETRIBUSI NAGARI TAHUN 2013
PERATURAN NAGARI BATU TABA Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten Tanah Datar T E N T A N G PUNGUTAN RETRIBUSI NAGARI TAHUN 2013 PERATURAN NAGARI BATU TABA NOMOR : 05 TAHUN 2013 TENTANG PUNGUTAN RETRIBUSI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG
NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SERI E RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN TANAH DATAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI
PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI KESATUAN NAGARI SITUJUAH GADANG NOMOR : 01/NSG/2002 Tentang PERUBAHAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari kaum penjajah adalah cita-cita untuk dapat mewujudkan kehidupan rakyat Indonesia yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 143
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAMPAR NOMOR : 12 TAHUN1999 TENTANG HAK TANAH ULAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI II KAMPAR Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPedoman Wawancara Wali Nagari, Sekretaris Nagari, Anggota Bamus Nagari Atau Kerapatan Adat Nagari Tabel.1 Pertanyaan tentang UU no 6 tahun 2014
LAMPIRAN Pedoman Wawancara Wali Nagari, Sekretaris Nagari, Anggota Bamus Nagari Atau Kerapatan Adat Nagari Tabel.1 Pertanyaan tentang UU no 6 tahun 2014 Pertanyaan 1. Bagaimana Tanggapan Bapak sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimiliki di Indonesia adalah hutan. Pembukaan hutan di Indonesia merupakan isu lingkungan yang populer selama dasawarsa terakhir
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sosial politik di Indonesia mulai mengalami perubahan dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sosial politik di Indonesia mulai mengalami perubahan dari Orde Lama, Orde Baru sampai kepada reformasi seperti yang kita jalani pada saat sekarang ini.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 3 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan
BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 18B ayat (2) menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192
PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192 PERATURAN NAGARI SIMARASOK NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciPERATURAN DESA NITA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA,
PERATURAN DESA NITA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan nilai adat-istiadat tumbuh, berkembang serta dipelihara
Lebih terperinciPERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015
PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SINDANGLAYA,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi potensi desa dan peningkatan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan
Lebih terperinciKEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA
KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah
Lebih terperinciBUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG
BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO
BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA BANJAR, : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kualitas
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN KAMPUNG ADAT DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN KAMPUNG ADAT DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa negara mengakui dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. simbol serta memaknai simbol-simbol yang digunakannya. Namun lambang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan sebuah proses interaksi pertukaran lambang. Lambang juga disebut tanda, kode, atau simbol. Manusia selalu menggunakan simbol serta memaknai
Lebih terperinciBUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN NAGARI
BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR, Menimbang :
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN
BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM
-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. organisasi yang memerlukan manajemen yang baik. Maka mau tidak mau
11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengawasan Pengawasan merupakan unsur esensial demi kelangsungan dan pertumbuhan serta keselamatan organisasi bersangkutan. Negara, pemerintah daerah adalah organisasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan dari pasal 66 Peraturan
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU
PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, a. bahwa dalam
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
NOMOR 1 D TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2013 SERI E TENTANG PEDOMAN UMUM PENYUSUNAN PERENCANAAN, PENGANGGARAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN
Lebih terperinciPERATURAN DESA TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM DESA) TAHUN Des Nunuk Baru Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka
PERATURAN DESA TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM DESA) TAHUN 2011 2015 Des Nunuk Baru Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA KECAMATAN MAJA DESA NUNUK
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
- 1 - SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan
Lebih terperinciTanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya
Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,
3 LEMBARAN DAERAH September KABUPATEN LAMONGAN 13/E 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG, Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciSKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari
SKRIPSI Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari Di Nagari III Koto Aur Malintang Timur,Kecamatan IV Koto Aur Malintang Kabupaten
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI
PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 02/SG/2002 TENTANG PEMUNGUTAN UANG LEGES Dengan rahmat Allah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap
Lebih terperinciBUPATI PESISIR SELATAN
BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 19 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN NAGARI PULAU KARAM AMPANG PULAI DI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciNOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA BUPATI MUSI RAWAS
PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)
1 PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK) Mifta Nur Rizki Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum ABSTRAK
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Sebagai sebuah bentuk kehidupan dalam masyarakat, organisasi atau lembaga pemerintahan nagari telah mengalami banyak perubahan, mulai dari perubahan
Lebih terperinciBUPATI PESISIR SELATAN
BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR
Lebih terperinciBUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal 44 Keputusan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA
LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR NO. : 6, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI PESISIR SELATAN
BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN NAGARI (BAMUS NAGARI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO
PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG
PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN KOTA KUALASIMPANG DAN PEMBENTUKAN KAMPUNG KOTA KUALASIMPANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN
Lebih terperinci